Kisah Spiritual, Amanat Galunggung (2)



Hasil gambar untuk taman surga
Penantian bersama ingatan yang pergi. Esok hari raga masih disini menemani. Begitu liar jiwa memahami. Mengapa begitu sulitnya untuk mengerti. Kisah ini bukanlah tentang kenyataan. Kisah ini mengkisahkan perihal keyakinan. Sebuah hal ghaib yang diyakini akan menjadi kenyataan . “Yah suatu hari nanti,” demikian keyakinan. Entah esok hari ataukah mesti berulang abad kemudian hari.  Ilusi yang dianggap sebagai wujud kenyataan yang diyakini pasti terjadi. Begitu keadaannya. Janganlah tanyakan bahwa kisah ini ghaib ataukah bukan. Angan ataukah kenyataan. Terserah darimanakah sudut pandang?

Tanyakan saja kisah ini pada orang yang lalu lalang maka jawabnya adalah kisah disini hanyalah dongengan angan semata. Kemudian tanyakanlah kisah ini kepada yang mengalami kejadiannya. Maka jawabannya kisah disini adalah kenyataan. Sudah jelas keadaaanya. Kisah disini adalah angan-angan hanya sebuah dongengan semata begitu anggapan sebagian orang. Namun kisah ini jugamerupakan kenyataan bagi orang yang pernah mengalami, yaitu orang-orang yang menjadi saksi atau bahkan pelakunya sendiri. Maka terserah sidang pembaca saja dalam memaknai.

Marilah kita saksikan alam kesadaran kolektif bangsa ini. Apakah benar bahwa paku-paku kesadaran yang ditancapkan generasi awal para kesatria sia-sia. Mari kita lihat dengan dada terbuka. Mari kita lihat di dunia maya saja. Berapa banyak situs dan juga web yang mengusung kesadaran yang sama. Mereka semua bahu membahu untuk mengawal kebangkitan Nusantara Baru. Satu persatu meeka melakukan hal yang sama. Setiap daerah berusah auntuk menancapkan paku kesadaran nabi Ibrahim. Berdoa untuk bangsa ini. Semua terusik dan melakukan pengulangan-pengulanga.

Gelombang manusia bagai air bah tsunami mereka semua tersadarkan bahwa ada yang salah dengan bangsa ini. Mari kita lihat gerakan kesadaran siklus mulai berjalan. Lihatlah pergerakan kesadaran. Masjid-masjid mulai penuh diisi jamaahnya. Gaung sholat berjamaah mulai terdengar disana-sini. Ajakian untuk kembali ke kesadaran leluhur bangsa ini melalui keraifan lokal dan budaya terus mengeliat mencari bentuknya. Gerakan Cipaku kembali kepada Paku Alam. Paku Kesadaran terus di gaungkan disana sini. Apakah itu sia-sia? Lihat dan perhatikan bagaimana spirit mereka. Apakah gerakan mereka dibiayai? Mereka bangkit kesadarannya.  Jayalah bumiku, sejahteralah bangsaku. Negri yang aman sentosa di khatulistiwa.

Begitu liar jiwa memahami?!?

***

Jejak langit masih menampakan awan. Bergumpal, kepekatannya mampu menutupi sebagian persawahan yang di lalui. Suasana yang aneh, sebagian mendung dan gelap, sesekali suara halilintar memekakan telingi. Namun sebagian lain matahari bersinar dengan kuatnya. Lelaki muda melintas di pematang seperti tak merasakan suasana alam yang sebentar-sebentar berubah menggiriskan. Muka tertunduk ke belakang, nampak beban di punggungnya sepasang pakian yang dibawanya kemanapun dia pergi. Langit Dharma dalam pengembaraan sekembalinya menghadap raja. Tongkatnya masih kuat di genggamannya.

Begitu kuatnya tongkat itu di genggam sehingga tanpa terasa kesadarannya memasuki neuron otaknya, jauh menelusup sampai ke dimensi saat ini. Kemunculannya di dimensi terkini jelas tak disadari. Sebuah rumah yang sepi, hanya ditinggali oleh seorang pemuda. Nampaknya pemuda itu sudah berkeluarga. Kemunculannya sebagai seorang tokoh tua yang sakti tentu saja menganggetkan pemuda tersebut. Langit Dharma telah menjelajahi lorong waktu memasuki dimensi terkini. Raga yang hadir di dimensi terkini tentu saja raga terakhirnya semasa dia hidup. Raga yang sudah menua. Raga Dharmasiksa. Melakukan satu gerakan masa lalu, masa kini, dan masa depan dalam satu gengaman. Satu lipatan ruang saja. Raganya hilang dari pandangan. Sepasang kerbau disana terlongong melihat keanehan.

***

Diujung sebuah ruang dan waktu. Di sebuah kota kecil di Jawa Barat. Pemuda itu sedang termenung. Sebuah dialektika yang muncul dalam kesadaran sang pemuda. Perenungan yang dalam dilakukannya dasa warsa ini. Mencoba memahami makna hakekat Amanat Galunggung. Sebuah eksplorasi masa kini dan masa lalu serta masa depan dilakukannya sekaligus dalam satu tarikan nafasnya. Saat sedang termenung, mencoba berdamai dengan hati, berupaya memahami makna tulisan Amanat dari Galunggung tanpa tahu apa maksudnya. Tanpa prasangka, tanpa tujuan pasti, hanya mengharap ampunan dan welas asih Sang Ilahi.

“Ku na urang ala lwirna patanjala, pata ngarana cai, jala ngarana (a)pya, hanteu tiburung/ng/eun tapa kita lamuna bitan apwa téya, ongkoh-ongkwah dipilalwaeun di manéh, gena(h) dina kageulisan, mulah kasimwatan, mulah kasiweuran ka nu miburung/ng/an tapa, mulah kapidéngé ku na carék gwaréng, ongkwah-ongkoh di pitineung/ng/eun di manéh, iya ra(m)pés, iya geulis……..”

Kita tiru wujud patanjala; pata berarti air, jala berarti sungai. Tidak akan sia-sia amal baik kita, bila (kita) meniru sungai itu. Terus tertuju kepada (alur) yang akan dilaluinya, senang akan keelokan, jangan mudah terpengaruh, jangan mempedulikan (hal-hal) yang akan menggagalkan amal-baik kita; jangan mendengarkan (memperhatikan) ucapan yang buruk, pusatkan perhatian kepada cita-cita(keinginan) sendiri. Ya sempurna, ya indah…

Terasa getaran energi menekan kepala,  naluri mengatakan: akan ada sesepuh datang.

“Salam...
Maafkan saya
Dengan siapakah yg datang saat ini?”

..hening tak ada jawaban.

Pemuda hanya berani melihat sekilas. Berpakaian putih seperti Resi. Berdiri membisu dgn mata menatap tajam.

Lalu sang tamu berkata,
"Terima ini!"

“Apa yg mesti saya terima?”

Terasa gelombang energi menjalar kedua belah tangan. Terasa getatannya menusuk2 kedua telapak tangan

"Jaga dengan baik, pakai dengan bijaksana"
"Jangan ulangi kesalahan"

“Apa yg mesti saya terima?
Apa yg mesti saya jaga?
Maafkan saya... 
Siapakah sesepuh yg ada dihadapan saya ini?”

...hening

"BRAJAMUSTI!"
"Gunakan dengan hati. Pakai dengan welas asih"

Lalu sang tamu menghilang, meninggalkan getaran yg semakin kencang dikedua tangan. Kepala terasa semakin berat, desakan energi terasa semakin menyelimuti kepala.

“Aku lelah dgn semua ini
Tuhanku...ampunilah hamba
KepadaMu hamba berserah diri
Berbelaskasihlah pada hamba”

“dina uran sakabéh, tuha kalawan anwam, mulah majar kwanta, mulah majar lak(s)ana, mulah madahkeun pada janma, mulah sabda ngapus, iya pang jaya prang heubeul nyéwana ngaranya,”

Bagi kita semua, tua dan muda, jangan berkata berteriak, jangan berkata menyindir-nyindir, jangan menjelekkan sesama orang, jangan berbicara mengada-ada, agar unggul perang dan lama berjaya namanya,

***   

Hantaran listrik ribuan kilovolt menyebabkan ruangan 4 x 3 meter serasa pengap sekali. Pemuda itu masih duduk termangu. Ini masa kini, dimana teknologi demikian menguasai. Lantas siapakah yang datang menyambangi dirinya itu. Memberikan kesaktian dan juga petuah luar biasa kepadanya. Hampir gila rahsanya.  Otaknya dijungkir balikan atas kenyataan. Orang-orang masa lalu berdatangan dengan pelbagai kepentingan. Dia benar-benar harus menguatkan iman.

Hitam bukanlah Putih..
Tapi apakah hakku untuk menghakimi?

Sejuta kesedihan mengawali pagi ini. Kebimbangan menyelimuti hati..
Hati perih, hampa, menjerit ampunan dan pertolongan dari Sang Maha Suci

Ya Allah ada apakah ini..?
Hamba berserah diri padaMu
Harus bagaimana lagi hamba memohon padaMu?

Hanya bisa  termenung..memandangi langit yg mendung.

Wahai Yang Maha Terpuji..Wahai Yang  Tidak Ada Sesuatupun yg Bisa Menandinginya, Wahai Yg Membolak Balikkan Hati... Berbelas kasihlah padaku.

Namun hati ini masih merasa kosong, semua kejadian di hari ini terasa pahit.

Teringat kesalahan masa lalu terasa mengiris kalbu...

Tuhanku..Ampunilah aku

Suatu waktu..
dimalam yg telah lama berlalu...
Kepala terasa dihimpit batu
Rasa mual tidak tertahankan

Ada apakah ini..?
Sensor batin bergetar keras
Naluri mengatakan ada bahaya mendekat. Suasana tiba2 terasa dingin mencekam.

Lolongan anjing sayup2 terdengar
Mata batin memperlihatkan zerigala hitam menyeringai memperlihatkan taringnya yg besar.

Siapa kalian..jangan ganggu aku. Pergi!!

Hantaman rasa sesak menyakiti dada
Rasa perih di tubuh terasa menyakiti.

Pergi..!!!
Akan aku bakar kalian!

Segerombolan serigala makin mendekat

Wuss!!! Seribu amarah aku luapkan menyertai hujan panah api yang aku lontarkan

Lolongan keras bersahutan

Pergi!!!

Seringai serigala seakan memantang, taringnya meneteskan air liur makin mendekati

Wuzzzzzz
Cari mati datang kesini!!!

Lolongan makin bersahutan bersamaan gelombang serigala menyerbu

Wuzzzzs
Berjuta serapah dan panah api aku lontarkan kembali.

Badan semakin lemah, keringat membanjiri kulit dan pakaian. Nafas makin memburu
Namun serangan demi serangan terus berdatangan.

Aku habisi hingga anak cucu kalian!! Cari mati datang kesini!!!

Rasa mual makin tidak tertahankan
Kedua tangan bergetar tak terkendali, tanda kelelahan sudah menguasai diri.

Pantang aku mati tanpa membela diri
Bakar....bakar....!!! hanya itu yg ada dalam diri

Hantaman energi bersahut2an silih berganti dengan jeritan dan lolongan kematian.

Kini...
1000 penyesalan meliputi hati, karena 1 tindakan yg tidak memakai hati.
1000 permohonan ampunan untuk 1 kekejaman hati.
1000 tangisan karena 1 perbuatan keji

Sesosok Pandita menghampiri

Welas asih sejati..
bukanlah krn banyak mahluk menyukai
bukanlah krn banyak mahluk memuji
bukan pula karena banyak memberi ataupun berbakti.

Bukan kita yg memberi
Bukan kita yg mengasihi
Tapi itu semua kehendak Yang Maha Suci

Camkan dalam jiwa
Camkan dalam hati
Camkan hingga menyatu sejati

Berhentilah mengasihi diri
Berhentilah menyalahkan diri

Lalu sang pandita pergi..meninggalkan residu energi yg menyelimuti hati.

Tuhanku....
Ampunilah aku
Ampunilah kesalahanku...
Jangan Kau siksa, jangan Kau hukum aku krn dosa2ku
Ampunilah aku
Terimalah taubatku...


***

Sang pemuda teronggok bagai baju basah. Keringat dingin dan lunglai sekujur badan. Sel-sel ketubuhannya seperti telah pecah satu-satu. Sekarang ini dia dalam kebingungan, kepala berat dan badan kedinginan. Kenapa ada beberapa wujud yg datang silih berganti. apa tujuan mereka. Dirinya hampir2 tdk bisa membedakan yg manakah sesepuh jaman dahulu atau yg mana hasil imajinasinya. Kemarin lalu datang sosok menghampiri, batinnya membisikkan nama Bhre Kahuripan. Wanita anggun bersanggul tinggi berpakaian putih. Magrib tadi sosok wanita mengaku dewi citrawati,  badan mengigil kedinginan sambil menuliskan cerita. Adakah indikator utk membedakan, manakah kemunculan sesepuh, yg manakah imajinasi, dan manakah yg godaan setan/jin yg menyamar?

Apakah itu kenyataan?

Bersambung...






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali