Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2017

Bukit-bukit Pasir (2), Kelana Darma

Gambar
Bukit pasir. Terhampar dihadapan mata. Sekejapan mata kemudian menghilang. Berpindah atau kadang lenyap. Angin telah membawanya pergi bersama kisah kisah spiritual disini. Menyedihkan sekali. Kisah perjalanan spiritual yang hanya ada dan berada di alam kesadaran manusia yang mau memperhatikan kasunyatan alam ini. (Yaitu) adalah  mereka yang dengan senang hati menyelami dimensi-dimensi ini dengan kesadarannya. Sehingga meyakini dimensi ini memang ada dan sama saja berada bersama (dalam) ketiadaan. Dalam kesunyatan yang nyata. Dimensi alam-alam ini sungguh  sulit dipahami dan dimengerti. Sehingga keberadaannya lebih sering tidak dipedulikan. Keberadaan alam ini tertutup tabir realitas keriuhan dunia. Menyatu dalam kesadaran manusia itu sendiri. Maka bayangkan bagaimana menemukan keberadaan alam dimensi ini. Sementara panca indera manusia tidak mampu memindai keberadaannya. Walau  keadaan sesungguhnya sangatlah dekat dengan manusia itu sendiri. Keberadaan mereka lebih dekat dari u

Bukit-bukit Pasir (1), Sang Saka

Gambar
Alam telah merenda benang-benang yang kusut. Mewujud kini dialam nyata. Menjadi bukit bukit pasir yang tinggi menjulang. Entah angin dari mana yang membawa pasir-pasir itu. Bukit pasir yang akan dengan mudahnya berpindah tempat dari satu bukit ke bukit lainnya. Dari satu tempat ke tempat lainnya.  Membentuk kesadaran yang terus menggeliat.  Esklasi kesadaran yang terus meningkat. Ranah realitas yang semakin tidak menentu. Lihatlah kedatangan para penguasa alam materi ke nusantara. Kekuatan naga dan kekuatan harimau. Kekuatan ular dan kekuatan rubah. Kekuatan hitam dan putih, kekuatan langit dan dasar bumi. Kekuatan yang akan berbenturan di negri ini. Maka kemudian lihatlah, hujan silih bergantian tak menentu. Apa yang kita saksikan yang hitam ini memerah, yang merah menggupal darah. Bagaimana dengan yang putih. “Aku kata tak berbuku.Mengerumuti  waktu. Desah resahku,  dalam rahsamu. Aku bilah sembilu . Kisahkan kalbu yang  terkoyak kata-katamu.” Berkata Mas Thole mengu