Sang Guru Bumi (7), Munculnya Patung Amurwha Bumi
Entah sampai kapan nyanyian angin dan
burung akan didendangkan. Apakah angin
tetap bertiup? Seorang lelaki duduk merindukan. Sepertinya impiannya telah
usang di makan jaman. Tiada lagi terlihat burung-burung terbang di angkasa saat menjelang
malam tiba. Tiada juga lelawa hinggap di
pelataran rumahnya memakan pohon jambunya. Hatinya tergantung tanpa pigura.
Menatap bumi yang semakin sepi. Sungguh keramaian saat ini tak dimengertinya.
Apakah angin dan burung mengerti
irama ini?
Adakah yang memahami bahasa angin dan
burung?
Adakah yang mengerti bahasa bumi?
Mimpi telah terlewati. Seperti
berlalunya misteri demi misteri yang menggayuti kesadaran diri.
“Apakah yang tertinggal jika pengetahuan hanyalah angan dan pikiran yang
berjalan?”
Bisiknya tak dimengerti dirinya
sendiri.
Perjalanannya tetaplah misteri.
Seperti menjelajah dimensi namun bukan. Sebab kenyataan dirinya tetaplah di
bumi. Berjalan ke Gunung Surian, terus jauh merambah malam berdiri di Gunung Padang.
Hanya malam dan kesepian yang terus mendampari. Jika kemudian petunjuknya
mengarah ke Kota Tua di Jakarta apakah yang bisa dia maknai. Kemudian dari
sana dirinya pergi ke Musium Prasasti dan membuka portal dimensi. Apakah semua
itu kenyataan?
Motivasi apa yang membuat dirinya tetap melakukan 'kegilaan' ini?
Kesana-kemari tanpa pernah dimengerti. Semua hanya dalam tataran keyakinan diri. Melakukan itu dan ini. Berjalan kesana kemari. Duh, betapa penatnya hidup yang harus dijalani.
Motivasi apa yang membuat dirinya tetap melakukan 'kegilaan' ini?
Kesana-kemari tanpa pernah dimengerti. Semua hanya dalam tataran keyakinan diri. Melakukan itu dan ini. Berjalan kesana kemari. Duh, betapa penatnya hidup yang harus dijalani.
Sebuah tanda telah memaksanya kesana.
Dimensi para JALMA telah terbuka. Pertumpahan darah di Nusantara tidak terlekan
lagi. Pergilah menuju titik portal yang sudah ditentukan. Walaupun tidak
mungkin itu akan merubah keadaan, namun setidaknya itu menjadi peringatan bagi
makhluk lintas dimensi, yaitu meraka yang bersemayam dihati manusia agar mau
menahan diri. Semisal peringatan dini atas tsunami.
+++
Munculnya patung arca Amurwha Bumi
yang berwujud Wisnu dengan kepala empat menjadi pertanda berikutnya. Arca
pemujaan dari abad 7 yang merupakan peninggalan Ratu Shima muncul seiring
perlahan jaman. Para penjaga ghaib harta nusantara telah merelakan agar harta
itu dapat dipergunakan. Kesemuanya ada 11 Archa dengan berat rata-rata 100 kg
emas.
Apakah menjadi anugrah? Ah, sulit
memahami keadaan ini. Anugrah ini sesungguhnya menjadi pertanda awal akan
datangnya musibah besar di negri ini. Seiring dengan munculnya harta pusaka
para raja Nusantara maka pintu-pintu portal para Jalma telah terbuka. Tidak bisa tidak sebab inilah konsekuensinya.
Dunia ini dibangun atas pertentangan baik dan jahat. Hitam akan muncul bersama
terang. Anugrah akan datang bersama musibah. Semua berpasangan di alam materi
ini.
Tanda demi tanda, menjadi
kekhawatiran tersendiri disamping menjadi sebuah harapan besar. Entah dari
sudut manakah dia harus memaknai semua ini. Yang pasti hidup harus dijalani.
+++
Pada suatu waktu dan dimensi lainnya,
seorang pemuda terhenyak dan bangun dari kesadarannya.
Mimpi apakah barusan? seperti nyata. dan
masih terbayang dalam ingatan.
"tidak sembarangan kami memilih penerus..."
"kemarilah..waktuku tidak lama, duduklah dipangkuanku, akan aku
tunjukkan sesuatu padamu..."
Suara itu bagai genta lonceng memekan
telinga.
April-Mei 2018 (Tanda ke 7 dan 8)
Semua peristiwa mengerucut pada
kesimpulan, semua tanda itu akan muncul sebagai isyarat datangnya pertolongan
dari Sang Maha Penolong.
"tak akan kau ketahui seperti apa bentuk takdir sebelum kau
berusaha. Kerahkan semua upayamu, pakai semua cara yang kau ketahui, sampai
tiba waktu keputusanNya. Karena semua hal didunia ini adalah datang dari
kehendakNya"
“Aku yakin, Tuhan bersamaku...meridhoi niatku...aku yakin....aku
yakin..Tapi benarkah semua yang aku yakini ini...?”
“Telah kusaksikan...dan sangat menyakitkan, menjadi saksi tanpa bisa
berbuat apa2 Menyaksikan kesombongan,
kebodohan dan keangkuhan manusia.”
“Sukma2 hewan yang telah merasuki hati mereka, sehingga mereka tanpa segan2 menyakiti
sesama, menindas saudara, dengan bangga menyatakan kehebatan diri mengingkari semua karuniaNya.”
Takwa hanya dimulut tapi tidak sampai
dihati,
Beriman tanpa welas asih hanya akan
menampilkan kebengisan dan kekejaman.
Dalam Ajar Pikukuh Sunda yakni dalam
“Serat Sewaka Dharma 499” disebutkan bahwa Manusia dibedakan menjadi dua yakni:
“MANUSA” dan “JALMA”.
“MANUSA” berasal dari Bahasa
Sansekerta yg berasal dari kata MANA yg berarti “pikiran/akal” dan ASSA yg
berarti “memiliki”. Sehingga “MANUSA” bermakna “makhluk yangmemiliki
pikiran/akal”.
Sedangkan “JALMA” artinya adalah
“JELMAAN”, yakni secara fisik wujudnya adalah MANUSIA, tapi secara entitas
batin atau entitas jiwa wujudnya adalah “SATO” yakni “hewan / binatang”.
Untuk apakah pemahaman itu? Untuk apa
dirinya harus tahu? Ugh....! Jantungnya
serasa dihantam palu godam. Sebab mungkin saja di dalam jiwanya telah
bersemayan “SATO-SATO”.
+++
Dengarlah angin mengusik
batang-batang padi. Dengar juga senandung binatang malam. Lihatlah disana adakah
yang tersisa dari kehidupan. Ahh...tiada yang tersisa di kesadaran. Jiwa telah
larut dalam perebutan makanan. Bumi ini telah keruh.
Lelaki itu diam perlahan air mata
mengalir...
Matahari beranjak menahan mimpi.
Bersambung...
Komentar
Posting Komentar