Portal Galuh Pakuan; Episode Galuh Candra Kirana (1)
Lagu Naff yang bertajuk ‘Aku Masih
Kekasihmu” menghantarkan kembali kisah spiritual
ini. Lagu yang seakan menjadi cerminan
jiwa para pelakunya. Lagu yang akan membawa sensasi menusuk memasuki rahsa
terdalam anak manusia, menembus dimensi yang jauh melintasi masa. Hingga
menuliskan kisah inipun terbata bata sebab demikian menggiriskan rahsa kerinduan
mereka itu.
“Meski raga
ini tak lagi milikmu
Namun didalam
hatiku sungguh engkau hidup
Entah sampai
kapan
Kutahankan
rasa cinta ini
Dan
kuberharap semua ini
Bukanlah
kekeliruan seperti yang kukira
Seumur
hidupku
Akan menjadi
doa untukmu
Andai saja
waktu bisa terulang kembali
Akan
kuserahkan hidupku ini disisimu
Namun ku tau
itu takkan mungkin terjadi
Rasa ini
menyiksaku sungguh-sungguh menyiksaku” (Lirik by Naff)
Semua berharap atas rahsa cinta
bukanlah sebuah kekeliruan adanya. Jika kemudian rahsa ini melintas jaman dan peradaban. Menembus alam pikiran manusia maka siapakah yang mampu menahannya? JIka
lautanpun sudah tak mampu menampung muatan kerinduan manusia yang satu ini,
maka dari manakah muasal rindu ini?
Langit tak bertulang
Pedarnya mengurai
malam
Pada jejak yang
terbuang
Niskala menuju siang
Diujung sisi kenangan
Sayap patah
menyangga kelam
Berdiri wajah sisa
kemarin
Menatap harapan pada
bintang
Adalah waktu
sekarang
Yang akan berulang
di kemudian
Pada mata elang
tersimpan penantian
Jangan uraikan
kenangan
Atau birunya lautan
Jangan simpan,
hamparkan
Sujudkan wajah tak bertuan
Kelam
Pada bayang
_"Dalam
perjalanan menuju kerajaan Pakuan Pajajaran"_
+++
Galuh
Candra Kirana nama yang tak asing dalam kesadaran jawa. Namun apa hubungannya
dengan Ratu Galuh Pakuan. Lintasan itu bagai pekatnya malam memaksa raga harus
kesana dalam sebuah panggilan yang tak diketahuinya. Tak sengaja dirinya
menghubungi rekan disana yang baru terkoneksi dalam sekian hari. Pikiran
bimbang apakah harus bertemu. Tidakkah ini terlalu terburu-buru. Bukan masalah
waktu namun ada sesuatu sanggahan yang mungkin keliru. Sebab apakah mendadak dan
terkesan terburu-buru. Lintang sewindu saja masih ditahan karena datu.
Sore
langit kelam, temaram dan bau angin basah meliputi pelataran stasiun, seperti
baru saja turun hujan. Tujuan sudah diikrakan bertemu di makam Ratu Galuh
Pakuan. Sebuah pertemuan yang aneh. Sebuah portal kembali terbuka, membuka
kedukaan dan rasa iba. Demikian kejadiannya kisah ini kembali membuka ingatan
manusia tentang masa lalu yang tidak mungkin bias dihindari. Setiap manusia
akan terus dipaksa Kami untuk mengulang kembali kisah masa lalu mereka dan
kemudian mengambil hikmah disana. Demikian kisah ini dimulai dari
sebuah pertemuan biasa. Pertemuan Galuh Candra Kirana dalam dimesni yang tak
kasat mata. Berdiri disana sepasang manusia masa kini yang mungkin sulit
memahami apa sebenarnya yang terjadi. Perbincangan ini mengalir bersama tiupan angin,
bersama daun yang basah, dan diantara nyamuk yang terus mengintari. Nampak Sosok
seorang pangeran tengah berkata dalam nelangsa dan kehancuran hati. Di hadapannya seorang putri lebih terlihat sebagai seorang Dewi dari keturunan trah para bidadari.
“Entah harus ku kubur kemanakah rasa
yang bertalu talu Jika ku tahu itu
adalah sejatinya dirimu. Tak akan berani
diriku menemuimu. Sudah berabad kejadian itu. Jika air sungai terus mengisi
lautan dan lautan terus menampung aliran sungai itu. Maka tidak dengan
kerinduanku ini. Tidak ada lautan yang
mampu menampung nya. Tidak sedikitpun
aliran kerinduan tersimpan di lautan. Jika kau tahu itu. Ombaknya saja akan meninggalkan jejak
kesakitan.
Lihatlah manakala kerinduanku padamu telah menenggelamkan dan
menjadi angin tornado yang menghancurkan segala yang ada. Membangkitkan kenangan itu, bukankah sama saja
dengan mengaduk isi bumi? Apakah sepadan kita bertemu? Ragaku telah mulai merentas dan tua.
Namun rasa ini semakin menggila menghanguskan seisi hutan hujan tropis yang
selalu mengisi udara. Apakah ini benar rasaku? Katakanlah padaku jika itu benar adalah kamu.
Aku sedih telah menemukan mu dan aku
bahagia telah mendapati dirimu masih ada. Inilah kerinduan dalam balutan dendam
yang menjadikan tidak ada satupun lautan yang mampu menampung alirannya, ikan
ikan pun akan mati sebab rasa ini. Bagaimana dengan mu?
Kau datang padaku dengan senyum yang masih
sama seperti dahulu. Senyum yang
menghancurkan karang hatiku. Senyum yang
meluluhkan lempengan besi penyekat dadaku.
Canda tawamu memecahkan beban di kepala. Menjadikan bulan purnama
sepanjang masa berada di mata. Indah
tawamu seindah lagu senandung alam saat penciptaan surga dan kahyangan.
Wahai Galuh Candra Kirana, Dewi Sekartaji kusesali
pertemuan ini. Dan kutunggu juga
perpisahannya dipenghujung waktu.
Bilakah kita tak usah bertemu
lagi. Kasihanilah aku. Tahukah betapa sulitnya melupakanmu? Telah kuarungi penderitaan dengan 12x
kematian. Telah kujalani siksaan rasa
dan kesedihan. Telah kuterima penderitan sebab pengharapan, telah kuterima
kesakitan atas siksaan penantian. Telah kujalani perihnya hukuman rejam yang
menghancurkan seluruh kulit tubuhku disebabkan tak tahannya aku atas kerinduan,
hancurnya badanku sebab salah mencintaimu. Aku datang padamu pada salah waktu. Seluruh pasukanmu memburuku, membunuh hatiku.
Cukup sudah penderitaan sebab rasa
yang terlalu pada mu. Kusadari bahwa takdir tak mungkin menyatukan aku dan
dirimu. Tidak dimasa lalu tidak juga
dimasa kini bahkan mungkin juga di sepanjang waktumu. Meski rahsa ini akan membunuhku sekali lagi, rasanya sangat pantas sekali. Inilah
kekeliruan ku yang terbesar sebab mencintaimu.
Biarlah kesepian terus membawa
kerinduan ini ke alam dimensi yang tak kukenal apa itu. Dimensi yang masih mau
menerima diriku yang diamuk rindu dan cemburu.
Dimensi yang mampu memahami diriku yang terus mencoba melupakan kamu. Biarkan aku meskipun aku akan lahir lagi dengan 1000 kematian yang selalu menyakitiku. Aku bangga tetap mampu mencintaimu mu walau
dipenghujung waktu engkau selalu membunuhku. Lagi dan lagi dengan rahsa rindu
ini.
Dewi,
meskipun kau tak mengakui perasaan itu.
Ku tahu engkau akan mendapatkan kesakitan yang sama sebab membunuh
rinduku ini. Perhatikan lintasan hatimu.
Rasa bersalahmu akan terus mengejarmu. sampai aku memaafkanmu.”
Pepohonan diam dalam kalut tak tahu harus apa, telah disaksikannya bagaimana manusia mengalami kematian sebab kerinduan. Seperti halnya tellah disaksikannya kumbang yang terhempas dedaunan dan mati dalam kesepian. Siapakah yang salah diantara bunga dan kumbang, siapakah yang memahami mereka berdua. Malampun menunduk, menutup selimut gelap. Memaksa manusia kembali dalam tidur. membiarkan alam terus bicara sendiri tentang untuk apa manusia merasakan ini semua. Sungguh bahasa apakah itu, yang mampu membawa orang masa lalu hadir di masa kini. Jika itu adalah rahsa rindu, pastilah itu rahsa kerinduan yang terlalu. Siapakah sebenarnya mereka itu. Siapakah Galuh Candra Kirana, apa hubungannya dengan portal Ratu Galuh Pakuan?...
Bersambung…
Saya jadi inget novel "ARKHYTIREMA" buatan org bandung. Yg menembus batas dari Adam sampe Muhammad. bagaimana menurut bapak ttg novel itu?. Saya suka sejarah versi kebatinan lalu di komparasi dgn versi pengetahuan pormal
BalasHapusDemikian memang keadaannya, bagaimana menceritakan ulang ke dalam bahasa yang dipahami menjadi kesulitan tersendiri bagi para pelakunya, sebab hukum-hukum disana kadang sering berkebalikan..tarik menarik dan tak jarang bertentangan..tokoh yang tersebut kadang memliki pemahaman yang tak sama dengan pemahaman di kesadaran kolektif manusia. Semisal makna air akan sangat berbeda bagi masing-masing orang yang memeiliki ilmu tentang air, fisika, kimia, biologi dsb. Tentu saja semua benar, hanya kita bicara didimensi apa. fisika, kimia, antar orang biasa yang memaknai air apa adanya...
BalasHapussalam