'Manakala Prabu Silihwangi dan Tokoh-tokoh Lainnya di Dustakan?!?'


Hasil gambar untuk perang paregreg

“Betapa sedih ku rasa, yang dulu hijau kini memerah, tangis yang menghiba seakan tiada henti, menangis lagi. Mengapa engkau tak berkunjung kesini, ingin kubisikan senandungku. Burung-burung putih terbanglah, nyanyikan lagu untuknya, damaikan hati manusia, padamkan api yang kian membara. Burung-burung putih datanglah siramkanlah bunga yang indah, berikan cinta dan kasih dibumi kita tercinta, nusantara”

Senandung lagu lama didengungkan Mas Thole. Ingin dirinya memeluk dengan rahsa cinta kepada manusia yang telah mengirimkan pesan-pesan ‘kebencian’ di inbox pondok ini. “Jangan lagi, jangan sayang...! Kau nyanyikan lagi simphoni yang menyayat kalbu.” Begitu Mas Thole ingin berkata kepadanya. Betapa Mas Thole tidak prihatin. Energi kemarahannya luar biasa sekali. Cercaan dan cemoohan begitu memilukan. Jiwanya begitu kesakitan membaca kisah-kisah yang dihantarkan di pondok ini. Sehingga diluar sadarnya dia memaki Mas Thole sebagi ‘penipu’, ‘pemimpi’, dan banyak sekali makian yang tidak pantas dilontarkan manusia yang memiliki adab. “Ada apakah dengan dirinya?” Mas Thole menggeleng tak mengerti saat dibacakan pesan inbox kepadanya.

Kekhawatirannya bukanlah tanpa alasan. Rasa benci, rasa marah, rahsa dendam kesumat, yang dilontarkan membabi buta, dan dilakukan tanpa hak,  justru malahan akan membakar dirinya sendiri. Dia akan tersiksa oleh rahsa-rahsa tersebut. Hari-harinya akan senantiasa dipenuhi lintasan kebencian atas apa-apa yang di khabarkan di pondok ini. Dan percayalah, itu akan amat sangat menyiksa sekali. Sesuatu yang sia-sia menurut pandangan Mas Thole. Sedikit getun. Alih-alih Mas Thole marah dan balik membencinya, setelah di caci maki sedemikian rupa melalui pesan-pesan inbox. Mas Thole justru sebaliknya, jatuh kasihan kepadanya. Tidakkah dia paham bahwa api amarah hanya merusak sel-sel di hatinya saja. Jiwanya akan seperti dipanggang di dalam tong. Kebencian dan kemarahan hanyalah akan merusak diri kita sendiri, inilah hukum yang sudah ditetapkan alam.

“Jangan kau dekati api (kebencian) yang membara, jangan kan terbakar nanti. Jangan kau bawa dirimu dalam mimpi. Jangan kau deraikan air mata dipipimu. Untuk hal-hal seperti ini. Dan kau bukalah jendela hiruplah harum semerbak wangi dunia. Bernyanyilah engkau dalam dukamu. Langkahkan dengan pasti jalan hidupmu. Hari-hari indah menantimu. Dan kau lihatlah disini, masih ada cinta disini, di pondok ini. Tangismu tangisku jua. Senyummu senyumku jua. Sakitmu sakitku jua. Hatimu hatiku jua.Untuk apa kau berduka, atas dihantarkannya sajian dan pesan disini? Janganlah kau risaukan lagi. Sebab Setiap manusia akan dimintakan pertanggung jawabannya sendiri-sendiri. Termasuk apa-apa yang disajikan di pondok ini. Yakinlah Tuhan akan meminta tanggung jawabnya. Tenanglah dikau sahabat.   Biarkanlah Tuhan yang akan mengadili Setiap makhluk yang DIA ciptakannya sendiri. Biarkanlah pondok ini bercerita dengan kisahnya sendiri. Dan bukalah hatimu, lihatlah, bukankah masih ada cinta yang dihantarkan disini? Biarkan cinta yang bicara!”


Mas Thole diam mematung, mencoba introspeksi apakah ada yang salah dalam kisahnya. Mengapa ada orang yang begitu membencinya. Apapun yang datang kepadanya adalah bentuk pembelajaran dari Allah, termasuk datangnya kebencian dari orang yang mengirimkan pesan kepadanya. Maka dimantapkan dirinya untuk mencari hikmah. Mengherankan sekali, betapa murkanya orang itu dengan kisah yang disajikan di pondok ini. Ada apakah? Apakah kepentingannya disini? Telah berkali dihantarkan pemahaman yang menjadi latar belakang kisah. Mas Thole dan kawan-kawan hanya ingin mencari hikmah kebijaksanaan di dalam Islam. Islam yang seakan-akan berbenturan dengan pemahaman dan kearifan lokal. Islam datang dan  seakan-akan ingin menghancurkan peradaban bangsa lainnya. (Yaitu) Kisah mitos dan legenda yang diyakini dari semenjak turun temurun bangsa ini. Kisah mitos dan legenda yang sudah menjadi memori seluruh orang-orang Jawa. Mencari jawaban apakah benar keberadaan orang-orang Jawa yang meyakini kisah mitos dan legenda tidak mendapat tepat di dalam Islam?

Telah dikemukakan bahwa manusia akan selalu dipertemukan kepada hal-hal yang menurut dirinya penting. Begitu halnya dengan Mas Thole. Bagi Mas Thole kisah-kisah yang diceritakan oleh turun temurun itu adalah penting, kisah legenda, kisah mitos, dan kisah-kisah bangsa ini adalah penting untuk dikaji hakekat dan hikmah kebijaksanaan. Mungkin saja para leluhur menyampaikan pesan hikmah disana. Pesan yang terserak dalam kisah, bukankah patut jika  kemudian dimaknai ulang sesuai dengan keadan jamannya. Pasti leluhur bangsa ini mewariskan kesadarannya diantara kisah-kisah yang dituturkan dan diwariskan mereka. Inilah keyakinan Mas Thole. Sebab penuturan kisah model ini adalah pola yang juga digunakan al qur an. Maka bukankah kisah orang-orang Jawa ini boleh saja disandingkan dengan kisah-kisah dari peradaban lainnya. Peradaban Arab misalnya, peradaban Yunani misalnya, atau peradaban Romawi dan juga lainnya. Nanti akan kita temukan, adakah benang merah diantara kisah-kisah antar peradaban tersebut? Kalau kita jeli pasti ada benang merah yang sama. Pengajaran Kami akan selalu sama di setiap peradaban, meskipun lay out (screen sever) latar belakang kisahnya bisa saja berbeda.

Perbedaan pemahaman terjadi lebih dikarenakan faktor topografi wilayah. Perbedaan topografi menyebabkan perbedaan benda-benda diatas permukaan tanah, misalnya hewan, bebatuan, tanaman, bahkan iklim dan juga perbedaan-perbedaan lainnya. Perbedaan tersebut membawa implikasi banyaknya  perbendaharaan kata-kata yang pasti tidak akan sama dari satu wilayah ke satu wilayah lainnya. Penyebutan yang tidak sama, jumlah benda yang tidak sama. Dan lain-lainnya menjadi faktor perbedaan bahasa dan juga pemanaan.   Misalnya Komodo dan Panda  tidak dikenal di negara lainnya. Apakah komodo dan Panda akan dianggap bid’ah atau sirik? Permisal yang sama, dengan hantu pocong, kuntilanak, bahkan juga Dewa-dewa. Mungkin karena perbedaan topografi Dewa tidak di kenal di wilayah lain, semisal Panda atau Komodo tersebut.

Makhluk Allah luar biasa banyaknya. Jangankan di wilayah ghaib, bahkan di wilayah yang materi saja  belumlah selesai diungkap. Bisakah mata biasa manusia mampu mengungkapkan semuanya? Binatang yang melata diatas tanah, binatang yang terbang dilangit, binatang yang ada di laut, dan lain sebagainya, masih banyak lagi lainnya yang tak tersebut. Pertanyaannya mampukah manusia mengkatagorikan semuanya? Mampukah manusia menyebutkan satu demi satu makhluk-makhluk yang ada di bumi? Memisahkan mana yag ada di benua satu dan mana yang tidak ada di benua lainnya. Mulai dari jasad renik sampai yang bertulang. Apalagi yang ghaib. Mampukah? Maka secara logika kita, dengan adanya fakta keterbatasan ilmu manusia, dapat dikatakan bahwa jika Dewa tidak ada dalam perbendaharaan bahasa arab bukan berarti dewa tidak ada. Semisal jika komodo itu tidak ada dalam perbendaharaan Arab maka bukan berarti komodo tidak ada. Semisal lagi jika Air itu tidak ada dalam perbendaharaan Arab bukan berarti Air itu tidak ada. Mungkin saja ada nama penyebutan lainnya. Atau jenis air yang lainnya lagi.



