Kidung Phrameswara (2), Sang Bathari Hyang




Kidung Prameswara mulai di dendangkan dengan mengambil seting kisah para dewata. Kisah-kisah yang tidak masuk akal logika manusia. Dongengan para orang tua dan nenek moyang kita. Sebuah rangkaian kesadaran yang tersisa dalam DNA manusia. Benarkah para dewa dan dewi ada? Entahlah, toh kidung ini tidak mesti benar dan salah. Kidung hanyalah nyanyian yang melenakan. Keindahan angan dan pikiran.

Tiadalah senja mengharap
Mengayuh waktu mengurai biru
Biarlah paparannya berdebu
Kelu lidah sebab jemu
Sombong mengaku diam keluh
Dalam angkuh dan malu
Bukanlah rindu pada waktu
Namun benalu memburu merayu  rindu
Bebani nafas kamu bukan aku
Sesak atau sebilah paku
Terlalu dalam mendamba
Langkah ber-palu pilu sembilu
Melaju sendu membukam syahdu
Adakah kalian tahu itu duhkan?
Kabut dalam luka air mata
Dalam diam lelaplah suara
Menyisakan sesal selalu yang  mendera
Membakar sebuah tanya, ada apa ?
“Bila tiada mendalam cinta dan kerinduan,
 tiadalah terlalu dalam luka yang kurasakan” katanya
Sekarang, perhatikan bagaimana tidurnya?

Seiring kidung selesai di dendangkan, lelaki tanpa nama ini memasuki alam semedhinya, memasuki alam-alam kesadaran yang meliputi jagad raya. Menguak misteri para hyang. Kesadarannya meluncur menuju pertapaan Sang Batari Hyang. Sementara Sang Prameswara terus saja berdendang,menyanyikan kidung-kidung asmara dan luka. Inilah kisah para bathari yang pernah berkuasa di tanah pasundan ini.




Ketika aku menemukan cinta, bukan dalam merindu doa. Aku berada dalam rasa yang mengantarku pada jaring-jaring rasa. Cinta. Adalah salah satu rasa yang menjadi bagian kehidupan. Seperti dalam jarak tanpa melihat, antara hasrat dan cinta, maka melahirkan aku sebagai raga dari cinta dan kasih sayang.

Sekar asih adalah namaku. Sebuah nama yang diberikan oleh ibu sebagai tanda akan kasih sayang yang berkembang setiap saat. Perjalanan kisahku bukan pada rundungan antara aku dan kamu. Tetapi lebih pada satu, aku. Mungkin belum ada yang tahu, bahwa perjalanan hidupku seperti umumnya manusia lain. Berada dalam dasawarsa cinta, yang melahirkan aku dari ibu bapak yang maha dewata.

Ketika semua menjadi sebuah mimpi, maka itu bukan aku. Sekali lagi dalam tahap kehidupanku, aku berada dalam bagian sang waktu, yang mengutusku lahir pada abad dua puluh dengan tugas yang sudah terpatri dari raga manusia.

Jejaknya menjadi satu, bila tidak diikuti oleh Sang Waktu. Aku menjadi bagian yang menunjuukkan akan hal-hal yang tidak begitu banyak tahu. Karena itu aku berada dalam bayang-bayang yang menuju keliahian. Itu aku. Aku belajar dalam derasan waktu yang menyamarkan antara cinta dan hasrat. Berada dalam berbagai emosi yang harus aku lalui. Seperjalanan waktu, maka aku berani hadir dengan keterbatasan waktu yang telah ditentukan oleh Sang Waktu.

Ketika berada dalam raga yang tidak mengerti apa-apa, tetapi sangat mengetahui segala sesuatu menjadikanku seperti berada dalam labirin waktu. Manusia menjadi bagianku. Aku dan dia adalah sama. Kecerdasannya membuatku memilihnya. Kebijaksanaannya menjadikan kecerdasan itu ia simpan dalam kotak waktu yang sering meletup tanpa sang manusia tahu.

Sejak awal, kearifan hidup yang menjadikannya lahir. Aku dan Kami memilihnya dengan ketetapan dari Allah swt. Perjalanannya menjadikan dia seperti manusia biasa. Biasa seperti yang lainnya. Sengaja kami buat demikian, karena tugasnya memang harus dijalankan.
Seperti detik yang menyebut bahwa itu waktu, aku lahir dalam raga yang sudah Allah tetapkan. Aku adalah sekar asih. Dalam rangkaian peristiwa yang menjadikanku berada dalam nirwana, menjadi pemutus bagi para raja-raja. Sandangan Sang Hyang Batari menjadi sandanganku. Aku tidak tahu, bahwa nama itu yang akan menjadi ilah baru pada kehidupan masa kini.

