Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2018

Sang Guru Bumi (5) ; Euphoria Kesatria Piningit

Gambar
Adakah manusia yang mampu menetapi lakunya di bumi ini? Adakah yang manusia yang ikhlas dan ridho menetapi takdirnya sendiri? Banyak tanya meratapi diri saat mana (jika) kemudian kehidupannya setelah menjalani laku spiritual ini ~ tidaklah sebagaimana yang mereka ingini.  Begitu keadaan para pelaku disini. Mereka yang disebut kesatria satu demi satu jatuh berdentam dimakan alibinya sendiri. Kemudian berbalik kebelakang saat harapannya semakin jauh di awang-awang. Kenyataan tidaklah sebagaimana yang diyakini. Sehingga satu per satu para kesatria undur diri dan bahkan berbalik  memusuhi padahal mereka telah banyak mendapat petunjuk. Sang Guru Bumi memahami kesulitan ini, tidak sedikit manusia yang terbawa euphoria kebangkitan nusantara baru, bahkan mereka sangat yakin akan adanya Kesatria Piningit . Keyakinan yang dengan mudah disusupi setan, sehingga mereka memandang perbuatan buruk mereka sebagai perbuatan baik. Mereka meyakini dengan membuta, tidak berdasarkan pengetahuan y

Sang Guru Bumi (4): Prasangka dan Anggapan

Gambar
D emi untuk menyempurnakan jiwa manusia. Telah disusupkan ilham kefasikan. Kecenderungan manusia kemudian mengikuti ilham ini. Beruntunglah orang-orang yang membersihkan jiwanya. Sayang sedemikian sulitnya membedakan ilham kefasikan ini. Sehingga semua merasa bahwa apa-apa yang diikuti melalui lintasan hatinya ~ dalam pemahamannya adalah sebuah kebenaran.  Semua manusia kemudian merasa benar. Demikian kemudian lahirlah anggapan bahwa semua yang menyakitkan adalah musibah bagi manusia. Kemiskinan adalah musibah, kehilangan adalah musibah, kehancuran adalah musibah, dll. Manusia kemudian merasa benar dalam anggapannya ini. Sulit baginya mengatakan bahwa semua itu datangnya dari Allah. Hingga pada akhirnya setiap diri merasa paling menderita dalam kehidupan di dunia ini. Musibah demi musibah yang datang silih berganti dianggapnya sebagai kutukan dan hukuman dari Tuhan. “Tuhan tengah menghinakannya!”  Sedemikian hebatnya anggapan ini dalam persepsi manusia. Sang Guru Bumi di

Sang Guru Bumi (3) : Kemenangan Manusia

Gambar
Telah luruh diri, menghablur membekap bumi. Nelangsa jiwa meraup duka semesta. Fatamorgana telah menjadi nyata. Lantas apakah yang bersisa? Kelopak bunga mayang kini telah  lunglai menahan duka manusia. Ada apakah dengan diri ini? Ada apakah dengan bumi ini? Bidadari itu diam menatap kesatrianya. Wajah lusuh dengan air mata.  “Bukankah ini sudah saatnya?” Bertanya kepada langit untuk apa mengetahui dan memahami hikmah kejadian. Untuk apa menghabiskan waktu menjelajahi peradaban. Mengapa harus berjalan ke seluruh muka bumi, jika muaranya hanyalah kesakitan yang berulang. Aduh, bagaimana menuliskan ini. Bukankah kebenaran yang disampaikannya hanya akan menambah permusuhan? Setiap manusia enggan dan sulit menerima kenyataan. Bahwa setiap perbuatan akan menerima balasan. Demikian juga diri ini. Tiada sadar meluapkan perasaan. Bukankah malam tiada meninggalkan siang? Demilkianlah duka manusia. Tiada jua manusia ditinggalkan. Duka akan datang sebagaimana malam mendatan