Sang Guru Bumi (5) ; Euphoria Kesatria Piningit
Adakah manusia yang mampu menetapi
lakunya di bumi ini? Adakah yang manusia yang ikhlas dan ridho menetapi
takdirnya sendiri? Banyak tanya meratapi diri saat mana (jika) kemudian
kehidupannya setelah menjalani laku spiritual ini ~ tidaklah sebagaimana yang mereka
ingini.
Begitu keadaan para pelaku disini. Mereka yang disebut kesatria satu
demi satu jatuh berdentam dimakan alibinya sendiri. Kemudian berbalik
kebelakang saat harapannya semakin jauh di awang-awang. Kenyataan tidaklah
sebagaimana yang diyakini. Sehingga satu per satu para kesatria undur diri dan bahkan
berbalik memusuhi padahal mereka telah banyak
mendapat petunjuk.
Sang Guru Bumi memahami kesulitan
ini, tidak sedikit manusia yang terbawa euphoria kebangkitan nusantara baru,
bahkan mereka sangat yakin akan adanya Kesatria Piningit. Keyakinan yang dengan
mudah disusupi setan, sehingga mereka memandang perbuatan buruk mereka sebagai
perbuatan baik. Mereka meyakini dengan membuta, tidak berdasarkan pengetahuan
yang haq. Sehingga keadaan mereka tertipu oleh pandangan mereka itu. Sehingga
manakala ada seseorang yang mengaku sebagai Kesatria
Piningit mereka tunduk dan patuh begitu saja. Mereka serahkan harta benda
mereka kepada tokoh yang mengaku aku ini.
Sama halnya kejadian ~ berita kemunculan nabi-nabi
palsu dalam sejarah peradaban anak manusia. Para nabi palsu ini muncul seiring dengan euphoria manusia
menetapi jalan-jalan para spiritualis. Euphopria ini menjadi tren dan mewabah
menjangkiti umat manusia yang berkeinginan untuk menjadi baik melalui jalan para nabi. Permintaan atas keinginan ini tentu
saja disambut oleh setan-setan. Sehingga keinginan ini menjadi lahan bisnis yang menarik. Para setan dan golongannya ini kemudian
membuat serupa, meniru-niru para nabi. Mulai dari atribut sampai kepada
ajaran-ajarannya ini. Sulit bagi manusia biasa mampu membedakan yang manakah
nabi palsu. Semua kemasan hampir serupa.
Pola kejadian tersebut sama dengan
tren kemunculan Kesatria Piningit di alam kesadaran di Nusantara ini.
Kemunculan Kesatria ini sedemikian luar biasa. Mereka kadang memiliki kemampuan
supra natural yang luar biasa. Kemampuan ini mampu mengecoh nalar sehat manusia. Sehingga sulit bagi manusia biasa dapat
membedakan manakah Kesatria Piningit atau bukan. Sebagaimana kaum terdahulu
sulit membedakan mana nabi palsu utusan para setan dan manakah nabi yang asli utusan Tuhan.
Demikianlah kenyataan di alam
kesadaran bangsa ini. Kehadiran kesatria ini yang sangat dinantikan oleh
masyarakat Indonesia. Telah melahirkan keinginan yang besar. Kebutuhan akan
Kesatria Piningit ini menjadi ladang setan untuk menyesatkan manusia. Betapa
tidak pandangan mereka telah dibutakan oleh harapan dan keinginan bangkitnya
nusantara baru. Sehingga manakala ada seorang manusia yang mengaku Kesatria
Piningit dengan mudahnya mereka percayai. Setan telah menyesatkan sebagian besar anak manusia, melalui anggapan dan prasangkaan manusia itu sendiri.
Demikian peliknya alam kesadaran,
sehingga Sang Guru Bumi hanya bisa mengelus dada dengan masgul. Jangankan
manusia yang awam. Para kesatria yang sudah mendapatkan petunjuk saja sampai
terkecoh menyerahkan harta benda mereka. Banyak diantara para kesatria yang
tertipu oleh orang yang mengaku Kesatria Piningit ini. Mereka yang tertipu ini
kemudian mendapatklan siksa yang pedih. Sebab mereka telah mengikuti
langkah-langkah setan. Kehilangan harta dan kehilangan keyakinan atas
Kesatria Piningit ini membuat mereka kemudian kehilangan akal sehat.
Sebagaimana berita Al qur an mereka
kemudian melolong kesakitan. Bukan karena sebab hartanya saja yang habis namun
harapan mereka juga pupus. Begitulah keadaan para kesatria yang mengandalkan
kepada selain Allah. Demikian mudahnya setan membolak balikan pandangan mereka
itu. Cacing dikira kucing. Pecundang disangka Pahlawan. Orang terpingit
disangka Kesatria Piningit. Hingga Nusantara dilanda krisis kesadaran. Mulai dari para
pejabat istana hingga sampai rakyat jelata. Tidak ada lagi yang mampu mencegah
alam yang mulai bergejolak. Gunung dan tanah mulai bergerak, angin dan hujan mulai berteriak.
Sang Guru Bumi hanya mampu melihat
dan menyaksikan rangkaian kejadian demi kejadian bagaimana manusia-manusia suatu saat nanti bagai laron-laron berterbangan yang dihantam angin topan. Mereka tercerai
berai tidak tentu arah. Nusantara memasuki alam kegelapan. Alam dimana
manusia-manusianya tidak memiliki keyakinan kepada Tuhan. Mereka mengenal Tuhan
namun mereka tidak menyakini bahwa Tuhan itu maha kuasa. Jika ditanyakan kepada
mereka siapakah yang menciptakan bumi, mereka akan menjawab “Allah”. Namun mengapa
mereka bisa tertipu oleh setan? Mereka dengan mudahnya tertipu oleh penampilan
Kesatria Piningit? Hhhh....
Yah..karena sebab bahwa sesungguhnya mereka itu tidak
mengenali Tuhan mereka, sehingga mereka tidak akan mampu mengenali sosok
Kesatria Piningit itu sendiri. Sebab pada diri sang Kesatria Piningit ini ada
jejak-jejak para nabi. Sebagaimana mereka mengenali
diri mereka sendiri. Namun sesungguhnya mereka tidak mengenali diri mereka sendiri. Oleh karenanya mereka tidak mampu mengenali sang kesatria ini. Demikianlah
rangkaiannya. Maka Kami kemudian mengingatkan keadaan ini.
Coba saja katakanlah kepada mereka
itu, “Katakanlah: “Kepunyaan siapakah
bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?”” (QS. 23:84)
“Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah”. Katakanlah: “Maka apakah kamu
tidak ingat?”” (QS. 23:85)
Kemudian katakanlah sekali lagi, “Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang
tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang besar?”” (QS. 23:86)
“Mereka akan menjawab: “kepunyaan
Allah”. Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertaqwa?”” (QS. 23:87)
Sekali lagi ajukanlah pertanyaan
dengan mengatakan ini, “Katakanlah: “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan
atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat
dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?”” (QS. 23:88)
“Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah”. Katakanlah: “(Kalau demikian),
maka dari jalan manakah kamu ditipu?”” (QS. 23:89)
Lihatlah nanti apa yang mereka katakan itu. Apakah ada kalimat jawaban mereka yang salah? Tidak! Mereka menjawab dengan benar. Namun kenyataannya adalah mengapa mereka bisa tertipu oleh setan? Tertipu oleh kehadiran Kesatria Piningit yang palsu! Bahkan mereka tunduk dan mengabdi kepadanya! Lihat bagaimana perkataan Kami. Sebenarnya mereka telah diberikan petunjuk yang benar. Kebenaran telah dibawakan kepada mereka. Namun kenyataannya ~ sesungguhnya mereka telah berdusta dengan jawaban-jawaban yang mereka berikan itu. Mereka menjawab dan mengatakan hanya sekedar untuk terlihat bahwa mereka beriman kepada Allah. Mereka mengatakan hanya dibibir saja. Sesungguhnya mereka telah berdusta dengan jawaban yang mereka katakan sendiri. 'Tuhan berada pada buih lisan, tanpa tahu Tuhan itu sendiri.'
“Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka, dan sesungguhnya
mereka benar-benar orang-orang yang berdusta.” (QS. 23:90)
Kami telah membawa kebenaran kepada
mereka itu (para kesatria), namun mengapakah mereka dapat tertipu oleh Kesatria
Piningit palsu? Kalau demikian bukankah mereka telah berdusta atas nama Allah?
Demikianlah cara Kami menguji keimanan mereka itu. Mereka akan kehilangan harta
benda dan juga ketakutan atas kehidupan ini. Setelah datang ujian dari Kami,
maka akan terbukalah bahwa sesungguhnya selama ini tiada keimanan pada diri
mereka kepada Allah. Mereka sesungguhnya berdusta, yang mereka ikuti hanyalah
hawa nafsu mereka itu sendiri yang diatas namakan kepada Allah. Demikianlah keadaan melalui ujian dan cobaan ini satu demi satu
para kesatria akan berguguran di makan realitas kehidupan ini.
Demikian Sang Guru Bumi mengkhabarkan
agar manusia janganlah bersedih atas kehilangan kawan atau sahabat.
Sesungguhnya Allah maha tahu isi hati. Maka sungguh beruntung orang-orang yang mau membersihkan hatinya.
+++
Serangkaian kejadian demi kejadian
yang tak mampu mereka terima menjadikan para kesatria mendeking kesakitan. Para
kesatria tersungkur menghadapi kenyataan yang tidak sebagaimana didalam angan
angan mereka itu. Bukan Nusantara Baru yang terwujud sebagaimana dalam bayangan
mereka. Namun justru tidak sedikit harta
dan benda mereka hilang dalam menetapi jalan-jalan ini. Bukan hanya sebab salah
mereka saja, namun demikianlah Kami akan senantiasa menguji dengan ujian
kehilangan harta, ketakutan dan juga ujian-ujian lainnya.
Laku mereka (para kesatria) yang menetapi
jalan-jalan Kami dihadapkan kepada realitas kehidupan sehari-hari. Kehilangan
harta menjadi palu godam yang memalingkan mereka dari jalan-jalan Kami. Kehidupan
alam materi yang menjadi rutinitas sehari-hari memaksa mereka menjauhkan diri
dari kehidupan spiritualitas yang sebelumnya menjadi pilihan mereka sendiri.
Mereka bertanya sebab apa kehilangan itu menjadi sebuah kenyataan hidup yang
menyakitkan sekali?
Sang Guru Bumi kemudian bertanya, “Seperti apakah wujud kenyataan? Jika yang diharapkan hanyalah kehidupan dunia saja? Manakah yang lebih nyata apakah kehidupan akherat ataukah kehidupan dunia? Yang manakah kenyataan diantara dua kehidupan tersebut? Sekali lagi mengapa kamu bisa tertipu?”
Apakah yang manusia yakini sebagai
kenyataan itu? jika rangkaian kejadian yang dialami oleh para kesatria itu nyatanya
tidak membekas dalam ingatan dan
memberikan pengajaran apa-apa? Untuk apakah dihadirkan kenyataan hidup yang
pahit itu?
Bahkan pengajaran Kami justru membuat diri mereka semakin menjauhi
perjalanan yang sudah di gariskan. Kalau begitu bagaimana impian ‘Nusantara Baru’ akan menjadi kenyataan?
Jika keadaannya saja telah dinafikan oleh mereka yang memperjuangkan? Yah,
nampaknya para kesatria yang di kisahkan harus menghadapi kenyataan hidup ~
sebagaimana persepsi yang dibangun oleh kesadaran kolektif bangsa ini sendiri.
Tidak saja Mas Thole saja, nampaknya diantara kesatria banyak yang terkapar kelelahan. Letih
dan lelah telah memaksa mereka berhenti menjaga keyakinan ini. Takdir kehidupan sehari-hari yang
merupakan rutinitas telah memasung keyakinan mereka sendiri-sendiri.
"Sungguh Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum jika tidak ada keyakinan diri kaum itu sendiri. Tidak akan ada nusantara baru jika tidak ada keyakinan yang mereka pertahankan di hati. Tidak sekarang ataupun nanti. Semua tergantung keyakinan kaum itu sendiri. Kaum itu harus mampu MERUBAH dari ketidakyakinan LAMA sekarang ini menjadi keyakinan BARU akan datangnya suatu masa dimana nusantara mencapai kejayaannya." Demikian pesan Sang Guru Bumi
"Sungguh Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum jika tidak ada keyakinan diri kaum itu sendiri. Tidak akan ada nusantara baru jika tidak ada keyakinan yang mereka pertahankan di hati. Tidak sekarang ataupun nanti. Semua tergantung keyakinan kaum itu sendiri. Kaum itu harus mampu MERUBAH dari ketidakyakinan LAMA sekarang ini menjadi keyakinan BARU akan datangnya suatu masa dimana nusantara mencapai kejayaannya." Demikian pesan Sang Guru Bumi
Bersambung…
Kebenaran itu relatif. Kamu pun merasa benar dan kekeuh padahal lom tentu juga benar. Coba pikir berapa banyak orang yang ninggalin kamu karena tau busuknya kamu
BalasHapus