Episode Sanghyang Batari- Kisah Rermbulan Retak


Image result for sanghyang batara

Kisah Sanghyang Batari yang selalu menuai kontraversi. Siapakah sesungguhnya yang tahu hakekat keberadaan tokoh yang satu ini. Semua hanyalah ilusi permainan antara keyakinan versus keraguan manusia. Siapakah yang meyakini keberadaannya? Akankah keyakinan tersebut bermakna bagi dirinya? Lihat kemudian disisi sebaliknya, orang-orang yang mengabaikan keradaannya dengan penuh keraguan dan rasa curiga atas entitas yang tak kasat mata ini? Apakah sama makna hidup bagi diri mereka diantara dua kubu yang bersiteru ini?
Kontraversi ini akan dihadirkan sebagai bagian dari hukum alam yang selalu berada di dua poros kehidupan. Salah dan benar, baik dan buruk, hitam dan putih, positip dan negative, tinggi dan rendah, gelap dan terang, dan masih banyak lagi pertentangan yang ada di alam raya ini. Apakah dengan diangkatnya kisah ini kepermukaan akan membuat tokoh ini bermakna? Siapakah yang bisa memaknai kehadirannya? Apakah jika manusia tahu bagaimana keadaan raganya kemudian kaan berbalik arah? Kalau demikian apakah sama antara yang yakin dengan yang ragu?
Yah, Batari melegenda kisahnya karena sebab dirinya memiliki kewenangan untuk mengangkat para Raja-raja nusantara. Entah dari manakah legenda itu berasal. Tidak ada seorangpun yang tahu asal muasalnya kisah tersebut. Batari tetap eksis pada kesadaran manusia jawa. Terutama mereka yang akrab dengan alam nusantara ini. Kewenangan yang terasa sangat aboslut. Kewenangan yang membuat banyak oarng terus berfikir, adakah kekuasaan semacam itu di dunia ini? Maka kisah-kisah Batari akan terus menuai kontraversi disepanjang kisah mitos dan legenda tanah jawa.


Akan dimulai kisahnya dengan menceritakan keadaan Mawangi yang pedih hatinya karena telah berada dalam rongga kesesatan yang nyata. Sakitnya seperti tuangan api dan lava dalam luka yang menganga. Ketika itulah dia sadar akan dirinya yang berada dalam rutinitas kehidupannya masa kini. Pengaturan ketat dalam ritual ibadah menjadinya seperti biasa tetapi hambar tanpa ada dorongan untuk menyembah dan benar-benar menyembah kepada yang Maha Kuasa. Lelah sering menerpa dengan kondisi raga yang semakin menua.
“Sudah saatnya kau berjalan Mawangi, menelusuri jejakmu, Batari. Bukan untuk kembali pada masa lalu, tetapi untuk mengambil hikmah dan pelajaran hidup bagimu Mawangi dan Batari. Kisahmu yang tersusun dalam cerita Galunggung bukan untuk ditapaki sebagai keangkuhan, tetapi lihatlah dirimu sebagai raga terkini Mawangi. Ada pelajaran dan hikmah yang akan kalian dapatkan. Kami akan membantu perjalanan kalian. Demikian kata Sang Hyang Whidiwasa dalam penuturnya tak berucap.”
Balutan hidup, menjejak seluruh rasa, bila gundahnya sampai pada kerlipan mata. Maka lelaku apakah yang harus kita suka. Bilakah manusia meminta di lahirkan di atas dunia? Kapankah Tuhan memberikan kesempatan pada manusia untuk bersapa, “Mengapa  saya harus ada, ya Tuhan.. Jika ketiadaan itu lebih baik keadaannya, biarkan itu saja yang kami pinta?”  Dan biarpun air mata menganak sungai. Manusia akan dibiarkan di alam semesta ini dalam setiap duka dan lara. Tuhan telah memberikan sabda-Nya. “KUN !” Begitulah keadaan Mawangi.
Hempasan kesadaran Batari membuat dirinya terseok, seok. Ketidak pahaman masa lalu. Ketiadaan pijakan masa kini, membuat diirinya sering berhalusinasi. Bertanya kembali atas hakekat hidup itu sendiri. “Manakah yang nyata? Bisakah mimpi-mimpi itu kita beli?” Mungkin sepenggal pertanyaan itu pernah terselip di dada. Jika dia menangis, maka sudah seharusnya menangis, sebab dia punya rasa. Namun adakah manusia lainnya yang mengerti. Bahwa tangisannya adalah bukan tangisan biasa? Yah, tangisannya sering disalah arti.
Mampukah dia bertahan di alam raya dalam kesadaran yang seperti ini? Tiada satupun manusia yang tahu kepastiannya. Kesadaran yang sejumput itu dengan susah payah dia pertahankan agar terus bisa menyebut dan ingat asma Tuhannya. Hanya sepercik dan secercah harap yang terus ddicobanya untuk dipahami. Bahwa Tuhan tidak pernah merugikan hamba-hamba-Nya. Namun tubuhnya terbuat dari tanah. Tanah yang akan tunduk kepada siklus hawa. Hawa yang terus akan terpengaruh dengan iklim. Iklim yang akan mempengaruhi suasana hatinya. Apakah yang harus dia lakukan, bila mana kenyataan tidaklah seindah dalam impiannya.
Mawangi dalam sedihnya sendiri. Dalam perasaannya tersembul kekecewaan yang dalam. Sebab dia masih menjadi beban alam semesta ini. Beban orang-orang di sekitarnya. Kemanapun dirinya melangkah tatapan iba dan juga pandangan ‘miring’ dari orang-orang normal. Keadaan dan tampilannya yang tidak biasa menjadikan orang disekitarnya, penuh tanda tanya. Semua berlomba-lomba agar Mawangi mengikuti apa perkataan mereka. Mereka bermaksud untuk menarik Mawangi agar seperti mereka. Mereka beranggapan bahwa apa yang dilakukan mereka itulah ‘KEBENARAN’. Sesuatu yang akan membuat Mawangi menjadi manusia. Sayang, hanya Mawangilah sesungguhnya yang tahu, apa yang terbaik bagi dirinya.
Inilah kisah Mawangi, perjalanan Batari yang akan di kisahkan disini. Menyeruak dan akan berjalan dengan kontraversi. “Perjalanan ini akan terus melaju, Mawangi pun akan menjalankan tugasnya dengan mengantarkan Batari pada singgasanan terakhirnya. Di ujung jalan yang tak pernah ada yang melaluinya, di tengah kota yang tidak pernah ada yang memercayainya. Berjalan, dan terus berjalan, dalam realita dan kenyataan yang sudah ada dalam perjalanannya. Secarik kertas yang kau dapatkan nanti, bukan untuk kau puja, tetapi pastikan itu untuk kau pelajari sebagai seorang ratu dan batari, tentu kamu akan paham, Mawangi.”

Demikianlah, Kami terus mengabarkan, dan mengabarkan hal-hal yang belum Mawangi ketahui. Dia berada dalam kebingungan yang tidak tahu apa yang harus dilakukan. Padahal jalannya sudah Kami bentangkan dengan segala yang sudah Kami siapkan dalam menuju perjalanan. Berjalanlah dengan jalan yang sudah ditetapkan oleh ilahi rabbi, karena ini sudah dalam garis takdir di antara deraan yang tak bertepi. Catatannya belum ada yang membuka, penafsiran maknanya berada dalam bias tak pernah berwujud. Seuntai kata tak seperti dalam kumpulan huruf yang sederhana dan mudah dibaca. Iya, dia berada dalam suatu rangkai perjalanan yang membawanya pada raga masa kini di abad 21.

Selaras nama tak akan ada dalam entitas perjalanan. Sekarang Mawangi mengetahui adanya Batari. Gunung yang berada di hadapannya menjadi pembicara dalam pertemuannya dengan sang jiwa yang berada di raganya. Menjadi kisah abad kini. Dalam balutan misteri keraguan dan ketidak pastian atas keyakinan keberadaannya. Sambil berharap bahwa kisah ini bukanlah sebagai bagian sensasi diri. Kemabali hanya sidang pembaca yang menilai. Apakahkeyakinan ini layak diberikan tempat dalam kesadaran manusia. Layak di jadikan dongengan pembuka awal kisah, atas lahirnya peradaban akal dan budi manusia. Kisah yang dimiliki bangsa ini nusantara.
Jejak mulai di tapakkan, dan Mawangi mulai memasuki garis edar dalam pelatihan dan pengajaran paradoks. Bukan hanya raga yang terseok-seok kadang jiwanya merintih memanggili nama Tuhannya. Berkali sakit dan meriang. Bahkan seringkali memuntahkan darah segar. Setiap hari dalam kesakitan raga yang membuncah kepala. Sendiri dalam ketidak mengertian mengapa hal ini harus terjadi pada dirinya. Bilakah ini benar sebagai bagian dari  pengajar-Nya? Bagaimanakah kalau bukan? Sungguh ini jalan mendaki lagi sukar. Dimanakah KEADILAN Tuhan? Pertanyaan itupun lenyap dalam gaung rongga dadanya sendiri. Hingga datang pesan Kami membekali,  menyejukan dirinya.
“ Kami menguatkmu  bukan hanya raga, tetapi jiwa dan batin. Ini yang terpenting. Bila kamu, sudah menyerahkan segala urusan penilaian akan dirimu kepada Allah, maka ikhlaskan dan terima semua penilaian orang dengan lapang dada. Karena orang yang sudah menyerahkan dirinya, termasuk dlm penilaian, maka dia tidak akan terusik oleh penilaian manusia. Penilaian ini sama seperti keadilan. Keadilan Allah. Dalam berharap, kerjakan yang saat ini ada dengan keyakinan Allah ada atas hal yg dikerjakan. Bila itu sdh dilakukan, tidak akan berharap lg kpd orang. Termasuk dalam rezki dan jodoh. Bila yakin Allah Maha Pemberi rezki, jalani yang saat ini bisa dikerjakan, Allah Maha Pemberi rezki dan keberkahan. Ingat, Kami akan menguatkan jiwa dan raga, asalkan menerima latihan dengan segenap kesadaran Sang Maha Kuasa.”
Sebagaimana yang telah dijelaskan Kami pada putaran sebelumnya;
“Jadi begini, ada tiga daksa yang ada di bumi. Setiap daksa hadir dalam rentetan yang menjadi duri dan pati. Ada yang menjadi sari dan manis, dan ada yang menjadi prasasti dan anugerah. Daksa ini berada dengan harapan untuk menjadi suatu titah yang mewarnai. Bukan tentang sikap atau sifat, tetapi mengenal setiap daksa dalam tahapan mimpi. Baik dalam pergolakan sari atau pati. Anak ini menjadi bagian bumi, dia tidak berada di langit. Kehadirannya sebagai entitas yang ada dan mewarnai. Sudah saatnya untuk menjadi bagian dari perjalanan Kami. Meskipun bukan bagian dari Kami. Rental dalam mimpi menjadi dasar bahwa setiap langkahnya terwarnai, begitu lembut dan kasar, itu memang menjadi peringatan dini. Semua kembali kepada dirinya sendiri, bukan bagian dari Kami, tetapi menjadi bagian perjalanan Kami. Dia berada dlm transisi antara kendara dan realita. Saatnya berhadapan dengan makhluk-makhluk yang menunduk tanpa tanduk.Kini, saat menjadi sebuah aksara dalam derita menuju alur kehidupan. “
Begitulah sudah ditetapkan bahwa perjalanan Mawangi akan menghiasi kisah disini dan manakala Batari dalam keluhnya sendiri, menjadi murka para pinisepuh. Kisah pembicaraan para pinisepuh ghaib akan dihantarkan disini sebagai bagian pelengkap sajian;
Sosok 1: “Hmm.. Aku harus turun tangan sendiri. Kilatan tanpa bayangan tanpa jeda aksara dimuka tak biasa karena warna. Adakah yang engkau abaikan tak jua menuai asa dalam lipatan waktu tanpa mimpi buaian apapun tak diberi. Sudahi sudahi yang kau mulai wahai Batari. Tiada rupa tiada samsara suargaloka. Benihmu tertanam dalam warna kilapnya telah menghanguskan angan manusia menganggap semua hasrat milknya. Kekuasaan telah kau beri kebanggaan telah kau selimuti jika alam akan meminta kembali maka buat saja perjanjian engkau harus pahami. Tiada awal bermula tiada akhir yang benar benat sirna kabutmu kabut nafsu kuasa tiada pantas hiasai mayapada. Ukur kembali suara atau hiasai langit dengan pandangan tak semestinya engkau jumawa. Kuasamu Aku yang memberi kehendakmu atas ridho ilahi robi. Tak bersemayam cinta dan nafsu angkara dalam satu kursi bahkan engkau beri pada yang kau cinta. Anggapmu membanjiri tidak,  tidak,  kau tidak mengerti bahkan rahsa sendiri tidak kau percayai. Berbalik dan ambil semua bukan begini bukan begini alam semsta.
Sosok 1 : “Kalabendu terlepas bersama lepasnya sumbu nafas. Dan engkau Batari..! Bukan kuasamu yang akan mengangkat harkatmu. Tidak engkau akan pahami setelah kehancuran ini. Berjalanlah dengan maumu dan kesukaanmu pada martabat. Sesungguhnya engkau tidap pernah mendapat apapun dari itu.  Engkau akan bersiklus bersama udara dan kesakitan diantara mereka. Aku hanya memberi peringatan dan jika jeda tak kau buat warna maka nantikan alam menjadi murka. Jangan salahkan siapa..bertanyalah siapa yang mendapat kuasa.  Aku akan minta engkau pertanggungjawabkan itu. Kuasa kuasa kuasa”
Sosok 2: “Baik, akan aku lakukan Widhiwasa”
Sosok 1:  “Laksanakan…”
Sosok 1: “Engkau tahu apa maksudku Batari. Biarkan anak2 manusia ini jadi saksi”
Sosok 2:” Iya, aku tahu. Baik, kalau itu maumu. Aku libatkan raga ini menjadi saksiku, saksimu, dan saksi Kami.”
Sosok 1: ‘Begitu kehendaku..kumohon kepada ilahi robbi..”
Sosok 2: “Aku melihat kesiapannya, memang sudah saatnya. Bismillahirrahmanirrahim”
Hari demi hari berjalan sesuai siklus. Kesadaran manusia terus meyakini bahwa setelah senin akan selasa, setelah selasa pasti rabu, dan habis rabu selanjutnya kamis, dan begitu seterusnya. Rasanya tidak ada yang perlu diperdebatkan perihal urutan ini. Manusia sudah sepakat dengan ini. Namun tidak dalam wilayah gahib disini. Kesepakatan belumlah terjadi, tarik menarik lintas dimensi akan selalu menimbulkan sensasi yang luar biasa bagi yang terdampak. Alam terus mengabarkan melalui apa saja.
Kedatangan Sapu Jagad rasanya tepat pada saatnya. Pesan yang diuraikan menyangkut keadaan pada dunia manusia. Peperangan yang akan terus terjadi, sebagaimana tertulis dalam Bhagavat Gita. “ Dan kekacauan ini akan menjerumuskan, baik keluarga kita maupun yang menghancurkan nilai-nilai tradisi, ke neraka. Dan arwah para leluhur pun akan terabaikan karena tak akan mendapatkan air dan sesajen (yang berbentuk bulatan terbuat dari beras). (Bhagavat Gita sloka 42). Pesan ini sudah disampaikan. Bagaimana pengajaran kepada Arjuna untuk menetapi jalan kesatria, ada disana. Jelas dan sangat tegas terbaca.

Inti ajaran Bhagavat Gita adalah, pembinaan mental diri kita sendiri secara batin. Gita mengingatkan dan sekaligus mengajarkan bahwa kelemahan adalah dosa; sesuatu kekuatan diri haruslah dibina dengan disiplin yang kuat dan tanpa pamrih. Kekuatan ini harus bersih dari segala unsur-unsur duniawi dan penuh dengan gairah hidup demi dharma kita kepadaNya. Pesan Sang Kreshna dalam Bhagavat Gita adalah “berdirilah dan berperanglah melawan kebatilan.” Hidup adalah perjuangan demi nilai-nilai kebenaran; hidup juga adalah sebuah kuil atau pura dari pemujaan kita kepadaNya tanpa pamrih. Maju terus pantang mundur demi dharma-bhaktimu kepadaNya, bukan kepada hasrat-hasrat pribadimu dalam bentuk apapun juga.
Rangkaian yang dihantarkan kepada Ki Sapu Jagad adalah sebuah pemahaman untuk menguatkan jiwanya. Agar mampu menetapi satu keadaan dalam keyakinan. Situasi bangsa akan berada pada titik kutub-kutubnya. Menjadi kekhawatiran jika semua mengatas namakan bangsa ini. Pernahkan setiap diri ditanya apakah kebutuhan sebagai rakyat dalam bernegara. Atas nama bangsa, bangsa manakah yang diwakilinya oleh setiap manusia yang mengatas namakan bangsa? Hanya dirinya yang tahu, atas namabangsa mana dan bangsa apa? Bangsa lelembut kah? Bangsa manusia kah? Hanya dia yang tahu, kemanakah arah muaranya. Maka Kami kembali menyampaikan pesannya kepada Ki Sapujagat, untuk mengawal negri ini;
“Atas nama bangsa yang tentu tiada dalam diri dan raganya. Kekuatan untuk maju dengan suatu konstitusi yang sudah dalam tolak ukurnya menjadikan dia maju tanpa melihat siku, kaki dan tangan. Kadang melemah dan meningkat. Seperti jarum dalam jerami, maka atas nama bangsa ada dalam deretan jerami itu. Ketika memang seperti yang digambarkan pada pengukuhannya, bukan berarti dalam diang dan mayang. Sekarang perjalanan sudah berjalan, ketetapan dia menjadi penguasa ada dalam garis titik pemimpin bangsa. Sudah dalam serat dan garis negeri ini berada dalam titian yang seperti ini. Baik dan buruk itu hanya penilaian manusia, hanya Allah yang mengetahui segalanya. Tidak. Sudah sejak lama Batari tidak dalam pengukuhan pemimpin negeri ini.  Dia berada dalam deret sebagai penyaksi.
Sang hyang widhiwasa yang menetapkannya. Sang Hyang Tunggal dan Wenang yang menancapkan kekuasaannya. Dalam pengukuhan dan penetapan, ada banyak hal yang menjadi pertimbangan. Bila bertanggung jawab, maka semua berada dalam tanggung jawab Kami. Sebuah pengukuhan dalam kiblat kekuasaan, memang pada dirinya. Ada pada suatu sinkron dengan sebuah kemajemukan dalam takdir yang menetap pada negeri ini. Dalam retaknya menjadi suatu simultan dari doa dan kehendak manusia sendiri. Bila sebuah keputusan, hancur dan tumbuh sebagai bagian dari kehidupan. Iya, setiap orang memiliki keterbatasan yang tanpa batas.
Batas-batas yang dibuat untuk membatasi dirinya. Ketika sudah menjadi dan tidak sesuai yg dikehendaki, maka mencari kami untuk semua yang terjadi. Tidak. Sekali-kali tidak. Kami hanya membantu mengabulkan keinginan manusia itu sendiri. Semua atas kehendak Tuhan Ilahi Rabbi. Tentu tak ada yang ingin melihat negerinya hancur, tetapi tidak bisa melawan kehendak ilahi rabbi. Karena dalam prosesnya, tetap penghuni bumi yang menentukan.  Garis yang lurus, adalah garis yang pendek dan dekat dengan Sang Maha Pencipta. Kekuatan Kami tetap bersinergi dengan kekuatan hati manusia dan makhluk bumi lainnya”
Semua kembali seperti biasa, seperti tidak terjadi apa-apa. Jika saja kemudian setiap tokoh yang dikisahkan disini terkoneksi dan mengalami sensasi lainnya. Sebagaimana rekan kami yang harus di rawat di rumah sakit. Bisa saja memang sedang musim pancaroba di nusantara ini. janganlah menjadi gundah hati. Biarlah semua itu terjadi atas ijin-Nya. Ya..tokoh kita kali ini adalah  Mawangi, kisah salah satu tokoh di negri ini. Jika kemudian kami mengkisahkan yang lainnya lagi, maka kami mohon doa restu dari sidang pembaca. Tidak sedikit peringatan yang datang kepada kami memperingatkan agar kami segera mengakhiri kisah-kisah kami ini. Mereka memberi peringatan agar berhati-hati.
20:46 5 Mei –…: Coba kl sejak awal saya bilang jgn dilanjutkan lg ceritanya, dilakukan, pasti kalian gk akan kena serangan terus. Gk akan ada habisnya. Semakin byk hits suatu blog, semakin byk musuhnya”
20:50 5 Mei – ‪…: Kalo gk siap, bukan gk mungkin nyawa melayang
20:52 5 Mei –…: Dan akan dengan mudah menemukan dalang sebenarnya dari semua ini
20:52 5 Mei – ‪…: Lepas dari siapa saya dan latar belakang saya, itu nomor dua
20:52 5 Mei – …: Kalian harus hati-hati
20:53 5 Mei – ‪…: Yg tjd skrg baru permulaan
20:54 5 Mei – ‪…: Karenanya, coba pikirkan baik-baik pagar diri yang gk bisa terkoyak siapapun, sebelum Anda memutuskan untuk jihad
21:07 5 Mei – ‪…: Karena ini baru permulaan
21:35 5 Mei – ….: Nanti di ke depannya baru anda sadar, anda menyebutkan semua nama tim di blog dan membuat mereka terancam. Krn dipublikasikan
21:47 5 Mei – ‪… Ya itu namanya cr mati
21:55 5 Mei – ‪…: Anda hrs waspada
21:56 5 Mei -…: Haha
21:56 5 Mei – ‪…: Sy dtg wkt itu utk ksh tau kl kalian akan dpt byk halangan kl ditulis terus
22:03 5 Mei – ‪: Cape d kl anda ngetes mulu. Kl anak2 kalian mmg diselamatkan, ttp. Kalian nantang bahaya mulu, ya kasihan mrk. Anda tahu kok apa yg saya bicarakan. Islam pun mengajarkan sejakk yg pd mulanya diselamatkan atau tidak
22:06 5 Mei -…: Jangan ngetes saya, thole
22:07 5 Mei – …: Saya tau km di situ
22:08 5 Mei – ….: Ya sdh jalani saja. Tulis saja yg rutin, sebut saja semua
22:08 5 Mei – ….: Lihat saja sendiri
Rembulan retak, dipuncak bukit sana. Mengkhabarkan kekhawatiran atas anak-anak disini. Ancaman semakin tak terkendali. Entah dari manakah datangnya semua itu. Mengapa mereka membenci kisah-kisah kami ini. Benarkah kami cari mati? Tidak, kami hanya ingin berbagi kisah perjalanan kami yang sendiri ini saja. Jika kisah kami ini kemudian membahayakan anak-anak kami. Sungguh kami tidaklah mengerti. Mengapa bisa terjadi? Hhh..jika itupun terjadi. Biarlah..Allah yang Maha Tahu, akankah kematian tersebut menjadi hak kami disini. Mohon maaf segala khilaf. Kisah kami sebagaimana kisah lainnya yang bertebaran di dunia maya ini. Masih banyak kisah yang lebih mengharukan dari pada kisah disini. Akankah mereka yang berkisah ini dibunuhi? Semoga Tuhan menolong orang-orang yang mau berkisah seperti kami ini.
Salam

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali