Menggugat: Sang Batara Kala (1)
Inilah kisah tentang aku. Aku yang
terbangun dalam labirin-labirin sang waktu. Seperti melihat layar monitor TV
yang menyala di depan, di belakang, di kanan, di kiri, diatas dan di bawah.
Kemanapun wajahku melihat, hanya layar monitor yang menyajikan gambaran tentang
aku. Aku dalam dunia paralel.
Imajinasi-ku tak berbatas, tiada
ruang dan sekat yang mampu menampung liarnya pikiranku. Jiwaku tidak dibumi,
bahkan mungkin tidak di langit. Semua nampak sama disana, dalam dimensi yang
tak mampu kusebut. Aku tidak diluar dimensi, aku tidak didalam dimensi namun
aku juga di dalam dimensi serta diluar dimensi, meliputi semua dimensi. Semisal
aku berada disebuah ruangan hologram. Entah harus kusebut apa diriku ini apakah
ruh, ataukah imajinasi. Hanya rasa ingat yang kumiliki. Rasa ingat yang kemudian
kubawa ke dimensi sekarang ini.
Semua dimensi telah kudatangi, semua
jejak-jejak peradaban telah kutandai. Semua mengkisahkan pada sebuah muara
perihal misteri penciptaan manusia. Misteri yang menjadikan aku ada di dunia
ini. Misteri yang kemudian membawaku berkelana keseluruh penjuru alam semesta
dimana disana di setiap dimensinya tinggal makhluk-makhlukNYA. Ku dengar
jeritan para mahluk lintas dimensi yang bertanya. “Mengapa Engkau ciptakan makhluk yang akan selalu menumpahkan darah”.
Aku terhenjak dalam kesendirian di
dalam portal waktu yang nisbi. Gelap keadaannya, sistem sensor tubuh terasa
mati. Tiada apa-apa bahkan rasa ingatpun tak ada. Maka aku bertanya apakah hakekat
ada itu lebih berarti dari tiada? Tidak cukupkah jika aku tahu dan mengerti saja
bahwa hakekat ada itu adalah ‘merasakan’.
Merasakan sakitnya kehilangan, merasakan hancurnya perasaan di tinggalkan, merasakan kecewanya dikhianati. Dll. Apakah
itu harga yang pantas untuk perasaan?
***
Kini aku ada, kembali ke mayapada,
yaitu dunia tanpa ilusi. Dunia realitas yang aku pahami sebagai dunia
sesungguhnya. Dunia tempat muaranya semua makhluk yang ingin menunjukan
eksistensi diri. Oleh karena sebab itu mereka akan berebut untuk menguasai
sistem gerak alam semesta. Menguasai sistem gerak alam semesta sama saja dengan
menguasai peradaban manusia.
Melalui sistem gerak inilah manusia
diatur perilakunya. Melalui sistem gerak inilah manusia akan terus menciptakan
peradaban dari waktu ke waktu. Mengapa setiap makluk merasa berkepentingan di
dalam sistem gerak alam ini? Gerak adalah fungsi dari sang waktu. Produk sang
waktu adalah gerak. Melalui penguasaan gerak inilah setiap makhluk akan mampu
memberikan kontribusi kepada sang waktu.
Setiap makhluk akan berusaha untuk memberikan
makna kepada sang waktu. Membuat catatan-catatan yang akan mampu diputar ulang
kapan saja. Begitu juga halnya manusia. Manusia akan membuat rekam jejak perbutannya
di manapun di seluruh alam dimensi tidak saja hanya di dunia saja. Rekam jejak jiwanya,
rekam jejak ruh nya, dan rekam jejak raganya semua akan tercatat oleh sang waktu.
***
Aku masih disini, di dimensi yang
tidak ku ketahui. Kemanapun wajahku menghadap disana ada layar monitor besar
dan pada saat wajahku, aku hadapkan ke layar monitor tersebut mendadak aku
hidup disana. Ah ..dunia apakah ini? Aku ada dan tiada, berada dimana dan
kemana, tidak pernah ku tahu. Mendadak setiap kali kuhadapkan wajahku di sebuah
layar monitor aku sudah ada dan berada di layar monitor tersebut. Siapakah yang
mengatur keadaanku ini?
Setiap aku pindah ke setiap layar
monitor bersama dengan diriku adalah sebuah rasa aku itu ada. Aku merasa bahwa
aku terdampar di setiap layar monitor. Namun anehnya aku tidak pernah tahu asal
mulanya keberadaan diriku ini. Seberapa kuatnya aku mengingatnya, aku tidak
pernah mampu memindai koordinat asalku. Sistem teleport antar dimensi membuatku
lupa siapakah sejatinya diriku ini.
***
Setelah kembali ke dunia realitas
kemudian aku disebut sebagai manusia. Makhluk yang menjadi polemik seluruh alam
dimensi. Mahkluk yang sangat haus darah. Makhluk yang ditakuti sebab
keberingasan dan arogansinya itu. Itulah aku. Begitu tersadar telah melekat
atas diriku prasangka seluruh makhluk di alam semesta bahwa aku pasti akan
menumpahkan darah.
Bagaimana menjelaskan keadaanku?
Bahwa meskipun aku manusia namun tiada niatan dalam diriku untuk menumpahkan
darah. Bahkan aku sering bertanya sebab
apakah manusia-manusia di luar sana itu sangat senang menumpahkan darah. Apakah
orang-orang yang tidak senang menumpahkan darah itu tidak bisa disebut manusia.
Kalau begitu apakah kriteria manusia. Dan apakah tolak ukur kemanusiaan itu
sendiri?
Kecenderungan manusia akan
menumpahkan darah, bilamana ada kesempatan yang diberikan kepadanya. Kesempatan
inilah yang akan memperbesar keinginan manusia. Oleh sebab itu, manusia harus
dibatasi keinginannya. Pembatas keinginan manusia harus dilakukan dengan
hukum-hukum yang tegas. Peraturan dan hukum yang tegas tanpa pandang bulu menjadi faktor penentu agar akal bisa tertib mengelola keinginannya. Dari keinginan manusia itulah yang menjadi asal muasal sebab manusia terus menerus menumpahkan darah.
Keinginan dihasilkan oleh akal
manusia. Oleh karena sebab itu, hukuman yang dijatuhkan adalah bentuk
rasionalitas akal sebagai resiko yang harus diterima sebagai akibat dari sebuah
kesalahan. Akal paham bahwa keinginan yang tanpa batasan adalah melanggar hak
orang lain. Oleh sebab itu pembatas bagi akal adalah rahsa TAKUT
sebagai kontrolnya. Akal harus
di kontrol dengan rahsa takut agar keinginanya tidak meliar kemana-mana. Keinginan yang melebih kebutuhannya adalah sebuah kesalahan sebab akan merusakan tatanan.
Sebenarnya manusia sudah dilengkapi
fungsi kontrolnya sendiri yaitu Nurani nya. Sayang nurani tidak memberikan hukuman
langsung, maka nuranipun diabaikan saja oleh akal. Manusia sadar bahwa dalam hati
kecilnya, nuraninya sudah memberikan batasan-batasan mana yang boleh dan mana
yang tidak boleh. Namun seiring perkembangan akal manusia nurani sepertinya
sengaja dimatikan oleh manusia itu sendiri.
Hingga era datangnya para Nabi yang
ingin mengembalikan fungsi kontrol perilaku manusia kepada hati nuraninya
sendiri. Konsepsi ber ketuhanan adalah konsepsi yang ingin mengembalikan fungsi
kontrol perilaku manusia kepada nuraninya. Hati nurani manusia diharapkan mampu menjadi alat kontrol gerak perilaku manusia. Dan melalui hati nurani manusia inilah Tuhan memberikan
ilham kepada manusia untuk membangun peradaban manusia sebaik-baiknya.
Demikian di khabarkan dari kisah para nabi, untuk kesempurnaan sisi kemanusiaan manusia diminta meletakan fungsi kontrol pada hati nuraninya masing-masing. Sebab hati nurani setiap manusia akan mampu membedakan mana kefasikan dan mana kemungkaran dengan sangat halusnya. Bahkan baru dalam bentuk lintasan saja hati nurani akan tahu kemanakah arah dari keinginan manusia. Apakah syahwat apakiah untuk kemaslahatan. Hati akan menjadi saksi di kemudian hari.
Hukuman disisi Tuhan lebih berat lagi konsekuensinya, demikianlah diilhamkan kepada hati. Namun apakah manusia percaya pada hatinya sendiri?
Demikian di khabarkan dari kisah para nabi, untuk kesempurnaan sisi kemanusiaan manusia diminta meletakan fungsi kontrol pada hati nuraninya masing-masing. Sebab hati nurani setiap manusia akan mampu membedakan mana kefasikan dan mana kemungkaran dengan sangat halusnya. Bahkan baru dalam bentuk lintasan saja hati nurani akan tahu kemanakah arah dari keinginan manusia. Apakah syahwat apakiah untuk kemaslahatan. Hati akan menjadi saksi di kemudian hari.
Hukuman disisi Tuhan lebih berat lagi konsekuensinya, demikianlah diilhamkan kepada hati. Namun apakah manusia percaya pada hatinya sendiri?
***
Entah dimanakah aku, kemanapun aku
menghadapkan wajah yang nampak adalah layar-layar monitor besar. Seperti
berhadapan dengan layar touch screen dimana akupun bisa dengan sesukaku merubah
tampilan layar tersebut. Apakah aku masih berada di dunia?
Entahlah jika ini ilusi mengapa
residu rahsanya kuat sekali. Bahkan setiap alam-alam yang kumasuki sedemikian
nyata sekali seakan tertinggal di dalam sel-sel tubuhku. Hingga syaraf tubuhku
menjadi sangat sensitif sekali. Ataukah mungkin ini karena disebabkan oleh
demam tinggi yang menimpaku tiga hari ini?
Aku masih terus mencari jejak-jejak
yang mampu menjadi petunjuk siapakah sebenarnya aku? Jika memang benar aku
manusia apakah aku sudah memiliki standar sebagai manusia? Ya, orang lain mungkin akan menyebutku
manusia sebab tampilan fisik ragaku adalah manusia. Namun bagaimana kalau OS
yang berada ditubuhku bukan OS untuk manusia? Apakah aku pantas disebut
manusia?
Siapakah yang akan menyempurnakan
diriku ini agar menjadi manusia. Agar aku bisa kembali kepadaNYA. Dan pertanyaan itu masih menggantung, meskipun
aku sudah tahu jawabannya.
“Ah..akankah aku mampu pulang...kesisiMu Ya robb..dan meniadakan aku”
Bertsambung... Bekasi, 16012018
Mengapa begitu sibuknya aku berfikir ini
dan itu, bilakah dunia ini tanpa aku? Tanpa aku yang mau tahu sebab mengapa begini
dan begitu? Bilakah dunia tanpa ada aku-ku, dan aku-mu, serta aku-kita?
“Ah..akankah aku mampu pulang...kesisiMu Ya robb..dan meniadakan aku”
Bertsambung... Bekasi, 16012018
Dimensi ruang dan waktu itu ada berapa tingkat mas
BalasHapussilahkan berselancar ke artikel sejenis di blog ini mas
Hapushttp://pondokcinde.blogspot.co.id/2010/10/misteri-sang-waktu.html