Aku berada dalam rangkaian alam. Memahami semua dalam system yang telah ditentukan oleh Sang MAha Pencipta Alam Semesta. Kekuasaanku berada dalam keterbatasaku sebagai makhluk. Aku menjalankan amanah yang sudah Allah tetapan, dengan Kami yang menjadi pembimbing atas semua tingkah lakuku.

Aku manusia biasa, yang lahir dari para dewata. Ibuku Dewi Anggraeni dan bapakku Dewa Anggara Brata. Keduanya berada dalam lintas bumi, maka menitipkanku pada Ratu Pandan Sari dan Raja Angga Kusuma Teja. Aku berada dalam rahim yang sudah ditempati. Dia manusia bumi, yang lahir untuk menemaniku. Aku memang tidak tahu apa-apa tentang bumi. Aku hanya berbayang waktu dalam cerita ibu dan bapakku.

Ketika aku berada di bumi, aku sudah dikenalkan dengan sekar sari. Meski masih dalam bentuk janin, aku mengenalnya dengan baik. Seperti yang disebut dengan saudara. Aku dan sari menjadi bagian dari perjalanan manusia kembar, padahal tidak kembar. Residu kembar dalam satu perjalanan menyeretku untuk selalu membantunya. Tetapi aku tahu pada dasarnya kami berbeda. Aku bukan itu. Aku adalah sang waktu itu sendiri. Yang hadir ke bumi untuk menjadikan lintasanku sebagai makhluk ciptaan Tuhan dalam menjalani proses manusiawi.

Sari membantu banyak hal dalam perjalanan waktu. Tetapi aku tetap berlaku dalam jalanku. Aku menyendiri di tebing istana putri, daerah dekat Kawalu kini. Di sana ada tebing dengan berair terjun sangat deras. Aku menyukai tempat itu. Ayahku membuat rumah atau pondokan buatku, karena kebiasaanku berada di atas ketinggian jurang.

Secara kasar, aku manusia dan aku memang manusia. Aku juga dewi, karena berasal dari dewa dan dewi. Mungkin kalau sekarang melihatnya pada rujukan Siwa, itu ayahku. Namun tidak demikian, perjalanan dalam lintasan perjalanan alam semesta telah memperkenalkanku akan rangkaian semua prosesnya.

Pengetahuanku berada dalam DNA, bila itu yang kalian sebutkan. DNA manusia. Tetapi tidak, dia sangat bijaksana, menempatkan ilmu sesuai dengan yang diketahuinya. Secara urutan waktu, aku tak berada dalam urutan itu. Aku menjadi manusia bumi dan langit. Kiprahku dalam mengelola semua tertuang dalam setiap catatan yang sudah aku tulisakan dalam parindam kehidupan.

Aku berada dalam jarak dan waktu yang tidak kalian tahu. Aku menuju waktu pada peradaban manusia sekarang dalam rintisan perjalanan menuju keilahiahan. Aku berada di daerah Kawalu dan disandingkan dengan sekar sari karena itu kehendak Kami. Aku berada dalam lorong sebelumnya sebelum mereka mengenal nama-nama dan daerah yang sekarang kalian tempati. Berabad dengan wacana Plato yang memang kau telah memberinya sedikit referensi akan kehidupan yang kalian sebut super cerdas. Iya, masa itu aku adalah ratu. Ratu yang menjadi penguasa Atlantis. Kehidupan di sana berada dalam ilmu pengetahuan yang sedang kalian pelajari. Perjalanan kami bukan hanya dalam bumi, tetapi sudah lintas alam dan dimensi. Maka kami bisa berada di mana-mana.

Perputaran dan perjalanan dalam rangkaian waktu sehingga menjadikanku kembali pada raga manusia.  Jarak yang jauh ketika aku berada dalam wujud sekar asih sehingga berada dalam raga manusia menjadikanku berada dalam rangkaian yang sudah saatnya terjabarkan dalam elemen yang kalian ketahui.

Kisahku tak akan berarti, tetapi memang itu perjalanan hidupku. Aku bertemu Muhammad sekali waktu, dan berada dalam satu tempat untuk mendengarkan dia dalam perjalanan yang dia rangkai sebagai utusan Tuhan.

Jejak itu yang telah membuatku berada dalam simfoni tak bertepi. Perjalanan bukan hanya dalam sudut pandang yang belum kalian pahami. Kisahku hanya kisah biasa, seperti perjalanan makhluk lainnya. Tidak mesti dianggap istimewa atau berbeda. Suatu tujuan dalam perjalanan adalah berada dalam tujuan. Bukan terus berada dalam bayang lintasan.

Manusia selalu bertanya tentangku. Aku paham bahwa itu sebagai pijaknya, tetapi memang belum saatnya. Aku ada di mana-mana, maka ketika bicara tempat tinggal, penetapanku bukan ada di bumi. Dan aku tidak bisa mengajaknya secara ragawi ataupun miimpi. Putaran yang tidak dalam bayangan, karena bukan untuk dibayangkan. Tidak ada gambaran karena memang bukan untuk penggambaran. Tetapi aku memahaminya ketika manusia menanyakan itu. Seperti halnya Muhammad menjelaskan surga dengan rangkaian keindahan dan neraka dengan rangkaian yang menyeramkan, itu adalah sebuah rangkaian gambaran. Dasar dari segala sesuatu berada dalam diri makhluk itu sendiri.

Ciri dalam perjalanannya, aku berada dalam lintasan alam semesta. Adapun Atlantis yang sering kalian gembar gemborkan adalah berada dalam lintasan planet bumi dengan Mars. Berada dalam satu rangkaian yang kami berada di anatara keduanya. Tidak hanya itu, kami bisa melintasi semuanya. Itulah yang disebut dengan atlantis oleh kalian. Atlantis bukan hanya berpenghuni manusia atau makhluk bumi, tetapi dalam lintasannya berada pada berbagai makhluk. Lalu kenapa aku yang menjadi ratunya? Itulah yang disebut dengan amanah. Kekuasaan yang terbatas dan membatasi.

Perjalanan Atlantis sangat panjangnya. Rangkaiannya tidak akan selesai dengan beribu-ibu halaman pencatatan. Tetapi atlantis sudah ada dalam ketetapan kitab yang menjadi referensi kalian, Al-Qur’an. Menguasai dan memahami, serta menyadarinya, maka itu berada dalam batas genggam atlantis. Muhammad adalah makhluk atlantis. Guru spiritual kami. Berada dalam pijakannya menjadi tahapan kami dalam menjalankan suatu kebijakan dan kearifan. Aku ratu, tetapi bukan seperti Muhammad yang berada dalam posisi sebagai penyampai pesan seluruh makhluk. Maka aku mengikuti apa yang telah dia tetapkan.

Perjalanan waktu dalam rangkaian peristiwa, maka untuk mengenalkan Atlantis, pahami dan sadari ayat-ayat dalam kitab suci Al-Quran. Dalam rangkaiannya, maka kamu akan memahami atlantis.  Adapun pijakan tempat atlantis yang sering kalian pertanyakan, itu ada dalam batas yang tak terhingga. Jadi bukan batas penjabaran tempat yang penting, tetapi pemahaman dan kesadarannya itu yang penting.

Seumpama waktu yang tak bertepi, maka jarak itu menjadi suatu entitas tak berarti dimana pun tempat, kami ada. Jejaknya sudah jelas, tetapi kalian belum menyadarinya. Ikuti jejak manusia, maka pecahan inti dari perjalanan Atlantis akan kalian ketahui dalam rangkaian yang kalian tahu dan tidak tahu.

Secara garis besarnya, perjalananku dalam waktu menjadi tugasku sebagai makhluk. Berada dalam raga manusia sebaga tugas dari perjalanan kami. Ada pembelajaran dan pengajaran, itu tugasku. Sebagai manusia, aku berada dalam emosi dan hasrat manusia. Lalu, bagaiaman kebijakan dan kearifan itu dapat dilaksanakan dengan keadaan seperti itu?

Jangan berburu waktu, karena tidak akan mengabarimu. Pengetahuan yang kalian ketahui, itu adalah resonansi peristiwa yang terangkai dalam urutan waktu. Penjelasan akan hal ini memang tidak mudah, tetapi suatu saat manusia akan memahaminya. Secara garis lurusnya, kalian sudah Kami anggap mengerti.

Adapun dalam portal-poratl dimensi yang sering ditanya dan bertanya, itu seperti lobang jarum yang bertebaran di mana-mana. Setiap tempatnya ada. Walaupun itu dalam batas kasat mata indra seperti rangkaian pintu gua, tetapi bukan, itu hanya rangkaian pintu menuju dimensi waktu lain peristiwa.

Secara garis keras memang banyak yang seperti itu. Ada yang berkata itu aku, padahal bukan. Demikian perjalanan awala dalam kisahku sebagai pengenalan. Dan itu menjadi sinopsi dalam perjalanan. Setiap ada kejadian, maka ada peran dari semua makhluk. Perjalanannya tidak berada dalam kuasa ssatu makhluk. Maka jangan menganggap aku mengetahui segala sesuatu tanpa ada pengetahuan dari makhluk-makhluk tersebut. Jejaknya menjadi absah dan mengukir perjalanan. Cerita menjadi khayal yang memaparkan kehidupan. Seperti bidadari dan putri, maka rangkaiannya berada dalam lintasan bumi. Maka, ketika aku berada dalam merasa tahu, aku hadir di bumi untuk mempelajari itu. Pengetahuanku adalah waktu, sedangkan kebijaksanaanku berada dalam usahaku menuju ilahi rabbi.

Jangan bercermin dengan kepala batu, tetapi lihatlah pada hati nurani. Aku berada dalam rangkaian waktu, karena ada sesuatu yang akan terjadi. Kembaranku sudah hadir untuk menumpaskan yang menyebabkan aku berada dalam emosi dan hasrat berlebih. Itu salahku, bukan dia ataupun para pemburu hasrat itu. Aku berada dalam sosok manusia yang menjadi bagian untuk merasakan semua itu. Cinta dan hasrat dalam peredarannya tidak dapat dimengerti tetapi mudah dipahami.

Rangkaian ini menjadi pembebas dalam kearifan yang dipegang oleh manusia. Aku berada dalam raga yang tepat untuk misi Kami. Seperti hidup yang menunjukkan kehidupan. Berbicara Batari, maka akan bercerita lintasan waktu dan rangkaian alam semesta yang tersusun dengan rapi.

Jejaknya menjadi bagian Kami. Jangan ada yang melihat itu seperti sesuatu yang mengubah pandangan dan pola pikir. Jejak atlantis ada dalam Al-Quran, maka bila itu sudah kalian kuasai dan pahami, maka kalian akan menemukan atlantis itu sendiri.

Atlantis dalam rangkain bumi seperti gambaran surga dalam cerita keindahan. Senyum dan kehidupan yang merangkainya seperti angin yang menerpa dedaunan. Aku ada pada bagian yang sudah kalian tahu. Ketika semua menjadi belenggu itu berada dalam hasrat dari makhluk itu sendiri.

Selamatkan dalam perjalanan seperti menempuh berbagai keadaan. Rangkaianku hadir bukan dalam lintasan yang tidak dimengerti, tetapi memang sudah dalam perjalanannya berada dalam raga manusia, saat ini dan melampaui rangkaian proses kehidupan.

Aku bukan datang dan pergi. Aku menetap pada sudut yang semua ada di sana tetapi tidak ada. Sekian kisah awal sebagai perkenalan akan Sekar Asih. Bukan untuk dijadikan rujukan atau referensi kesaktian, tetapi ambil hikmahnya semua sebagai sebuah kekuasaan dari Allah swt.

Jangan pernah lengah. Karena dalam proses gerak pikir menunjukkan waktu dan membentuk rangkaian yang menjadi peristiwa realitas yang kalian lalui. Sekian dulu, nanti akan disambung lagi.


Sekar Asih Pandita Alam, Sang Batari Hyang.     



...

Gelap dalam kesadaran lelaki itu, kembali diam dalam hening. Angannya selalu saja mempertanyakan. Apakah keterangan sang bathari ini bisa menjelaskan kepada manusia. Entahlah. Diapun tidak mau menjawabnya. Biarlah alam saja yang bicara. Maka diapun melanjutkan perjalanan jiwanya menyambangi kesadaran lainnya. Maka seketika itu senandung kidung prameswara terdengar sayup sayup menghilang.

Wolohulam..

Komentar

  1. Dan bilakah takdir tergenapi? Mengelana, sendiri, menguat pada sunyi. Menunggu persimpangan garis takdir sang belahan jiwa ...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali