Paregreg, Perang Yang Tak Usai (2)
Kanvas
putih di sudut ruang. Satu titik dalam kesepian. Merayapi kegelapan malam.
Menggores perlahan, satu huruf demi satu huruf dalam bahasa kawi. Tekanan tak
sama dari setiap hurufnya. Seperti menahan beban. Nafasnya tertahan diantara
iga dan belikat. Kemudian dihempaskannya
dalam satu erangan.
“Argh......!”
Getaran
hawa magic membangkitkan alam alam kesadaran. Kesedihan yang melumatkan hati.
Erangan siapakah itu? Adakah Bhre Wirabumi? Kisah Menak Jingga dan Dhamarwulan
yang terbangkitkan? Kisah Majapahit Timur dan Barat yang luput dari semua
kajian. Kisah rindu dendam para penguasa kerajaan. Kisah yang dibadikan oleh
perang. Perang Paregreg. “Dari sisi manakah keindahan perang?”
***
Lolongan
anjing bersahutan. Jemari gemetaran tak mampu ditahan. Tangan seperti ingin
menuliskan. Namun diotaknya tidak ada referensi atas huruf dan bahasa yang
ingin disampaikan. Menangis dirinya
terguguk, sementara dibiarkan tangan menggoreskan satu huruf demi satu huruf. Huruf
yang kemudian membentuk satu kata, yang dirangkaiankannya menjadi alinea. Tubuh
gadis belia itu jatuh berdetam ke lantai. Mata terpenjam, wajah pias dalam
penderitaan.
Energy
dari dimensi masa lalu yang menyeruak masuk mengahantam kesadarannya, seakan
tak mau berhenti. Mengangkat tubuhnya
menarik, meliuk bagai selendang di tangan para penari. Lunglai sekujur
persendian. Kesadaran gadis itu hanya mampu menyaksikan bagaimana raganya
dibuat seperti layang-layang oleh energy yang menyusup dan menguasai. Apakah
leluhur Majapahit Timur sudah mulai berdatangan?
Kedatangan
demi kedatangan yang tak dipahami, untuk apakah para leluhur datang ke masa
kini dan akan memulai perang lagi? Raga
raga anak keturunan mereka kini menjadi ajang pertempuran baik di ranah
kesadaran maupun di ranah nyata. Hingga tubuh
gadis belia itulunglai tak mampu menahan beban, sering jatuh pingsan di keramaian. Keadaan itu
tentu saa mengkhawatirkan.
***
Sosok
lelaki setengah baya itu menghela nafas berat. Hidup dan kehidupan adalah
sebuah permainan yangharus dimainkannya. Semisal masuk ke dalam sebuah film
petualangan ‘JUMANJI’ seluruh permainan harus diselesaikannya, jika tidak
dirinya akan terjebak selamanya di permainan ini. Dirinya akan terus terjebak
di raga terkini. Jikalaupun kemudian mati paling hanya akan berganti raga lagi.
Mengapa ksadarannya mesti terbangkitkan. Mengapa dirinya mesti harus tahu
seluruh reka kejadian. Rasanya baru kemarin ini dia mati. “Bhre Wirabumi”
Desahnya memecah kesunyian.
“ Sa jane kuwi sing kuminep sumine.
Lakon apik yo ja jane rambine apik kulamang sambyang. Jajane kuwi simng lambine
rumatan kaminep sumkabeh lum kurine, sum kulamat singbapik yen kurane rambang.
Rumbane rumatan sing sapimen sungaben
rumtangen susane suminep. Wis tak lampane kuwi singbrambine ruminep rungsi
sambine runjane suminep kasimun ngambare kuriben lambine suminep rambane
kuminten. Sim kulimet kurimen sunginep, yo wis sambine sing apik
Sing kuwi sing pinatan, yen rumatan
kamine suwi. Kumbine sing apik, kulune pantimen junganane sing saminep”
Seperti
sebuah pesan yang terbaca dalam monitor ingatannya. Bagaimana support system
mengajarinya, memandunya agar dirinya mampu menyelesaikan seluruh permainan dan
dapat kembali pulang ke alam kelanggengan. Betapa jiwanya sudah merindukan
pulang. Merindukan berdua dengan Tuhannya yang telah mencipatkannya.
"Setiap
hal yang menjadi bagianmu akan mendapatkannya dengan semestinya. Tidak ada yang
mengingkari janji. Semua berjalan sesuai dengan kehendak-Nya. Peran serta dalam
kehidupan menjadi bagian dari rencana dan rancangan dalam pengelolaan alam
semesta. Terima itu sebagai Takdir dari Yang Maha Kuasa. Semua berada pada garis yang telah
ditetapkan-Nya. Lihat dan amati untuk menjadi hikmah pada setiap peristiwa.
Jangan bersedih, karena kehidupan berada pada kuasa-Nya.
Berangkat
ke wetan, di sana akan menemukannya, dalam rangkaian yang menjadi perjalanan
menuju kehidupan yang berperadaban. Seumpama itu memang sebagai suatu bukti,
maka Kami buktikan dengan memenuhi janji Kami. Ini adalah sebuah perjalanan
suci, maka hadapi dengan kesucian dan keikhlasan diri. Rintangan dan tantangan
akan hilang, pasti ada penyelesaiannya dalam setiap yang dihadapkan
Ingat,
semua sudah kehendak Yang Maha Pengatur Alam, terima dan jalani perjalanan
sesuai kehendak-Nya."
Ketika
sangsakala menggema, tak ada yang bertanya ada apa? Semua kaget karena melihat
diri berada pada berbagai pecahan dengan daya yang masih ada di antara berbagai
keadaan yang menjelma. Sangkakala terus menggema, tetapi manusia tetap asik
dengan kesenangannya, mengikuti emosi dan keegoisan dirinya.
Lelaki
itu yang menyadari hakikat setiap peristiwa, dia tak dapat berkata apa2, hanya
membeku diam di antara hiruk pikuk teriakan yang menyuarakan sejatinya diri di
hadapan yang lainnya. Sedangkan dia menangis, menangis sejadi-jadinya, karena
sang kala sudah memecahkan semua dalam lengkingannya yang panjang namun tidak
terdengar oleh sebagian orang. Hanya orang-orang yang beriman yang akan
mengetahui dan mengenalnya. Tabuhan yang bersahut-sahutan membawa riang,
gelombamg yang yang bergerak di dasar samudera tidak terasa karena gelombangnya
pelan dan berirama dalam hempasan irama sangkala dalam cinta Sang Maha
Pencipta.
Itu
ada di antara berbagai hal yang menjadi nyata pada kehidupan dengan berbagai
hal yang menjadi dasar bahwa perjalanan memang sedang terus berputar dan dan
berputar.
Sangsakala
terus meniupkan serulingnya, bersama awan dan angin menebar kerinduan akan
hakikat kehidupan yang sejatinya sudah berjalan dan bergelak. Tak mengelak
kuasa dan kehendak Tuhan, itulah bagi pecinta yang mencintai Tuhan Yang Maha
Kuasa.
Kebenaran
bukan berada dalam aku benar, tetapi berada dalam keikhlasan. Lirihnya dalam
rintih, menjadi nyanyian penyeimbamg dalam memaknai hakikat kekuasaan Tuhan. Semua
berkehendak dslam bicara, tetapi diam seribu kata dlaam cinta sang naga, naga
yang menjelma dengan berbagai kuasa, bukan hanya materi tetapi dengan keegoisan
pemenuhan diri sendiri.
Lirik
dan lirih tak lagi menjadi asih, tetapi semua menjadi gegap gempita dalam semua
rasa, menjelma pada dewa-dewa dan titisan-titisan padahal itu hanya cinta dalam
emosi pemenuhan keegoisan diri. Sang diri menari dengan mewujud dan melaku
dalam riang yang menjadi perjalanan tak terelakkan di antara jiwa-jiwa yang
menyerap dalam jiwa yang memenuhi kehendak. Sang jiwa pun terus terkoyak pada
realitas yang menjadi paduan pada setiap kehidupan yang terkapar di penghujung
kehidupan.
Sementara
tangkaian dalam desain yang menjadi silsilah dengan berbagai kehidupan yang
menjadi kuasa atas diri sendiri yang tak bertuan. Lihat pada sebuau cerita yang
menjadi perjalanan tak putus dari derita ketika ia menganggap itu sebagai
sebuah bencana. Sesungguhnya kehidupan diri di antara dua perapian yang
menyala, ada singa yang akan menerkam setiap baris kata yang penuh emosi jiwa
Rintang
rantung rakyan rakyun wkyuni aji bati.
Perbedaannya
sangat jelas, ketika keangkuhan itu terus menghantam, maka realitas yang akan
terus berkurang. Tetapi bila realitas dalam satu wadah tanpa pita, maka itu di
antara dua dilema. Hanya saja setiap keadaan yang bermakna dan tanpa makna
menjadi keegoisan jiwa-jiwa. Setiap
lirik ini tak ada yang ajan akan terus berkembang tanpa tahu alasannya. Sebuah
keyakinan yang menjadi dasar.
Bersambung...
20/012018
P. Arif,tolong dibuatkan kajian
BalasHapusApakah baik buruk tahlil di makam wali
P. Arif,tolong dibuatkan kajian
BalasHapusApakah baik buruk tahlil di makam wali
Insyaallah...mohon maaf baru sempat balas
Hapus