Epsiode Jejak Leluhur Yang Dihidupkan Kembali (1)


Image result for leluhur jawa
“Kami hidupkan lagi sebagian dari orang-orang terdahulu”

Berita dari kami mengawali kisah ini. Siapakah orang-orang terdahulu dari negri ini yang akan dihidupkan? Bagaimana cara Kami menghidupkannya lagi? Ugh…siapakah nanti yang akan menjadi saksi dan penyaksi atas kebenaran khabar ini? Persoalannya bukanlah siapa dan bagaimana, namun lebih kepada apakah orang masa lalu yang dihidupkan itu akan memahami untuk apa dirinya dihidupkan kembali?

Para penyaksi telah mengkhabarkan, bagaimana akhirnya orang-orang masa lalu, jutru berbalik kebelakang dan mengabaikan amanah yang diberikan kepadanya. Tidak sedikit para kesatria yang telah dikisahkan disini. Bagaimana keadaan mereka semua. Sayang banyak diantara mereka telah lupa pada perjanjian mereka dahulu, saat sebelum mereka diturunkan dan  dihidupkan kembali di bumi. Sungguh jika mereka mengetahui isi perjanjian, mereka yang mengingkari adalah orang-orang yang rugi.

“(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” QS. Al-baqarah-27)

+++

Karang Kamulyan, waktu siang mendekati ashar. Sepasang manusia berjalan menuju mata air cikahuripan. Menjejak langkah meniti masa yang terlewati.  Serasa pernah disini. Angannya terus bertanya tak mengerti. Mengapa harus kesini. Menempuh perjalanan yang tak mudah agar sampai disini. Menyempatkan diri disela kesibukan sehari-hari sebagai seorang Ibu muda yang tinggal di ujung timur Pulau Jawa. Penuh onak dan duri.  Pesawat yang ditumpanginya nyaris saja tidak bisa mendarat. Sepertinya terhalang energy yang tak kasat mata. Lebih satu jam lamanya pesawat tersebut diangkasa dalam kondisi ber putar putar. Putri majapahit datang sendiri dalam titah Kami menuju tempat yang biasa dalam pandangan manusia. Sang Penunggu merasa resah gelisah atas keadaan yang tak biasa ini. Sebenarnya apakah yang akan terjadi di negri ini?

“Kemarin  habis tenaga waktu di karangkamulyan,  diserang banyak orang, sampai muntah muntah. Ada harimau yg ikut selama perjalanan,  itu hewan hewan pada keluar semua,  brisik😃,  daun2 daun pohon2 akar gerak semua. Di lingga yg kecil sebelum cikahuripan itu malah habis habis tenaga, krn sepanjang perjalanan sdh bertahan sama serangan serangan,  cm mikir.. nggak boleh kalah..krn aku derajat nya lbh tinggi dibanding mereka mereka, tp begitu sampai ..habis..terus ada sosok yg berkemilauan, mulai dari mahkotanya sampai dengan baju nya, laki laki tp wajahnya cantik, beliau  hanya bilang..akhirnya sampai disini juga,  sambil senyum dan tangannya terangkat seprti memberkati gitu,  lalu menghilang. Serasa benar  seperti ada hidup di masa lalu,  krn rasanya beliau2 yg ketemu itu mengenal aku”

+++

Sementara di penghujung waktu kisah bercerita, berguliran ke dimensi lainnya. Saat mana perseteruan anak manusia dalam benci dan cinta terus saja merajuk sukma. Membangkitkan energy tak kasat mata yang liar tanpa makna. Energi yang terus menghebohkan alam kesadaran. Sehingga banyak yang terkoneksi dan bereaksi tak biasa. Seperti mimpi tapi bukan, seperti pesan namun tak jelas keadaannya, kepada dan untuk siapa. Ucapan yang dituliskan hanya seperti gerak reflex saja. Masih saja kisah Panji dan Dewi Sekartaji menyeruak mengambil scene adegan di layar kesadaran. Menjadikan tontonan yang menggiriskan tentang cinta terlalu, tentang kebencian yang membatu, tentang amarah yang menggebu, tentang sakitnya sembilu, tentang masa lalu yang kini berlintasan di kesadaran manusia, mengharu biru jiwa-jiwa yang kelu.

Sesungguhnya suatu hal bukan dilihat dalam sebuah kadar bayang menjadi peralihan dalam rangkaian masa silam. Di antara jejak, ada hikmah yang membentang. Bukan hanya raga yang menanyakan semua, tetapi lihat dari mereka yang hadir tanpa sebuah rekayasa. Titik tertolaknya suatu hubungan bukan hanya sekedar cinta atau benci, ada rangkaian suatu peristiwa yang terbangun dalam berbagai emosi yang hadir dan mewakili. Sesungguhnya yang nampak itu bukan yang sembunyi. Begitu pun yang sembunyi bukanlah yang nampak.”

Menatap takdir nampak bagai kilatan pedang tak bertuan. Menebas kesegala arah tanpa memilih dan memilah lawan. Membayangkan semua  itu laki-laki itu diam nelangsa. Dirinya dalam sebuah perdebatan. Berada diruang dan waktu yang terbolak balik. Berdebat dengan Dewi Sekartaji.  Masa lalu dan masa kini seperti tak berjeda. Neuron otaknya nyaris hang. Tidak ada yang mampu diperbuatnya. Manakala hawa amarah menyeruak di kepala. Melalui bahasa dia menghardik  sang penyapa, yang telah  menghujat dirinya. Mempertanyakan atas tanggung jawabnya. “Lelaki sama saja” Katanya. Energi ribuan tahun yang lalu mendadak menusuk menyelinap dari hatinya menuju kepala. Daaar ! Merasa tidak terima perkataan itu, meledaklah amarahnya.

Amarah itu bagai makhluk melata, berwarna hijau. Sisi wajah lain dari Raden Panji. Betapa dirinya tidak terima saat dimintakan tanggung jawab atas perbuatan yang tidak pernah dilakukannya. Dirinya merasa sudah melakukan apapun demi cintanya kepada Dewi Sekartaji. Namun tak disangkanya kekasih hatinya ini justru menghianatinya. Dialah muasal segala duka, dialah awal segala murka, dialah mula segala derita. Maka biarkan saja jika Dewi harus menerima akibat atas semua perbuatan yang dilakukan terhadap dirinya. Biar saja Dewi merasakan sakit sebagaimana sakit dirinya itu. “Biarkan saja, toh itu semua maunya dia!” Amarahnya memekik menghardik langit. Jika kemudian sang Dewi meminta tanggung jawab atas realita, bukankah terbalik namanya.  Dengan sinis Panji membuang muka.

Ah, adakah yang pahami keadaan manusia dengan dua wajah ini? Wajah yang satu adalah wajah penuh welas asih, wajah penuh cinta, sementara sisi wajah satunya adalah sisi wajah amarah dan kebencian yang menyala bagai bara api hijau yang akan melumatkan segala asa. Lelaki itu diam merasakan itu semua. Sekian detik, dia dalam harap penantian agar jangan sampai terjadi ledakan amarah itu. Nyalanya mungkin akan semisal ledakan bigbang yang menciptakan alam semesta. Gelombang itu akan merambat ke segala arah, memasuki seluruh alam dimensi, menjadi radiasi yang mampu merasuki siapa saja. Akibatnya tentu saja akan mengerikan sekali, kemanapun Dewi Sekartaji melangkah akan selalu saja didatangi makhluk yang membenci dirinya. Dirinya akan lahir berkali-kali dengan kisah dan skenarioa yang sama saja keadaannya. Dirinya akan diburu kebencian dari seluruh makhluk  alam semesta. Yah, benci yang tanpa sebab. Tidak saja di realita bahkan di alam dimensi dia akan diburu. Semua dikarenakan sebab ulahnya sendiri, yang telah mengingkari janji.

Laki-laki itu menatap sang takdir dengan kelu. Kilasan masa lalu yang mengharu biru dalam beberapa waktu, telah membatu dan menjadi radu. Sesaat dalam sepersekian detik energy amarah telah dilontarkannya, tak mampu ditahannya lagi. Setiap kata yang terucap hanyalah kebencian, kemarahan dan dendam masa lalu yang akan  mampu membakar cinta menjadi debu. Debu  yang akan  mudah hilang terbawa angin. Hangus menjadi serpihan hutan yang terbakar. Panas dan gersang. Kemanakah hembusan angin cinta yang menyejukan?  Argh, semua telah terjadi, waktu tak bisa diulangnya lagi. Nampaklah kilasan masa lalu bagaimana kesakitannya itu telah membuncah menjadi doa, doa kekasih yang disakiti. Doa agar kekasih nya nanti ikut  merasakan semua kesakitan yang dialaminya. Dan kini doanya telah dikabulkan Tuhannya, telah terjadi pada setiap kehidupan. Dewi Sekartaji  mengalami penderitaan sebagaimana yang dialami Raden Panji. Demikiankah cinta? Sayang sang kekasih tetaplah tak mengerti.

Kebencian dan Kecintaan adalah satu keadaan. Seperti satu mata uang dengan dua sisinya. Sisi wajah manapun yang dihadapkan tetap adalah satu. Tiada cinta yang datang tanpa benci, demikian halnya tiada benci yang hadir tanpa cinta. Dua keadaan rahsa yang sama namun berbeda manusia menetapinya. Seperti energy Yin dan Yang.  Seperti air dan minyak yang tidak mungkin disatukan namun sesungguhnya adalah satu keadaan. Demikian pengajaran sang raden Panji di kehidupannya terkini. Cinta tidaklah membawanya kepada ketenangan demikian halnya benci tidaklah membawanya kepada kebahagiaan. Dua rahsa yang menyiksanya di sepanjang hidupnya. Sesungguhnya dia cinta ataukah benci kepada Dewi Sekartaji? Inilah meisteri alam semesta.  Benarkah keseimbangan kebencian dan kecintaan akan melahirkan ketenangan?

Ketenangan yang dicari sesungguhnya adalah sebagaimana halnya perumpamaan ikan mencari lautan.  Dikejarnya kesana kemari.  Berharap dengan banyak materi, berharap cinta kepada semua makhluk,  berharap dengan segala kekuatan dan kekuasaan akan menjadikan dirinya tenang.  Nyatanya tidak... Semua itu tidak menimbulkan ketenangan.  Lautan itu seakan jauh padahal meliputi dirinya. Diri tidak mau menerima tekanan dan liputan dari lautan dianggapnya bahwa itu bukan laut.  Bahwa itu adalah siksaan.  Laut dianggap siksaan bukan ketenangan padahal dirinya mencari lautan. ikan terus mencari... Terus berenang... Terus bertanya kepada semua makhluk... Terus tidak percaya... Terus tidak yakin... Terus tidak sabar... Dst dst. Padahal sudah dikatakan bahwa yang meliputi dirinya itu Lautan. Lautan itu dekat sekali.  Airnya keluar masuk ke tubuhmu.  Ikan tetap tak percaya... Lautan itu dekat sedekat urat lehermu... Ikan malah mencemooh kan...!

Menerima benci dan cinta sebagai satu keadaan dualitas alam semesta adalah hakekat penerimaan atas takdir anak manusia, yang selalu saja dipergilirkan antara  kesedihan dan juga kesenangan. Dua hal yang berpasangan. Membicarakan cinta tidak boleh tidak harus berbicara benci. Cinta tak akan mampu dikenalinya jika diirnya tidak mengenal apakah itu benci. Panas tidak akan dikenalinya tanpa diirinya paham dingin. Demikianlah hukum dalam kesadaran. Keseimbangan diantara benci dan cinta itulah KETENANGAN yang dicari semua manusia. Demikianlah hakekat pengajaran Raden Panji dan Dewi Sekartaji. Hakekat pengajaran cinta Rama dan Sinta. Betapa kecemburuan Rama kepada Sinta tanpa logika. Kecemburuan yang lebih mendekati kebencian dibakar ego dirinya. Kecemburuan yang diakibatkan tidak adanya keseimbangan pemahaman disana.

Rama meminta Sinta membakar dirinya.  Sedemikian gilanyakah cinta? Yah, demikian kenyataannya, sama saja dengan Raden Panji yang sedemikian gila terbakar api cemburunya meminta kepada alam agar  Dewi Sekartaji mengalami penderitaan sebagaimana penderitaan yang dialaminya. Demikian para penyaksi bersaksi bahwa kehidupan cinta Raden Panji Inu Kertapati dan Dewi Sekartaji tidaklah seindah mitos dan legenda yang  dikisahkan di kesadaran manusia ada kepetingan politik disana sehingga kisahnya seakan-akan berakhir dengan bahagia. Kisah Raden Panji sesungguhnya adalah kisah tragedy anak manusia atas nama cinta. Cinta sudah menjadi komediti politik para penguasa, demikian halnya dengan agama. Kisah yang suci menjadi merah semerah darah. Maka mereka dibangkitkan kembali untuk meluruskan jalannya cerita.

"Maafkan aku memilih membencimu dan menjauh darimu, sebab aku tak mampu bertahan dari rasa sakit ini sebab mencintaimu"

Demikian Panji memilih meninggalkan kekasihnya di alam realitas,  dengan air mata yang terus saja menetes bercampur darah, mencoba pergi meninggalkan bayangan kekasihnya itu. Pilihan yang sulit yang terpaksa harus dilakukannya. Alam realitas demikian kejamnya, tidak ada dua pilihan yang bersamaan. Tidak mungkin kesadaran dalam dua keadaan. Maka oleh karena sebab itu di alam materi ini dia  harus menjatuhkan sebuah pilihan dari dua keadaan yang dualitas. Dirinya memilih pergi dengan meninggalkan jejak rahsa kebencian itu. Kebencian yang akan memburu kemanapun Dewi Sekartaji akan berenkarnasi. Demikiankah cinta? Argh...bagaimana diri memaknai ini.!

Merenung atas sebuah pesan yang menyapa dalam kelipan malam;
“Sekilas Mahabrata dalam kisah Astina yang diserang menyerap pada setiap jiwa-jiwa yang menyerap keinginan. Sesungguhnya itu menjadi rangkaian dari sebuah perjalanan. Jalantara bukanlah yang menjadi penyebab amuk rasa, karena rasa yang hadir terkumpul dari berbagai rasa yang saling bersahutan di antara jiwa-jiwa para raja yang merana dan tertera. : Sebuah rangkaian yang tidak hanya bisa terbaca pada penggalan penglihatan, dan itu pun bukan kesimpulan dari yang sudah tertuangkan, semua masih berada pada satu rangkaian, sirna rasa sirna basa sirna waruga. Lungguhing karsa, jiwa raksa. Seumpama semua menjadi suatu rangkaian dalam penglihatan yang tertera, itu bukan kesimpulan, itu hanya penggalan rangkaian yang senantiasa engkau renungkan dalam perjalanan Darmasiksa. “

+++

Cikahuripan. Air kehidupan. Hikmah apakah yang diajarkan dengan semua perjalanan ini? Mengapa sepasang penyaksi rela bercapai lelah disini. Menempuh ratusan kilometer untuk sampai datang di tempat ini. Bukan perjalanan biasa dan bukan juga perjalanan wisata. Nyawa menjadi taruhannya dalam perjalanan ini. Membuka portal kesadaran. Portal yang akan menghadirkan kesadaran spirit para pendiri bangsa. Kesadaran para leluhur akan dihidupkan lagi pada ingatan anak cucunya. DNA manusia jawa akan diaktivasi kembali sehingga kembali kepada fitrahnya. Air cikahuripan inilah muara segala air hidup yang menghidupkan sebagai symbol. Semisal air zam-zam pada kesadaran manusia padang pasir. Demikian dijelaskan Kami.

“Washtu kancana manunggal dalam titian yang menjadi rangkaian berbagai keadaan. Seumpama semua terpapar, apakah kamu siap mendapatkan kabar?  Itu bukan tentang jiwamu, tetapi jiwa-jiwa mereka yang ingin hadir di ragamu tanpa tutur.  Seumpama Sanjaya berkelana, dia hanya berharap pada kekuasaan yang menunjukkan keberadaanya. Begitu pula dengan Mayapada dalam rangkaian Shima Dasawakla, ada cinta dan dendam dalam rangkaian kisah-kisah yang berulang.  Sesungguhnya itu fatamorgana, maka lihatlah jiwamu, bukan jiwa-jiwa mereka yang tidak terbaca. Girang, wetan, hulu, hilir, hanya lintasan.

Selamat datang di kehidupan, lihatlah itu sebagai sebuah kenyataan, bukan angan dalam rasa yang membayang di antara hal-hal yang melintas di antara dua purnama pada bintang tengah di ufuk fajar.  Siwa, dharma, soka hyang,  Aji dharma.”

Bersambung…

  

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali