Turunnya Orang-orang Singoshari - Palagan (1)


Hasil gambar untuk ranggawuni dan singosari
“Aku hanyalah selembar kertas, yang kemudian akan habis kau tulisi. Pada sisi muka dan sisi belakang. Hadirku bersama masa lalu dan malam yang panjang. Dalam kisaran waktu, dalam penantian yang terbuang”.

“Ranggawuni...!”

Bibir itu terkatup, membisik lirih. Dalam hitungan seperkian detik. Blaaam. Kesadaran raganya menghablur. Sosok dara cantik jelita berdiri dihadapannya. Berpakaian layaknya ratu di jaman dahulu kala. Wajahnya nampak menyimpan duka yang amat dalam. Parasnya sangat cantik, anggun dan sangat halus tutur sapanya.

“Mengapakah harus terulang lagi..”

Tatapan nanar sepanjang kehadiran, kemasgulan  panjang,  tertahan disudut nafas. Sepertinya sosok dara itu getun sekali. Seperti tengah menyesali apa-apa yang terjadi. Mungkin dalam benaknya peristiwa di masa ini tidaklah perlu terulang kembali. Siapakah Rangawuni? Jika sosok tersebut adalah anak keturunan Ken Arok, sejarah mencatatnya sebagai sosok raja, bukanlah ratu sebagaimana tampilan sekarang ini. Menurut Pararaton, nama asli Wisnuwardhana adalah Ranggawuni putra Anusapati putra Tunggul Ametung. Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Mereka memerintah secara bersama-sama. Wishnuwardhana menjadi raja dan Nara Singhamurti sebagai ratu angabhaya. Pemerintahan Ranggawuni membawa ketenteraman dan kesejahteran rakyat Singasari.

Mengapakah tokoh tersebut hadir di masa kini. Pertanyaan terus menggelayuti sanubari. Setelah lama para leluhur tidak hadir. Kini Ranggawuni menorehkan lembaran baru pada kisah spiritual Mas Thole.  Masih teringat bagaimana pesan Kami di awal mula perjalanan kemarin ini.

“Jejak leluhur itu tidak perlu ditafsirkan dg berbagai penafsiran, masa lalu, bukan masa sekarang. Peredaran masalah yang menjadi semua berada pada setiap peristiwa. Jangan pernah melihat pada suatu peristiwa hitam atau putih, begitu pula abu-abu. Karena semua berada pada pagar kehidupan, hidup dan hidup... hargailah hidupmu yang sekarang, masa lalu biar menjadi peristiwa yang selalu menjadi pelajaran”.

Semua terjadi setelah perjalanan Mas Thole dan mamang ke hutan Alas Purwo, Banyuwangi, tempat dimana masa kecil Ken Arok di asuh oleh para dahyang. Perjalanan yang hampir saja merenggut nyawa Mamang. Sesaat lepas ladas dari hutan alas purwo kepalanya seakan-akan mau meledak. Hal yang sama dialami Mas Thole. Ritual mereka di alas purwo demi berdirinya tongak kesadaran telah memancing datangnya para demit dan perewangan. Peristiwa mistis melingkupi Banyuwangi, awan bergulung-gulung menggiriskan sekali. Awan cumulus nimbus bergerak menuju alas purwo tempat dimana akan dilakukan prosesi. Awan membawa hujan yang nyaris memporak porandakan acara yang akan diselenggarakan oleh Mas Thole dan kawan-kawan disana. Dalam mata batinya Mas Thole dapat melihat para ghaib yang menuju alas purwo. Meerka bersiap menanti kehadiran Mas Thole dan Mamang dalam sebuah labuh pati.

...

“Mestinya tidak begini...! “

Pekikan diam menggugah sanubari, memecah kesunyian hati pada waktu dini hari. Berjalan diantara riuhnya ombak dan sepinya pegunungan. Memasuki alam-alam kesadaran yang semakin melangut tak bertepian. “Inikah mati didalam hidup.” Ujarnya tak mengerti. Mendekati segala yang dienggani dan melepaskan yang dia cintai. Menanti dalam diam yang tak terpahami. Bukankah kalau tak lahir maka   tak hidup. Kalau tak hidup apakah ada yang perlu dirasakan lagi? Bukankah kalau tak hidup tak akan mengalami bagaimana rahsanya kematian? Heeh, semua  dalam bimbangnya sendiri.

Adakah yang pernahkah merahsakan mati?
Adakah yang sanggup merahsakan mati?
Kalau begitu cobalah rasakan sendiri!
Agar mengerti..
Seperti apa itu mati!
Janganlah bergumam sendiri dan merasa mengerti.
Sudahilah sedu sedan itu
Dan...


Apakah mati itu nikmat, sehingga orang yang mati tidak mau kembali ke dunia ini? Ugh..Jikalau mati lebih baik daripada hidup itu, bukankah semuanya menjadi lebih mudah?  Kalau begitu, apakah kematian patu kita nantikan?, ataukah (apakah) harapan atas hidup yang patut kita dambakan?

“Aku bukan personifikasi alam mayapada, aku juga bukan identititas diri dari segumpal keinginan.”

Sosok dara yang menyebut dirinya Ranggawuni terus bercerita, membawa nestapa anak manusia yang melintasi waktu dan peradaban. Betapa dirinya tengah mengulang kembali kejadian yang sama sebagaiaman saat dirinya menjadi ratu disana di sebuah kerajaan yang bernama Singoshari. Entah mengapa sosok Ranggawuni yang dikenal dalam sejarah adalah sosok laki-laki, faktanya adalah seorang wanita. Sosok yang hadir disini adalah wanita. Apakah ada yang salah dalam pemaknaan dan dalam membaca? Entahlah, fakta nya sosok yang bernama anggawuni adalah wanita. Mas Thole meyakini ini. Ranggawuni adalah seorang wanita. Ini menjadi sebab mengapa pada saat memerintah kerajaan dirinya di dampingi Mahesa Cempaka anak dari Mahesa Wong Teleng.

...

“Kerajaan itu, kerajaan yang selalu kalian cari, itu sebetulnya tidak jauh dari sini, letaknya hanya seujung kuku jari, maka kemanapun langkah kaki, bukan mendekati, tetapi menjauh, kecuali berada dalam hati sanubari. Jika suatu waktu ada yang nyaru, maafkanlah ia sebagai temanmu, karena itu bagian dari pengajaran bagimu. Sekuat apa pun strategi orang-orang itu, bila keyakinanmu pada-Ku, maka itu bukan menjadi penghalang dalam setiap langkahmu. Jangan jadikan itu halangan atau batu sandungan, karena niatmu karena Allah, maka Allah yang akan melindungi setiap langkah dan helaan nafasmu.”

Suatu perumpamaan yang ada, bila sang waktu tiada, itu atas kehendak Yang Maha Kuasa.
Bila sang waktu ada, dan merajai setiap insan dan semesta penghuninya, ingatlah bahwa dia hanya ciptaan Sang Maha Kuasa.

Wal 'ashri


Bersambung...



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali