Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2017

Kisah Spiritual Mawangi; Perhelatan Akbar (2)

Gambar
M enetapi angan dan bayang-bayang pada waktu yang terbuang. Berharap apa yang tengah diperjuangkan menjadi kenyataan. Alibi hanyalah bongkahan kali mati. Meski mengairi namun tidak pernah menghidupi. Katakan saja pada bumi dan matahari yang menyinari. Jika angan manusia dipenuhi benci dan sakit hati, kehidupan akan berlari menjauhi. Lantas, untuk apakah manusia diciptakan jika hanya kemudian akan menjadi penghuni neraka jahanam dan menjalani siksaan yang pedih. Kelam pemikiran, hitamlah kesadaran. Sebagian manusia bertanya tak pahami dan sebagian lainnya diam tak peduli. Masa bodoh dengan apa yang terjadi. Biarkan Tuhan berbuat semau-mauNya sendiri! Lelah jiwa. Bukankah manusia memang sengaja diciptakan memiliki kecenderungan menumpahkan darah? Semua makhluk memahami dan mengerti hukum kepastian atas manusia ini. Apalagi yang harus ditangisi. Manusia diciptakan dan dibiarkan menumpahkan darah kemudian manusia dihakimi dengan siksa yang pedih. Salah siapakah? Apakah salah man

Kisah Spiritual Mawangi, Perhelatan Akbar (1)

Gambar
Menuai kata Fatamorgana menepi Menepis kenyataan Ketika dua hati dalam pertanyaan *** “Wangsa Sanjaya, Syailendra, ada banyak cerita yang menjadi tabir pada perjalananmu sekarang. Sesungguhnya itu ada pada laksamana yang sudah hadir dengan segala daya untuk membangun jembatan di seluruh penjuru Nusantara. Titah sang raja mahadewa pada perjalanannya menjadi beban pada kehidupannya yang sekarang. Lihat dengan jelas pada laksamana yang memegang kendali pada setiap dasawarsa. Laksamana yang mengantarkanmu pada singgasana dengan segala yang sudah ada, pada setiap titik dengan segala yang hadir pada setiap cerita.” *** Mawangi...adakah engkau masih disana? Perhatikan dan lihatlah. Puncak dari puncaknya kejadian. Lihatlah dari sisi muka dan belakang. Kemudian berbaliklah ke timur dan barat, hadapkan mukamu ke utara dan selatan. Geriapnya ghaib diseantero jagad bersiap menyambut perhelatan akbar.  Makhluk lintas dimensi dalam hitungan hari memasuki Nusantara ini. Jik

Kisah Spiritual Mawangi: Pembelajaran Makhluk Ghaib

Gambar
Atom tanah, air, udara dan api yang menyusun raga ini berasal dari Ibu Pertiwi. Ibu meminjamkan semua yang ragamu butuhkan. Kehidupan dan kasih sayang. Langit dibiarkan hijau tanpa tiang. Agar engkau mampu melihat bintang bintang. Ketika Ibu memperjalankan ragamu untuk suatu keperluan, mampu kah dirimu berserah diri, membiarkan ragamu dipinjam oleh Ibu barang sebentar. Tidak akan lama...hanya sebentar saja...agar diri paham dari mana manusia diciptakan. Dari tanah Nusantara ini. Dari atom atom yang berganti ganti menyusun raga. Semua dari debu-debu tanah milik Ibu. Tidakkah perhatikan manakala Ibu mengganti sel sel yang mati  dengan atom atom tanah yang baru. Setiap bangun tidur raga mu sudah baru. Jutaan atom tanah sudah diganti. Sel sel selalu baru. Tidakkah Ibu penuh kasih? Mempersiapkan segala kebutuhan ragamu. Membersihkan dan memberikan udara untuk di hirup. Menumbuhkan pohon2 untuk hidup. Menundukkan binatang utk ternak. Pendek kata semua yang engkau butuhkan untuk

Kisah Spiritual Mawangi: Makhluk Lintas Dimensi

Gambar
“Relung di ujung waktu dalam putaran yang tak ingin kutunggu. Sepiku telah merambah sanubariku. Menghadirkan muara segala ragu. Benarkah ini jalan yang menjadi kehendakNya ataukah hanya sensasi rahsa yang tak menentu. Berjalan ke timur, selatan, utara, dan menuju ke barat. Duhai Tuhan pemilik dua timur dan dua barat. Penggenggam ubun ubun semua makhluk. Pemilik segala arah. Kemanakah pandanganku. Jika yang merah kini menjadi hitam dan yang putih kini hilang. Duhai angin khatulistiwa, tiupanmu tak lagi meredakan panas yang membakar jiwa. Katakan bagaimana jika nafas tersengal dan terhimpit di ujung jemari. Terjebak diantara dua masa. Masa lalu dan masa kini. Disini di dalam jiwa ini bergumpal tanya pada apa yang mengikuti setiap langkah diri” Bumi ini kembali mengulang siklusnya lagi. Putarannya seperti berawal dari akhir dan berakhir di awal. Reka adegan peradaban manusia kini nampak hitam pekat di balik pemikiran. Kelahiran demi kelahiran orang-orang masa lalu menjadi pertand