Mas Thole berusaha menelusuri jejak-jejak peradaban bangsa ini. Mencoba menggali informasi, mencari bukti untuk dirinya sendiri. Agar dirinya tidak mengalami keresahan atas keyakinan ‘Jawa’ nya ini (baca; nusantara). Melanjutkan perjalanan kedua orang tuanya. Hanya ingin menuntaskan perjalanan ayahandanya saja. Jika kemudian Mas Thole dipertemukan dengan tokoh-tokoh yang ada dalam kisah dan legenda tersebut, apakah itu salah? Setelah bertemu dengan tokoh-tokoh yang menjadi legenda tanah Jawa, Mas Thole kemudian mampu menjadi saksi atas kebenaran kisah tersebut. Mas Thole tidaklah membuat kisah-kisah baru. Dan atau menambahi dengan keyakinan-keyakinan baru. Dirinya hanya mencari kebenaran dan kearifan di tengah kisah legenda yang dipertanyakan oleh keyakinan yang berasal dari luar Nusantara ini.

Maka sekarang jika ada orang Jawa yang meyakini keberadaan Sabdo Palon, Mas Thole mampu membenarkan keyakinan tersebut, sebab dia telah bertemu dengan Sabdo Palon. Begitu juga saat mana ada orang Jawa yang mengatakan bahwa Semar itu ada, maka Mas Thole akan dapat membenarkan keyakinan tersebut, karena Mas Thole juga sudah bertemu dengan Semar itu sendiri. Terlepas apakah ada yang percaya atau tidak bahwa Mas Thole bertemu dengan sang tokoh Semar tersebut, tidaklah menjadi soal bagi Mas Thole. Baginya yang terpenting adalah dia mampu berada bersama-sama dengan orang yang meyakini keberadaan Semar ini. Bagi orang-orang yang meyakini bahwa suatu saat Semar akan memunculkan diri sebagai Sabdo Palon yang akan memperbaiki negri ini adalah keyakinan yang pasti. Keyakinan yang sudah mengurat dan mengakar bagi orang-orang Jawa. Dan Mas Thole datang untuk membenarkan keyakinan tersebut. Lantas apa yang mau ditipunya?

Begitu juga keyakinan akan datangnya Prabu Silihwangi dan juga Kian Santang yang akan membangkitkan Pajajaran. Mas Thole akan dengan utuh mampu membenarkan keyakinan orang-orang Sunda tersebut, perihal Prabu Silihwangi, sebab Mas Thole sudah bertemu dengan sang tokoh itu sendiri. Pun keyakinan atas kisah legenda Ajisaka, Aji Putih dan juga Aji Sakti yang senada dengan keyakinan  adanya Dewa-dewa yang  merupakan keyakinan turun temurun bangsa, sama saja keadaannya. Mas Thole membenarkan keyakinan tersebut. Apakah ada yang salah? Tidaklah ada hal baru yang dibuat Mas Thole. Mas Thole ibarat seorang wartawan yang terus mencari berita kebenaran, dengan langsung masuk ke medan pertempuran kesadaran ini.

Bagaimanakah menurut sidang pembaca, jika Mas Thole datang untuk mengkhabarkan bahwa keyakinan orang-orang Jawa, Orang Sunda, dan juga lainnya adalah BENAR. Dan bagaimana jika Mas Thole sanggup menjadi saksi atas kebenaran keyakinan mereka tersebut. Apakah pantas  Mas Thole dituduh sebagai PENIPU? Hanya membenarkan keyakinan yang sudah ada. Mengapa dituduh pembohong dan penipu, dll? Apakah dengan demikian orang yang berkata itu, ingin mengatakan bahwa keyakinan orang-orang nusantara ini adalah TIPUAN alias BOHONG. Dan orang-orang Jawa, Sunda, dan juga lainnya,  tengah menipu bangsa ini dengan keyakinan mereka itu? Kisah Prabu Silihwangi adalah bohong, kisah Sabdo Palon adalah bohong, kisah Dewa-dewa adalah bohong! Semua kisah yang ada di nusantara ini adalah bohong, yang benar hanya kisah-kisah dari ARAB saja! Apakah kemudian dengan demikian dirinya ingin mengatakan bahwa bangsa ini adalah bangsa PENIPU bangsa tukang BOHONG! Beraninya dia mengatakan begitu! Mengatakan leluhurnya sendiri sebagai PENIPU! Mengatakan bangsa ini adalah bangsa PEMBOHONG! Duh, Beraninya dia begitu!!!

Keyakinan orang-orang Jawa (nusantara) adalah benar. Itulah pesan-pesan yang ingin dihantarkan di pondok ini. Karena sebab itulah jangan ragu dengan kisah-kisah yang dituturkan nenek moyang. Setiap kisah yang dihadirkan dalam kesadaran akan menjadi hikmah pembelajaran anak-anak keturunan bangsa ini. Dan Mas Thole datang dengan membawa kebenaran khabar tersebut.  Menguatkan anak-anak bangsa ini bahwa tidak ada yang salah dengan keyakinan nenek moyang mereka. Petiklah hikmah atas kisah-kisah mitos dan legenda yang ada. Kisah kepahlawanan, kisah kearifan, kisah kebijaksanaan, dan kisah-kisah lain yang terselip diantaranya. Inilah yang patut dilakukan. Bukan menafikan dan bahkan mengatakan bahwa kisah legenda tersebut adalah kebohongan. Sungguh terlalu orang yang berani mengatakan bahwa kisah legenda yang ada di bangsa  ini adalah kisah bohong belaka. Bukankah al qur an juga berisikan kisah-kisah legenda? 

Setiap bangsa memiliki kisah-kisahnya sendiri-sendiri. Dari sinilah spirit kebangsaan di bangun. Ketahuilah suatu bangsa akan hancur jika mereka jauh dari spirit ini. Inilah poila yang dilakukan oleh bangsa lain untuk menghancurkan suatu bangsa. Meraka akan menjauhkan anak-anak bangsa tersebut dengan kisah ‘heroik’ bangsa mereka. Meraka akan melakukan ‘judge’ bahwa kisah bangsa tersebut adalah bohong hingga patut dihancurkan. Hancurnya kisah heroik ini akan menjadi sebab hancurnya jatidiri bangsa tersebut. Dan rupanya kehancuran jatidiri bangsa itulah yang menjadi target mereka. Dengan hancurnya jatidiri mereka maka bangsa tersbeut akan kehilangan semangat berbangsanya. Lemahlah jiwa mereka untuk melindungi nusantara ini. Inilah yang sedang dilakukan kaum yang tidak suka jika nusantara bangkit kembali. Mas Thole diminta untuk berhati-hati, dan itu sudah tertulis di kitab yang nyata ayat sbb;

“ Wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang diluar kalanganmu (keyakinanmu) sebagai teman kepercayaanmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharap kehancuranmu. Sungguh telah nyata KEBENCIAN mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat Kami, jika kamu mengerti” (QS, Ali Imran, 113)

Yah, mas Thole telah mengerti itu, maka kepada orang tersebut Mas Thole jatuh kasihan. Sia-sia saja hasutan dan juga hujatan mereka yang ditujukan kepada Mas Thole. Hal tersebut tidak akan mengurangi keyakinan apapun atas diri Mas Thole. Sebab keadaan keyakinan dirinya Mas Thole sudah  ‘haqul yakin’ dikarenakan memang dia mengalami dan bertemu sendiri dengan tokoh-tokoh yang dikisahkan. Semoga yang mengatakan  bahwa kisah Prabu Silihwangi dan tokoh yang dikisahkan itu adalah bohong, diberikan keselamatan dan kebahagiaan. Namun jika memiliki niat lain, dan  dia berharap dengan perkataan itu akan menyurutkan langkah Mas Thole. Yakinlah hal itu akan sia-sia. Semisal pedang di lehernya sekalipun Mas Thole dan kawan-kawannya tidak akan bergeming, apalagi  untuk mencabut kesaksiannya itu. Mas Thole tetap akan tetap menjadi saksi atas kebenaran kisah-kisah yang ada dalam kesadaran bangsa ini. Tidak ada yang salah dengan bangsa ini. Jika mereka masih merasa ‘risau’ dengan keyakinan orang-orang ‘Jawa’, dan ingin terus menghancurkan keyakinan ini. Maka Mas Thole yang berserah diri,  cukuplah Allah yang menjadi hakim dan pelindungnya.

“Bagimu keyakinanmu dan bagiku keyakinanku. Atas bangsaku ini! Bukankah tidak ada yang dirugikan dengan keyakinan seperti ini. Janganlah terus menyerang, menghinakan dan memaksakan keyakinanmu yang terus merendahkan bangsaku ini! Cukuplah bagiku dan bagimu! Biarkanlah kami menjadi diri kami sendiri! Janganlah karena sebab jenggot kami yang tidak kami panjangkan dan juga baju kami tidak kami gamiskan kemudian kami dihinakan! Sudahlah. Jikalau bangsa kalian memang  lebih baik dari bangsa kami. Maka berilah kesejukan disini. Tunjukanlah dengan perilaku dan akhlak kalian! Tunjukan dan berilah kami teladan bahwa bangsa kalian memang umat terbaik dan mampu  memberi contoh perilaku dan akhlak  teladan seperti perilaku dan akhlak nabi. Bukannya jalan pedang dengan kebencian dan permusuhan yang terus kalian tebarkan. Jikalau tidak bisa maka baiknya kita berpisah dalam keyakinan. Cintaku negriku jayalah bangsaku. Nusantara jaya!”

Mas Thole menarik nafas. Sedih rahsanya..!  Mendapati kenyataan bahwa jutru orang-orang yang terlahir di bumi nusantara itu sendiri, yang tega menghinakan leluhurnya sendiri. Menganggap para leluhur adalah golongan manusia tak beradab. Mengagap para leluhur tidak kenal Tuhan. Mengangagap para leluhur adalah para pemuja setan. Memuja ruh gentanyangan. Ini ironis sekali. Racun apa yang ada dalam benak mereka? Bukankah, mereka hidup dari tanah dan air Ibu Pertiwi. Mereka besar disini, tidak selayaknya mereka memuja bangsa-bangsa lain bagai dewa. Tegakah mereka berkata yang menghinakan nenek moyang mereka sendiri? Heeh…!

Pengajaran ini membuat Mas Thole semakin sadar, ternyata tidak mudah membangkitkan semangat. Bahkan mereka menghinakan diri mereka sendiri dengan menghina para leluhurnya. Tidakkah mereka sadar itu? Mereka menganggap hanya bangsa lain yang hebat. Mental para ‘budak’ telah menghinggapi anak-anak keturunan nusantara.  Tidakkah ini kita sadari? Maka sekali lagi pesan tak bosan digaungkan,  janganlah kita kemudian merasa gamang dan janganlah kemudian kita lupakan kesadaran bangsa kita ini. Bangsa nusantara adalah bangsa yang besar dengan peradaban yang tinggi tidak kalah dengan bangsa manapun. Janganlah malu menjadi orang Jawa, orang Sunda, dan suku bangsa nusantara lainnya.

Kita bangsa Nusantara adalah  keturunan bangsa Dewa, janganlah ini di tertawakan. Lihatlah dan bacalah kitab-kitab yang tersebar di suku-suku bangsa kita sendiri. Bukankah Adam diturunkan dari Surga? Dimanakah Surga? Dan lihatlah kitab yang ada di Cipetoe, Jatigede, lihatlah di Bugis, dan puluhan kitab-kitab kita lainnya, semua berkata sama. Bacalah keterangan disana. Bagaimana nenek moyang kita datang dari langit. Mengendarai pesawat luar angkasa. Ini adalah kisah nyata. Cukuplah kita dibodohi bangsa lain. Kita bangsa dengan peradaban yang tinggi. Bangsa yang pernah menguasai seantaro dunia. Kita tidak kalah dengan bangsa lainnya.  Termasuk tidaklah kalah dengan bangsa Arab yang menjadi pusat peradaban Islam. Sebelum Islam berkembang pesat di Arab bangsa kita sudah lebih dahulu maju. Bahkan tehnologi yang ada di jaman sekarang ini kalah jauh di bandingkan dahulu. Bangsa kita sudah mampu menembus langit dengan pesawat luar angkasanya.

Nusantara pernah Berjaya. Janganlah memuja bangsa Arab seperti memuja Tuhan. Marilah kita bangkitkan kejayaan bangsa ini. Jangan terus menerus dihinakan. Pujilah kebesaran bangsa kita. Junjung tinggilah namanya. Harumkan bangsa kita. Berdoalah demi kemakmuran bangsa ini. Bangsa ini tengah menderita sebab ulah manusianya yang terus menerus menghujat keberadaannya. Ini bangsaku Nusantaraku! Ingatlah, Nusantara pernah melebihi kejayaan bangsa Arab. Jangan keterlaluan memuja keagungan bangsa mereka. Bangsa Arab juga pernah menjadi bangsa ‘jahiliyah’ bangsa yang ‘kelam’.  Maka janganlah berkecil hati dengan keyakinan bangsa kita  ini. Tidak ada yang salah dengan keyakinan bangsa nusantara ini. Yakinlah!. Jika tidak ada, setidaknya itulah keyakinan diri Mas Thole.


Bukannya Mas Thole ingin mencari simpati dengan dihantarkan episode kali ini. Perjalanan Paku Bumi memang penuh onak dan duri. Maka dikisahkanlah ini. Ada saja yang ingin menggagalkan misi. Seperti kejadian yang dikisahkan ini. Namun tidak ada keraguan sedikitpun bagi Mas Thole atas jalan yang ditepuh berpuluh tahun ini. Sedikit demi sedikit apa yang diimpikannya telah terbukti. Kebangkitan kesadaran lambat laun pasti terus mengelinding bagai bola salju. Pertemuannya dengan elemen pemuda di Mamuju Utara belum lama ini menguatkan keyakinannya. Perwakilan dari delapan propinsi memiliki semangat dan keyakinan ini , semangat untuk meningkatkan kesadaran bangsa di wilayahnya masing-masing. Inilah realitasnya. Jadi bukan hanya bermimpi. Salah sekali jika mengatakan bahwa apa-apa yang diusung pondok ini adalah mimpi.

Selain itu, khabar dan berita dari pelbagai media menujukan arah kesadaran yang mulai bangkit. Mulai dibuat sistem bapak angkat untuk membangkitkan kesadaran bangsa ini. Setiap keluarga yang mampu secara ekonomi, pendidikan, dan juga kesadarannya, akan menjadi bapak asuh bagi keluarga lainnya. Sistem inilah yang terus digaungkan semenjak pondok ini berdiri. Setiap diri yang sudah selesai dengan dirinya sendiri wajib untuk mengkhabarkan pengajarannya kepada keluarga lainnya. Bukankah ini yang diusung selama ini? Terlepas siapapun yang menjadi pelaku, itu adalah urusan Tuhan. Mas Thole dan kawan-kawan hanyalah melakukan sebagaimana yang diisyaratkan Al qur an, menancapkan paku bumi dan juga berdoa sebagaimana doa nabi Ibrahim di wilayah-wilayah yang diberkati. Bagian orang-orang yang terpilih lainnya nanti yang melakukan implementasi di realitas. Bukan bagian dari Mas Thole lagi. Begitulah pesan Kami. Setiap orang ada bagiannya masing masing ada qodho dan qodarNya.

Apakah ini hanya mimpi? Siapakah yang bermimpi kalau begitu? Kebangkitan Kesatria Piningit sudahlah pasti, sebagaimana sudah diberitakan perihal Kebangkitan Imam Mahdi. Kebangkitan Budak Angon juga pasti. Begitu juga Kebangkitan Bangsa ini yang juga sudah pasti, sebagaimana munculnya matahari pagi. Setiap pergiliran dan perputaran ada waktunya. Maka tidaklah patut kita kemudian melecehkan keyakinan ini. Janganlah karena kita berada di malam hari kemudian kita tidak meyakini akan munculnya mentari pagi. Sama saja keadaan kita sekarang ini. Oleh karena itu tidak patut kita melecehkan keyakinan atas kemunculan Sabdo Palon, Prabu Silihwangi, Kian Santang, Kesatria Piningit, Budak Angon, Imam Mahdi, atau siapapun itu.  Inilah tataran kesadaran. Allah berkehendak sesuka diriNya sendiri. DIA yang akan mengabulkan doa dan keyakinan hamba-hambaNya. Demi kesempurnaan peradaban manusai itu sendiri.


Sepertinya sudah cukup Mas Thole menjelaskan. Kepada orang yang terus mencela dan mencaci maki dirinya. Mas Thole menyampaikan salam kasih sayang. Semoga dia mampu merelakan Mas Thole yang memiliki keyakinan yang tidak sama dengan dirinya. Semoga dia tenang dengan keyakinanya sendiri dan tidak gundah dengan keyakinan orang lain yang berbeda dengannya. Semoga dirinya mampu berpegang teguh dengan keyakinannya dan berbahagia dengan keyakinannya itu. Semoga mas Thole juga dijauhkan dari arogansi spiritual yang merasa dirinya lebih baik dari lainnya. Sebab jika tidak, maka Mas Thole akan sama saja dengan orang-orang yang membangga-banggakan bangsa-bangsa lain yang dianggap lebih hebat dari bangsanya sendiri.

Kepada orang yang mencaci maki, Mas Thole hanya berpesan. Orang yang masuk di pondok ini, seyogyanya berlaku sebagaimana tamu yang memasuki rumah orang lain. Janganlah berlaku arogan membawa keyakinan kitabnya sendiri dan memaksa penghuni rumah untuk mengikuti keyakinan mereka. Inilah pondok kami, rumah kami. Kewaijban kami menyambut para tamu dengan kehormatan yang tinggi. Begitu juga kewajiban para tamu untuk menghargai adat istiadat dan keyakinan pemilik rumah. Bayangkanlah, bagaimana jika anda diperlakukan sama, kami masuk rumah anda dan kemudian kami mencaci maki diri anda dan seluruh keluarga? Mencaci anda sebagai ‘Penipu’, ‘Pembohong’, dan makian yang tidak beradab lainnya. Sukakah anda diperlakukan demikian?

Saya yakin andapun tidak ingin diperlakukan sebagaimana perlakuan kepada bukan manusia. Sebab kami yakin anda adalah seorang manusia sebagaimana kami juga manusia. Manusia yang ingin diperlakukan sebagaimana layaknya manusia maka sesungguhnya dia adalah manusia. Maka yakinkanlah diri anda bahwa anda adalah benar-benar  seorang manusia (bukan jin atau sebangsanya). Seorang manusia sudah seharusnya berbuat, bertindak, bersikap  dan bertingkah laku dengan perbuatan yang mampu menunjukan bahwa dirinya adalah manusia. Maka hormatilah diri anda sendiri. Kecuali anda memang bukan manusia seperti kami. Silahkan caci makilah kami sesuka anda! Kami ikhlas dan ridho.

Catatan
Artikel ini sebagai jawaban terakhir kepada Anonim yang terus menerus menyerang blog ini. Untuk selanjutnya kami akan anggap tidak ada. Kami tidak akan mem publish kalimat-kalimat yang menyerang pihak lainnya. Dengan dimuatnya jawaban ini, maka polemik  yang mendiskreditkan kisah Spiritual Mas Thole sejak satu tahun ini, kami anggap sudah  selesai.

Salam kasih selalu..


Komentar

  1. Setuju. Aku salut dgn jwban mas thole, memang kebenaran relatif dan kita tidak bsa memaksakannya krn kebenaran yang hakiki hanya di tangan Allah. Tapi Insya Allah, aku salah seorang yang menyakini pemahaman mas Thole krn aku juga pernah dibukakan hijab tentang sedikit rahasiaNya. Aku telah lama mengikuti pondok cinde dgn ceritanya yang membri motivasi dan menguatkan tentang keyakinan kebangkitan nusantara. Salam kenal dari tanah wetan, tlatah malang.

    BalasHapus
  2. Mungkin pemahaman tentang semesta raya dan segenap mahluk ciptaan-Nya hanya sebatas cakrawala.
    Jayalah Nusantara Jaya.

    BalasHapus
  3. allahu nurqodim illahi nurqodim...

    BalasHapus
  4. Maju terus mas thole

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Mistis Petilasan Kramat Prabu Kian Santang

Kisah Spiritual, Wangsit Prabu Siliwangi (Anak Keturunan Pajajaran)