Prasangka Hati Merajai



Kalau kau masih punya perasaan, mengapakah bunga kau buang di jalanan. Kalau masih punya rasa iba mengapa perahu kau dayung sendirian. Akan kemanakah engkau berlabuh sementara laut seakan tak bertepi.” Berkata Putri


“Duhai Putri, tak berbuih samudra (adalah) isyaratkan dukamu. Kala diammu hening, cakrawala , ingatanmu merobek bulak bulan di singgasananya .”


Airmata menetes, mutu manikam , jatuh berserakan, tercecer di bawah mata kaki.
Luruh bersimpuh jiwa, tak kuasa menahan luka.
Tubuh bergetaran, isak, marah, kesedihan dan kepedihan.
Lirihnya saja terdengar. Menanda langit tercabik tangan srigala
Aroma belukar dalam lintasan prasangka..
Dan MURKA..!

Betapa sedih terasa, yang dulu  hijau kini memerah

“Putri kekasih istana, tiadakah berbelas kasih,
Lhatlah ! Telor-telor yang dierami enggan menetas. Burung-burung yang terbang telah melupakan sarangnya. Angin bergerak tak tentu arah, menjadi pusar tornado. Kupu-kupu kehilangan kepak sayapnya. Tiada berjejak suara. Begitu juga indah panorama.”

Sahdu berkata pemuda. Matanya nanar, dukanya terpendam. Ingin rahsanya menjadi salju, demi memadamkan bara api amarah kekasih hati. Air matanya tertahan di matanya.
Di palingkan wajahnya memandang sang Hafizs, matanya menatap penuh belas kasihan. Mencari jawaban dari mulut bijak sang musafir lalu

“Biarkan mereka tersenyum, biarkan mereka tertawa. Janganlah sedih dan jangan simpan tangismu. Biarkanlah berlalu. Tiadalah ombak samudra perkasa manakala dirinya membentur karang. Kau jangan termenung, pasti akan sampai gunung kau daki. Sungai masih mengalir, daun masih berganti. Mengapa berhenti kini? Bukalah jendela hiruplah semerbak wangi dunia. Dan kau tidaklah sendiri, masih ada Tuhan menyertai. Langkahkan dengan  pasti gerak hidupmu”  

Berkata angin menyahuti, dan sang Hafis hanya tersenyum saja. Tak dihiraukan ramainya alam pikiran dan rahsa manusia.


“Mengapakah dunia tampak nista, bukankah takdir berkuasa atas segala sesuatu?
Iba telah abaikan semua..
Langkah kalian, sembunyikan hati, heh..
Begitulah keadaan manusia, mereka berduka atas apa-apa yang terlepas dari tangannya. Namun kebalikannya mereka berbanga-bangga atas apa yang didiperolehnya, seakan-akan mereka tidak pernah sekalipun berdoa kepada Tuhannya untuk itu”

Biarlah hitam menjadi hitam,. Jangan harapkan jadi putih. Biarlah rembulan diatas sana, jangan harapkan turun kesini.

“Wahai pemuja hati, telah berlaku ketetapan Allah atas setiap diri manusia. Barang siapa  lalai dari mengingat-Nya maka akan dikirimkanlah setan sebagai temannya. Setan itulah yang akan selalu mendampingi hatinya. Mengobarkan segala rahsa, menjadi seakan benar keadaannya. Begitulah manusia ber prasangka atas kehendak-Nya. Maka manusia akan merasa benar dalam amarahnya, dalam sedihnya, dalam nestapanya, dan dalam bergolakan diantaranya. Manusia lupa bahwa sesungguhnya rahsa-rahsa itu datangnya dari setan.”

Berkata Hafizs, tidak menghiraukan sang pemuda yang bergetar relung hatinya.

Sejuk terselimuti, kesadaran menjadi sebuah makna hakiki, mewarnai pemahaman, bahwa  semua kejadian, semua keadaan datangnya atas kehendak-Nya. Dialah yang berkuasa membolak balikan hati. 
Maka tiada patutlah dirinya menjadi salju untuk memadamkan amarah kekasih hati. 
Sebab hakekatnya tiap-tiap diri sedang dalam pengajaran cinta-NYA

 “Berkunjunglah dalam kelas pengajaran-Nya. Maka engkau akan mengerti”  

Berkata hafizs meninggalkan mereka.
Nampak awan putih menyelimuti,  mengiringi hilangnya Hafizs dari pandangan.

Alam kembali diam dan sepi. 

...


Wolohualam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali