Kisah Spiritual, Pengajaran Yang Diulang



Rangkaian kata, rangkuman Ki Ageng
Pembuka kisah untuk mengawali episode ini yaitu
Akhlak - Islam   (menjadi sebuah tingkah laku)


Tulisan ini, merupakan pembukaan dari Kisah seekor Elang episode 5, yaitu tentang Akhlak atau menjadi sebuah perlaku. Merupakan latar belakang atau definisi, atau sesuatu yang mendasari atau sesuatu pemahaman yang meliputi kesadaran ketika menuliskan kisah episode ini. Bagian ini sebagian besar adalah merupakan cuplikan dari tulisan seseorang yang merupakan pondasi ketika mengalami kisah ini.

Cuplikan di dalam tulisan ini ada yang teringat sumbernya namun ada pula yang sudah terlupa diambil dari mana, sehingga dengan bermohon maaf, penulis mengambilnya, dan menyataan bahwa sebagian tulisan dalam kata pembuka ini bukanlah penulis yang membuatnya, hanya merangkainya menjadi satu dan bersama-sama menjadi tulisan pembuka ini. Karena ini merupakan pembuka, maka bagian ini merupakan bagian terpisah dari kisah dalam episode ini. Kalau tidak dibacapun tidak akan mengurangi atau menghilangan bagian kisah ini.

Kisah pada episode ini berinti pada:
1.  Takdir
2.  Membaca kehendak Allah
3.  Tafakur
4.  Jiwa yang sempurna
5.  Akhlak Islam

Beberapa pondasi pada kisah ini, yaitu dapat dilihat pada tulisan Bp. Arif di milis ini mengenai takdir, membaca kehendak Allah, keadilan dalam perspektif.

            Dalam Keadilan Tuhan..

Takdir sering disandingkan dengan keadilan Tuhan. Dalam perspektif manusia, atribut keadilan yang melekat pada sisi kemanusiaan adalah ; Kaya Miskin, Susah Senang, Baik Jahat, Puas Tidak Puas, Sedih Gembira, dan sebagainya. Kesemua kata tersebut masuk ke dalam wilayah RASA.

Setiap suku kata yang kita sebutkan akan memberikan sebuah imajinasi dan asosiasi tertentu tentang sesuatu yang di dalam perspektif manusia akan mengandung sebuah NILAI. Manusia memberikan nilai dalam perspektifnya, bahwa kalau miskin itu tidak bahagia, susah, kemudian dikaitkan dengan kesulitan-kesulitan lainnya. Inilah kata miskin bagi manusia

            Takdir
Seringkali manusia memahami takdir sebagai sesuatu yang abstrak, yang tidak dapat kita rasakan. Jiwa senantiasa berada pada takdirnya sendiri yang dirangkainya pada angan-angannya. Manusia lupa . bahwa kejadian saat ini, diwaktusekarang sesungguhnya adalah takdirnya. Raga hanya bisa berada disaat ini, disatu tempat. Raga tidak mungkin berada di dua tempat sekaligus. Atau raga tidak mungkin berada di dua waktu bersamaan. Raga hanya mampu meniti setapak demi setapak , hari demi hari, waktu demi waktu.

"Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar" (Al Baqoroh ; 155)

Bila jiwa tidak mampu mengikuti perjalanan raga, dengan sabar maka sesungguhnya inilah yang dinamakan JIWA TERSESAT OLEH TAKDIR YANG DICIPTAKANNYA SENDIRI dalam angannya. Bukan dalam rangkaian rencana Allah. Takdir Tuhan.

Kalau kita perhatikan ada rangkaian hukum-hukum yang bekerja secara ajaib. Silih berganti -siang dan malam, bahtera...ada apa dengan semua itu...manusia diajak untuk tafakur.
dalam bertafakur~untuk memahami sesuatu yang sulit dicerna oleh akal pikiran manusia~al qur'an sering menggunakan 'PERUMPAMAAN' atau analogi agar mendekati gambaran tentang 'hal yang kita bicarakan.

Manusia diminta untuk tafakur, kontemplasi atau merenung.

            Tafakur

Allah Subahnahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulang kepada manusia dalam Al-Quran ini tiap-tiap macam perumpamaan, tapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali mengingkari(nya)." (Surat 17 Al-Israa Ayat 89)

Inilah methodology Al Qur'an, Al Qur'an mengajak kita untuk menggunakan daya pikir, analogi, perumpamaan dan di tafakuri dengan itu. Dan kita diharapkan untuk belajar dari Al Qur'an.

Kalau begitu dimanakah system keadilan Tuhan..?
Kembali kita telusuri~bahwa sesungguhnya yang berada dalam posisi bebas adalah JIWA posisi bebas ini tentunya mengandung konsekwensi unsur REWARD AND PUNISHMENT. Apabila kondisi JIWA mampu berada dalam wilayah kesadaran tertingginya ~sehingga dia mampu kembali ke dimensinya. Maka akan mendapatkan reward yang dijanjikan. Bila tidak diapun akan mendapat punishment hukuman neraka.

Sehingga dalam KEADILAN TUHAN tidaklah menjadi masalah apakah JIWA berada di RAGA yang miskin, kaya, raja, petani, atau apapun. Sebab bagi sang Creator yang penting JIWA mampu menyelesaikan misinya agar mampu kembali. Sang Creator hanya menginginkan JIWA menjadi penikmat dan penyaksi yang baik senantiasa mengagumi, mengakui kehebatan sang Creator. Karena sesungguhnya sang CREATOR sudah mebuat rangkaian kejadian, sobaan-cvobaan, sedemikian rupa, sangat teliti, proposional sesuai dengan spesifikasi RAGA. Maka JIWA harus percaya ini dan jangan khawatir terhadap keadilan ini.

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Shabiin, dan orang-orang Nashara, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian dan beramal shaleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Al Maidah: 69)

Kemudian bagaimana KEADILAN TUHAN, bagi JIWA yang berada dalam pemahaman  teologi ?. (Islam, Kristen, Yahudi, dll).?.

Dalam konsep ini Teologi sesungguhnya hanyalah sebuah metodologi bagi JIWA untuk kembali ke dimensi-nya. Bagi KEADILAN TUHAN, yang penting manusia dapat mencapai kesadaran tertingginya dan dapat kembali kepada asalnya. Bagi Tuhan JIWA adalah hanya sebatas sebagai penyaksi yang mengkahbarkan akan eksistensi Keberadaan-NYA. Maka petunjuk (Buku Manual) yang diberikanpun telah disesuaikan dengan jamannya. Pada peradaban primitive, belum ada kompleksitas sehingga mudah saja bagi JIWA untuk meng-kondisikan dirinya. Maka diberikanlah Buku Panduan yang sederhana. Namun pada jaman peradaban akal dan budi , sungguh kompleksitasnya demikian luar biasa, maka diperlukanlah BUKU PANDUAN yang lebih sesuai dengan jaman itu.

Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Qs Ali Imran/3:164)

"Dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa dan apa yang diberikan kepada Nabi­-nabi dari Tuhan mereka; tidaklah Kami membeda-bedakan di antara seorangpun dari mereka, dan kami kepadaNya, semua menyerah diri. " (Al Baqoroh 136),

Hakekatnya sang CREATOR menantang JIWA-JIWA ini untuk mencari metodologinya sendiri-sendiri~mereka ditantang mengunakan seluruh potensi yang ada pada dirinya~guna menemukan jalan mereka untuk kembali ke dimensi dari mana dia berasal untuk keperluan ini sang Creator-pun sudah  memberikan Buku Manual-nya.

Batasannya adalah RAGA telah disetting memiliki batas waktu (game over). Kapan batas waktu yang ditentukan bagi matinya RAGA hanya sang CREATOR lah yang tahu. Maka JIWA-JIWA diharapkan berlomba-lomba dan senantiasa dalam suasana kesedaran yang terus menerus sehingga pada saat di matikan RAGA~JIWA dalam posisi wilayah kesadaran tertingginya sehingga dia akan dia dapat kembali dengan mudah.

Tidaklah seorang anak dilahirkan kecuali dalam keadaan suci (fitrah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikanya yahudi atau nasrani atau Majusi. (H.R. Muslim).

Sang CREATOR, menyerahkan pilihan itu (Agama) dan memberikan kebebasan pilihan itu kepada JIWA. Bagi sang CREATOR sama saja, apakah JIWA itu akan di letakkan kedalam RAGA ditengah-tengah Islam, Kristen, Yahudi, atau KAFIR sekalipun. Semua sama-sama harus mencari metodologi untuk kembali. Semua tergantung dari usaha sang JIWA itu. Tuhan menjaga kesinambungan itu, keseimbangan agar tetap dalam kondisinya menjaga perbedaan itu, agar Jiwa-jiwa dapat berpikir. METODOLOGI MANA YANG DI RIDHOI NYA.

..... Dan sekiranya Allah tiada menolak sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS;Al Hajj 40)
==========================
Dan ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan, untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mu'min serta mnunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta. (At Taubah - ayat 107).
 

Wasalam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Mistis Petilasan Kramat Prabu Kian Santang

Kisah Spiritual, Wangsit Prabu Siliwangi (Anak Keturunan Pajajaran)