Rahasi Simbol (3), Misteri Kembalinya Kediri
Tersentak
dari lamunan, ketika ini harus dituliskan. Teringat cukup lama diri sembunyi.
Coba katakanlah apa yang meski harus dilakukan. Derita yang mendera bukan
karena cinta tentunya. Pencarian jatidiri dari lubuk paling dalam. Telah membawa langkah menuju sebuah kota. Yah, kota Kediri.
Kota yang menunjukan kemanakah arah pencarian harus diselesaikan. Jika kemudian
tubuh berdentam, jatuh terkapar tanpa daya, dan dari seluruh panca indra keluar
cairan tak biasa. Luruh sudah bagai kain
basah yang jatuh dari gantungannya.
Bukan hanya dari mata, bukan hanya
dari telinga. Tidak hanya dari kulit saja, dari atas dan bawah keluar cairan
bagai air bah. Membuat tubuh lunglai tanpa daya sudah 14 hari lamanya diatas
lantai yang dilapisi kasur tipis. Seperti mati tapi bukan. Seperti hidup tapi
bukan. Mengenal diri yang tiada daya upaya sama sekali. Tubuh seperti terisi
hawa luar biasa berputar disekitar perut dan dada. Menyebabkan sakit yang
melumpuhkan indra. Ini sudah hampir
sebulan lamanya.
Tersentak dari lamunan, ada akal
yang masih jernih, ada hati yang masih menyisakan suara yang bergema dalam
dada. Diri tak mendengar apapun gemuruh diluar pintu. Sementara Dia terus
mengejar mengendalikan gerak dalam raga ini. Bergumullah bola-bola hati. Membalut
indra dan akal pikiran. Waktu berputar semakin cepat, sementara raga masiah
terpuruk di pojok kamar dengan mata setengah terpenjam. Merasakan ketiadaan
daya. Adakah yang luput dari pengamatan? Mengapakah begitu dahsyat efek
perjalanan ke Kediri? Ada apa dengan Kediri? Layakah kisah ini disandingkan
disini?
+++
Kereta malam membawa raga ini
menuju Kediri. Sebuah kota yang paling ditakuti oleh Para Maharaja dan Pejabat
Istana. Kota yang konon diisi dengan kutukan-kutukan yang membawa hawa magic
tersendiri. Entah apa yang menyebabkan diri berani menuju kesana. Maka tak aneh
jika kemudian terjadi benturan kesadaran yang begitu hebat di raga yang menuju
kesana. Ditemani satu sahabat yang berasal dari kota itu. Diri memberanikan
diri menyambangi leluhur sang diri. Airlangga dan Dewi Kilisuci lengkap dengan
segala kebesaran mereka telah menunggu
kehadiran.
Tidak!. Bagaimana ghaib bisa mati
hanya dengan dikurung dengan bebatuan. Mereka masih hidup dan menyebar ke
seantero kota menimbulkan hawa magic disana bagi yang mampu merasakan. Tak
pelak ketika kereta berhenti disebuah stasiun untuk pergantian lintasan, tubuh
dihantam ribuan energi. Nampak disepanjang pematang, mungkin ratusan ribu
pasukan ghaib mereka menghadang kedatangan. Tubuh bagai kain basah yang
dipelintir, perut sedemikian hebat melilit ingin memutahkan sesuatu. Tanpa ayal
lagi diambil sikap meditasi dan memohon pertolongan Allah. Ini perang!.
"Ya, orang Kediri besok akan
mendapatkan balasanku yang sangat besar. Kediri bakal jadi sungai, Blitar akan
jadi daratan dan Tulungagung menjadi danau."
Sumpah dan kutukan itu bergaung
ditelinga, seiring dengan kemunduran mereka. Pasukan tandingan telah datang untuk
melindungi dan mengiringi sang raga dalam perjalanan.
“Maksud kedatanganku bukanlah untuk
melepaskan atau mengurai kutukan. Biarkanlah kutukan itu menjadi keniscayaan
bagi sebuah kota yang disebut Kediri. Maksud kedatanganku hanya ingin
mengetahui ihwal sebab mengapa bangsa nusantara ini terus saja tercabik-cabik
dan sulit sekali bersatu. Jika tidak masuk ke dalam diri dan mencari tahu penyebabnya
maka kemana lagi. Bukankah sumber prasangka dan juga perpecahan adalah berasal
diri sang diri? Aku tidak akan mengganggu kalian, wahai Mahesa Suro dan Lembu
Suro!. Aku hanya ingin kembali Ke-diri!.
Tidaklah ada urusan dengan kalian semua.”
Seketika angin malam melembut dan
gejolak hawa di perut dan dada mereda. Pusing, demam dan sakit sekujur badan
menandakan bahwa peritiwa itu bukanlah ilus atau halusinasi. Rekan seperjalanan
hanya terheran dengan keadaan yang tak biasa. Pandangan yang sepertinya kosong,
menatap tapi tidak menatap, mata seperti menerobos menembus kekelaman malam.
Menjadikan perjalanan terasa mistis dan menggiriskan.
Pertanyaan belum terjawab. Ada apa
dengan Kediri? Termasuk saat kunjungan ke Goa Selomangleng. Tidak didapatinya
tanda-tanda Kami ingin bersapa disana. Pencarian semakin misteri. Dilanjutkan
ke situs Jayabaya dan juga tempat lainnya. Tak lupa diam Bersama malam di
pinggiran sungai Brantas, konon dahulu disana tempat Raden Wijaya menghabisi
pasukan mongol. Bau anyir darah masih kental terasa. Membuat tak betah lam
disana. Kemudian singgah di masjid yang dahulu adalah bekas candi pemujaan. Ada
portal disana sebuah batu yang khusus untuk melakukan koneksi. Terlalu ramai
hingga sulit untuk meditasi. Hari kedua baru berhasil raga duduk disana dan
melakukan koneksi mencari jawaban mengapa.
+++
Menguak misteri Kediri, sama halnya
menelanjangi diri ini. Tiada jalan lain selain benar-benar telanjang, jujur
kepada sang Kholik. Apa maunya sang diri. Disana sedikit demi sedikit akan
terkuat misteri diri yang terkubur oleh beton beton tebal yang menutupi hati.
Diri ter cover, tertutup oleh beton yang dibuatnya sendiri. Sama halnya saat
Mahesa Suro dan Lembu Suro dikubur dalam-dalam dan di beton dengan harapan
tidak akan muncul lagi ke alam nyata. Apakah
penutup itu (cover) itu mampu menguburkannya selamanya?
Kisah merunut kebelakang manakala,
pada akhir pemerintahannya, Airlangga berhadapan dengan masalah persaingan
perebutan takhta antara kedua putranya. Calon raja yang sebenarnya, yaitu
Sanggramawijaya Tunggadewi, memilih menjadi pertapa dari pada naik takhta. Pada
akhir November 1045, atas saran penasehat kerajaan Mpu Barada, Airlangga
terpaksa membagi kerajaannya menjadi dua, yaitu bagian barat bernama Kadiri
beribu kota di Daha, diserahkan kepada Sri Samarawijaya, serta bagian timur
bernama Janggala beribu kota di Kahuripan, diserahkan kepada Mapanji Garasakan.
Rupanya berawal dari sinilah runut kisah kesadaran kemudian melahirkan
kisah-0kisah lain yang memilukan drama raja-raja Jawa.
Apakah keputusan Airlangga ini
adalah keputusan terbaik? Bagaimana membedakan bahwa kebaikan yang diri lakukan
bernilai kebaikan dan mendapat respon yang baik dr alam? Setiap diri manusia
pasti akan merasa telah berbuat baik kepada sesamanya. Semua berdalih dengan
dan atas asmaNya.
Dengan menyebut asma Allah yang
Maha Pengasih dan Penyayang, dan berlindung kepadaNya dari segala was-was dan prasangka,
kisah ini diturunkan. Mencoba menelisik sebab muasal asal pengenalan sang diri.
Berangkat pergi Ke-Diri. Diri yang bertanggung jawab atas segala gerak dan
perbuatannya di bumi ini. Diri yang telah menorehkan memori di kesadaran
manusia bahkan jauh setelah diri ini mati. Semua jejak dan rekam niat sang diri
tetap akan berada di alam dan dapat dipanggil ulang sebagaimana kiriman sebuah
pesan pada media sosial.
+++
“Selepas pagi kau akan paham dengan Cinta
Tidak dengan membaca
atau melihat keindahan nya
Sebab cinta hanya dapat terlihat ketika engkau menutup mata
Ya.. menangis hanya bisa ketika
engkau menutup matamu
Lantas apakah cinta?
Hadir tanpa harus bertemu
Ada tanpa harus menunggu fakta
Ketika matamu deras air mata maka disana ada cinta yang tak terlihat..
Apakah Cinta?”
“Ayahanda engkau tidak mengerti itu” Bisik
Dewi Kilisuci lirih.
Pergilah dirinya meninggalkan istana menuju pertapaannya
dengan menyimpan segala kekecewaan dan gundah gulana yang hanya mampu
dipahaminya sendiri. Yah, Dewi Kilisuci adalah seorang Putri dengan adat
istiadat keraton yang ketat sekali. Namun cinta bukanlah soal putri atau raja.
Cinta adalah persoalan hati. Seharusnya dia bisa saja mengambil haknya sebagai
raja di Kahuripan. Namun diirnya memilih pergi. Ada apa?
Setiap diri pasti memiliki harapan
atas apa yang dilakukannya kepada orang tercinta. Ketika kebaikan yang
dilakukan nya tidak menghasilkan kebaikan sebagaimana yang diharapkan nya maka disinilah
akan muncul pergolakan hebat dalam jiwa. Jiwa akan kekecewaan luar biasa. Mengapa
setiap kebaikannya seperti menaruh api diatas bara?. Bukanlah kebaikan yang sepadan
yang diri dapatkan namun justru kebalikannya umpatan dan juga kebencian. Mengapa?
Lengkingan jiwa ini tak mampu di jawab oleh angin.
Sebab apa manusia selalu memiliki
pengharapan untuk perbuatan baiknya? Tentu saja jika manusia menyematkan
pengharapan kekecewaanlah adanya. Kekecewaan ini disebabkan karena pengharapan
yang diawal mula menjadi dasar niatnya. Inilah hukumnya... jika diri melepaskan
pengharapan maka tdk mungkin muncul kecewa...Maka dirisinilah diri bisa paham
bahwa argumentasi yang kemarin dalam melakukan kebaikan ternyata keliru. Allah
ingin menunjukan hal itu.... agar diri sadar dan memperbaiki niatnya kembali. Maka perbuatan yang tidak memiliki pengharapan
inilah kebaikan yang akan dinilai Allah.
Jika kebaikan yang diri lakukan
masih terus menerus menghasilkan ketidak baikan... maka cobalah perbaiki
niat... lihatlah mungkin ada pengharapan tersembunyi disana yang tdk
disadari.... dan Allah ingin memberitahukan tentang itu...Allah ingin
membersihkan niat yang tersembunyi dr perbuatan. Pengharapan ini sering
dipahami sebagai ‘riya’. Riya adalah ‘citra diri’ dan pengharapan melekat
kepada citra diri ini. Ingin dinilai baik dan suci.. ingin dianggap baik dsb
dsb... Karena
sebab citra diri inilah manusia kemudian marah jika dianggap tidak baik,
dianggap sombong, dianggap kafir, dianggap tidak mampu...dsb dsb...manusia
kemudian melakukan pengejaran atas citra diri ini.
Citra diri inilah yang dibangun
para tokoh2 politik... maka datanglah TeMujiN yang tdk peduli dg citra diri. Temujin
(Jenghis Khan) adalah pemuda desa dari kaum padang rumput yang ortodoks sangat
terbelakang. Mengapa mampu menaklukkan separo dunia? Muhammad dr kaum
terbelakang kaum paling jahiliyah di muka bumi...dengan kekuatan apa mereka
mampu menaklukkan dunia?
Manusia sering menciptakan citra
diri mereka.... inilah masalahnya. Inilah penyebab adanya kutukan demi kutukan
yang membelenggu sang diri. Mereka butuh pencitraan utk ini. Sementara Manusia
yang tdk peduli dg citra diri mereka menjadi perubahan peradaban. Disinilah
konsepsi riya menemukan muaranya, mengapa ‘riya’ dilarang keras dalam Islam. Yah,
Manusia dewasa ini berlomba-lomba untuk menampilkan citra diri mereka, membuat
framimg dan konstruksi di kesadaran agar dianggap baik, dianggap suci, dianggap
bla bla..sehingga semua orang melihat citra diri ini. Melalui TALBIS citra diri
dibangun sedemikian rupa sehingga masyarakat percaya bahwa itulah jatidirinya. Manusia melakukan pengejaran atas citra diri
...citra diri kemudian dianggap sebagai diri itu sendiri.
Apakah citra diri? Salah satunya adalah riya'...sholat karena ingin dilihat suci...sholat agar citra dirinya naik dimata manusia dsb dsb. Pengharapan manusia ada pada citra diri...maka alam tidak akan merespon pengejaran manusia atas citra diri ini. Tokoh2 perubah peradaban dunia tidak peduli dengan citra diri ini....mau dianggap gila, tidak waras, mau dianggap apa saja terserah....mereka fokus kepada proses yang terus dijalani.
Apakah citra diri? Salah satunya adalah riya'...sholat karena ingin dilihat suci...sholat agar citra dirinya naik dimata manusia dsb dsb. Pengharapan manusia ada pada citra diri...maka alam tidak akan merespon pengejaran manusia atas citra diri ini. Tokoh2 perubah peradaban dunia tidak peduli dengan citra diri ini....mau dianggap gila, tidak waras, mau dianggap apa saja terserah....mereka fokus kepada proses yang terus dijalani.
Temujin tidak peduli walau dianggap
bangsa barbar dan pembunuh nomer satu dunia...jejak-jejaknya ada dimana saja.
Anaka keturunan Temujin menyebar di seluruh dunia. Demikian halnya anak
rosululloh, mereka menguasai peradaban manusia di seluruh dunia, mempengaruhi
arah kesadaran. Pengharapan manusia ada diwilayah 'citra diri' ini....ingin
dianggap baik dan suci, ingin dianggap pintar dan tahu segalanya, ingin diangap
bla bla.
Bisakah membedakan 'citra diri' dan
DIRI?
Tugas manusia membebaskan dirinya
dari pengharapan atas 'citra diri' ini....ingin dianggap adalah pengejaran atas
citra diri yang sangat berbahaya bagi kesadarannya. Citra DIRI inilah yang
dikutuk oleh Sang Sabdo Palon ...Nanti umat Islam hanya akan melakukan
pengejaran atas citra diri ini....mereka hendak menipu manusia
lainnya...sesungguhnya mereka hanya menipu dirinya sendiri. Sabdo Palon
tidaklah memusuhi umat Islam namun Sabdo Palon mengkritisi para penjual Citra
Diri ke Islaman ini. Marilah kita saksikan saja kebenaran sumpah ini.
Kediri adalah muasal manusia
mengenal CITRA DIRI di nusantara ini. Maka Kediri dalam liputan kutukan sang
Mahesa Sura dan Lembu Sura. Dewi Kilisuci telah memulainya dengan citra
diri..pencitraan ...dimulai dari Ke-DIRI. Muasal energi Citra DIRI berasal dari
Ke-DIRI. Berat hati menyampaikan ini. Kota ini penuh dengan hawa magic yang
luar biasa sekali. Bahkan para raja juga tidka bernai datang kesini. Pertanyaannya
adalah mengapa?
Siapa yang membangun kesadaran
melalui penCITRAan DIRI akan terkena kutukan dari Sang Lembu Sora dan Mahesa
Sora tokoh Danhyang penguasa tlatah alam ghaib. Kutukan ini bahakn diulang dan
dikuatkan kembali oleh Sumpah Sabdo palon Raja dari para raja Penguasa Gunung.
Pada saatnya era pencitraan dan era
framing akan dilibas oleh kesadaran murni....diri yang selalu ingin terlihat
baik di mata orang lain sehingga menghalalkan segala cara. Mereka yang
mendasari niat dari citra diri ini pada saatnya
akan berhadapan dengan diri mereka sendiri...akan berhadapan dengan KAMI.
Pada saaat itulah Sumpah Sang Sambdo Palon menemukan kebenarannya. Dan citra
diri ini dibangun oleh tokoh2 ahli kitab, dan atau ahli agama...siapa yang
tidak akan percaya jika dicitrakan oleh tokoh2 yang ahli dalam bidangnya? Nampak
jaman sekarang ini betapa sulitnya mencari tokoh yang benar-benar ulama. Sudah Nampak
tanda-tandanya di jaman sekarang ini.
Siapakah tokoh ahli kitab di jaman
AIrlangga? Siapakah yang men citra kan Calon Arang tokoh antagonis? Calon Arang
adalah pemimpin wanita di sebuah dusun di wilayah kerajaan kahuripan,sekaligus
penganut setia dan taat ajaran Dewi Durga. Sedangkan Sang Penguasa dan
mayoritas penduduk di kerajaan tersebut adalah penganut Dewa Wisnu. Sebuah
perbedaan yang sangat mencolok,terlebih di jaman itu seorang Wanita hanya di anggap
sebagai perhiasan kaum lelaki yang tugasnya hanya melayani suami dan
anak-anaknya saja.
Keberadaan Calon Arang di jaman
tersebut mungkin adalah simbol sebagai emansipasi Wanita di jaman dulu. Tokoh Calon Arang ini bisa di
bilang melawan arus dari paham sistem patriarki, di mana laki-laki bertindak
sebagai pemimpin dan perempuan menjadi pendamping yang tunduk dan setia. Menariknya
dari hal tersebut terlahirlah sebuah pertanyaan.
"Bisakah publik umum menerima
hal tersebut terutama para kaum lelakinya?"
Perbedaan aliran pun terasa kental
banget di kisah Calon Arang tersebut dan sekali lagi sebuah pertanyaan pun
muncul.
"Bisakah para kaum mayoritas
menerima para kaum minoritas dan berdampingan dengan damai di jaman itu?"
Berdasarkan kisah Calon Arang
ini,Disebutkan bahwa dia seorang yang sangat sakti dan mampu menebar wabah
kematian berkat ilmu hitam yang dia punya. Dijaman itu terjadilah peristiwa
yang mengerikan yaitu datangnya wabah penyakit yang membunuh banyak orang
disertai dengan hasil panen yang gagal secara menyeluruh menimpa masyarakat
kerajaan tersebut. Calon Arang dan pengikutnya di tenggarai sebagai penyebab
terjadinya bencana tersebut.
Benarkah tuduhan tersebut....?
Di negara belahan eropa pernah
terjadi hal yang cukup mirip dengan kisah Calon Arang ini. Dimana mereka
memburu penyihir yang mereka anggap biang penyebab musibah yang menimpa bangsa
mereka dan mayoritas yang di tuduh penyihir adalah kaum Wanita. Akhir cerita
pun,di kisahkan bahwa Putri tunggal kesayangannya pun mengkhianatinya. Perbedaan
akan menjadi akar masalah , mejadi disruption dan akan dianggap
berbahaya....mungkin Calon Arang yang beda keyakinan dengan main stream adalah
salah satunya...Termasuk Syekh Siti Jenar dan Juga Al Halaj.
Sayang para nabi sendiri adalah
tokoh yang diturunkan untuk melawan
mainstream. Para nabi diminta melepaskan diri dr kemelekatan atas *citra diri*
... bagaimana sebagai orang suci tapi melakukan perbuatan yang bisa menjadi
sebab hancur nya citra diri mereka...
Banyak kisah tentang pemahaman citra diri di Ke-DIRI. Pemahaman
yang menyelusup satu demi satu, merangkai puzzle-puzle yang selama ini seperti
benang kusut.
Dan semua pemahaman ini haruslah
diuji….
Tersentak dari lamunan, ketika ini
harus dituliskan. Teringat cukup lama diri sembunyi. Coba katakanlah apa yang
meski harus dilakukan. Derita yang mendera bukan karena cinta tentunya.
Pencarian jatidiri dari lubuk paling dalam.
Aku datang ketika urutan waktu hilang
Bersama yang tertinggal ku sambangi harapan
Seperti keranjang kehampaan melahirkan malam
Itukah cinta, tiada yang terlihat selain pusara
Tiada yang tersentuh kecuali
dusta
Mata terpenjam hanya air mata
Bagaimana mata melihat cinta?
Aku datang bersama keinginan
dan beringin malam yang tumbang ketika angin menerjang
Daun yang rontok dan akar yang menjulang
Menjadi sampah atas pemikiran
Aku datang bersama kekalutan
Bersama waktu yang terbuang
Aku datang bersama ketakutan dan impian
Setelah pagi menjelang
aku pahami apa itu kesendirian
Seperti butiran embun di cahaya matahari
Bersinar pelangi sekejap sejenak kemudian lenyap terbakar mengisi udara
Aku tak berani datang semenjak siang tak mau pergi
Panas sekali...
dan aku tak bisa kembali
Ke-DIRI
Bersambung….
Komentar
Posting Komentar