Bencana dan Musibah 'SPIRITUAL!' (The Chronicles of Spiritualism) (1)
Mobil
Xenia putih nampak melaju dengan kecepatan sedang. Menembus kepadatan memasuki
pintu tol Cikampek. Mobil itu terus melaju menuju tol Cipali. Rencananya
mereka akan mengikuti jalan tersebut, keluar di Brebes Timur dan menuju arah
Randu Dongkal. Terus melanjutkan perjalanan menuju ke sebuah tempat yang sudah
biasa mereka kunjungi setiap tahunnya. Yah, keluarga itu sedang menuju sebuah
negri yang berada diatas awan. Dhieng orang-orang menyebutkannya. Sebuah kota kecil dibawahnya selalu menjadi daya tarik mereka untuk
pulang. Keindahan yang ditawarkan dan suasana energi yang masih menyejukan
membuat mereka tidak pernah segan untuk pulang. Pulang membawa nuansa
tersendiri untuk mereka sekelurga. Tawa canda mereka sekeluarga menandakan
bahwa mereka sangat menikmati perjalanan pulang tersebut.
Yah,
mereka adalah keluarga Mas Thole yang sedang melakukan perjalanan pulang.
Kepulangan yang senantiasa dirindukan oleh mereka semua. Sedikit ada hambatan
di beberapa titik. Nampaknya itu tidak mengganggu keluarga mereka. Mereka asyik
bercengkarama. Hingga terdengar suara chat masuk di HP. Takut berita penting
istri Mas Thole membuka chat yang masuk. Wajahnya terlihat memerah, pupilnya
sedikit membesar, seperti menahan rahsa
yang tidak disukainya. Sebagai seorang wanita dia merasa tidak nyaman atas chat
yang masuk di HP suaminya itu. Tanpa sadar tangannya secara otomatis mengelus
elus kepala suaminya dari belakang. Berulang kali dibelainya kepala suaminya.
Sepertinya sedang berusaha menyalurkan kasih sayangnya. Tanpa berucap sepatah
katamu, gerakan itu dilakukannya berulang-ulang. Tatapannya lurus ke depan.
Berulang kali dia menghela nafas panjang.
Mas
Thole sepertinya paham atas gerakan istrinya tersebut. Dipalingkan wajahnya ke
samping dan bertanya penuh perasaan. Menanyakan ada apa gerangan. Mengapa chat
yang masuk mengganggunya. Istrinya seperti enggan untuk memberitahu, namun
karena sebab desakan suaminya, dia menyodorkan chat tersebut. Mas Thole seklias
membaca chat kosentrasinya tetapa ke jalan di depannya. Kecepatan laju mobilnya
diatas 80 km/jam, akan sangat berbahaya jika dia membaca chat tersebut dengan
detai. Sekilas Mas Thole membaca, dari kilasan tatapan matanya, chat dari
salah seorang putri yang pernah singgah di pondoknya. Energi chat yang hampir tak
dikenalinya, jika tidak disebutkan namanya sudah barang tentu Mas Thole
menganggap itu adalah entitas baru yang masih asing dalam kesadarannya. "Ada apa dengan chat ini" Betapa tak terhitung rahsa terima kasihnya atas sosok yang satu ini. Dialah dewi dalam kesadaran. Ada apakah dirinya meluangkan waktu melakuan chat? Semoga dirinya diberikan keselamatan dan kesejahteraan.
Dari
hanya kilasan tatapan mata Mas Thole dapat menangkap isinya. Selanjutnya
kembali diilanjutkan kosentrasinya kelaju mobilnya. Jalanan nampak sudah mulai
ramai. Masuk pintu tol Cipali tersendat, ada kemacetan ruas tol disana.
Banyak orang yang meminggirkan mobil untuk beristirahat. Disapanya istrinya, “Ibu tidak apa-apa?” Penuh kasih dan harap-harap cemas Mas Thole
bertanya kepada istrinya itu. Ada kekhawatiran disana, jika istrinya terluka
hatinya sebab kata-kata chat yang masuk disana. Syukurlah istrinya hanya
tersenyum, dan menjawab “Tidak apa-apa Yah?” Yah, Mas Thole sangat mengkhawatirkan keadaan
istrinya. Jika untuk dirinya, makian, cacian, dan hujatan masih tidak mengapa,
namun jika anak dan istrinya sampai terluka, maka sungguh dia akan ber jihad
karenanya.
Mendengar
jawaban istrinya yang tidak apa-apa. Lega rahsa hati Mas Thole. Kemudian
istrinya memohon ijin agar chat tersebut di hapus saja. Mas Thole
menginjinkannya. Memang tidak ada keinginan Mas Thole menjawab ataupun merespon
isi chat tersebut. Bukan hanya karena situasi dirinya sedang menyetir
kendaraan. Namun lebih karena memang chat tersebut membutuhkan ketenangan dalam menanggapinya. Jika direspon saat itu akan panjang dan belumlah tentu menyelasaikan masalah. Ini tentang kebenaran dan keyakinan! Maka biarlah masing-masing orang dengan kebenaran yang diyakininya. Waktu sendirilah yang akan membuktikan dan mengkhabarkan kebenarannya.
Waktu yang akan menjawab semua gundah di hati. Seluruh luapan kekecewaan,
kemarahan, kemasgulan, hanyalah lintasan rahsa yang akan lewat dan pergi
seiring waktu berlalu. Menjadi orang yang menerima lemparan perasaan sudah menjadi bagian
perjalanan spiritual Mas Thole. Hanya doa dipanjatkan agar jiwa-jiwa yang resah
kembali ditenangkanNya.
...
Mas
Thole menghela nafas panjang. Tatapannya lurus ke depan. Kecepatannya
masih konstan di 100 km/jam. Laju
kendaraan disekelilingnya perlahan menghablur. Jiwanya memasuki alam
kesadaran. Dibiarkannya istrinya terus mengelus kepalanya. Elusan tersebut seperti
memberikan kekuatan luar biasa kepada Mas Thole untuk membuka kembali
kisah-kisah dari mulanya, sebab mengapa dirinya diperjalankan oleh Kami. Mengapa
kemudian diirinya mengkisahkan pengalaman spiritualnya ini. Dan selanjutnya, mengapa kemudian
dirinya membuat rumah singgah bagi para penempuh jalan spiritual. Yah, hanya
rumah kecil tempat singgah sebelum para penempuh jalan melanjutkan perjalanan
mereka dalam mencari kebenaran. Rumah atau lebih tepat pondok tersebut
dinamakan ‘PONDOK CINDELARAS’. Sungguh itu sudah lama sekali. Entah sudah
berapa puluh orang singgah disana dan kemudian pergi lagi melanjutkan perjalanan
mereka.
Mas
Thole pada akhirnya tetap sendiri di pondok tersebut, semua teman-teman yang
pernah singgah, satu demi satu melanjutkan perjalanan mereka. Dan memang itulah maksud didirikan pondok tersebut. Pondok itu bukanlah komunitas, apalagi golongan. Bukan, bukan itu maksud itu diddirikan pondok. Pondok tersebut bukan untuk mencari kebenaran, namun pondok tersebut lebih kepada bagaimana semua orang dapat mengkisahkan pengalamanya masing-masing tanpa harus takut dihakimi oleh yang lainnya. Memang pondok tersebut hanyalah dimaksudkan untuk singgah, berbagi pengalaman, melupakan perasaan, dan emosi, kegundahan selama menempuh perajalanan. Pondok inipun hanya akan berkisah tentang alam-alam kesadaran. Disinilah positioning pondok disini. Berdasarkan kisah-kisah para pelakunya sendiri. Adminpun akan memohon ijin kepada mereka semua untuk mengkisahkan pengalamannya di blog ini.
Banyak yang datang dan pergi. Tidaklah menjadi persoalan, sebab pondok ini di bangun tidak dimaksudkan untuk menetap lama. Kontruksinyapun hanyalah pondok saja. Sangat tidak nyaman untuk bertempat tinggal. Inilah filosofinya. Jika kemudian pondok ini kosong bukanlah persoalan. Suatu saat akan ada saja yang singgah. Ada yang sangat puas, ada yang puas, dan ada yang sangat tidak puas dengan pelayanan yang minim pondok tersebut. Sungguh romantika kehidupan ada semua disini. maklum pondok itu seumpama terminal. Semua yang datang membawa referensi perjalanan masing-masing. Mas Thole mengkisahkan ini. Betapa sulitnya pondok ini untuk tetap berjalan di visinya dan tidak berpihak kepada salah satu mahzab dan golongan. Untuk tetap sebagai terminal sungguh amatlah berat, ditengah penghakiman antar golongan.
Semangat itu yang terus di bangun di pondok ini, sesama pengguna jasa terminal ini. Apakah peran pondok ini berarti? Sekali lagi bukanlah menyoal itu, namun lebih kepada bagaimana setiap diri memberi arti kepada perjalananya sendiri-sendiri. Ada yang masih ingat dan kemudian mengkhabarkan kepadanya, bahwa di tempat barunya itu mereka menemukan kebenaran. Rahsa bahagia menyelimuti dada Mas Thole melihat rekan-rekan yang pernah singgah disini telah menemukan kebenaran yang dicarinya. Mas Thole akan selalu berpesan, jika sudah menemukan kebenaran yang dicari maka peganglah itu dengan keyakinan utuh. Jangan berpaling lagi. Teruslah pegang. Janganlah seperti air di daun talas yang terombang-ambing. Majulah terus ke depan. Yakini dan istikomah di jalan itu. Semua kebenaran datangnya dari Allah. Allah akan menunjukan jalan-jalanNya bagi para pencari kebenaran. Itulah hukumnya.
Banyak yang datang dan pergi. Tidaklah menjadi persoalan, sebab pondok ini di bangun tidak dimaksudkan untuk menetap lama. Kontruksinyapun hanyalah pondok saja. Sangat tidak nyaman untuk bertempat tinggal. Inilah filosofinya. Jika kemudian pondok ini kosong bukanlah persoalan. Suatu saat akan ada saja yang singgah. Ada yang sangat puas, ada yang puas, dan ada yang sangat tidak puas dengan pelayanan yang minim pondok tersebut. Sungguh romantika kehidupan ada semua disini. maklum pondok itu seumpama terminal. Semua yang datang membawa referensi perjalanan masing-masing. Mas Thole mengkisahkan ini. Betapa sulitnya pondok ini untuk tetap berjalan di visinya dan tidak berpihak kepada salah satu mahzab dan golongan. Untuk tetap sebagai terminal sungguh amatlah berat, ditengah penghakiman antar golongan.
Semangat itu yang terus di bangun di pondok ini, sesama pengguna jasa terminal ini. Apakah peran pondok ini berarti? Sekali lagi bukanlah menyoal itu, namun lebih kepada bagaimana setiap diri memberi arti kepada perjalananya sendiri-sendiri. Ada yang masih ingat dan kemudian mengkhabarkan kepadanya, bahwa di tempat barunya itu mereka menemukan kebenaran. Rahsa bahagia menyelimuti dada Mas Thole melihat rekan-rekan yang pernah singgah disini telah menemukan kebenaran yang dicarinya. Mas Thole akan selalu berpesan, jika sudah menemukan kebenaran yang dicari maka peganglah itu dengan keyakinan utuh. Jangan berpaling lagi. Teruslah pegang. Janganlah seperti air di daun talas yang terombang-ambing. Majulah terus ke depan. Yakini dan istikomah di jalan itu. Semua kebenaran datangnya dari Allah. Allah akan menunjukan jalan-jalanNya bagi para pencari kebenaran. Itulah hukumnya.
Jika
kemudian mereka melihat bahwa apa-apa yang mereka dapati di pondok yang pernah
mereka singgahi disini ini, adalah kesesatan, maka janganlah melihat itu
sebagai sebuah kesalahan. Sungguh jika kita amati hukum kesadaran adalah
parakdoksal. Dengan mengenali Iblis kita akan tahu bagaimana keadaan malaikat. Dengan pernah melakukan kesesatan maka kita akan melihat kebenaran. Bersyukurlah jika pernah menyambangi kesesatan sebab kita selanjuutnya akan paham kebenaran. Jangan pernah menyesali dan menghukum diri pernah singgah Begitulah keadaan alam kesadaran di bangun. Dengan merasakan kepahitan kita akan mudah menemukan dan membedakan
rahsa manis. Dengan merasakan panasnya padang pasirlah kita akan mampu
merasakan indah dan sejuknya alam pegunungan. Dengan merasakan adanya
daratanlah kita akan merasakan keadaan lautan. Begitulah pengajaranNya.
...
Kesadaran manusia dalam mencari kebenaran adalah semisal ikan yang mendengar indah dan nyamannya lautan. Sang ikan terus sibuk mencari lautan yang tidak pernah ditemuinnya. Dia akan terus berceloteh kesana kemari. Berkomentar tentang lautan yang ditemuinya, lautan yang sementara itu berada diangan-angannya. Kepada makhluk-mahluk yang sepanjang janlan ditemuinya, dirinya akan membanggakan apa-apa yang sudah ditemuinya. Dirinya akan selalu mengangankan kondisi lautan berdasarkan persepsinya. Namun keadaannya ksistem ketubuhannya tidak memahami dan mengerti apa itu lautan, sebab belum ada dalam referensinya. Sistem tidak mampu membedakan mana lautan dan mana daratan. Sebab sepanjang hidupnya dia ada dilautan. Kemudian sang ikan akan terus melakukan perjalanan.
...
Kesadaran manusia dalam mencari kebenaran adalah semisal ikan yang mendengar indah dan nyamannya lautan. Sang ikan terus sibuk mencari lautan yang tidak pernah ditemuinnya. Dia akan terus berceloteh kesana kemari. Berkomentar tentang lautan yang ditemuinya, lautan yang sementara itu berada diangan-angannya. Kepada makhluk-mahluk yang sepanjang janlan ditemuinya, dirinya akan membanggakan apa-apa yang sudah ditemuinya. Dirinya akan selalu mengangankan kondisi lautan berdasarkan persepsinya. Namun keadaannya ksistem ketubuhannya tidak memahami dan mengerti apa itu lautan, sebab belum ada dalam referensinya. Sistem tidak mampu membedakan mana lautan dan mana daratan. Sebab sepanjang hidupnya dia ada dilautan. Kemudian sang ikan akan terus melakukan perjalanan.
Perjalanan
sang ikan sudah ribuan mil, sudah melanglang buana, bertanya kesana kemari
kepada sang guru sufi. Namun semakin di carai, kesadaran semakin sulit menemukannya. Hingga datanglah
pengajaran KAMI. Kepada ikan tersebut diajarkan pengajaran yang belum pernah
mereka alami. Pengajaran rahsa takut, pengajaran kehilangan, pengajaran yang
dalam bahasa manusia disebut MUSIBAH. Pengajaran inilah yang kemudian akan
menyadarkannya. Yah, seetlah datang pengajaran KAMI berupa suatu musibah, yang melemparkan sang ikan ke
daratan. Ikan baru tersadar bahwa lautan yang selama ini mereka cari meliputi
dirinya. Demikianlah keadaan kesadaran manusia yang mencari kebenaran.
Kebenaran ilahiah sebenarnya selalu menyelimuti diri manusia. Subgah Allah. Liputan kasih sayang Allah. Hanya saja manusia tidak pernah mampu melihat itu. Kesadaran manusia senantiasa terhijab alam alam materi. Begitulah yang dialami Mas Thole.
Setiap
diri manusia akan dilemparkan ke suatu tempat yang baru. Suatu kondisi dimensi
yang baru dalam kesadarannya. Sebagaimana ikan yang akan dilempar ke daratan.
Bagaimanakah rahsanya ikan di lemparkan ke daratan? Yah, kita dapat bayangkan
saat ikan kehabisan oksigen. Saat dirinya mau mati, ikan baru merasakan bahwa
hidupnya sebelum ini sudah berada dalam kasih sayang lautan. Bahwa selama ini
kehidupannya sudah dalam liputan rahman dan rahim Allah sang penciptanya.
Selama ini dirinya lupa, selama ini dirinya tidaklah mengenal apa itu samudra
kasih sayangNya. Sebagaimana ikan yang tidak pernah mengenal apa itu lautan.
Demikianlah keadaannya. Maka janganlah heran jika kepada para pelaku jalan
spiritual akan dibenturkan dengan musibah demi musibah. Sebab dengan cara
itulah kita akan dipahamkan, apa itu kasih sayangNya. Apakah itu samudra kasih
sayang Tuhan. Maka kepastianNya adalah siapapun yang akan menempuh jalan
spiritual pasti akan ditunjukan dengan pengajaran ini.
“Dan sungguh akan Kami berikan ujian
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (
QS; AL BAQARAH ayat 155)
“Kamu sungguh-sungguh akan diuji
terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar
dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang
mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu
bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang
patut diutamakan.” [QS; 3:186]
Lihatlah
kepastianNya ini. Hukum-hukum yang berlaku di alam kesadaran. Bahwa kita pasti
akan diuji dengan kehilangan harta. Kita akan diuji dengan pelbagai cara
kehilangan harta, ada yang dirampok, dicuri, ditipu, merugi sebab usaha, dan masih
banyak cara Allah untuk menguji hamba-hambaNya itu. Apakah manusia akan melekat
kepada hartanya itu. Maka jika jiwanya melekat pada hartanya. Kehilangan harta
ini akan sangat memukul jiwanya. Kesadarannya akan mengalami turbulensi.
Dirinya akan menyalahkan apa saja dan siapa saja. Dirinya lupa bahwa ini adalah
hukum-hukumNya. Jangan disangka kita akan dibiarkan saja oleh Allah dan tidak
diujiNya. Keyakinanya atas kebenaran yang diyakininya akan terus diuji dengan
ini. Apakah akan tetap lurus niatnya itu karena ALLAH ataukah karena sebab mahluk.
...
...
Berikutnya, manusia
juga akan diuji dengan dirinya sendiri. Manusia akan dihadapkan kepada
keyakinan-keyakinannya sendiri. Kesadarannya akan dibenturkan kepada keyakinan
orang lain. Kebenarannya akan terus disandingkan dengan kebenaran orang lain.
Paradigmanya akan terus disanggah oleh paradigma lainnya. Apakah dia mampu
bertahan terhadap keyakinan dan cara pandangnya itu? Ataukah dirinya akan lasngung berpaling dan akan
mengikuti cara pandang orang lain. Ataukah dia akan seperti beo yang hanya ‘Ho
oh’ saja. Diam tanpa banyak bertanya. Sungguh manusia selalu akan menghadapi pertentangan batinnya. Semua akan diuji dengan sebenar-benarnya ujian. Begitulah cara Kami menguatkan jiwa dan menyempurnakan kesadaran manusia.
Janganlah
dikira pemahaman kita saat ini tidak diuji oleh KAMI. Perhatinkanlah, keyakinan
akan berhadapan dengan keyakinan. Kebenaran akan berhadapan dengan kebenaran
lainnya. Semua akan dipasangkan dengan sebaik-baiknya. Semua makhluk akan
menjadi sparing partner bagi makhluk lainnya. Satu sama lainnya akan menjadi
ujian bagi masing-masing. Istri menjadi ujian bagi suami, begitu juga
sebaliknya. Belum lagi manusia juga berpasangan dengan makhluk ghaib.
Masing-masing saling menjadi ujian. Apakah manusia mampu bertahan dan menjadi
pribadi yang unggul di tengah era perang kesadaran ini. Perang model baru di
era digital. Apakah jiwanya tidak terusik tetap tenang jika dihujat dan dicaci
maki atas keyakinan dirinya? Semua akan teruji jika dirinya telah mendapatkan
pengajaran KAMI. Pengajaran yang oleh manusia disebut sebagai MUSIBAH.
...
Jalan
di depan mulai terhambat. Mas Thole melambatkan laju kendaraannya. Seiring dengan
itu. Kesadarannya kembali ke dimensinya. Seiring kendaraan yang mulai jalan
tersendat. Kesadaran Mas Thole mencoba memasuki tulisan dan kata yang baru saja
di bacanya, rahsa keprihatainannya menyelusup jauh ke relung sanubarinya.
Kesadarannya terus melaju mengikuti gelombang kata, memasuki siapakah entitas
yang menuliskannya. Siapakah entitas yang menuangkan kata-kata yang berujung di
layar kaca tanpa membawa rahsa, kehampaan yang terasa di kesadaran. Aduh,
apakah dirinya salah membaca? Entahlah, terasa energi spirit yang kosong. Tidak
ada energi masa lalu disana. Energi yang penuh kekecewaan atas nasib yang
menimpa dirinya. Betapa sulitnya manusia memahami bahwa seluruh kejadian di
alam semesta, telah di tuliskan sebelumnya. Manusia diminta tidak kecewa dengan
apa-apa yang sudah lepas dari tangannya. Sebab KAMI hendak menyempurnakan
jiwanya. Sungguh sulit memahami bahwa kesakitan adalah salah satu kehendakNya.
Hanya
ada yang menggembirakan atas khabar chat disana bahwa dirinya telah menemukan
kebenaran. Subhanalloh, itu kata kata indah yang pernah di dengarnya. Mas Thole
pun tersenyum dan bersyukur karena sebab itu. Begitu juga ada nasehat lain yang
sangat menyentuh. Begitu perhatian dirinya, mengingatkan bahwa perjalanan
spiritual Mas Thole bisa membawa akibat kepada anak istrinya. Terutama adalah
istrinya. Diingatkan agar Mas Thole sadar dan segera mengakhiri perjalanannya
untuk kembali ke jalan yang benar. Sebab yang diikutinya adalah para JIN.
Alhamdulliah. Inilah gunanya sahabat, saling mengingatkan dan memberikan
khabar. Luar biasa sekali bagi Mas
Thole. Sebab inilah yang selalu dimohonkan kepada Allah setiap kali sujud
sembahyang, untuk diberikan jalan yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang
diberikan nikmatNya.
...
Yah,
apa yang dikatakannya benar sekali. Mas Thole terbayang berapa tahun yang lalu,
saat dirinya diperjalankan oleh Kami. Semua kisah telah disajikan disini
sebagai catatan perjalanan. Kata-kata di chat sangat benar. Mas Thole sangat paham. Yah, kehidupannya telah mengajarkan banyak hal. Tidak dapat disangkal bahwa Mas Thole lahir
dari keluarga yang heterogen, ayah kandungnya adalah pengamal kebatinan Jawa. Penempuh jalan spiritual yang kokoh. Memiliki banyak kelebihan dimana orang menyebut kemampuan ini sebagai
kesaktian. Mengambil pusaka dan harta dari alam ghaib itu adalah sebagian
kemampuan ayahnya. Terbang diatas pohon-pohon itu juga dimilikinya. Menjelajah alam
kesadaran sering dilakukan sang ayah. Pergi dari satu tempat ke tempat yang
lain dengan seenaknya. Satu menit disana dan satu menit kemudian sudah ada di
daerah lain. Hal yang sangat mudah bagi dirinya.
Namun
apakah yang terjadi dengan ayahnya? Mas Thole terisak, dadanya terasa amat sakit
mengkisahkan bagian ini. Yah, ayahnya sering kehilangan kesadarannya.
Kesadarannya sering tertinggal di dimensi yang tidak diketahui Mas Thole. Katakanlah, apakah kemampuan yang dimiliki sang ayah itu adalah anugrah? Yah mungkin sebagian orang akan
mengagumi kemampuan sang ayah, sehingga banyak sekali yang berguru kepadanya.
Namun bagi Mas Thole ini adalah musibah dalam kehidupannya. Betapa tidak. Kehilangan
kesadaran bagi masyakarat disana adalah sebuah aib luar biasa. Ya, ayahnya bisa
dikatakan gila. Apakah ini yang disebut hebat? Maka ambilah kehebatan ini wahai
manusia! Geram sekali Mas Thole saat itu, jika ada yang memuji ayahnya sebab kemampuan spiritualnya itu.
Betapa
tidak, sering Mas Thole kecil harus mengikat ayahnya agar dirinya dapat pergi
ke sekolah, dirinya khawatir kehilangan sang ayah. Jika sang ayah sedang
memasuki alam kesadaran, maka raganya akan berjalan kesana kemari, tentu saja
ini akan berbahaya bagi keselamatannya. Sungguh Mas Thole kecil sangat khawatir
sekali dengan keselamatan sang ayah ini. Hhh....Mas Thole menarik nafas, menenangkan jiwanya. Membuka kenangan sang AYah, semisal membuka luka baru di atas luka lama. Perih dan sakit sekali. Masih teringat, manakala sang ayahnya sadar. Seperti tidak terjadi apa-apa, memandang Mas Thole dengan rasa cinta seorang ayah yang luar biasa, melihat anaknya menungguinya di samping ranjangnya. Dia melihat tangannya yang terikat, dan diapun tersenyum maklum saja. Meminta Mas Thole untuk membuka ikatannya. Seperti menenangkan Mas Thole kecil. Namun apakah Mas Thole mengerti
senyuman tersebut. . Tidak! Mas Thole merasakan penderitaan luar biasa. Adegan
demi adegan dengan sang ayah menorehkan luka yang amat dalam.
Tatapan
kasihan dari masyarakat terhadap Mas Thole kecil, sungguh menyiksanya. Ingin rahsanya
dirinya lari dari kenyataan di depan matanya. Persepsi manusia pasti akan linear,
mana ada yang paham bahwa ayahnya tidaklah gila sebagaimana prasangkaan mereka itu.
Sepertinya sang ayah paham akan penderitaan anaknya ini. Beliau memutuskan
untuk meninggalkan dunia fana, i meninggalkan Mas Thole yang baru beranjak
dewasa. Tidak ingin dia menambah penderitaan
anaknya yang masih panjang masa depannya. Hampir menangis Mas Thole mengkisahkan bagian ini.
Pengalaman batin ini menjadi referensi kebenaran bagi Mas Thole. Semenjak saat
itu dirinya bersumpah untuk tidak menyentuh dunia ghaib apalagi mempelajarinya.
Cukuplah siksaan di realitas ini.
Namun
rupanya sang ayah telah menanamkan benih-benih kesadaran dalam diri Mas Thole semenjak
kecil. Semenjak bayi Mas Thole sudah digembleng sedemikian rupa tanpa sepengetahuan
Mas Thole. Kondisi ini yang kemudian menjadi rangkaian panjang kisah perjalanan
Mas Thole. Bertemu dengan entitas-entitas ghaib. Itulah musibah sebenarnya yang
dialami Mas Thole. Menjadi sebuah cerita tersendiri bagaimana Mas Thole berhadapan
dengan makhluk-makhluk lintas dimensi. Bagaimana Mas Thole kemudian paham atas apa
yang sebenarnya terjadi dengan sang ayah. Mengapakah ayahnya memilih laku kesadaran dalam hidupnya. Mengapakah ayahnya kemudian disangkakan gila..dsb..dsb. Bagaimana kemudian Mas Thole harus berperang
dengan makhluk lintas dimensi untuk mempertahankan kesadarannya. Semua seperti dijelaskan oleh KAMI. Namun apakah itu mudah menjalaninya? Jika ada manusia yang mau, maka silahkan ambil bagian ini.
"Ya..Allah..ya robb..jika hamba bisa memilih menjadi manusia normal, maka hamba akan memilihnya. Tiada satupun makhluk yang bisa memilih menjadi apa." Batin Mas Thole menangis amat dalam. Tidak ada yang dapat dijelaskan, seperti apakah rahsanya. Penderitaan di jiwa. Seluruh amuk rajhsa bagai gelombang tsunami. Makhluk lintas dimensi yang terus berdatangan membuat kesakitan di badannya. Ingin rahsanya mati saja. Kesadarannya akan diambl oleh makhluk-makhluk lintas dimensi. Maka tidak ada kata lain, peranglah jawabanya. Perang kesadaran, harus dilakukannya mengikuti jejak ayahnya itu. Meskipun Mas Thole paham betul apakah resikonya.
"Ya..Allah..ya robb..jika hamba bisa memilih menjadi manusia normal, maka hamba akan memilihnya. Tiada satupun makhluk yang bisa memilih menjadi apa." Batin Mas Thole menangis amat dalam. Tidak ada yang dapat dijelaskan, seperti apakah rahsanya. Penderitaan di jiwa. Seluruh amuk rajhsa bagai gelombang tsunami. Makhluk lintas dimensi yang terus berdatangan membuat kesakitan di badannya. Ingin rahsanya mati saja. Kesadarannya akan diambl oleh makhluk-makhluk lintas dimensi. Maka tidak ada kata lain, peranglah jawabanya. Perang kesadaran, harus dilakukannya mengikuti jejak ayahnya itu. Meskipun Mas Thole paham betul apakah resikonya.
Ya..KESADARAN
INGAT ALLAH. Inilah harta paling berharga yang patut dipertahankan dengan segenap
jiwa raganya. Semenjak saat itulah, kehidupan Mas Thole memasuki babak baru. Peperangan
demi peperangan kesadaran dialaminya. Makhluk lintas dimensi satu demi satu berdatangan..mulai
dari JIN, khodam, wewe gobel, siluman ular, harimau, sampai Iblis pun juga menyambangi
kesadaran Mas Thole. Sungguh ini adalah penderitaan yang luar biasa, inilah neraka sesungguhnya! Mas Thole harus berjuang mempertahakankan kesadaran ini. Kesadaran harus tetap di realitas. Inilah tekad Mas Thole. Meskipun para makhluk datang dari muka dan
belakan. Dan merka memastikan diri akan datang dari muka dan belakang, atas dan bawah, samping kanan dan kiri.
Sungguh mereka terus saja mengincar kesadaran manusia. Mereka tidak pernah diam, mereka selalu menunggu kelengahan manusia. Melenyapkan kesadaran manusia dari mengingat Allah, itulah misi Iblis dan para sekutunya. Maka kesadaran ingat Allah harus dipertahankan dari mahluk lintas dimensi yang sudah memastikan diri sebagai musuh manusia. Dan inilah perang sesungguhnya. Kesadaran ini adalah harga mati!, Meskipun berapapun mahal harganya, tetaplah patut diperjuangkan. Demi terjaganya ras manusia dan lam semesta itu sendiri.
Sungguh mereka terus saja mengincar kesadaran manusia. Mereka tidak pernah diam, mereka selalu menunggu kelengahan manusia. Melenyapkan kesadaran manusia dari mengingat Allah, itulah misi Iblis dan para sekutunya. Maka kesadaran ingat Allah harus dipertahankan dari mahluk lintas dimensi yang sudah memastikan diri sebagai musuh manusia. Dan inilah perang sesungguhnya. Kesadaran ini adalah harga mati!, Meskipun berapapun mahal harganya, tetaplah patut diperjuangkan. Demi terjaganya ras manusia dan lam semesta itu sendiri.
“Iblis menjawab: ‘Karena Engkau telah
menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari
jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan
dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan
men-dapati kebanyakan mereka bersyukur (ta’at).'” (QS. Al A’raf : 16-17)
Hari-hari yang sangat menenggangkan, peperangan tiada pernah usai...maka Mas Thole
tidak menyalahkan orang yang mengirimkan chat kepadanya. Ya, banyak sekali entitas yang selalu mengkerubuti Mas Thole. Mereka ingin membawa kesadaran Mas Thole. Sungguh ini adalah medan perang. Bagi seluruh manusia jika mereka tahu. Kebanyakan dari manusia mengabaikan janji Iblis ini. Menafikan ayat kebenaran ini. Kebenaran sumpah Iblis yang akan datang dan selalu datang. Iblis bersama pasukannya yang terus saja mengincar kesadaran manusia. Mereka terus bersiap siaga, menunggu kesadaran manusia ini lengah dalam mengingat Allah. Nah, tiba saatnya itu, hilanglah kesadarn manusia. Dan nanti ras manusia akan habis dialam kesadaran.
Kesadaran ingat Allah akan hilang. Tidak ada Allah lagi dalam kesadaran manusia, yang ada hanyalah harta, tahta, dan wanita. Itu janji Iblis. Dan saatnya nanti tidak ada lagi manusia yang mampu bersyukur atas nikmat Allah. Saat itu akan datang. Maka berjuanglah wahai manusia. Berjuanglah bersama KAMI, selamatkanlah kesadaran ingat Allah ini.
...
Bersambung....
Maka siapakah yang mau? Berjalan di jalan penderitaan ini? Siapakah yang memahami derita ini. Sebagaimana Mas Thole kecil saat itu yang tidak pernah memahami laku ayahnya yang berjuang dalam mempertahankan kesadarannya itu. Ya...KESADARAN INGAT ALLAH. Adalah kesadaran yang harus dipertahankan oleh seluruh umat manusia agar langit dan bumi ini tetap terjaga. Itulah laku sang ayah! Sungguh Mas Thole sekarang mampu memahami bagaimana penderitaan sang ayah, karena sebab keyakinannya itu, dirinya dijauhi oleh realitas kehidupan manusia.
Kesadaran ingat Allah akan hilang. Tidak ada Allah lagi dalam kesadaran manusia, yang ada hanyalah harta, tahta, dan wanita. Itu janji Iblis. Dan saatnya nanti tidak ada lagi manusia yang mampu bersyukur atas nikmat Allah. Saat itu akan datang. Maka berjuanglah wahai manusia. Berjuanglah bersama KAMI, selamatkanlah kesadaran ingat Allah ini.
...
Bersambung....
Maka siapakah yang mau? Berjalan di jalan penderitaan ini? Siapakah yang memahami derita ini. Sebagaimana Mas Thole kecil saat itu yang tidak pernah memahami laku ayahnya yang berjuang dalam mempertahankan kesadarannya itu. Ya...KESADARAN INGAT ALLAH. Adalah kesadaran yang harus dipertahankan oleh seluruh umat manusia agar langit dan bumi ini tetap terjaga. Itulah laku sang ayah! Sungguh Mas Thole sekarang mampu memahami bagaimana penderitaan sang ayah, karena sebab keyakinannya itu, dirinya dijauhi oleh realitas kehidupan manusia.
Malam gelap... hawa dingin di dada menyeruak, sensasi
rahsa masih ketara sekali, walau itu sudah berlalu tahunan.
Sosok ini pula yang pernah hadir dihadapan Istri Mas Thole secara nyata.
Sehingga membuat istri Mas Thole keesokan harinya bersimpuh mohon maaf kepada
Mas Thole. Sosok itu pula yang dahulu mengingatkan istri Mas Thole agar
senantiasa sabar dalam mendampingi suami yang sedang dalam pengajaran Allah.
Jika mengingat peristiwa tersebut, ......
Komentar
Posting Komentar