Menggugat; Sang Batara Kala (2)
Aku diam bersama sang waktu. Ah..benarkah sang waktu diam? Apa hanya prasangka-an ku saja. Apakah waktu bergerak? Benarkah waktu itu bergerak? Sungguh aku tak pahami. Kumpulan waktu demi waktu membentuk satu kumpulan yang disebut masa. Suatu masa biasa disebut dalam bahasa jawa sebagai KALA. Apakah hubunganku dengan sang KALA.
Apakah KALA itu ada? Ataukah hanya sebuah
dimensi dalam fikirkan manusia saja. Apakah semua lintasan perihal sang kala
ini terjadi sebab panas demam tinggi yang menderaku hingga pintu-pintu portal
antar dimensi seperti terbuka dan memaksa aku memasuki dimensi sang waktu.
Aku memasuki diriku. Mana mungkin?
Aku memasuki portal jiwaku yang lainnya. Suatu dimensi dimana aku mampu
menghentikan waktu sesuka diriku sendiri. Dimensi pada masa kala waktu manusia (menjadi) biasa disebut sebagai sang BATARA KALA. Manusia yang sudah mencapai titik
spiritual tertinggi akan disebut BATARA.
***
Aku kembali dihempaskan ke dalam
suatu dimensi yang tak bisa kusebutkan. Perlahan tubuhku sirna masuk ke dalam
sebuah layar monitor besar seperti sebuah cermin. Tubuhku hancur menjadi
cahaya. Cahaya dengan kecepatan tinggi berpedaran memasuki sebuah kristal prisma kaca. Kristal yang menyebabkan
tubuh cahayaku terdifraksi menjadi kecepatan-kecepatan yang lebih lambat sesaat memasuki dimensi
di bawahnya.
Namun anehnya meskipun aku merasa
berada di kecepatan rendah sesaat memasuki pintu portal demi pintu portal ada
dari bagian diriku yang tetap bertahan dengan kecepatan awal, tidak terpengaruh
oleh dimensi yang kumasuki. Hingga sisi diriku yang satu sudah mencapai akhir
terlebih dahulu sementara bagian diriku yang lain masih tertinggal ditiap
dimensi yang kulalui.
Sebuah dimensi yang aneh, sebab jika
disana hanya kudapatkan diriku sendirian saja di alam semesta. Setiap kumasuki
satu portal yang kutemui adalah bagian dari diriku juga. Aku mengenali diriku
dengan baik.
Hingga sampai ke batas alam materi
sensasi itu masih sangat kuat sekali kurasakan. Seluruh alam dimensi yang
kumasuki hanya ada aku. Aku yang dengan hak menyaksikan keberadaan diriku
sendiri. Oleh karena sebab itulah mengapa Al Halaj berani mengatakan “Ana Al Haq!” . Sebuah perkataan kontraversial di kesadaran yang menghebohkan peradaban
manusia. Pernyataan ini baru saja kupahami. Manakala diri ini dibawa memasuki
dimensi waktu.
Sulit sekali menyampaikan keadaan
ini. Bahwa kemanapun wajahku ini menghadap. Kemanapun kuarahkan fikiran dan
kesadaranku, akan kemana jiwa menuju. Di portal dimensi manapun aku bersembunyi maka disana
ada AKU. Lantas siapakah AKU?
***
Apakah hubunganku dengan waktu? Bukankah
waktu hanyalah sebuah kumpulan dari detik ke menit. Dari menit ke jam.
Dari jam ke hari. Dari hari ke Bulan. Dari bulan Ke tahun. Dari tahun ke abad
dan windu. Nah bukankah kumpulan itu yang disebut sebagai sang KALA? Sebuah periode urutan waktu yang merupakan
sebuah proses pembentukan dari tiada menjadi ada.
Dimensi masa yang dipisahkan dari tiap proses dalam sebuah proses kejadian adalah dimensi yang kosong atau suwung. Seperti sebuah USB tanpa memori. Suwung adalah dimensi waktu tanpa adanya kejadian baik masa
lalu, masa sekarang ataupun masa depan. Jika kesadaran manusia yang tidak ingin melihat sebuah proses kejadian
maka manusia akan memasuki dimensi suwung ini.
Manusia yang mampu memasuki dimensi waktu
ini adalah manusia yang sudah memiliki kemampuan setingkat BATARA. Dengan kemampuannya itu manusia tersebut
pantas di sebut sebagai BATARA KALA.
***
Mengapa manusia ingin mencari SUWUNG
dalam kehidupan spiritualnya? Apakah manusia tidak mampu menerima kenyataan bahwa
ada serangkaian sebuah proses pada penciptaan dirinya sendiri. Sebuah proses
yang harus dialami setiap manusia. Seperti proses sebuah besi yang ditempa
untuk dibentuk apa saja.
Apakah manusia yang sudah mampu
memasuki dimensi waktu ini sudah terbebas dari nafsunya? Apakah Sang Batara
Kala itu terbebas dari nafsu? Kondisi suwung manusia tidak menjamin bahwa
manusia itu terbebas dari fitrah dirinya sebagai manusia. Raganya yang terbuat
dari tanah akan kembali ke sifat tanah.
Raga akan tetap berproses menumbuhkan
benih-benih baru. Seperti tanah yang menyimpan benih-benih tanaman. Demikianlah raga manusia. Apakah itu benih kebaikan ataukah itu benih kejahatan. Tanah
tempat dua keseimbangan ini berada. Setiap benih ini memiliki kondisi idelanya
masing-masing untuk bertumbuh. Jiwa menjadi ekosistem tempat tumbuhnya
benih-benih ini. Jiwa yang panas dan gersang akan menumbuhkan benih-benih
kejahatan. Jiwa yang senantiasa halus akan menumbuhkan tunas kebaikan bagi alam
semesta.
***
Bagaimana memasuki dimensi waktu? Mudah
saja masukilah ke dalam diri sendiri. Masukilah aku maka mansuia akan menemukan dimensi
waktu. Memasuki aku berati memasuki dimensi sang Pengamat. Sang Pengamat waktu adalah
aku. Sementa AKU adalah sang waktu itu sendiri. Maka bagaimana Al Halaj tidak terbangun dari tafakurnya dan sontak mengatakan “Ana Al Haq”.
Al Halaj telah memasuki dimensi waktu. Dimensi dimana hanya ada aku.
Lantas mengapa dengan Batara Kala yang ada di kesadaran nusantara ? Apakah ada manusia yang mencapai level Batara kemudian menggunakan kemampuannya itu untuk merubah kejadian yang sudah ditata oleh alam?
Adakah Batara Kala mampu merubah waktu? Ataukah Batara Kala adalah sosok manusia yang menjadi korban sang waktu itu sendiri. Gagal menerima takdirnya sendiri? Sehingga dirinya hidup dalam arogansinya. Entahlah..Bahkan hidup ini apakah ilusi atau kenyataan juga relatif adanya?.
Al Halaj telah memasuki dimensi waktu. Dimensi dimana hanya ada aku.
Lantas mengapa dengan Batara Kala yang ada di kesadaran nusantara ? Apakah ada manusia yang mencapai level Batara kemudian menggunakan kemampuannya itu untuk merubah kejadian yang sudah ditata oleh alam?
Adakah Batara Kala mampu merubah waktu? Ataukah Batara Kala adalah sosok manusia yang menjadi korban sang waktu itu sendiri. Gagal menerima takdirnya sendiri? Sehingga dirinya hidup dalam arogansinya. Entahlah..Bahkan hidup ini apakah ilusi atau kenyataan juga relatif adanya?.
Bersambung...
Bekasi 16012018
Komentar
Posting Komentar