Kisah Perjalanan Paku Bumi (1), Sawung Aji Mukti


Hasil gambar untuk cahaya malaikat

“Maka, mulailah dengan setiap urutan yg menjadi tolak dari keberadaan kalian.
Satu titik yg berada pd pijak astana badrun, di ujung timur Limbangan
Ada sebutir telur dengan rumput yg akan melahirkan suatu dinasti,
Dinasti yang menggantikan penghuni bumi, perlahan tapi pasti
Satya manunggal gusti
Sawung aji mukti..”

Itulah rangkaian sebuah pesan yang harus dijalankan. Pesan-pesan yang menjadi rangkaian sebuah perjalanan spiritual. Menyiapkan tataran kesadaran bagi terwujudnya sebuah impian. Sebuah impian bagi bangsa dan negara ini, sebagaimana apa-apa yang di doakan nabi Ibrahim atas anak keturunannya. Lihatlah dan perhatikanlah kisahnya, ketika nabi Ibrahim berdoa kepada Tuhannya, agar diberkahi anak keturunanya dan juga bangsa dan negaranya. Doa tersebut didengar Allah. Sebuah rangkaian pola pembelajaran yang layak diikuti oleh manusia yang menginginkan kebaikan bagi anak keturunan mereka, dan juga kemuliaan bagi bangsanya.

Maka perjalanan spiritual ini adalah mengikuti rangkaian pola pengajaran nabi Ibrahim. (Yaitu) Berjalan ke seluruh pelosok negri, dan disana mereka semua berdoa, dengan doa sebagaimana doa nabi Ibrahim. Semoga Allah ridho dan mengabulkan doa-doa hamba-hambaNya. Apakah perjalanan ini bermakna? Entahlah..! Berkali-kali diri disergah keraguan. Untuk apa melakukan perbuatan yang nampaknya sia-sia ini. Sebagai manusia biasa tentu saja rasionalitas bekerja. Betapa seringkali keyakinan para kesatria ini dilecehkan bahkan menjadi olok-olokan. Bukan saja oleh musuh-musuh mereka. Bahkan oleh keluarga yang telah diberikan khabar gembira kepada merekapun tetap saja keadaannya. Betapa Kami terus menguatkan mereka dengan memberikan bukti-bukti.

Lihatlah,  bukti-bukti tersebut sudah ada dalam kitab al qur an, berupa kisah-kisah para nabi, yaitu bagaimanakah para nabi menyikapi segala hujatan dan cemooh kaumnya sendiri. Bahkan oleh anak dan istri mereka pula.   Semua sudah dipaparkan detail kisahnya. Manusia tinggal meyakini saja dan kemudian melakukan afirmasi. Pola-pola kesadaran sudah jabarkan dengan lugasnya kepada manusia dalam al qur an.  Kisah-kisah tersebut ada pada kitab-kitab terdahulu. Adalah kisah yang selalu menghantarkan pemikiran kita agar terus mengamati, bagaimanakah cara bekerjanya kesadaran atas manusia. 

Sayangnya manusia sering hanya menjadikan al qur an itu semisal dongengan saja. Menganggap bahwa kisah al qur an adalah berita tentang apa-apa yang dialami nenek dan kakek moyang mereka. Al qur an tidak ada hubungannya sama sekali dengan diri mereka. Al qur an bukan menyoal diri mereka. Inilah yang menjadi sebab manusia sulit memahami al qur an. Ketika kesadaran menganggap bahwa al qur an bukan menyoal diri mereka maka tanpa disadari kesadaran akan menganggap bahwa al qur an tidak penting. Sehingga Al qur an diletakan semisal dongengan orang-orang terdahul Sebagaimana di sinyalir ayat berikut ini.

“Orang-orang kafir itu berkata, “Al qur an ini tidak lain hanyalah 
dongengan orang-orang dahulu” (Al Anam, 26)

Maka kisah perjalanan spiritual ini adalah semisal dongengan orang-orang terdahulu. Kisah orang-orang yang mencoba menetapi keyakinan diri mereka atas sesuatu. Keyakinan yang menjadi tonggak kesadaran. Kesadaran ingat Allah. Kesadaran inilah yang akan mengawal kelahiran nusantara baru. Kesadaran yang terus saja dinafikan oleh manusianya sendiri. Bangsa ini tidak yakin atas kemampuan mereka sendiri. Namun Kesadaran inilah  yang akan terus diajarkan oleh Kami, agar manusia mengetahui siapakah hakekat Tuhan mereka dan siapakah hakekat bangsa ini sesungguhnya. Bangsa nusantara adalah bangsa yang besar. 

Dengan semangat itulah kisah ini digulirkan, dengan harapan kisah ini memberikan warna dan makna bagi sidang pembaca. Janganlah percaya dan janganlah meyakini apa yang dikisahkan disini. Kebenaran hanya datang dari Allah dan para utusanNya. Kisah ini hanyalah membawa pesan agar manusia kembali mau menetapi kitab-kitab mereka sendiri. Kisah ini buknalh untuk mengajarkan apalagi untuk diikuti. Kembalilah kepada kitab yang sudah diturunkan para nabi, sungguh di dalam kitab yangmereka yakini terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah. Inilah ajakan yang senantiasa digaungkan. Semoga Allah ridho. Amin

Mobil itu melaju dengan kecepatan 80 km/jam. Terlihat rintik hujan mulai turun. Menginjak kilometer 57 di tol Cipularang. Ribuan laron menabrak bagian depan moblinya. Serentak lelaki setengah baya yang mengemudikan mobil tersebut melambatkan laju mobilnya dan mengambil laju sebelah kiri. Angannya kemudian jauh mengembara. Dirinya diliputi gundah yang tak biasa. Bertanya mengapakah laron-laron tersebut terus saja berdatangan mengejar cahaya lampu-lampu jalan bahkan juga lampu mobilnya ini. Tidakkah mereka sadari bahwa cahaya lampu tersbut justru akan membunuh dirinya? Lelaki itu berdesah nelangsa. 

Entah berapa ribu laron yang sudah mati tertabrak oleh mobilnya ini, dia tidak dapat menghitungnya. Pandangan matanya tertuju kpeada lampu-lampu jalanan. Dia melihat masih ada jutaan laron yang terus berdatangan mengerubuti cahaya lampu jalanan sepanjang tol Cipularang. Jalanan menjadi gelap tertutup oleh jutaan laron tersebut. Penampakan yang tak biasa bagi pandangan lelaki tersebut. “Dari manakah datangnya ribuan laron tersebut” Diirnya bertanya dalam hati. Tiada ada peristiwa yang datang tanpa makna. Itulah keyakinannya. Neuron otaknya kemudian bekerja menjelajah alam semesta. 

Apakah maknanya jika dalam perjalanannya untuk suatu urusan ke Bandung (2/10) disambut para laron yang jumlahnya jutaan di sepanjang jalan. “Pertanda apakah ini? “ Kadang dirinya ingin menipis segala praduga. Tak wajar saja rahsanya jika semua kejadian kemudian dimaknainya. Sama saja dengan ‘gila’ namanya. Mungkin saja ini adalah kebetulan. Sebab peristiwa laron adalah peristiwa biasa saja. Peristiwa alam yang sering terjadi di dunia ini. Sama saja dengan peristiwa daun yang jatuh ke bumi. Biasa dan sangat normal saja. Maka akan habislah waktunya jika seluruh kejadian akan dimaknainya semua. Begitu kilah nafsunya. 

Yah, apakah gunanya dirinya memikirkan itu semua. Lelaki tersebut terdiam mengamati perbincangan di dalam hatinya tersebut. Kadang dirinya tersenyum sendiri menyaksikan debat terbuka di jiwanya, seakan sedang menonton acara debat di layar kaca. “Benarkah itu peristiwa biasa saja?” Lelaki tersebut balik bertanya. “Bukankah Newton mengamati apel jatuh kemudian melihat sisi ghaib dari sebuah apel yang jatuh, dan dalam perenungannya tersebut dirinya mampu menemukan hukum alam semesta?”

"Ghaib dan realitas adalah dua sisi mata uang yang sama." Lelaki tersebut mencoba bijak menengahi. Memang apel yang jatuh adalah peristiwa biasa saja. Berapa milyard apel yang jatuh di seluruh dunia. Namun bukan berarti peristiwa biasa itu tidak ada maknanya atau tidak ada hikmahnya.  Melalui pengamatan orang-orang yang berakal, kejadian  yang biasa saja, mampu merubah peradaban kesadaran manusia. Ingatlah,  apa yang dilakukan oleh Newton. Dia  telah menjelaskan kepada dunia bahwa yang ghaib itu adalah nyata. Newton mampu menjelaskan bahwa ada kekuatan luar biasa yang menggerakan apel sehingga tertarik dan jatuh. 

Sekali lagi dengan kalimat ini ingin disampaikan hikmahnya, bahwa seorang manusia bernama  Newton telah  mampu menjelaskan dengan logika  bahwa ada kekuatan dan ada daya di luar apel tersebut  yang memaksa terhadap apel sehingga apel tidak ada pilihan, sukarela atau terpaksa apel harus mengikuti daya tarik tersebut. Newton kemudian berhasil menyelesaikan persamaan daya tersebut yang kemudian dinamakan sebagai hukum ‘gravitasi’. Daya apa dan siapakah yang bekerja kepada apel tersebut? Maka kesadaran manusia beriman akanmelihat dari sisi yang jauh daripada hanya sekedar penjelasan rumus matematika saja. 

“Begitukah keadaannya?” lelaki tersebut berdesah sendiri. Pikirannya masih terus  melayang. Sementara mobilnya melaju dengan perlahan, kecepatannya tidak lebih dari 70 km/jam. “Apakah laron tersebut adalah sebuah pertanda?”  Dirinya mulai bertanya gelisah. Bagaimana tidak, meskipun realitasnya hanya  raganya yang sepertinya sedang menjalankan tugas ke Bandung, namun hakekatnya secara ruhani dirinya sedang diperjalankan Kami, menjalani laku spiritual tahapan berikutnya. Dirinya diminta menyampaiakan pesan alam. Menghantarkan paku bumi kepada team Bandung agar di tanamkan di daerah Jawa barat. Kepada team Bandung inilah segala harapan dan doa disematkan dari seluruh makhluk lintas dimensi.

Ya, paku pertama telah di tanam di daerah Cipaku, Bogor, paku kedua telah di tanamkan di kawasan Candi Boko daerah Klaten. Paku ketiga sedang dalam perjalanan ke kota Palu, Sulawesi. Dan Paku  keempat yang akan di tanamkan di Jawa Barat. Pusat peradaban nusantara baru berasal dari wilayah ini. Perang Baratayudha akan dimulai dari kota ini. Maka kepada para kesatria yang akan menanamkan Paku Bumi senantiasa di mohonkan ketulusan dan keikhlasan. Selalu mintalah petunjuk Allah.  Mohonlah perlindungan kepada Nya atas namaNya yang Maha Pengasih dan Penyayang Paku tersebut akan di tancapkan dengan kesadaran para nabi. Kesadaran nabi Ibrahim.

...

Realitas dan ghaib yang selalu beriringan, terus saja menghantarkan kesadaran. Kilasan seperti dinampakan dalam kesadaran lelaki setengah baya tersebut. Kerutan di dahinya semakin nampak, menambah kesan lebih tua dari umur yang sebenarnya. Yah, dialah Mas Thole yang sedang dalam perjalanan spiritualnya ke selatan. Batinnya seperti teriris iris. Bagaimana tidak, laron-laron selalu mencari cahaya yang dianggapnya akan mampu menolong diirnya. Cahaya lampu yang dianggapnya adalah cahaya yang akan menerangi jalannya. Begitu ‘gila’ keadaan mereka sehingga mereka tidak tahu bahwa cahaya lampu mobil yang dihampirinya akan menabrak mereka. Lampu mobil yang diangga mampu menolongnya ternyata justru mencelakakan diri mereka. Mereka telah mati sia-sia dalam rangka mencari cahaya. Bukankah akan begitu?

Mas Thole merinding membayangkan keadaan tersebut. Begitulah keadaan manusia dalam mencari cahayaNya. Semisal laron-laron yang mencari lampu. Dan Mas Thole pun sadar jika dirinya mungkin termasuk salah satu laron yang juga berebutan mencari cahaya Tuhan. Cahaya kebenaran yang dianggap mampu memberikan pencerahan bagi kesadarannya justru telah menyesatkan dan menghancurkan dirinya. Bagaimana tidak, dirinya bisa saja terjebak ke dalam pusaran arogansi spiritual. Dirinya merasa telah benar, telah mendapatkan cahaya Tuhan, telah merasa berspiritual. Merasa lebih suci, lebih pintar. Sehingga kemudian segala rahsa ke aku an menjadi ego spiritual yang pada gilirannya akan menghancurkan kesadarannya. Kesadaran ingat Allah yang tengah ditetapinya. Bukankah dia juga akan celaka? Astagfirulloh hal 'adziem. Sungguh demikian tipis jarak surga dan neraka ini.


Selewat Isya mobil yang membawa Mas Thole memasuki kota Bandung. Sedikit demi sedikit dirinya mampu menangkap pesan-pesan. Perjalanan spiritualnya ke Selatan adalah menyoal arogansi spiritual ini. Arogansi orang-orang berilmu yang merasa bahwa dengan ilmunya ini mereka mampu menyelamatkan dirinya dari neraka. Dengan arogansi Ilmu inilah mereka menghadap kepada Tuhannya. Mereka enggan menanggalkan ilmu-ilmu mereka saat berhadapan dengan Tuhan. Mereka sombong dnegan ilmu-ilmu mereka itu. Mereka senantiasa beranggapan bahwa dengan ilmu mereka itulah mereka mampu menuju kpeada Tuhan. Dengan ilmu yang mereka miliki itulah maka Tuhan akan menemui mereka. Begitulah anggapan keyakinan mereka. Anggapan yang terus saja diingatkan al qur an.

Cahaya kebenaran datang adalah kehendak Allah semata kepada siapapun manusia yang dikehendakiNya. Itulah berita al qur an. Allah memberikan hidayahNya kepada siapa yang dikehendaki. Bukan atas kemampuan spiritual orang tersebut, bukan atas kesaktian orang tersebut, bukan atas kekuasaan orang tersebut, bukan atas ketinggian ilmu orang tersebut, bukan pula atas jumlah kekayaan yang dimiliki orang tersebut. Bukan, sekali-kali bukan! Allah akan mendatangi hati-hati yang tulus dalam mengabdikan diri kepada jalan-jalanNya. Meskipun dia miskin, meskipun dia bodoh, meskipun dia tidak berilmu, meskipun dia seorang penjahat, meskipun..meskipun.. apapun itu sebutannya sekalipun. Allah lebih tahu isi hati manusia. Maka tidak pantaslah bagi manusia menyombongkan apa-apa yang dimilikinya itu. Sebab semua apa  yang dimiliki manusia atas ijinNya semata.


Cahaya lampu yang dianggapnya adalah cahaya kebenaran ternyata membunuh manusia itu sendiri. Apakah sama cahaya lampu dengan cahaya Tuhan? Bagaimana membedakannya, sebab hakekatnya cahaya lampu juga cahaya, dan sementara semua cahaya adalah berasal dari cahayaNya juga. Kalau begitu bukankah sama saja cahaya lampu dengan cahaya Tuhan? Jelaskanlah keadaanya jika bisa! Manusia sering dibingungkan dengan pemahaman ini saat sudah memasuki level kesadaran yang lebih tinggi. Saking bingungnya, akhirnya dengan sadar mereka  menggunakan cahaya lampu sebab dalam anggapannya cahaya lampu sama saja dengan cahaya Tuhannya. Mengapa? Ya, karena cahaya lampu lebih mudah ditemui. Cahaya lampu akan sesuai dengan anggapannya. Cahaya lampu akan mudah diatur-atur oleh manusia. 

Cahaya lampu itu sesuai dengan anggapan ilmunya maka dianggaplah cahaya lampu tersebut adalah cahaya Tuhan itu sendiri. Mengapa keadaannya jadi begitu? Ya, Cahaya Allah tidak mau diatur-atur oleh angannya. Cahaya Allah suci dari itu anggapan manusia. Cahaya Allah tidak bisa dipersepsikan. Maka manakala manusia menggunakan ilmunya untuk mengenali cahayaNya, sudah pasti manusia itu akan tertipu. Cahaya lampu akan disangka sebagai cahaya Allah. Hal yang menjadi sebab mengapa manusia semakin jauh dari cahayaNya, sebab manusia senantiasa menggunakan ilmu atau anggapan mereka dalam menegnali cahayaNya? CahayaNya adalah suci dalam persepsi.

Maka, mampukah para kesatria alam menetapi jalan-jalanNya? Sebab begitu pelik keadaannya ini? Semua manusia merasa telah menemukan cahayaNya. Namun sesungguhnya mereka itu ibarat laron-laron yang mengerumuni lampu. Itulah makna kejadian jutaan laron-laron yang menghambat laju Mas Thole ke Bandung. Makna penancapan paku bumi sesi kedua ini. Bedanya adalah jika dahulu perjalanan ke barat maka kali ini adalah perjalanan ke selatan. Maka setibanya di hotel. Mas Thole mengkhabarkan kepada rekannya bahwa  sebaiknya malam ini tidak usah bertemu dahulu. Dimensi ghaib tengah bergolak. 

Alam kesadaran tengah mencari titik baru. “Adakah kejadian di dunia itu hal biasa? Ataukah sebuah hikmah?” Sungguh, semua itu tergantung kepada pengamat nya saja. Dalam sebuah pertemuan singkat dengan team Bandung, diserahkanlah paku ke empat. Entah nanti akan ada kejadian apa atas mereka. Mas Thole hanya mampu berdoa. Sungguh tidaklah mudah perjalanan menancapkan paku. Walau  secara realitas tidak ada apa-apanya. Yah, hanya sebuah bambu kecil yang tiada arti. Namun jangalah di tanyakan bagaimanakah rahsanya. Jika saja  boleh meminta mati maka dia lebih baik  mati saja. Luar biasa sekali amuk rahsanya.  

Betapa tidak,  dalam ranah kesadaran banyak sekali kejadian yang akan mengharu birukan jiwa mereka. Menghancur luluh lantakan kesombongan mereka atas kepemilikan dunia.  Apa-apa yang dipunya tidak mampu menolong keresahan jiwa mereka. Dan mereka dipaksa untuk satu pemahamn bahwa  suka atau tidak suka mereka harus kembali kepadaNya. Memohon pertolonganNya. Berserah diri atas apa-apa yang terjadi di saat terkini. Sudah dikhabarkan bagaimana ujianmereka nanti. Ujian para kesatria dan juga para nabi. Resah jiwa keadaannya, dari seluruh dimensi seakan memburunya. Dari realitas juga sama saja. Tidak saja dari orang luar yang tiba-tiba berubah peringainya, namun dari orang dekat mereka juga sama saja. 

Lihatlah keadaannya nanti, bagaimana dunia ini menjadi aneh bagi mereka. Mereka akan merasa sendirian di alam mayapada ini.  Masalah-masalah kehidupan mendadak muncul dengan hebatnya. Yah, inilah keadaan perang kesadaran dikisahkan. Benar sekali, tiada pertolongan selain Allah. Semoga mereka pahami ini. 

Wolohualam..

BERSAMBUNG

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali