Kisah Spiritual, Amanat Galunggung (3)

Hasil gambar untuk galunggung
Keweningan menjadi hening. Ketika alam menjadi tak ramah. Semburkan air dari segala arah. Mengapa alam begitu marah? Begitu cepat datangkan bencana yang dahsyat. Lihatlah, anak-anak kami, mereka yang hilang kesempatan. Wajah suram tak ramah. Menandai musibah dengan hati goyah. 

Nampaknya bunga Cempaka menjadi bunga yang tak disukai kali ini. Siklon Cempaka kuning kini menjadi merah semerah darah. Ada apakah dengan bumi ini? Biarkan kami berfikir dan mungkin saja keliru bahwa Engkau tengah menguji ketabahan ini. Bahwa alam tengah membersihkan dirinya sendiri untuk kebaikan selanjutnya.

Sebuah bencana menjadi seperti mimpi, walau peringatan ini telah berulang kali dituangi. Walau alam telah memperingatkan jauh hari. Mengapa manusia tak memperhatikan, bagaimana awan membentuk sketsa wajah, bagaimana bumi mengkhabarkan ayat-ayatNya. Bagaimana leluhur telah memberikan amanat-amanatnya. Kami telah berusaha untuk terus mengajari manusia. Maka kisah inipun hanya sekedar menjadi kisah cerita,  adalah beberapa nasihat yg pernah disampaikan, dgn beberapa penyesuaian krn kejadian ini terjadi dalam beberapa bulan....

"ternyata dahulu mereka membahasakan diri mereka dengan sebutan KAMI...entah knp baru teringat saat ini. Entah kenapa."

Membaca Amanat Galunggung..terkadang ada rasa kesal bercampur putus asa menemani diri, lembar demi lembar sedikit demi sedikit beberapa hal yang menjadi pertanyaan menemukan titik terang.

Hana nguni hana mangké, tan hana nguni tan hana mangké, aya ma beuheula aya tu ayeuna, hanteu ma beuheula hanteu tu ayeuna.....

Ada dahulu ada sekarang, Tidak ada dahulu tidak akan ada sekarang; ada masa lalu ada masa kini, bila tidak ada masa lalu tidak akan ada masa kini....

Tiba2 diri seperti tersengat listrik
Tersadar dari mimpi ....
Rekaman memori berputar kembali...
Tuhanku....benarkah semua ini pernah terjadi?

Pada suatu malam di suatu tempat
Kegelapan menyelimuti
Terdengar suara yg berat dan berwibawa

Ku Kami asuh
Ku Kami diaping
Ku Kami dijaring
...ku cara na Kami!

Lalu hening....

Dalam kegelapan
Kepala seperti disentuh sesuatu..

Sing Panceg!!!
Sing yakin kana diri
Sing bisa mawa diri

Muntangan ka Nu Maha Kawasa!
Nyuhunkeun welas asih ka Nu Maha Welas Asih!

Sing panceg!!!
Sing manggih kabungah nu sajati!
Sing manggih pangarti nu sajati!

Sing panceg!!!
Ulah oyag ku panilai dohir!
Ulah oyag ku gogoda dunya!

Regepkeun ku hidep!!!
Silih asih!
Silih asah!
Silih asuh...ciri... kula ......

Dalam kegelapan suara suara  perlahan menghilang ditelan sunyi...

Manusia mudah lupa.
Manusia mudah melupakan.
Apakah manusia senang melupakan?

***
Satu persatu..secara perlahan, beberapa simbol wangsit mulai terbuka. Ada 1 hal yg selama ini di carinya secara tiba2 terjawab: “Jangan berburuk sangka dengan rencana Allah, Kami membantu..dengan cara Kami. Jangan memaksakan untuk mengerti, tapi pakai keyakinan dihati. “

Pemuda itu lusuh trenyuh berdoa agar Tuhan memeluknya. Terus mencoba mencari  isyarat bahwa Tuhan selalu ada disampingnya. Menyiram jiwa yang terus bertanya perihal kehidupan. Bukankah senantiasa manusia berdoa?  Kami tengah berjuang, meraih mimpi dan bintang-bintang. Menembus kepekatan alam pikiran.

Semangat perjuangan tergambar di bayangan. Malam menjadi mimpi panjang, tekad menjadi ukuran.  Membulat bagai matahari siang yang terang. Namun kali berikutnya nyatanya tidaklah demikian, satu hari sesudahnya raga demkian lunglai, kemalasan menyergapnya. Api semangat itu redup seketika. Panas membara yang kemarin menyala kini padam seakan terhisap lubang hitam kematian. Kesakitan demi kesakitan mulai mengulitinya. Entah energi darimana dan seperti apa, sontak  berbalik menyerangnya, jiwa menjadi kalut, pikiran menjadi carut marut bagai lukisan mural yang sering dilihatnya di tembok kampungnya. Badan menggigil tak biasa. Darah terasa lebih mirip air raksa.

Mengapa jiwa ini, terlempar jauh teramat jauh. Sampai dimanakah jiwa ini, tak nampak lagi kaki langit. Raga ini kecil gampang terbawa angin. Sekelompok hewan liar siap menerkam. Kapankah hari menjadi pagi dan jiwa berlabuh ke pantai yang diimpikan? Perasaan sangat tidak enak, takut, nelangsa, was2 bercampur jadi satu. Malam harinya ada bisikan dihati, "musuh2mu biar kami yang urus, hidep ibadah saja yg tenang”. Setiap hari ini bawaan sangat malas, ibadah malas, mandi malas. Aktifitas apapun menjadi teramat  malas.

Seiring badai siklon Cempaka yang menghantam di seantero Nusantara, tubuh pemuda itu lunglai berdentam jatuh bersimbah peluhan. Raga masa kini tak mampu menerima energi masa lalu. Jiwanya bagai terlibas banjir badang. Larut bersama batu dan lumpur coklat kehitaman. Batu-batu besar bagai peluru meriam yang menghujam, menghantam tepat di ingatan.

***

Seketika Langit Darma di dimensi lainnya tersadar. Entah lintasan apa yang menyergapnya tadi, sering lintasan tersebut tak dipahaminya. Dua dimensi waktu saling terkoneksi menjadi satu rangkai kisah? Sungguh membingungkan. Seperti perpindahan memasuki lorong waktu. Seperti ruang-ruang pada gerbong kereta api yang tersekat-sekat. Kereta api yang berjalan menuju rencana Tuhan. Semua manusia berada di dalam gerbongnya. Setiap gerbong adalah satu dimensi waktu. Lebih mudah pemahamannya adalah semsial kisah pada keping CD, setiap kisah diperankan oleh tokoh yang sama hanya ruang dan waktunya saja yang berbeda.

Tentu saja sang tokoh masih akan mampu mengingat peran apa yang di mainkan dalam skenerio yang mula dan juga yang akhir.  Demikian sang emuda yang masih lunglai terkapar pada dimensi terkini. Demikian pula langit darma yang masih terus berjalan menunaikan tugas ilahi. Dimensi paralel yang sungguh membingungkan. Menjadi pertanyaan apakah mereka saling terkait? Apakah takdir Langit Darma akan mempengaruhi sang pemuda di didimensi terkini? Atau sebaliknya apakah takdir sang pemuda akan mempengaruhi keberhasilan Langit Darma? Dimanakah masa lalu dan kemanakah masa depan? Sungguh membingungkan.

***
Amanat Galungung sebuah pertanyaan dan butuh jawaban. Menjadi misteri yang terbarukan bagi pemuda tersebut dan juga bagi Langit Darma sang pembawa pesan awal, jauh sebelum dirinya menjadi sang Dharmasiksa. Perjalanan Lintang Darma mencari butir-butir pesan kearifan alam baik yang sudah ada di masyarakat maupun melalui proses pengamatan menjadi sebuah lakon tersendiri. Penelusurannya atas kehidupan para resi dan raja juga para rama yang mengisi peradaban membuatnya semakin yakin bahwa kearifan Sunda memang sudah ada sebelum dirinya di lahirkan. Penelurusuran yang dilakukannya adalah semisal dengan proses pencarian yang dilakukan Nabi Ibrahim.

Pesan-pesan dan amanat Galunggung yang dituliskannya adalah semisal apa yang di lakukan Ali Imron yang di kisahkan Al qu ran saat menasehati kepada anak-anaknya. Sebuah pesan kearifan lokal yang universal. Kebenaran yang diakui juga oleh alam semesta. Sebuah pola kesadaran yang terus menerus diturunkan. Bagaimana menjadi orang tua yang baik, bagaimana seorang tua lebih mengkhawatirkan pendidikan ruhani sang anak dari pada kemuliaan duniawainya.

“Bila kita tidak saling bertengkar dan tidak merasa diri paling lurus dan paling benar, maka manusia di seluruh dunia akan tenteram, ibarat gunung yang tegak abadi, seperti telaga yang bening airnya; seperti kita kembali ke kampung halaman tempat berteduh. Peliharalah kesempurnaan agama, pegangan hidup kita semua.”

Demikianlah nasehat Dharmasiksa di amanatnya. Prabuguru Darmasiksa pertama kali memerintah di Saunggalah I (Kuningan) kemudian memindahkan ke Saunggalah 2, di daerah Tasik. Menurut kisah Bujangga Manik pada abadi ke 15, lokasi lahan tersebut terletak di daerah Tasik selatan sebelah barat, bahkan kerajaan ini mampu mempertahankan kehadirannya setelah Pajajaran dan Galuh runtuh. Pada abad ke 18 nama kerajaan tersebut masih ada, namun setingkat Kabupaten, dengan nama Kabupaten Galunggung, berpusat di Singaparna. Kemudian Darmasiksa diangkat menjadi Raja di Kerajaan Sunda (Pakuan), sedangkan Saunggalah diserahkan kepada puteranya, yakni Ragasuci atau Sang Lumahing Taman.


Bersambung...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali