Sang Guru Bumi (6); Sebuah Tanda
Hamparan rerumputan berbunga seperti
kapas. Bagai permadani melayang-layang.
Diatas permukan tanah. Terbang, satu dua membubung ke angkasa, naik dan
terus melayang hingga hilang di ujung perbukitan. Nampak awan mengintip dari
baliknya, diantara selanya cahaya matahari membentuk lingkaran. Panorma padang
ilalang diantara nyanyian angan dan tembang angin yang berkesiuran diatas
dedaunan. Bumi putih. Sejauh mata memandang. Namun ilusi masih disini. Di bumi
ini. Di Nusantaraku yang hitam.
Di kamarku aku sembahyang. Mengkaji
apa yang ku alami. Menempati bilik jantungku yang selalu berbunyi tak rapih.
Membayang apa yang meski terjadi. Sungguh tak seperti yang kuingini. Disinilah
di bumi ini meski aku menunggu dan berdiam diri. Jika kemudian terdengar suara
dari kejauhan, saat mana bumi bergelatakan. Maka meski kutanyakan “Kapankah kita meski berangkat?” Duduk
menunggu hari dan melepaskan derita ini. Kapankah kita meski bersandar dari
penatnya kehidupan. Bunga warna-warni menghiasi pekarangan. Tak mengisyaratkan
apa-apa. Tidak juga tentang hari ini.
Begitu marahkan Sang Guru Bumi
sehingga tidak mau menghampiri? Apakah yang ingin dikhabarkannya? Jika kemudian
ribuan manusia terpaksa harus tidur diluar rumahnya. Atap rumah berguguran
menyanyikan tembang teramat manis dan menggiriskan sekali. Apakah yang ingin
dipesankan, jika kemudian ratusan nyawa manusia menjadi korbannya? Apakah yang
ingin disampaikan atas semua yang terjadi di muka bumi ! Tidak! Ini hanyalah
mimpi. Begitu diri mencoba menari diantara kenyataan yang tak mungkin bisa
dihindari.
Apakah hanya diam! Mata sayu menatap
diri. Mimpi ini semakin tak bertepi. Harap semakin tak terkendali. Angan meraup
semua gelisah. Melahap semua resah. “Akan
kemanakah kita ini?” Ketika bumi menahan semua desah. Ketika lengah nafas
terengah. Ketika terlupa tiada sempat
menahan marah. Lantas jalan gontai payah. Sementara ranting berderak patah. Jatuh
diantara sampah. Menimbulkan debu yang membuncah. Menaikkan darah. Parah!. Bumi
sedemikian panas! Dan puing-puing menyebar ke segala arah.
Perjalanan spiritual ini bukanlah
tentang jarak. Sebab waktu seringkali berimpit. Seakan perjalanan sudah
sedemikian jauhnya. Namun kenyataannya masih tetap disini di dalam hati dan
sanubari. Kepada siapakah meski dikisahkan kejadian ini. Jika nyatanya hanyalah
sebuah pengulangan kisah-kisah lama. Semisal sekuel kisah dongen yang di kemas
ulang. Pakem kisah Cinderela atau Beuty and The Beast sudah seperti itu adanya,
maka diulang-ualng seperti apapun kejadian akhirnya akan begitu-begitu saja.
Bagaimana dengan kisah disini, di
blog ini? Sama saja keadaanya. Jika kemudian diulang kembali maka pembaca pasti
akan paham kemanakah arah muara ujung dari sebuah tulisan. Namun meskipun
hanyalah sebuah pengulangan pola-pola kisah lama tetap saja kisah yang
disajikan ini akan mampu menyisakan rindu dan dendam, tidak sedikit jika
kemudian menyisakan kebencian dihati para pembacanya. Bagai menonton sinteron d
televisi maka para penonton tanpa disadari akan membeci tokoh yang antagonis
walapun mereka sadar bahwa itu hanyalah sandiwara saja. Sebab pada kenyataannya
tokoh yang memperankan peran antagonis di kehidupan belum tentu demikian
adanya. Namun sayangnya penonton tidak pernah mau pedulikan itu. Jarang diantara
mereka yang mau mencari tahu. Kebencian sudah memberangus alam kesadaran mereka
itu. Demikianlah kisah dan tragedy disini. Kisah yang tidak selalu disukai oleh
para pelakunya sendiri.
***
Panggilan ini seperti genta lonceng
di dalam pikiran. Terus bertalu-talu, ada yang harus diberitahu. Bahwa saatnya
telah tiba. Tiada lagi waktu berdiam diri. Lupakanlah realita kehidupan yang hanya
permainan. Ada tugas yang lebih berat dari itu semua. Demi kesempurnaan hidup
itu sendiri. Berjalanlah kearah timur dan barat. Menuju ke utara disana ada
pintu gerbang yang harus disambangi. Lakukanlah dengan segenap hati sebab Kami
akan menemani. Selesaikanlah urusanmu dengan dunia. Jangan khawatirkan bahwa
dunia akan meninggalkanmu.
Bukankah kamu telah bertemu dengan
Sang Sultan. Kamilah yang membawanya kepadamu. Tidakkah engkau perhatikan,
bahwa disana ada tanda-tanda kekuasaan Kami jika saja kamu mau berfikir.
Bukankah dahulu dia adalah musuh bagimu dan sekarang justru dia berdampingan
denganmu menjadi pembelamu. Entah berapa ribu nyawa telah dihilangkannya. Tidakkah
dia memiliki kekuatan makar dimuka bumi ini? Namun Kami lebih kuasa atas kalian
manusia. Allah telah memberikan petunjuk kepadanya sehingga Sang Sultan memeluk
Islam. Dia memiliki 12 kelahiran sepertimu. Akankah itu suatu kebetulan?
Bukankah dalam doamu memohon agar didampingi seseorang yang memiliki kekuatan
seperti Umar Bin Khatab?
Argh, Ya robb..ada apa denganku ini?
Sementara sahabat spiritualnya disana juga mengkhabarkan akan tanda-tanda.
"Ngan hiji nu moal oyag ku dunya"
(Hanya satu yang tak goyah oleh
dunia)
Bermula dari peristiwa spiritual di
pertengahan November 2017. Perkenalan dengan seorang teman lama mengantarkan
penulis pada peristiwa2 spiritual. "Bersiaplah...akan ada berita
dari gaib." "Berita apa?" "Entah lah, ada 10 tanda yang
akan diberitakan.. bersiap2 lah."
Haripun berganti..bulan pun berlalu. Tanpa disadari, 10 pertanda tersebut
ternyata menjadi rangkaian peristiwa yang benar2 terjadi di alam nyata,
peristiwa perjalanan hidup yang akan mengucurkan keringat, isak tangis deraian
air mata, bahkan nyaris pertumpahan darah.
Pertengahan Januari-Awal Februari
2018
Tanda ke 1dan ke 2 terlihat.
Benarkah semua ini terjadi? Ah cuma
kebetulan saja. Suatu kebetulan yg dihubung2kan oleh akal. Sungguh pandai
akalku berkhayal.
Akhir Februari 2018
Tanda ke 3, 4 dan 5 mulai terjadi
menunjukkan wujud dialam nyata.
Batin makin gelisah dan bertanya2,
apakah maksud semua tanda2 itu? Benarkah ini adalah bagian dari 10 tanda yg
terlihat dulu? Kenapa semuanya bisa terjadi secara berurutan?
Apakah Tuhan sedang menunjukkan
Kehebatan dan KebesaranNya didepan mataku?
Awal Maret 2018
Tanda ke 6: Ka'bah
Beberapa hari berlalu, dihabiskan
untuk berfikir, menghubung2kan teka teki tanda2 yang telah terjadi, dan
mencari2 maksud tanda berikutnya, yaitu Ka'bah.
Lalu bisikan dalam batin
mengingatkan:
"Ulah dicipta2, sa nyampakna we"
(Jangan diada2, gimana sampainya
saja)
Hari2 berlalu dan tanda2 tersebut
terlupakan, sampai tiba waktunya saat proses verifikasi data diri untuk
peminjaman uang ke Bank.
Keajaiban pun terjadi...(tdk dapat
diceritakan karena privacy). Lalu penulis beserta istri keluar dari Bank
tersebut sambil bertanya2...ajaib sekali hal tadi bisa terjadi.Sambil berjalan kebingungan tiba2
teringat tanda ke 6: Ka'bah. Mana tandanya? Mata kami mencari2
kesekeliling..Terlihat diseberang jalan bangunan universitas swasta di Kota
Bandung, logonya terlihat jelas dari seberang jalan... bentuk persegi berwarna
hitam..Ka'bah!Entah kebetulan, tiba2 terdengar
takbir adzan solat zuhur. Tanpa disadari...kami berdua meneteskan air mata.
Sungguh pertolonganMu sangat nyata.
Berjalanlah ke arah timur dan barat.
Temukanlah tanda yang akan menjelaskan semua yang ingin kamu ketahui.
Bersambung...
Komentar
Posting Komentar