Kidung Phrameswar (1), Kenduri Rahsa


Inilah kidungku,
dengarkanlah keluh ranting
dan murai di dahan
nyanyian jiwa mengolah rahsa
Telah tertulis hikmah diatas langit. Sementara bumi dalam rotasi diam dalam  penantian sebuah ilham, yang biasanya akan turun disepertiga malam. Lelaki itu lelap dalam dimensinya. Lelah jiwanya mengurai apa-apa yang terus mengejarnya. Jika saja bukan karena sebab hasrat di jiwa. Entahlah, mungkin saja dirinya tidak akan kehilangan semua miliknya. Kini tidurnya adalah tidur dalam gelap pekat semesta. Kesadarannya terus mengembara, menanti ilham itu turun ke mayapada. Harapnya akan memperjelas keadaan.  Keinginan dirinya hanyalah memakna apa-apa yang terus datang kepadanya sebagai ilapat. Pertanyaan tentang ayahnya, tentang leluhurnya, tentang dewa, tentang makna kelahiran dan juga penciptaan dirinya. Paling utama adalah tentang Allah Tuhannya. Mungkin  masih banyak lagi lainnya. Semuanya terus memenuhi kepala. Maka perhatikan saja tidurnya.  
Kini dirinya tanpa nama, sebab dia memang tidak ingin dikenali dalam mengkisahkan ini. Sebut saja ‘Lelaki Tanpa Nama’. Dirinya mulai akan berkidung, yah KIDUNG PHRAMESWARA, namanya.
 Nyanyian Jiwa Kendhuri Rahsa. Menyusuri Lembah-lembah. Memunguti Batu-batu yang Terserak Diantaranya. Mengurai Kisah Mitos dan Legenda Tanah Jawa. Melacak Hikayat Kebesaran Majapahit dan Tlatah  Pasundan. Memetik Hikmah Keberadaan Orang-orang Masa lalu. Mendapatkan Bukti-bukti Kearifan, Kecerdasan, dan Juga Kesadaran Tinggi Nusantara.”
Sebuah nyanyian yang lebih tepat ratapan alam semesta. Guratan dan gugatan kepada manusia yang konon katanya telah dipilih Tuhan sebagai khalifah bagi alam semesta. Namun apa faktanya, mereka kaum Adam membabi buta, menjarah apa saja, arogansi mereka  tidak menyisakan apa-apa bagi anak keturunan mereka. Dengar saja nyanyian langit dan bumi.  Meskipun sudah bersumpah untuk sukarela ikut perintah Tuhannya, tetap saja perih terasa dalam nyanyiannya.Kidung Phrameswara melantunkan nada kedukaan para dewata yang menyandang perintah langit dan bumi. Di tangan merekalah putaran bumi dan langit. Mereka senantiasa bekerja untuk menjalankan amanah Tuhan yang diberikan kepada mereka. Dan mereka selanjutnya menyebut diri mereka sebagai KAMI. “Kami mewakili langit dan bumi”,  berbicara kepada Lelaki Tanpa Nama.
“Kenapa kau lepas rindu pada sang waktu
Sedang waktu bertalu dengan irama yang sudah tentu
Jangan lepaskan pandanganmu
Sekar dalam bayang menghalangi perjalanan dulu
Jika kau ulang dengan merindu, bukan Aku yang kau temukan itu
Hanya aku yang tak pernah puas dalam batas saru
Bagian rindu mengoyakmu
Rintihan pilu menjaringmu
Serpihan itu bukan untuk merandu
Sendu telah kau habiskan tanpa malu
Merobek ikatan dalam setiap helai benang rindu
Jejak aku sudah cukup membuatmu kembali tak menentu
Apakah akan kau ulangi untuk terus mengaku-aku...
Ah, itu aku...
Bukan aku
Tapi batu”
Hilangnya separuh jiwanya, membuat lelaki itu nelangsa dan tidak mempercayai pandangan matanya. Leluhur yang mendampinginya telah kembali ke nirvana. Maka untuk menghormatinya, lelaki itu kemudian menghapus namanya dari kisah-kisahnya ini. Biarlah dia tidak bernama. Biarlah dirinya tidak dikenal manusia. Toh, alam semesta masih mengenalinya sebagai sosok yang sama.  “Banyak Wide adalah Banyak Wide.  Kami adalah Banyak Wide. Tetapi Banyak Wide bukan Kami. Seperti entitas yang hadir dalam perjalanan yg sdh ditetapkan. Ketika semua menjadi jarak dalam perjalanan, seperti luas hamparan langit dan bumi.” 
Maka kepastianNya adalah dirinya tetap ada pada dimensi sekarang ini. Sebagai apa ?. Heh, itu tidak penting baginya. Jika Tuhan memberikan pendamping lagi bagi jiwanya. Maka itu adalah sebuah anugrahNya semata, hal yang namun juga akan menjadi musibah baginya. Menjadi sebuah penetapan dan ketetapan dalam keyakinan diri saja. Mengapa? Yah, sebab kehadiran sosok ‘pendamping’ atau sosok reinkranasi, yang dikhabarkan tetaplah misteri bagi jiwanya. Benarkah dia adalah tokoh reinkarnasi? Tentu saja itu klaim tersbeut akan menjadi ‘debat’ adanya. Maka biar sajalah. Sebagaimana mestinya, terserah orang mau menyebut dirinya apa. “Orang gila !” itu juga tak apa.
Memang jasa leluhurnya sebelumnya ~yang telah mendampinginya, tidak bisa dia abaikan begitu saja. Dalam perjalanan spiritualnya ke seluruh pelosok nusantara. Leluhurnya telah berhasil mengajak beberapa orang leluhur lainnya untuk membantu menetapi langkah-langkahnya. Mereka ada yang bersama dan juga ada yang mengikuti dari jarak jauh saja, dan mendoakannya. Mendampingi, serta mengarahkan langkah-langkahnya.  Disamping itu ada ratusan ribu makhluk astral telah menjadi temannya. Masih ditambah lagi makhluk-makhluk dari orang dari golongan khodam dan jin yang senantiasa lalu lalang menyapa. Dan semua itu terasa di badannya. Bukankah itu luar biasa? Apakah khabar ini bermakna? “Ha…ha…ha….” Lelaki Tanpa Nama itu tertawa terbahak-bahak.  Sungguh dia tidak mencari semua itu. Dia sendiri pun tidak tahu keadaan yang sebenarnya. Berita ini mungkin hanya 'sensasional' saja. Sebagai pelipur lara dalam kesepiannya.
Apakah benar informasi yang diterimanya ini. Semua ghaib keadaannya. Jadi janganlah sangkakan ‘orang sakti’ padanya. Dia jauh dari semua itu. Dirinya adalah lelaki biasa, seorang yang tidak begitu cerdas. Namun kesadarannya memang diatas rata-rata orang kebanyakan. Biasa-biasa sajalah. Maka tatkala dikahabarkan bahwa sekarang Kami telah menghadirkan Phrameswara yang akan mendampingi perjalanannya. Dia hanya manut saja. Toh semua sudah direncanakanNya.
Kami dalam penetapannya berkata, “Prameswara adalah seorang yang telah Allah tetapkan dalam setiap perjalanan. Ada yang menjadi bagiannya utk menapaki kehidupan dengan takdir ilahi. Jejaknya ada pada setiap raja yang menjadi raja pada kehidupan dari masa ke masa. Prameswara dalam setiap perannya menjadi bagian Kami. Untuk menegakkan dan membimbing pengarahan dalam penyampaian setiap pesan Kami. Ada setiap jiwa berada dalam kehidupan yang ditetapkan. Prameswara dengan bagiannya menjadi penegak kebenaran dan keadilan. Pemutus suatu keputusan dengan ketetapannya.
Setiap raga yang ditetapkannya adalah bagian perjalanan yang telah Allah tetapkan. Kami memberi dia keputusan dalam pemutusan. Namun semua berada dalam pembelajaran hati dr raga yg ditetapi. Prameswara adalah entitas yang hadir dan menghadiri. Prameswara bagian raga-raga yang berada dlm menjalankan ketetapan ilahi, kata ttng Prameswara, seperti langit dan bumi, Prameswara lahir dari alam yang mengemban sejatinya kehidupan. Kelahirannya sebagai resonansi alam yang tertuang dalam sebuah raga. Prameswara lahir dr Siwa dan Prapdapati. Prameswara kemudian lahir dr raga seorang putri dan dewi”
Yah, Phrameswara kemudian terus lahir di raga-raga manusia untuk menemani jiwa setiap manusia yang mencari jalan-jalanNya, untuk  menuju pengajaran rahsa. Untuk itulah, dikatakannya bahwa sudah saatnya jika Lelaki Tanpa Nama itu harus melupakan masa lalunya. Memutuskan semua jatidirinya. Sebagaimana yang dilakukan Ayahnya. Menuju suatu tahapan baru. Mengkais pemahaman selanjutnya.
“Pembelajaran kehidupan yang mungkin kamu sdh tau/Tapi kadang ‘saru’/Yang ada dalam jiwa yg sdh berlalu/ Rindu akan masa lalu/Malah terbawa oleh rasa itu/Tak mesti sampai hilang separuh kalbu/ Karena itu bukan bagianku/ Seperti mengenang dalam rindu, lihat dalam bingkai kenangan biru/Bukan dengan mengumpamakan dengan aku/Karena memang bukan untukmu/Dia telah pergi membawa masa lalu/Jadi jangan ikut dengan kenangan itu/ Kalbumu ada dlm nuranimu/ Bukan dengan perginya jiwa masa lalu/ Perginya bukan karena sesuatu.
Kesalahan atau kebenaran, belum tentu kamu tau/Sekotak rindu, itu bukan kalbu/Perginya karena Kami telah merindu/Mengajaknya pulang pada pangkuanku/Ingat, yang kau cari bukan aku/Tapi Aku/Dalam kesucian tanpa ibamu/Luruskanlah hal itu//Jangan biarkan kepergiannya sebagai salah atau benarnya dengan pilu/Luruskanlah itu/Karena yang kau anggap satria telah melangkah melampaui konsep ibu/Ada angkuh yang tak bertalu/ Aku malu menyaksikan itu/Seakan semua dalam aturan waktu/Padahal waktu adalah bingkai dalam perjalanan kehidupan yang terus melaju/Sebelum titik balik yang sebentar lagi aku bentangkan dalam urusan waktu.
Aku harap kamu dapat menjelaskan itu/Putarannya bukan karena aku/Tapi aku hanya memberi tahu/Dan aku hanya melaksanakan tugasku/Termasuk memperingatimu/Sejak itu dalam hitungan waktu/Kami telah menetapkannya dalam helaian sapu/Ingatkan hal itu pada para satriamu/ Jangan melihat masa lalu/Melihat dengan kaca pembesar seakan berada pada masa itu/Portal waktu Kami sembunyikan kembali di balik batu/ Kalian tidak akan menemukannya sebelum menyadari hal itu.
Runtuhkan ilah-ilah itu, wahai anak-anakku/Aku tak ingin pintu yang terbuka menjadi bencana pada nestapa tanpa tuan tak berkehidupan/ Selama itu menjadi bayangan-bayangan tak menentu/Hanya itu pesanku.”
Kenapa jadi luka kalau cinta berbuat begitu. Sedangkan semua malam merindukan bintang-bintang. Kapankah purnama jadi singgah di bumi nusantara ini. Langitpun jadi hitam. “Langitpun jadi hitam karena kamu”  Berkata Kami dengan suara sedih. Kalau cinta berbuah pergi. Kapankah malam merindukan bintang? Teringat kembali semangat sang Ayah dalam menjalani ‘Tapa Ing Rame’ Dan saatnya sekarang kini dirinya melakukan itu semua. Melupakan namanya, melupakan masa lalunya, melupakan apa saja miliknya. Meneruskan laku sang Ayah yang tertulis dalam diarynya. Entah mengapa dia harus melakukan itu semua. Menyendiri di alam semesta. Tidak peduli bagaimana keadaan satria lainnya. Dia harus menyelesaikan lakunya sendiri tanpa nama. Inilah ‘Laku Tapa Pasak Bumi’ , yah dirinya akan menerima transformasi pemahaman ini. Sebagaimana tujuan spiritual sang Ayah.
Bersama angan khayalan dan mimpi. Tetapi siapa yang mau merambah, di alam-alam sepi, wingit dan mati? Biarlah dia kini yang memulainya disini. Tanpa beban melekat pada raga  sebagai apa. Dia akan bernyanyi sebagai dirinya sendiri. Maka apa pedulinya jika dirinya tanpa nama. Biar sajalah dia berjalan dengan kepalanya,  mencari sebuah pertapaan untuk mengkisahkan keadaannya nanti. Mula buka kesadarannya, pertapaan itu mulai ramai akan kehadiran Lelaki Tanpa Nama.
 Majelisnya meliputi seluruh alam kesadaran. Keadaannya menggemparkan dimensi tak kasat mata. Sebab kidung-kidungnya mulai disuarakan disini. Kidung Phrameswara, nyanyian alam semesta, bersama bau aroma tanah basah. Menghiasi jagad raya. Bersama angin berusaha memahami alam semesta demi lahirnya kesadaran baru. Bumi Nusantara. Maka tunggulah kisah-kisahnya. Semoga membawa kemanfaatan bagi sidang pembaca. Jikalaupun tidak ada kemanfaatan didalam tulisan tulisannya, janganlah kesal dan kemudian menghujatnya.
Biarkanlah dia mempertanggung jawabkannya sendiri kepada Tuhan atas apa-apa yang sudah dia sampaikan. Kesalahan kata datang dari dirinya. Apapun itu, bahkan semisal kesalahan niat, ucap dan juga kilasan pada makna. Sama keadaannya.  Biarlah itu menjadi sesal dirinya di alam baka. Maka kesalahan tulisan janganlah menjadi kerisauan. Sebab ada bagian kepastian yang didapatkannya nanti. Ada   hukum yang lebih pantas bagi dirinya di akherat nanti. Maka bagi sidang pembaca sejogyanya tenang didalam mengikuti kisah-kisahnya. Ini hanyalah dongengan. Dongengan yang bisa datang dari siapa saja. Bahkan kitab suci juga membawa kisah-kisah yang senada dengan dongeng ini. Biarlah kisah ini juga begitu. Terima kasih telah membaca. Salam damai.
Bersambung…



Komentar

  1. Amin YRA.

    Selamat Bertugas wahai ""Ksatria Tanpa Nama"" .... Nusantara menanti Kidung2 Agung PHRAMESWARA.

    Salam Kasih Nya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali