Epsiode Kupu-kupu Kertas (1), Misteri Kebangkitan Padjajaran


Hasil gambar untuk kupu-kupu kertas


Setiap waktu engkau tersenyum
Sudut matamu memancarkan rasa
Keresahan yang terbenam, kerinduan yang tertahan
Duka dalam yang tersembunyi jauh di lubuk hati
Kata-katamu riuh mengalir bagai gerimis

(Kupu-kupu kertas, Song Ebiet G Ade)


Kupu-kupu kertas, hinggap di pelataran. Menyibak hati temaram. Mencoba mengkisahkan dari sudut kelam pemikiran. Menguak tabir misteri kehidupan. Menjawab pertanyaan,

“Benarkah saatnya sudah datang?”

Benarkah spirit purba Padjajaran  sudah terbangkitkan. ‘The Royal Padjajaran’. Spirit yang akan mengawal peradaban Nuswantara Baru. Gaungnya sudah terasakan. Kemunculannya di tandai dengan sorak sorai alam semesta. Gunung, api, tanah, air, angin, awan, dan hujan bergerak memporak porandakan semua.

Hardi agung-agung samya,
Huru-hara nggêgirisi,
Gumalêgêr swaranira,
Lahar wutah kanan kering,
Ambleber angêlêbi,
Nrajang wana lan desagung,
Manungsanya keh brastha,
Kêbo sapi samya gusis,
Sirna gêmpang tan wontên mangga puliha.

Gunung berapi semua,
Huru hara mengerikan,
Menggelegar suaranya,
Lahar tumpah kekanan dan kekirinya,
Menenggelamkan,
Menerjang hutan dan perkotaan,
Manusia banyak yang tewas,
Kerbau dan Sapi habis,
Sirna hilang tak bisa dipulihkan lagi.

Perjalanan sang Kupu-kupu yang hinggap dimana dia suka, menjadi episode kisah berikutnya.

+++

Bismillahirrahmanirrahim

Sepucuk melati dihinggapi burung camar, dalam rangkaian lintasan menuju perjalanan ke angkasa luas.

Letaknya di antara dua pohon, sang melati menyimpan duri dan wangi. Di sela duri, sesungguhnya Aku singgah dalam setiap saripati yang membuat melati mewangi.

Hinggap tak berperi ketika pujangga menyangga segala derita dalam luka, tetapi tidak dalam niska panji utama. Pertahanan itu ada di dalam jiwa, sesungguhnya semua berada dalam lintasan jiwa yang membawa petaka. Tetapi tidak, ada lubang yang menjadi arah menuju penyimpanan intan berlian. Letaknya di bawah singgasana sang raja pada setiap duri yang melingkar pada batang melati yang mewangi.

Seumpama semua sudah menjadi perjalanan, maka lihatlah duri dari luka-luka yang menyakiti, sesungguhnya itu di antara dua lintasan tali pada dahan yang tak melingkar di antara duri

Jauh ke depan akan lebih baik. Bukan hanya sekedar narasi pada fatamorgana yang tak bertepi. Ilahi... Ilahi... Dalam wujud yang terprediksi.

QS, Nabi Hud:8 – “Dan sesungguhnya jika Kami undurkan azab dari mereka sampai kepada suatu waktu yang ditentukan. niscaya mereka akan berkata: "Apakah yang menghalanginya?" lngatlah, diwaktu azab itu datang kepada mereka tidaklah dapat dipalingkan dari mereka dan mereka diliputi oleh azab yang dahulunya mereka selalu memperolok-olokkannya.”

QS,  Nabi Hud:9 – “Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.”

QS,  Nabi Hud:10 – “Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata: "Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku"; sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga,”

QS,  Nabi Hud:11 – “kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar.”

QS,  Nabi Hud:12 – “Maka boleh jadi kamu hendak meninggalkan sebahagian dari apa yang diwahyukan kepadamu dan sempit karenanya dadamu, karena khawatir bahwa mereka akan mengatakan: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya perbendaharaan (kekayaan) atau datang bersama-sama dengan dia seorang malaikat?" Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan dan Allah Pemelihara segala sesuatu.”

Sesungguhnya pada ayat tersebut mengandung banyak pemaknaan, maka pada intinya jangan melihat rangkaian peristiwa yg diterima dalam persepsi musibah

Suatu peringatan, bahwa dalam rangkaian peristiwa tersebut ada hal yang menjadi sebab dan akibat

Kondisi jiwa atau diri ketika menghadapi suatu rangkaian peristiwa, apakah termasuk hal yang demikian?

Perhatikan pada setiap detail kalimat, bahwa sesungguhnya menyikapi suatu rangkaian peristiwa harus dengan lillahita'ala

Menghadapi berbagai peristiwa dalam keadaan jiwa yang menjadi jawab dari berbagai rangkaian peristiwa. Allahu Akbar

Demikianlah, laku-laku yang menjadi perjalanan.

Kembali pada kesadaran diri, maka semua akan mudah dalam sekejap mata, kun fa yakun.

Semua sebagai latihan jiwa, keyakinan kepada Tuhan, Allah swt yang menjadi sebuah rangkaian dengan tali yang mengikat atau terputus

Qulluhu 'ala kulli hal, lakum minkum min ummati

Lingkaran yang mengikat dengan tali keji, terputus dengan lillahi ta'ala

Illah... Ilah yang menjelma, lihat dengan jiwa-jiwa muthmainah

Jangan mencela, semua berada dalam rangkaian-Nya

Ada mutiara yang akan ditemukan dalam cekupan lingkaran yang tak bernyawa

Allahu Akbar

Janganlah memperjualbelikan jiwa dengan sesuatu yang tak bernyawa, itu bukan suatu tujuan perjalanan.

Lihatlah jiwa sebagai satu kesatuan dengan hakikat penciptaan.

+++

Seperti angin tak pernah diam
Selalu beranjak setiap saat
Menebarkan jala asmara, menaburkan aroma luka
Benih kebencian kau tanam bakar ladang gersang
Entah sampai kapan berhenti menipu diri

(Kupu-kupu kertas, Song Ebiet G Ade)


Berita apakah yang menggemparkan alam-alam malakut? Apakah itu berita tentang kematian? Ataukah berita perihal kelahiran?  Betapa alam telah merasakan aroma dan mistis kematian. Kehancuran alam dan seluruh tatanan kemanusiaan. Bagai tsunami!. Badai spirit dunia hitam telah  datang  melumatkan dan mengubur peri-kemanusiaan.

Gelombang hitam dari tanah-tanah kematian telah bergerak menenggelamkan hati nurani manusia. Kini jiwa-jiwa putih terjebak dalam lumpur hitam yang bergerak. Likuifaksi telah menenggelamkan jiwa-jiwa manusia. Begitu pekat keadaannya. Maka raga-raga yang ada sekarang telah kosong dari jiwa-jiwa manusia. Raga yang berjalan tanpa jiwa, tanpa nurani, tanpa sinar ilahi. Maka saatnya alam bertindak.  Kehancuran itu sesungguhnya bukan musibah. Demikianlah pesan Kami.

+++

Kupu-kupu kertas
Yang terbang kian kemari
Aneka rupa dan warna
Dibias lampu temaram
Ho ho ho ho ho

Membasuh debu yang lekat dalam jiwa
Mencuci bersih dari segala kekotoran
Ho ho ho ho

Aku menunggu hujan turunlah
Aku mengharap badai datanglah
Gemuruhnya akan melumatkan semua
Kupu-kupu kertas

(Kupu-kupu kertas, Song Ebiet G Ade)


Bersambung..

Komentar

  1. Allahu Akbar.....teruslah berjuang hingga akhir perjalanan, cahaya menanti diujungnya, dan akan indah pada waktu. sampurasun, assalamu a'laikum

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali