Kisah Spiritual; Dentuman Ghaib Di Kampung Kuta
Menanti di ujung waktu, bersama senja
biru yang menjadi ungu. Tidakkah penantian ini menjadi luapan ragu? Kekhawatiran
sebab kerinduan menjadi dasar pengharapan. Sementara saatnya nanti jika takdir
mempertemukan, kegembiraan disaat perjumpaan
hanya akan menjadi satu penyebab atas
serangkaian kedukaan. Musibah tentu saja tak diharapkan. Bagaimana menjelaskan?
Misteri Harisbaya membawa para
kesatria dalam sebuah perjalanan spiritual. Mulai dari Panjalu, Kawali, Karang
Kamulyan, hingga berhenti dan berdiam dua hari di Karang Paningal. Kampung Kuta
sebuah kota kerajaan yang di tinggal. Menyimpan misteri. Menghayal kemudian
menangis. Dalam sebuah penghayatan. Kesedihan selalu saja membawa darah ini
mendidih. Kisah masa lalu yang terpenjara. Kisah yang tidak mungkin diangkat ke
layar kaca. Kisah dibalik kejayaan para putri dan para raja istana. Kisah yang
selalu menyisakan tanda tanya. Sebab apa harta, tahta dan wanita tidak membuat
mereka bahagia?
Konon kampung ini adalah bekas sebuah
ibukota kerajaan yang ditinggalkan. Sebab mengapa di tinggalkan? Perjalanan
para tokoh spiritual dalam satu malam. Mencoba mencari jawabnya. Apakah hubungan
kampung ini dengan karang kamulyan. Mengapa energi keduanya seperti bermusuhan?
Satu rombongan yang sudah menunggu di karang kamulyan mengabarkan bahwa mereka
sudah bersama pasukan ghaib menunggu rombongan lainnya disana. Sayang satu
rombonan lagi memilih untuk langsung menuju kampung kuta. Tentu saja keputusan
ini membawa petaka.
***
Entah mengapa disebut sebagai karang
padahal kenyataan disana bukanlah bukit-bukit karang. Tanah disana sedemikian
subur. Tidak sebagaimana namanya yang berasosiasi kepada batu karang. Nampak di
depan perkampungan pohon-pohon sangat teduh. Suarai gemericik air sungai menambah
mistis suasana. Hutan Larangan terhampar, masih asri keadaan. Adat kampung
tersebut telah melindungi kelestarian hutan tersebut. Hutan tersebut hanya boleh dimasuki pada hari senin dan jumat saja. Itupun dengan serangkaian ritual. Disana pengunjung dilarang mematahkan pohon walau sebatang rating sekalipun.
Karang adalah sebuah sebutan yang
menunjukan kepada kekuatan dan keokohan sebuah bau yang keras dinamakan karang.
Batu yang terus menerima hempasan ombak itulah batu karang. Demikian halnya
nama Karang Paningal. Suatu perkampungan yang dihantam oleh ombak peradaban dan
karang ini masih kokoh dengan peradabannya.
Paningal adalah sebuah kata yang
mendekati kepada pemahaman ‘melihat’. Suatu tempat yang unuk melihat. Karang
Paningal adalah suatu bukit tempat untuk melihat. Pertanyaannya melihat apakah?
Konon Prabu Silihwangi sering datang kesini untuk melihat keadaan negrinya di
masa depan. Tempat untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Mencari petunjuk
penglihatan agar dirinya mampu memutusakan apa-apa yang terbaik dalam mengelola
Pajajaran. Disanalah para rombongan ingin menyaksikan apakah yang akan terjadi di masa depan. Keadaan Nusantara beberapa tahun mendatang.
***
Malam sebelum keberangkatan (15/12/17) gempa
besar 7.3 skala Richter menyebabkan masyarakat keluar berhamburan. Getaran
gempa cukup menakutkan. Di beberapa tempat satu dua korban berjatuhan. Lokasi
tempat tujuan termasuk lokasi yang berstatus ‘siaga’ status level yang tidak
boleh diabaikan. Namun robongan sudah menetapkan diri berangkat kesana. Kami
telah mengabarkan sesampainya disana situasi akan mereda. Bahkan nyaris tidak
meninggalkan sisa. Manuisa sebentar kemudian akan lupa.
Penglihatan apakah yang akan
diperlihatkan? Sebuah misteri yang ingin diketahui. Apakah informasi
penglihatan ini akan memabawa manfaat atau justru akan menjadi fitnah. Apakah
tahu lebih baik dibandingkan tidak tahu? Rasa tahu apakah yang untuk kebaikan?
Jika yang diperlihatkan adalah sebuah rangkaian kejadian yang tidak mengenakan. Sebuah musibah bagi kesadaran.
Rombong menyusuri jalan setapak
beriringan. Sebuah keanehan jika kemudian ada 2 orang yang lepas dari rombongan.
Dalam keyakinan mereka tetap berada di belakang rombongan. Perjalanan spiritual
baru dimulai. Mereka tetap merasa di jalur yang benar. Mereka melihat ada
perkampungan di balik sungai. Mereka bertemu rumah penduduk dan bertanya kepada
seorang kakek. Setelah sampai di pinggir sungai yang berbatasan dengan hutan
larangan mereka baru tersadar kalau mereka tersesat. Rumah dan kakek yang
ditemui hanyalah ghaib adanya. Dibenarkan oleh warga Kampung Kuta.
Apakah kisah ini misteri? Tidak!
Misteri adalah realitas yang nampak di dalam pikiran. Sebaliknya apakah sesuatu yang tidak nampak itu bukan sebuah
realita? Apakah sesuatu yang nampak bisa menjadi ingatan? Ataukah sesuatu yang
tidak nampak justru lebih bisa diingat? Jika ghaib lebih bisa diingat dari apa yang dilihat, apakah itu bisa disebut realitas? Manakah yang lebih real hal ghaib ataukah apa yang nampak?
Para ghaib meninggalkan sensasi di
badan yang demikian hebat. Para ghaib mengunci ingatan manusia agar tetap
lembab. Manusia dikendalikan pikirannya, di kontrol daya ingatnya oleh ghaib.
Bukankah ghaib menjadi lebih real dari apa yang nampak oleh mata?
Mereka para ghaib lebih real dari
manusia. Mereka berada dimana saja. Bahkan berada di dalam raga dan ingatan manusia.
Mereka yang mengelola dan kadang mengendalikan sistem ketubuhan manusia.
Menjadikan gerak manusia hakekatnya adalah gerak para ghaibsendiri. Sebagaimana
kisah alien di layar lebar, yang menyamar di raga manusia akan mampu
bersosialisasi di peradaban manusia. Kisah ini ingin menguak keadaan ini.
***
Jauh
di pojokan kamar di sebuah kota yang dekat dengan lokasi perjalanan, terkisah sebuah
jiwa sedang bergolak. Mempertanyakan apa saja, sebagaimana kisah orang-orang
yang mempertanyakan para utusanNya. Benarkah sang tokoh ini adalah sang hacker alam? Hanya dirinya dan Tuhan saja yang tahu. Namun kisah ini patut ditautkan untuk diambil hikmah pelajaran agar setiap diri berhati-hati atas lintasan niatnya. Sungguh Allah akan meminta pertanggung jawaban atas niat semua manusia.
Pertanyaan dirinya menggugat alam dan menggoncangkan tahta kahyangan.
Apakah kebetulan ketika kemudian Jumat malam terjadi gempa yang menggoncangkan,
pada pukul 23;47;57 , dengan kekuatan gempa 7,3 skala richter. Sehingga kota
tempat tujuan dinyatakan siaga. Apakah kebetulan manakala terbaca pesan sbb:
“Dan mereka berkata: "Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita (juga), padahal kaum mereka (Bani Israil) adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita?" (QS Al Mukminun ; 47)
“Sesungguhnya
orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, Dan
orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka. Dan orang-orang yang
memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena
mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka,
mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan
merekalah orang-orang yang segera memperolehnya. (QS Al Mukminun ; 57-60)
“Pada suatu hari...siang hari kekesalan menyelimuti hati.
Ego..amarah dan kekesalan bercampur menjadi satu. Rasa malas dan kesal mencabik2 hati. Batin
berguncang dengan rasa,
"Tunjukkan
padaku!"
"Buktikan
padaku!"
"Apabila memang
rasa ini benar adanya"
Tak terasa malam pun menjelang. Kegelisahan dan dan rasa
malas makin menjadi. Jam 23.45 sayapun melaksanakan shalat Isya, dengan pikiran
masih kalut dan konsentrasi yang melayang2 entah kemana. Saya ingat
sekali...pada saat posisi sedang ruku' terdengar suara2 orang2 berteriak gaduh
disekitar rumah. Batinpun bertanya2. Ada apakah gerangan....??
Dengan penuh tanda tanya gerangan apa yg terjadi..solatpun
saya teruskan..sementara diluar masih terdengar suara langkah laki orang2 dan bercakap2 penuh kekhawatiran. Sampai
akhirnya selesai solat, tidak ada prasangka sedikitpun. Gempa..? Benarkah tadi
ada gempa..? Tidak mungkin..Karena tidak sedikitpun goncangan kurasakan. Sama
sekali tdk ada goncangan terasa...Tidak mungkin...Pagi buta menjelang...Hati
dilanda rasa bimbang...
"Semua ini hanya
kebetulan..semua ini hanya kebetulan...semua tunduk dan berjalan pada ketentuan
Sang Pencipta.."
Tapi..Kenapakah diri ini. Ya Allaah...knp tak terasa
sedikitpun goncangan. Maafkan ibadahku yang masih tergesa2 dan seadanya. Maafkan
apabila aku mempertanyakan kekuasaanMu. Semua ini hanya kebetulan..Semua hanya
kebetulan..”
Dan...BLAAAR...BLAAAR... manusia berhamburan..berlarian bagai laron yang keluar dari sarangnya. "Saksikanlah wahai manusia apa-apa yang ingin kalian saksikan. Sungguh Allah berkuasa atas segala sesuatu".
Ketakutan melanda seantero kota, semua menanti dengan penuh harap. Peringatan tsunami menjadi sebuah harap cemas, akankah kiamat terjadi hari ini. Wajah-wajah pucat pasi penuh misteri. Entah apa yang mereka pikirkan. "Semua terlongok tak pahami. Beginikah rahsanya hidup mendekati mati." Tanya mereka tak mengerti.
***
Sesungguhnya ada hal-hal yang
terlewat dan terlihat dengan berbagai rangkaian dalam melihat kehidupan. Aku
menyaksikan itu, ketika semua berperang demi ego masing-masing. Maka dalam
perjalanannya ada yang memilih diam, ada yang berbicara lantang, ada yang
kemaruk dengan segala hal yanh sudah didapatkan, maka itu kan berulang, dan
terus berulang. Kalian akan menyaksikan itu berimbas pada proses rangkaiannya. Tetapi berdasarkan rangkaian dari perjalanan
kemaren, maka lihat dengan hikmah mata batin sebagai manusia, khilafah di bumi.
Kami khawatir perjalanan ini malah
akan menyesatkan dan menyambung pada keegoisan diri, tetapi kami merasa bangga
dan tersanjung bahwa jejak ini masih ditesuri dan pengajaran akan aji luwung
pangesti asih menjadi perjalanan kalian. Memang yang menjadi kekahwatiran itu
bagian titak yang menjadi kesaksian kalian. Itu terlalu berlebihan, tetapi
kalian akan menyaksikannya.
Hal yang utama, adalah mawas diri, dan
penghasutan yang menerka pada setiap diri yang mengaku turunan suci. Tak ada
yang mengingkari, ego itu ada dalam diri, tapi lihat setiap hal yang nampak,
itu dalam jiwa.
Harisbaya, pesan:
“Sesungguhnya aku menjadi saksi dalam
perjalanan ini, seumpama aku menjadi bagian diri itu bukan untuk menjadi hal
yang semestinya sama sekali, aku ada di mengada relung-relung itu yang
menunggalkanku dalam djri yang menjadi wanita pilihan =_=(+_+)(+_+)
Seumpama semua yang berlanjut dalam
hal ini aku mengerti, tak ada yang melaju dalam satuan waktu, maka lihatlah itu
bahwa aku menjadi batu karena ulahku sendiri, apakah kau akan meniruku seperti
itu?
Seumpama bumi berputar dan aku
kembali ke dunia, tak akan aku lakukan itu, tetapi aku menjadi bagian itu, maka
lihatlah itu sebagai bagian perjalanan itu.
Jika ada yang bertanya dimana rupa
dunia? Itu ada di wajah2 alam semesta yang menjadi butiran kehendak Yang Maha
Kuasa.”
“Jejak langkahmu tak menentu
Harisbaya, kenapa kau lebar pilu pada semua anak keturunanmu, bila dendam itu
ada, maka lihatlah itu sebagai dirimu selaku manusia?"
"Yah, aku bangga, karena aku berada
dalam barisan yang mereka banggakan saat ini, bahkan banyak yang mengaku
keturuananku, bukankah itu membuktikan bahwa aku masih menjadi bagian panutan
itu? Hahahaha...padahal meraka tidak tahu, untuk gelar putri itu aku membunuh
kemanusiaanku"
Jejaknya menjadi hal yang seperti pilu, tetapi
itu keutuhan yang menjadi perjalanan.
“Gandasuka dan Ajiwinarya bukan
bagian dari yang membanggakan, tetapi tetap dibanggakan, begitu pun dengan
dirimu Harisbaya? Kenapa demikian?
Karena itu kehendak Tuhan, maka
dalam sing winarsih aji pangestu rangkyan asih, wista aji waktu. Deru debu yang menjadi luapan angin,
seumapama itu seuatu perjalanan, apakah tetap akan membanggakannya?"
Tetapi memang demikian adanya, ada
orang yang berbangga dengan silsilah keturunan, malah tak jarang yang mencari
pengukuhan pada makhluk yang hadir dengan sejenak entitas yang menyertainya.
Itu hal yang biasa dan wajar. Ketika ada yang hadir, maka lihatlah itu
sebagai kasaksian, bukan keyakinan.
Karena yang menyertainya bukan para
keluhur itu, tetapi entititas yang menyertainya makhluk2 yang kekal, yang hadir
dalam perjalanan sampai dia mebyaksikan keberadaan manusia sekarang.
Maka, ketika hadir dalam wajah keinginan,
mereka tampil sesuai dengan yang harapkan.
Batara Giri :
“Sesungguhnya yang harus diperhatikan
oleh jiwa-jiwa kalian, bukan bayangan atau kisah-kisah di balik kesaktian atau
kehadiran, karena itu bukan manusia atau yang dianggap leluhur yang hadir,
tetapi para entitas yang ada, seperti makhluk siluman, setan, jin dan segala
nama dimensi yang tak perlu aku sebutkan. Dia hadir untuk membantu pikiran kalian,
yang menerjang, ingin menjadi bagian dari keturuanan. Sesungguhnya itu sungguh
memprihatinkan, tetapi tugas mereka demikian.
Maka semua kembali kepada perjalanan kalian,
karena Allah, atau kebanggaan pada ego diri yang menerjang. Letaknya dalam
hati, letaknya dalam jiwa. Setiap bidadari menyadari kesalahan jiwanya, setiap
putri memahami keadaan nasib, setiap hal yang menjadi bagian dari ego-ego yang
menyertainya, maka itu bak hamparan yang saling bekejaran pada setiap jiwa yang
melayang dan membangkang. Wallahu'alam
Selamat jalan jiwa-jiwa yang
bertebaran dalam genggaman keinginan, selamat menemukan apa yang diharapkan.
Maka, itu yang akan kalian saksikan,
wallahu'alam”
Bersambung...
Komentar
Posting Komentar