Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2019

Episode Pengajaran Sabdo Palon (1)

Gambar
 Layon Ngesti Aji   membayang, menyambangi mega, menyeruak di cakrawala, bermain bersama bias bianglala. Menangislah makhluk angkasa, berteriaklah makhluk melata. Bumi banjir darah, lautan bergolak, gelombang pasang, dan badai pekat merambah khatulistiwa. Awan memerah,   merah semerah darah. Jerit kesakitan menghujam bumi, petir sang Dewa menyalib telinga. Nelangsa diam diantara urat nadi bumi. Menggentarkan jutaan manusia diantara jalur api, dan ketika pekikan sang baruna menggetarkan sesar dari ujung terjauh Nusantara, tiada lagi pertolongan, kesedihan membayangi,   bersama bangkitnya sang naga bumi.   Nun Jauh di Pulau Sumatra Putri Anarawati dalam kesendirian malamnya yang panjang, dirasakannya badannya demikian lelahnya, sudah beberapa hari ini tubuh bagaikan ditusuki jarum api. Syaraf kejepit kata para ahli. Namun mengapa rasanya demikian letih sekali. Ingin rasanya pulang. Tapi pulang kemana? Kehampaan, kesedihan, kelelahan, keletihan, demikian melilit jiwa. Tak pahami

Episode Lawon Ngesti Aji; Tahun Kesedihan

Gambar
Nuansa bening mengembang, mengembun di sudut mata. Pandangan bias ke depan sesekali nafas di tariknya perlahan, helaan nafas panjang menggumpal. Tertahan angin di sudut ruang. Malam menjadi sunyi sepi dan aroma kesedihan menyebar ke hamparan. Pandangan nanar, seperti menahan mendung yang sudah menghitam. Jatuh, satu dua tetesan embun. Pucuk daun hati tak mampu   menahan berat   laju air yang berjatuhan dari langit kesadarannya. Lelaki itu menangis, memekik merambahi istana padang tak bertuan. Sekuat dayanya dirinya   menahan agar tidak menjadi raungan. Adalah harapannya menjadi lelaki yang seutuhnya lelaki, kuat menanggung beban, walau kesedihan datang setiap kali mendampari.   Langit ingatan terus mengembara, adakah yang salah dalam memakna kejadian. Apakah ada kalimat yang ditahannya. Apakah ada kemarahan dan menyalahkan dalam setiap uraian kehidupan. Lelah dirinya mencari jawaban, hingga tubuhnya jatuh berdetam di kasur yang terhampar di lantai kenangan yang ingin dilupakannya

Portal Galuh Pakuan; Para Pengawal Nusantara

Gambar
  Laki laki itu tersungkur mendekap dadanya, ada hawa panas membakar muncul dari dada kirinya. Rasa itu kemudian menjalar ke seluruh syaraf, naik ke kepala dan mengisi sel neuron otaknya. Berhari hari rasa panas bagai dituang air raksa. Semenjak di bukanya portal Galuh Pakuan rasa itu demikian hebat mengusiknya. Begitulah sepanjang hari-hari.  Hingga mengalami ini, dia tidak melakukan kegiatan sebagaimana mestinya mendekapi dadanya, spanjang hari.  "Ada apakah ini? "  Suasana alam seperti dalam keadaan perang, sehingga pergolakannya terasa di dadanya. Beberapa gumpalan darah memercik diantara mutahan yang terus saja terjadi sepanjang hari. Panas dada seperti terbakar, hawa seperti mau meledak, menimbulkan sendawa hebat, ini keadaan mau mati.  Keadaan itu sudah terjadi dimulai, semenjak pergi ke portal Galuh Pakuan. Lebih hebat lagi semenjak Pasukan Pajajaran dan Pasukan Pantai Selatan di mobilisasi. +++ Pertemuannya dengan Galuh Candra Kirana masih menyisa