Jejak Pasir Waru


Hasil gambar untuk dewa yunani

“Letakkan jarimu pada setiap garis melingkar di sudut-sudut batuan yang berjeruji, di sana ada bongkahan energi, yang Kami simpan pada pedar batu tak berisi.”

Sesungguhnya batu itu bukan seperti batuan yang selama ini kalian lihat dengan mata sendiri, tetapi batuan yang berbentuk energi di tepi bagian selatan negeri. Di sana akan menemukannya sebagai hal yang berbeda, tetapi sama. Seumpama masih menjadi hal-hal yang ada tanpa melihat semuanya, itu bukan berada pada sisi khatulistiwa, tetapi berada pada sisi durjana yang akan membawa malapetaka bagi yang tak berkeyakinan kepada Yang Maha Kuasa.

Kenapa semua terjadi?

Dan akan dianggap sebagai berita besar dari semua rangkaian peristiwa di bumi. Bukan, itu bukanlah bagian dari an naba, karena itu suatu siklus badian dari bismi (ba sin dan mi) sehingga membentuk suatu tahapan yang mengedarkan Kami pada titik bismi dengan setiap perjalanannya seiring dengan kapilawastu, yang ada di negeri ini

Suatu saat nanti, ada yang menanyakan tentang bumi, katakanlah, semua sudah ada dlm Al Qur'an. Bila ingin mengetahui hikmah, maka buka pada setiap waktu dengan satu paduan yang menuju hakikat kehidupan.

 ...

Pasir Waru. Kemarahan Mas Thole mengendap beberapa hari, dan meledak kemarin ini. Rasa sakit di kepala seperti dimasuki uap panas menurupi seluruh urat syaraf dan juga kesadarannya. Marah yang terbawa terus diranah realitas. Menjadikan dirinya limbung. Di batas waktu yang tak tentu, kemanakah dia harsu melepas ini, memadamkan api yang tak terasa telah menjerumuskannya ke jurang kelam kesadaran. “Semua ada batas waktu...semua ada batas waktu..” Dia melenguh sambil terus memegang kepalanya. Lihat saja keadaannya meringkuk bagai udang yang terkena minyak penggorengan. Dibekap rasa sakit itu dia terbaring sepanjang hari. Keberadaannya di pasir Waru, dan Pasir Akid, untuk mengungkap misteri, hilangnya mahkota Pajajaran.

Sang surya bersinar pada saat melekat dengan energi bumi, cahayanya menjadi penerang pada kedua belah pihak dengan sumbu yang bervariasi. Pelajaran dan pengajaran diterimanya dengan gugup. Dia bukanlah siapa-siapa, hanya anak manusia biasa yang sering kali khilaf dan alpa kemudian melakukan dosa. Apakah dosa yang dibuatnya akan diampuniNya? Hingga putus asa dirinya mempertanyakan mengapa, kesalahan selalu saja mengikuti dalam setiap langkahnya sebagai manusia. Tergagap dirinya menuliskannya disini dalam sebuah harap, dia mengerti apa-apa yang dituliskannya sendiri.

Rangkaian sebuah pengajaran dari Kami yag terus saja mengikuti dalam setiap perjalananya mengarungi dan membuka misteri demi misteri di bumi pertiwi ini. Alam terus saja dengan tariannya yang menyayat hati. Mas Thole  terus saja dalam diamnya sendiri. Mencoba memaknai satu demi satu perjalanannya kini. Perjalanan yang menempuh jalur pantai selatan menuju utara, dimulai dari Cadas Pangeran, Kawali, meluncur terus ke kabuyutan yang dikisahkan sebagai dengan  legenda Lutung Kasarung, disana Mas Thole bertemu dengan sepasang lutung yang menjadi penanda.

Perjalanannya masih diteruskan ke Karang Paningal, tidak sampai disitu saja. Hari berikutnya dia menyambangi Tegal Boelet, tempat dimana Sang Prabu Silihwangi memerintahkan rakyatnya untuk memecahkan diri. Kisah demi kisah ditelusurinya. Perjalanan 4 hari dan tiga malam dilalui dengan gegap hati yang terus membayangi. Pengalaman spiritual yang terus saja dialami, pertemuan dengan tokoh-tokoh yang menjadi legenda tanah Pasundan. Sebuah pengalaman yang sulit dicarikan logikanya. Salah satu rekannya saat menyambangi Kawali, mendadak tangannya harum sekali. Harum yang terus saja mengikuti. Berkali kali tangannya diciumi, nyaris tidak percaya sendiri, jika ini terjadi. Menjadi keanehan bagi diirnya sendiri, yang baru saja ikut dalam perjalanan spiritual. Apakah itu sebuah ilusi. Rasanya tidak bagi yag mengalaminya sendiri.

Berita dan kisah perjalan ini akan terus diberitakan, meskipun orang malas mendengar, meskipun orang sudah menafikan keberadaannya dan enggan membacanya. Ini adalah berita besar. Inilah sebuah pengajaran. Berita yang terus ditanyakan oleh umat manusia. Berita besar (An-Naba'):6 – “Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?,” Mim, ha, dan dal, pada akhir ayat, dengan terjemahan hamparan, adalah sebuah perpaduan antara, mim, sebagai makhluk2 ciptaan Tuhan, berada pada ha dan dal, semuanya telah mendapatkan sistem atau petunjuk dalam menjalankan kehidupannya.

Ha dan dal, gabungan antara  keinginan dan alasan, seperti udara dan proses terjadinya. Ha dan dal, satu paket bentukan dengan arti petunjuk. Maka, ketika ada mim, menunjukkan bahwa semua makhluk pada dasarnya sudah diberi ketentuan dan syarat perjalanannya. Jika memandang sesuatu sebagai bagian yang tak tertera, maka itu bukan balasan atas hal-hal yang terjadi dengan kesungguhan

Memperjalankan di waktu malam (Al-'Isrā'):7 – “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.”

Sesungguhnya, bumi berada pada bagian buana, yang menjadikan manusia berada di ar dhi (alif, ra mati, dhad, dan iya)

Pencipta (Fāţir):1 – “Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Kabut (Ad-Dukhān):7 – “Tuhan Yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, jika kamu adalah orang yang meyakini.”

Suatu hal yang menjadi lupa akan diri, adalah ketika sang penyaksi dan bersaksi hadir dalam bentuk jatidiri, mereka seperti penyaksi, padahal itu bagian dari diri. Apa yang menjadi keadaan jiwa seseorang menjadi ada, tanpa binasa pun, mereka yang bertanya dengan hati nurani, akan mengetahui sejatinya diri, seutuhnya jiwa, dan hakikatnya ruh Yang Maha Kuasa

Benarkah semua berada pada rintisan yang menjadi hal berbeda dengan semua keadaan,
Keluarga Luqman:7 – “Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih.”

Amati dan perhatikanlah rangkaian ayat: 5 4 6 9 8 3 1

Sajdah (As-Sajdah):4 – “Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari pada-Nya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”

Semua berada pada pijakan yang sudah ditetapkan. Jangan pernah mengupas kulit dengan sebuah cemeti, tapi lihat dan bukalah dengan hati. Bila semua yang terjadi itu karena sesuatu yang membuat semua berada pada satu keadaan yang menyangkut harga diri, maka semua akan lenyap dalam sekejap. Ketika ada yang bertanya tentang urat nadi, maka lihatlah titik yang ada di sebelah kiri, di sana denyitnya akan terasa.

Bukan hal yang mudah menjadi pribadi yang diridhai, tetapi bukan hal yanh sulit menjadi pribadi yang mengingkari.

Setidaknya berada pada garis yang menuju sebuah perjalanan, maka harus membuka dengan titah ilahi rabbi.

Ada kala hanya untuk memuaskan diri, bukan untuk mencapai suatu pijakan di sisi bumi.
Seutas tali yang ada, akan membinasakan pada setiap nyawa, maka setiap raga yang berada pada ketenggelaman rasa, raihlah dengan cinta.

"Temui dia, maka katakan dengan cinta, bahwa masa itu ada."

Masa/Waktu (Al-`Aşr):1 – “Demi masa.”
Masa/Waktu (Al-`Aşr):2 – “Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,”
Masa/Waktu (Al-`Aşr):3 – “kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”

Tahukah bahwa yang datang adalah “Astrajingga Jayapurba Caraka Data,” dari Paduan Prakarsa Wangsa Kerta?

Seumpama hal yang menjadi pelita padam seketika, maka lihatlah sekitar dengan seksama, karena padamnya pelita bukan berarti berakhirnya segala.

Kelakuan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan, bukan menuju pada titik sidratul muntaha. Jaraknya akan semakin membesar, ibarat bumi dengan langit kahyangan.
Tindakan yang sembarangan, akan menistakan kekuatan yang mengedepankan pada kekuasaan

Sudah sepantasnya berada pada kikis yang menuju bagian tak terperi pada setiap keadaan.
Jamgan pernah menjadi pengingkaran, pada keadaan yang akan membawamu pada suatu kenistaan

Letaknya berada pada hati, maka detaknya pada niat akan terpatri menjadi suatu hal yang terjadi dan terbukti

Sungguh, betapa dekat rasa niscaya pada keadaan yang berbeda. Bukan tentang dunia, tetapi tentang keadaan yang berfatamorgana.

Jurangnya sudah dekat, dan akan menjadi masuk ke sana kalau tidak waspada.

Sekali lagi, letaknya dalam hati. Bila pengingkaran terjadi, bukan keadaan yang terjadi, tetapi suatu patri akan tertutup dengan satu ketupan hati.

Selain menjadi bagian yang memang mendera, itu akan membahayakan semua yang ada di sekitar, seperti sebuah keadaan yang menjadi penyulut pada suatu keutuhan.

Jangan pernah bertindak dengan emosi.

Letakkan semua dengan hati.

Ingat, janji Tuhan itu pasti!

Siapa yang mengingkari, maka keadaannya akan menerima seperti yang dikehendaki.
Jangan merasa jumawa atau merasa tau diri, padahal semua berada pada kerikil duri yang akan menjadi bagian perjalanan ini. Sungguh kejam keadaan yang menyatakan aku ada padahal tiada, itu bukan hanya dalam keadaan tanpa kira, tetapi mengusung kejumawaan rasa.

Jangan pernah mengira semua ada, tetapi berada pada satu keadaan yang berbeda. Maka, lihat dengan seksama, dimana letak singgasana dan arca manusia.

Di sana ada satu bentuk yang menyerupai sebuah stupa, maka perhatikan itu sebagai wadah dari keadaan suatu peristiwa.

Jangan mengira semua akan mudah dan mendekat dengan hanya berkata, semua ada dengan pernyataan pada setiap keadaan yang melakukan hal berbeda. Itu bukan bagian dari alam semesta, ataupun manusia yg menjadi khalifah di muka bumi. Letakkan hati pada satu posisi, posisi yang tak terganti dengan kenestapaan atau keegoisan diru, satu hati yang hanya memegang janji ilahi. Ingatlah perjanjian itu, setiap Kami menjadi saksi, dan penyaksi dari setiap janji yang terikrar sebelum semua terjadi.

Asyhadu ala ilaha ilallah, wa asyhadu anna muhammadarrasulullah.

Jangan pernah ingkar janji. Itu bukti dari seorang yang berjanji.

Bukan sanksi yang didapat sebagai pengingkaran, tetapi itu sebuah energi yang membalikkan dari sebuah janji. Setiap janji ada energi, maka jangan coba2 ingkar janji, karena energi akan berbalik pada diri.

Suatu bakti tak perlu untuk mendominasi, lihatlah dengan seksama pada diri. Rangkaiannya telah tersusun dalam alif lam mim.

Lihat dan amati, maka mim akan mewujudkan menjadi iya, yakin.

Yang tak tertinggal dalam hal2 yg memang bukan untuk dipermasalahkan letakkan pada pindasi yang telah ditetapkan.

Yā-Sīn:8 – “Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu dileher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka tertengadah.”

Yā-Sīn:9 – “Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.”

Yā-Sīn:10 – “Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman.”

Yā-Sīn:11 – “Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihatnya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.”

Bersungguh2lah dalam menerima pesan dan menjalankannya.

Bukan hanya menerima, tetapi melaksanakan dengan sepenuh hati.

Takdir yang akan mengikuti, bila kesungguhan sudah di dalam hati.

Jangan pernah lelah mendengar nasehat, dan senantiasa memohon hidayah dalam setiap gerak dan langkah perjalanan.

Ketika Kami menyadari, tugas tak akan ditepati, maka Kami ganti dengan hal yang sudah menjadi perjalanan Kami.

Bukan hanya soal perjalanan dan kehidupan, ada hal-hal yang mencerminkan akan suatu keadaan.

Lihatlah, peristiwa yang terjadi bukan karena Kami, tetapi ulah sendiri.

Bukan Kami tidak ingin disalahkan, tetapi kepekaan dalam setiap keadaan, menjadi dasar dari insan

Sesuatu yang terjadi, maka terjadilah, ada ataupun tanpa kami.

Karena semua atas kehendak ilahi rabbi.

Sekali lagi, jangan menyia-nyiakan diri menjadi merasa tinggi, karena rendah dan tinggi bukan kadar untuk mengukur hati.

Selalu saja ada hal-hal yang tak terperi, menjadi bagian atau bukan, itu sama sekali bukan urusan Kami.

Kami hanya menjalankan pesan sesuai dengan kehendak ilahi rabbi.

Semua berada pada nisti pangastuti neda rabi ingsun medal sari jati

...
Aku dalam makar
Menangis
Merebah tembikar
Kusut sebab berjajar
Dada terbakar
Saat gelisah
Penatku adalah waktu
Dan dukaku adalah sembilu
..
Yang memahami
Saat hati ini  terenjam
Menghujat melekatnya rahsa
Dalam kepahitan
Kesempitan dan kesedihan
Tak berpihak
..
Masih aku tak mengerti
Datangkanlah kesedihan
dan senang..
wahai pualam

...
“Letakkan jarimu pada setiap garis melingkar di sudut-sudut batuan yang berjeruji, di sana ada bongkahan energi, yang Kami simpan pada pedar batu tak berisi.”

“Sudah, sudah kulakukan itu,” Ucap Mas Thole membisiki, sambil terus melipat perutnya ke dada. Menahan gemuruh di kepala yang nyaris meledakannya.


Bersambung

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali