'Manakala Prabu Silihwangi dan Tokoh-tokoh Lainnya di Dustakan?!?'
“Betapa sedih ku rasa, yang dulu hijau kini memerah, tangis
yang menghiba seakan tiada henti, menangis lagi. Mengapa engkau tak berkunjung
kesini, ingin kubisikan senandungku. Burung-burung putih terbanglah, nyanyikan
lagu untuknya, damaikan hati manusia, padamkan api yang kian membara.
Burung-burung putih datanglah siramkanlah bunga yang indah, berikan cinta dan
kasih dibumi kita tercinta, nusantara”
Senandung lagu
lama didengungkan Mas Thole. Ingin dirinya memeluk dengan rahsa cinta
kepada manusia yang telah mengirimkan pesan-pesan ‘kebencian’ di inbox pondok
ini. “Jangan lagi, jangan sayang...! Kau
nyanyikan lagi simphoni yang menyayat kalbu.” Begitu Mas Thole ingin berkata
kepadanya. Betapa Mas Thole tidak prihatin. Energi kemarahannya luar biasa
sekali. Cercaan dan cemoohan begitu memilukan. Jiwanya begitu kesakitan membaca
kisah-kisah yang dihantarkan di pondok ini. Sehingga diluar sadarnya dia memaki
Mas Thole sebagi ‘penipu’, ‘pemimpi’, dan banyak sekali makian yang tidak
pantas dilontarkan manusia yang memiliki adab. “Ada apakah dengan dirinya?” Mas Thole menggeleng tak mengerti
saat dibacakan pesan inbox kepadanya.
Kekhawatirannya
bukanlah tanpa alasan. Rasa benci, rasa marah, rahsa dendam kesumat, yang
dilontarkan membabi buta, dan dilakukan tanpa hak, justru malahan akan membakar dirinya sendiri.
Dia akan tersiksa oleh rahsa-rahsa tersebut. Hari-harinya akan senantiasa
dipenuhi lintasan kebencian atas apa-apa yang di khabarkan di pondok ini. Dan
percayalah, itu akan amat sangat menyiksa sekali. Sesuatu yang sia-sia menurut
pandangan Mas Thole. Sedikit getun. Alih-alih Mas Thole marah dan balik
membencinya, setelah di caci maki sedemikian rupa melalui pesan-pesan inbox. Mas
Thole justru sebaliknya, jatuh kasihan kepadanya. Tidakkah dia paham bahwa api
amarah hanya merusak sel-sel di hatinya saja. Jiwanya akan seperti dipanggang
di dalam tong. Kebencian dan kemarahan hanyalah akan merusak diri kita sendiri,
inilah hukum yang sudah ditetapkan alam.
“Jangan kau dekati api (kebencian) yang membara, jangan kan
terbakar nanti. Jangan kau bawa dirimu dalam mimpi. Jangan kau deraikan air
mata dipipimu. Untuk hal-hal seperti ini. Dan kau bukalah jendela hiruplah
harum semerbak wangi dunia. Bernyanyilah engkau dalam dukamu. Langkahkan dengan
pasti jalan hidupmu. Hari-hari indah menantimu. Dan kau lihatlah disini, masih
ada cinta disini, di pondok ini. Tangismu tangisku jua. Senyummu senyumku jua.
Sakitmu sakitku jua. Hatimu hatiku jua.Untuk apa kau berduka, atas
dihantarkannya sajian dan pesan disini? Janganlah kau risaukan lagi. Sebab
Setiap manusia akan dimintakan pertanggung jawabannya sendiri-sendiri. Termasuk
apa-apa yang disajikan di pondok ini. Yakinlah Tuhan akan meminta tanggung
jawabnya. Tenanglah dikau sahabat. Biarkanlah Tuhan yang akan mengadili Setiap
makhluk yang DIA ciptakannya sendiri. Biarkanlah pondok ini bercerita dengan
kisahnya sendiri. Dan bukalah hatimu, lihatlah, bukankah masih ada cinta yang
dihantarkan disini? Biarkan cinta yang bicara!”
…
Mas Thole diam
mematung, mencoba introspeksi apakah ada yang salah dalam kisahnya. Mengapa ada
orang yang begitu membencinya. Apapun yang datang kepadanya adalah bentuk
pembelajaran dari Allah, termasuk datangnya kebencian dari orang yang
mengirimkan pesan kepadanya. Maka dimantapkan dirinya untuk mencari hikmah.
Mengherankan sekali, betapa murkanya orang itu dengan kisah yang disajikan di
pondok ini. Ada apakah? Apakah kepentingannya disini? Telah berkali dihantarkan
pemahaman yang menjadi latar belakang kisah. Mas Thole dan kawan-kawan hanya
ingin mencari hikmah kebijaksanaan di dalam Islam. Islam yang seakan-akan
berbenturan dengan pemahaman dan kearifan lokal. Islam datang dan seakan-akan ingin menghancurkan peradaban
bangsa lainnya. (Yaitu) Kisah mitos dan legenda yang diyakini dari semenjak
turun temurun bangsa ini. Kisah mitos dan legenda yang sudah menjadi memori
seluruh orang-orang Jawa. Mencari jawaban apakah benar keberadaan orang-orang
Jawa yang meyakini kisah mitos dan legenda tidak mendapat tepat di dalam Islam?
Telah
dikemukakan bahwa manusia akan selalu dipertemukan kepada hal-hal yang menurut
dirinya penting. Begitu halnya dengan Mas Thole. Bagi Mas Thole kisah-kisah
yang diceritakan oleh turun temurun itu adalah penting, kisah legenda, kisah
mitos, dan kisah-kisah bangsa ini adalah penting untuk dikaji hakekat dan hikmah
kebijaksanaan. Mungkin saja para leluhur menyampaikan pesan hikmah disana. Pesan
yang terserak dalam kisah, bukankah patut jika kemudian dimaknai ulang sesuai dengan keadan
jamannya. Pasti leluhur bangsa ini mewariskan kesadarannya diantara kisah-kisah
yang dituturkan dan diwariskan mereka. Inilah keyakinan Mas Thole. Sebab
penuturan kisah model ini adalah pola yang juga digunakan al qur an. Maka bukankah
kisah orang-orang Jawa ini boleh saja disandingkan dengan kisah-kisah dari
peradaban lainnya. Peradaban Arab misalnya, peradaban Yunani misalnya, atau
peradaban Romawi dan juga lainnya. Nanti akan kita temukan, adakah benang merah
diantara kisah-kisah antar peradaban tersebut? Kalau kita jeli pasti ada benang
merah yang sama. Pengajaran Kami akan selalu sama di setiap peradaban, meskipun
lay out (screen sever) latar belakang kisahnya bisa saja berbeda.
Perbedaan
pemahaman terjadi lebih dikarenakan faktor topografi wilayah. Perbedaan
topografi menyebabkan perbedaan benda-benda diatas permukaan tanah, misalnya
hewan, bebatuan, tanaman, bahkan iklim dan juga perbedaan-perbedaan lainnya.
Perbedaan tersebut membawa implikasi banyaknya
perbendaharaan kata-kata yang pasti tidak akan sama dari satu wilayah ke
satu wilayah lainnya. Penyebutan yang tidak sama, jumlah benda yang tidak sama.
Dan lain-lainnya menjadi faktor perbedaan bahasa dan juga pemanaan. Misalnya Komodo dan Panda tidak dikenal di negara lainnya. Apakah
komodo dan Panda akan dianggap bid’ah atau sirik? Permisal yang sama, dengan
hantu pocong, kuntilanak, bahkan juga Dewa-dewa. Mungkin karena perbedaan
topografi Dewa tidak di kenal di wilayah lain, semisal Panda atau Komodo
tersebut.
Makhluk Allah
luar biasa banyaknya. Jangankan di wilayah ghaib, bahkan di wilayah yang materi
saja belumlah selesai diungkap. Bisakah
mata biasa manusia mampu mengungkapkan semuanya? Binatang yang melata diatas
tanah, binatang yang terbang dilangit, binatang yang ada di laut, dan lain
sebagainya, masih banyak lagi lainnya yang tak tersebut. Pertanyaannya mampukah
manusia mengkatagorikan semuanya? Mampukah manusia menyebutkan satu demi satu
makhluk-makhluk yang ada di bumi? Memisahkan mana yag ada di benua satu dan
mana yang tidak ada di benua lainnya. Mulai dari jasad renik sampai yang
bertulang. Apalagi yang ghaib. Mampukah? Maka secara logika kita, dengan adanya
fakta keterbatasan ilmu manusia, dapat dikatakan bahwa jika Dewa tidak ada
dalam perbendaharaan bahasa arab bukan berarti dewa tidak ada. Semisal jika
komodo itu tidak ada dalam perbendaharaan Arab maka bukan berarti komodo tidak
ada. Semisal lagi jika Air itu tidak ada dalam perbendaharaan Arab bukan
berarti Air itu tidak ada. Mungkin saja ada nama penyebutan lainnya. Atau jenis
air yang lainnya lagi.
…
Mas Thole
berusaha menelusuri jejak-jejak peradaban bangsa ini. Mencoba menggali
informasi, mencari bukti untuk dirinya sendiri. Agar dirinya tidak mengalami
keresahan atas keyakinan ‘Jawa’ nya ini (baca; nusantara). Melanjutkan
perjalanan kedua orang tuanya. Hanya ingin menuntaskan perjalanan ayahandanya
saja. Jika kemudian Mas Thole dipertemukan dengan tokoh-tokoh yang ada dalam
kisah dan legenda tersebut, apakah itu salah? Setelah bertemu dengan
tokoh-tokoh yang menjadi legenda tanah Jawa, Mas Thole kemudian mampu menjadi
saksi atas kebenaran kisah tersebut. Mas Thole tidaklah membuat kisah-kisah
baru. Dan atau menambahi dengan keyakinan-keyakinan baru. Dirinya hanya mencari
kebenaran dan kearifan di tengah kisah legenda yang dipertanyakan oleh keyakinan
yang berasal dari luar Nusantara ini.
Maka sekarang
jika ada orang Jawa yang meyakini keberadaan Sabdo Palon, Mas Thole mampu
membenarkan keyakinan tersebut, sebab dia telah bertemu dengan Sabdo Palon.
Begitu juga saat mana ada orang Jawa yang mengatakan bahwa Semar itu ada, maka
Mas Thole akan dapat membenarkan keyakinan tersebut, karena Mas Thole juga
sudah bertemu dengan Semar itu sendiri. Terlepas apakah ada yang percaya atau
tidak bahwa Mas Thole bertemu dengan sang tokoh Semar tersebut, tidaklah
menjadi soal bagi Mas Thole. Baginya yang terpenting adalah dia mampu berada
bersama-sama dengan orang yang meyakini keberadaan Semar ini. Bagi orang-orang
yang meyakini bahwa suatu saat Semar akan memunculkan diri sebagai Sabdo Palon
yang akan memperbaiki negri ini adalah keyakinan yang pasti. Keyakinan yang
sudah mengurat dan mengakar bagi orang-orang Jawa. Dan Mas Thole datang untuk
membenarkan keyakinan tersebut. Lantas apa yang mau ditipunya?
Begitu juga
keyakinan akan datangnya Prabu Silihwangi dan juga Kian Santang yang akan
membangkitkan Pajajaran. Mas Thole akan dengan utuh mampu membenarkan keyakinan
orang-orang Sunda tersebut, perihal Prabu Silihwangi, sebab Mas Thole sudah bertemu dengan sang tokoh itu
sendiri. Pun keyakinan atas kisah legenda Ajisaka, Aji Putih dan juga Aji Sakti
yang senada dengan keyakinan adanya
Dewa-dewa yang merupakan keyakinan turun
temurun bangsa, sama saja keadaannya. Mas Thole membenarkan keyakinan tersebut.
Apakah ada yang salah? Tidaklah ada hal baru yang dibuat Mas Thole. Mas Thole
ibarat seorang wartawan yang terus mencari berita kebenaran, dengan langsung
masuk ke medan pertempuran kesadaran ini.
Bagaimanakah
menurut sidang pembaca, jika Mas Thole datang untuk mengkhabarkan bahwa keyakinan
orang-orang Jawa, Orang Sunda, dan juga lainnya adalah BENAR. Dan bagaimana
jika Mas Thole sanggup menjadi saksi atas kebenaran keyakinan mereka tersebut.
Apakah pantas Mas Thole dituduh sebagai
PENIPU? Hanya membenarkan keyakinan yang sudah ada. Mengapa dituduh pembohong dan penipu, dll? Apakah dengan demikian orang yang berkata itu, ingin
mengatakan bahwa keyakinan orang-orang nusantara ini adalah TIPUAN alias
BOHONG. Dan orang-orang Jawa, Sunda, dan juga lainnya, tengah menipu bangsa ini dengan keyakinan
mereka itu? Kisah Prabu Silihwangi adalah bohong, kisah Sabdo Palon adalah
bohong, kisah Dewa-dewa adalah bohong! Semua kisah yang ada di nusantara ini
adalah bohong, yang benar hanya kisah-kisah dari ARAB saja! Apakah kemudian dengan
demikian dirinya ingin mengatakan bahwa bangsa ini adalah bangsa PENIPU bangsa
tukang BOHONG! Beraninya dia mengatakan begitu! Mengatakan leluhurnya sendiri
sebagai PENIPU! Mengatakan bangsa ini adalah bangsa PEMBOHONG! Duh, Beraninya dia begitu!!!
Keyakinan
orang-orang Jawa (nusantara) adalah benar. Itulah pesan-pesan yang ingin
dihantarkan di pondok ini. Karena sebab itulah jangan ragu dengan kisah-kisah
yang dituturkan nenek moyang. Setiap kisah yang dihadirkan dalam kesadaran akan
menjadi hikmah pembelajaran anak-anak keturunan bangsa ini. Dan Mas Thole
datang dengan membawa kebenaran khabar tersebut. Menguatkan anak-anak bangsa ini bahwa tidak
ada yang salah dengan keyakinan nenek moyang mereka. Petiklah hikmah atas
kisah-kisah mitos dan legenda yang ada. Kisah kepahlawanan, kisah kearifan,
kisah kebijaksanaan, dan kisah-kisah lain yang terselip diantaranya. Inilah
yang patut dilakukan. Bukan menafikan dan bahkan mengatakan bahwa kisah legenda
tersebut adalah kebohongan. Sungguh terlalu orang yang berani mengatakan bahwa
kisah legenda yang ada di bangsa ini
adalah kisah bohong belaka. Bukankah al qur an juga berisikan kisah-kisah
legenda?
Setiap bangsa
memiliki kisah-kisahnya sendiri-sendiri. Dari sinilah spirit kebangsaan di bangun. Ketahuilah suatu bangsa akan hancur
jika mereka jauh dari spirit ini. Inilah poila yang dilakukan oleh bangsa lain
untuk menghancurkan suatu bangsa. Meraka akan menjauhkan anak-anak bangsa
tersebut dengan kisah ‘heroik’ bangsa mereka. Meraka akan melakukan ‘judge’
bahwa kisah bangsa tersebut adalah bohong hingga patut dihancurkan. Hancurnya
kisah heroik ini akan menjadi sebab hancurnya jatidiri bangsa tersebut. Dan
rupanya kehancuran jatidiri bangsa itulah yang menjadi target mereka. Dengan hancurnya jatidiri mereka maka bangsa tersbeut akan kehilangan semangat berbangsanya. Lemahlah jiwa mereka untuk melindungi nusantara ini. Inilah yang sedang dilakukan kaum yang
tidak suka jika nusantara bangkit kembali. Mas Thole diminta untuk
berhati-hati, dan itu sudah tertulis di kitab yang nyata ayat sbb;
“ Wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu menjadikan
orang-orang diluar kalanganmu (keyakinanmu) sebagai teman kepercayaanmu,
(karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharap
kehancuranmu. Sungguh telah nyata KEBENCIAN mereka, dan apa yang tersembunyi di
hati mereka lebih jahat. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat Kami,
jika kamu mengerti” (QS, Ali Imran, 113)
Yah, mas Thole
telah mengerti itu, maka kepada orang tersebut Mas Thole jatuh kasihan. Sia-sia
saja hasutan dan juga hujatan mereka yang ditujukan kepada Mas Thole. Hal tersebut tidak akan mengurangi keyakinan apapun
atas diri Mas Thole. Sebab keadaan keyakinan dirinya Mas Thole sudah ‘haqul yakin’ dikarenakan memang dia mengalami
dan bertemu sendiri dengan tokoh-tokoh yang dikisahkan. Semoga yang mengatakan bahwa kisah Prabu Silihwangi dan tokoh yang dikisahkan itu adalah bohong, diberikan keselamatan dan kebahagiaan. Namun jika memiliki niat lain, dan dia berharap dengan
perkataan itu akan menyurutkan langkah Mas Thole. Yakinlah hal itu akan sia-sia.
Semisal pedang di lehernya sekalipun Mas Thole dan kawan-kawannya tidak akan
bergeming, apalagi untuk mencabut kesaksiannya
itu. Mas Thole tetap akan tetap menjadi saksi atas kebenaran kisah-kisah yang ada dalam
kesadaran bangsa ini. Tidak ada yang salah dengan bangsa ini. Jika mereka masih
merasa ‘risau’ dengan keyakinan orang-orang ‘Jawa’, dan ingin terus
menghancurkan keyakinan ini. Maka Mas Thole yang berserah diri, cukuplah Allah yang menjadi hakim dan pelindungnya.
“Bagimu keyakinanmu dan bagiku keyakinanku. Atas bangsaku
ini! Bukankah tidak ada yang dirugikan dengan keyakinan seperti ini. Janganlah
terus menyerang, menghinakan dan memaksakan keyakinanmu yang terus merendahkan
bangsaku ini! Cukuplah bagiku dan bagimu! Biarkanlah kami menjadi diri kami
sendiri! Janganlah karena sebab jenggot kami yang tidak kami panjangkan dan
juga baju kami tidak kami gamiskan kemudian kami dihinakan! Sudahlah. Jikalau
bangsa kalian memang lebih baik dari
bangsa kami. Maka berilah kesejukan disini. Tunjukanlah dengan perilaku dan akhlak
kalian! Tunjukan dan berilah kami teladan bahwa bangsa kalian memang umat
terbaik dan mampu memberi contoh
perilaku dan akhlak teladan seperti
perilaku dan akhlak nabi. Bukannya jalan pedang dengan kebencian dan permusuhan
yang terus kalian tebarkan. Jikalau tidak bisa maka baiknya kita berpisah dalam
keyakinan. Cintaku negriku jayalah bangsaku. Nusantara jaya!”
Mas Thole
menarik nafas. Sedih rahsanya..! Mendapati kenyataan bahwa jutru orang-orang
yang terlahir di bumi nusantara itu sendiri, yang tega menghinakan leluhurnya
sendiri. Menganggap para leluhur adalah golongan manusia tak beradab. Mengagap
para leluhur tidak kenal Tuhan. Mengangagap para leluhur adalah para pemuja
setan. Memuja ruh gentanyangan. Ini ironis sekali. Racun apa yang ada dalam
benak mereka? Bukankah, mereka hidup dari tanah dan air Ibu Pertiwi. Mereka
besar disini, tidak selayaknya mereka memuja bangsa-bangsa lain bagai dewa. Tegakah
mereka berkata yang menghinakan nenek moyang mereka sendiri? Heeh…!
Pengajaran ini
membuat Mas Thole semakin sadar, ternyata tidak mudah membangkitkan semangat.
Bahkan mereka menghinakan diri mereka sendiri dengan menghina para leluhurnya.
Tidakkah mereka sadar itu? Mereka menganggap hanya bangsa lain yang hebat.
Mental para ‘budak’ telah menghinggapi anak-anak keturunan nusantara. Tidakkah ini kita sadari? Maka sekali lagi
pesan tak bosan digaungkan, janganlah
kita kemudian merasa gamang dan janganlah kemudian kita lupakan kesadaran
bangsa kita ini. Bangsa nusantara adalah bangsa yang besar dengan peradaban
yang tinggi tidak kalah dengan bangsa manapun. Janganlah malu menjadi orang
Jawa, orang Sunda, dan suku bangsa nusantara lainnya.
Kita bangsa
Nusantara adalah keturunan bangsa Dewa,
janganlah ini di tertawakan. Lihatlah dan bacalah kitab-kitab yang tersebar di
suku-suku bangsa kita sendiri. Bukankah Adam diturunkan dari Surga? Dimanakah Surga? Dan lihatlah kitab yang ada di Cipetoe, Jatigede,
lihatlah di Bugis, dan puluhan kitab-kitab kita lainnya, semua berkata sama. Bacalah
keterangan disana. Bagaimana nenek moyang kita datang dari langit. Mengendarai
pesawat luar angkasa. Ini adalah kisah nyata. Cukuplah kita dibodohi bangsa
lain. Kita bangsa dengan peradaban yang tinggi. Bangsa yang pernah menguasai
seantaro dunia. Kita tidak kalah dengan bangsa lainnya. Termasuk tidaklah kalah dengan bangsa Arab
yang menjadi pusat peradaban Islam. Sebelum Islam berkembang pesat di Arab
bangsa kita sudah lebih dahulu maju. Bahkan tehnologi yang ada di jaman
sekarang ini kalah jauh di bandingkan dahulu. Bangsa kita sudah mampu menembus
langit dengan pesawat luar angkasanya.
Nusantara pernah
Berjaya. Janganlah memuja bangsa Arab seperti memuja Tuhan. Marilah kita
bangkitkan kejayaan bangsa ini. Jangan terus menerus dihinakan. Pujilah
kebesaran bangsa kita. Junjung tinggilah namanya. Harumkan bangsa kita.
Berdoalah demi kemakmuran bangsa ini. Bangsa ini tengah menderita sebab ulah
manusianya yang terus menerus menghujat keberadaannya. Ini bangsaku
Nusantaraku! Ingatlah, Nusantara pernah melebihi kejayaan bangsa Arab. Jangan
keterlaluan memuja keagungan bangsa mereka. Bangsa Arab juga pernah menjadi
bangsa ‘jahiliyah’ bangsa yang ‘kelam’. Maka janganlah berkecil hati dengan keyakinan
bangsa kita ini. Tidak ada yang salah
dengan keyakinan bangsa nusantara ini. Yakinlah!. Jika tidak ada, setidaknya
itulah keyakinan diri Mas Thole.
…
Bukannya Mas
Thole ingin mencari simpati dengan dihantarkan episode kali ini. Perjalanan
Paku Bumi memang penuh onak dan duri. Maka dikisahkanlah ini. Ada saja yang
ingin menggagalkan misi. Seperti kejadian yang dikisahkan ini. Namun tidak ada
keraguan sedikitpun bagi Mas Thole atas jalan yang ditepuh berpuluh tahun ini.
Sedikit demi sedikit apa yang diimpikannya telah terbukti. Kebangkitan
kesadaran lambat laun pasti terus mengelinding bagai bola salju. Pertemuannya
dengan elemen pemuda di Mamuju Utara belum lama ini menguatkan keyakinannya.
Perwakilan dari delapan propinsi memiliki semangat dan keyakinan ini , semangat
untuk meningkatkan kesadaran bangsa di wilayahnya masing-masing. Inilah realitasnya.
Jadi bukan hanya bermimpi. Salah sekali jika mengatakan bahwa apa-apa yang
diusung pondok ini adalah mimpi.
Selain itu, khabar
dan berita dari pelbagai media menujukan arah kesadaran yang mulai bangkit.
Mulai dibuat sistem bapak angkat untuk membangkitkan kesadaran bangsa ini. Setiap
keluarga yang mampu secara ekonomi, pendidikan, dan juga kesadarannya, akan
menjadi bapak asuh bagi keluarga lainnya. Sistem inilah yang terus digaungkan
semenjak pondok ini berdiri. Setiap diri yang sudah selesai dengan dirinya
sendiri wajib untuk mengkhabarkan pengajarannya kepada keluarga lainnya.
Bukankah ini yang diusung selama ini? Terlepas siapapun yang menjadi pelaku,
itu adalah urusan Tuhan. Mas Thole dan kawan-kawan hanyalah melakukan
sebagaimana yang diisyaratkan Al qur an, menancapkan paku bumi dan juga berdoa
sebagaimana doa nabi Ibrahim di wilayah-wilayah yang diberkati. Bagian orang-orang yang terpilih lainnya nanti yang melakukan implementasi di
realitas. Bukan bagian dari Mas Thole lagi. Begitulah pesan Kami. Setiap orang ada bagiannya masing
masing ada qodho dan qodarNya.
Apakah ini hanya
mimpi? Siapakah yang bermimpi kalau begitu? Kebangkitan Kesatria Piningit
sudahlah pasti, sebagaimana sudah diberitakan perihal Kebangkitan Imam Mahdi.
Kebangkitan Budak Angon juga pasti. Begitu juga Kebangkitan Bangsa ini yang
juga sudah pasti, sebagaimana munculnya matahari pagi. Setiap pergiliran dan
perputaran ada waktunya. Maka tidaklah patut kita kemudian melecehkan keyakinan
ini. Janganlah karena kita berada di malam hari kemudian kita tidak meyakini
akan munculnya mentari pagi. Sama saja keadaan kita sekarang ini. Oleh karena
itu tidak patut kita melecehkan keyakinan atas kemunculan Sabdo Palon, Prabu
Silihwangi, Kian Santang, Kesatria Piningit, Budak Angon, Imam Mahdi, atau
siapapun itu. Inilah tataran kesadaran. Allah
berkehendak sesuka diriNya sendiri. DIA yang akan mengabulkan doa dan keyakinan
hamba-hambaNya. Demi kesempurnaan peradaban manusai itu sendiri.
…
Sepertinya sudah
cukup Mas Thole menjelaskan. Kepada orang yang terus mencela dan mencaci maki
dirinya. Mas Thole menyampaikan salam kasih sayang. Semoga dia mampu merelakan
Mas Thole yang memiliki keyakinan yang tidak sama dengan dirinya. Semoga dia
tenang dengan keyakinanya sendiri dan tidak gundah dengan keyakinan orang lain
yang berbeda dengannya. Semoga dirinya mampu berpegang teguh dengan
keyakinannya dan berbahagia dengan keyakinannya itu. Semoga mas Thole juga
dijauhkan dari arogansi spiritual yang merasa dirinya lebih baik dari lainnya.
Sebab jika tidak, maka Mas Thole akan sama saja dengan orang-orang yang membangga-banggakan
bangsa-bangsa lain yang dianggap lebih hebat dari bangsanya sendiri.
Kepada orang
yang mencaci maki, Mas Thole hanya berpesan. Orang yang masuk di pondok ini,
seyogyanya berlaku sebagaimana tamu yang memasuki rumah orang lain. Janganlah berlaku
arogan membawa keyakinan kitabnya sendiri dan memaksa penghuni rumah untuk
mengikuti keyakinan mereka. Inilah pondok kami, rumah kami. Kewaijban kami
menyambut para tamu dengan kehormatan yang tinggi. Begitu juga kewajiban para
tamu untuk menghargai adat istiadat dan keyakinan pemilik rumah. Bayangkanlah,
bagaimana jika anda diperlakukan sama, kami masuk rumah anda dan kemudian kami
mencaci maki diri anda dan seluruh keluarga? Mencaci anda sebagai ‘Penipu’,
‘Pembohong’, dan makian yang tidak beradab lainnya. Sukakah anda diperlakukan
demikian?
Saya yakin
andapun tidak ingin diperlakukan sebagaimana perlakuan kepada bukan manusia. Sebab kami yakin anda
adalah seorang manusia sebagaimana kami juga manusia. Manusia yang ingin diperlakukan sebagaimana layaknya manusia maka
sesungguhnya dia adalah manusia. Maka
yakinkanlah diri anda bahwa anda adalah benar-benar
seorang manusia (bukan jin atau
sebangsanya). Seorang manusia sudah seharusnya berbuat, bertindak, bersikap dan bertingkah laku dengan perbuatan yang
mampu menunjukan bahwa dirinya adalah manusia.
Maka hormatilah diri anda sendiri. Kecuali anda memang bukan manusia seperti kami. Silahkan caci makilah kami sesuka anda!
Kami ikhlas dan ridho.
Catatan
Artikel ini sebagai
jawaban terakhir kepada Anonim yang terus menerus menyerang blog ini. Untuk
selanjutnya kami akan anggap tidak ada. Kami tidak akan mem publish kalimat-kalimat yang menyerang
pihak lainnya. Dengan dimuatnya jawaban ini, maka polemik yang mendiskreditkan kisah Spiritual Mas
Thole sejak satu tahun ini, kami anggap sudah
selesai.
Salam kasih
selalu..
Setuju. Aku salut dgn jwban mas thole, memang kebenaran relatif dan kita tidak bsa memaksakannya krn kebenaran yang hakiki hanya di tangan Allah. Tapi Insya Allah, aku salah seorang yang menyakini pemahaman mas Thole krn aku juga pernah dibukakan hijab tentang sedikit rahasiaNya. Aku telah lama mengikuti pondok cinde dgn ceritanya yang membri motivasi dan menguatkan tentang keyakinan kebangkitan nusantara. Salam kenal dari tanah wetan, tlatah malang.
BalasHapusMungkin pemahaman tentang semesta raya dan segenap mahluk ciptaan-Nya hanya sebatas cakrawala.
BalasHapusJayalah Nusantara Jaya.
allahu nurqodim illahi nurqodim...
BalasHapusMaju terus mas thole
BalasHapus