KIsah Spiritual, Amanah Langit Prabu Silihwangi (4)



Dia berkata tidak untuk bicara
Dia menatap tidak untuk melihat
Dia mendengar tidak untuk menyimak
...
Dia bicara tidak untuk bersapa
Dia berfikir tidak untuk mengerti
Dia bertanya tidak untuk di maknai
Entah sujud kepada siapa
kebingungan hati dibuat sendiri
Entah mimpi tentang apa, terpenggal-penggal
..
Dia harus melangkah pergi
Sebuah amanah menghantui
Kepada siapa..
Hati membutuhkan bukti dan penyaksi

Benarkah amanah langit buat Prabu Silihwangi
karena apa dikisahkan disini..?
Sungguhkah itu bukan ilusi ?
...
misteri ini meliputi keghaiban itu 
sendiri !

+++
Dalam kepekatan mimpi, wajah-wajah menjadi misteri. Siapakah Senopati, siapakah Sang Prabu Silihwangi. Semua teramu menjadi ilusi. Bagaimana kemudian pikiran mengkerubuti. Garis-garis sudah disatukan. Titik-titik telah dikumpulan. Menjadi penghubung disana diantara satu mimpi dan mimpi lainnya lagi. Mengapakah tidak tergambar. Bahkan terus saja menggayuti. “Aduh kenapakah ini ?”, yang semakin terlukis dan jelas di dalam otak  adalah Kebekuan !. Kejumudan !. Kebingungan !. Semua itu merambati setiap sel-sel darah. Haruskah mati dan mati lagi. Haruskah kalah dan kalah lagi. Ketika diam menjerat, kedalam ruang hampa. Angin berhembus menggiris, bayangan itu seperti lenyap disatu gelombang. Perahu terombang-ambing nyaris tenggelam. 

Dia melangkah tidak untuk berjalan
Dia tidur tidak ingin untuk bermimpi
Tidak ada yang dimauinya
Angannya tidak disini
Kosong pikiran hampa menerawang

Duh, bilamanakah sampai waktu
Raga saja tak berupa lagi
Perih merejam syaraf dan sendi
Begitu keadaan tak berbilang hari
Kosong langit terasa makin kelam
Hilang kesadaran…!

+++

Jauh disebuah perumahan di bilangan Bekasi. Udin dipersilahkan duduk bersila. Mas Thole berada di kursi mengamati. Dia diminta hening, tak berapa lama. Tangan dan tubuhnya bergerak aneh, membentuk sandi-sandi, simbol-simbol mantra, yang digoreskan di langit, hal yang sama juga dilakukan terhadap tubuhnya. Begitu selesai tubuh Udin terjengkang kebelakang. “Wahai hamba Allah bangkitlah “ Suara Mas Thole tajam dan datar menembus hati. Udin bangkit berlahan, duduk bersila lagi menuju keheningan. Tiba-tiba suara adzan dia lantunkan. Mas Thole membiarkan saja dia adzan sampai selesai. Tingkah laku yang sangat aneh sekali. Mana ada adzan subuh jam 12 belas begitu. Istri Mas Thole terbangun dan sempat bertanya apakah sudah subuh, dengan SMS. Mas Thole hanya tersenyum simpul. Setelah menyelesaikan adzan Udin terjengkang lagi. Tubuhnya menggigil kedinginan hebat.

“Bangunlah wahai hambal Allah !“ Sekali lagi Mas Thole tidak memberikan kesempatan istirahat buat Udin. Dia seperti tidak peduli bila tubuh Udin sudah lemas sekali. Keringat sudah membasahi seluruh bajunya. Berkali-kali Udin mengeluh akan keadaan tubuhnya, kesakitan hebat abagi dikuliti, setiap kali dia terjatuh. Apaboleh buat Mas Thole harus memapu mengidentifikasikan mahkukl apakah yang ada di dalam raga Udin. Apakah tujuannya benar karena Allah ataukah haya permainan dan bisikan Iblis dan sekutunya. Udin kembali duduk bersila, tidak begitu lama muncul suara Daeng dari makasar. Kejaidan yang samapun berulang lagi. Mas Thole juga memerintahkan sekali lagi untuk hening menghadap Allah. Kali ini muncul adalah sosok yang menyerupai anak Prabu Silihwangi. Prabu Kian Santag. Dia bicara seolah-olah menyesal dengan tingkah lakunya menyusahkan Sang Prabu Silihwangi. Mas Thole mengkrenyitkan dahinya. Siapakah dia, mengapakah dia tahu persis rahasia Ayah dan anak itu. Apalagi apa yang dilafadzkannya, tahsbih dan dzikir sangat mirip benar dengan kebiasaan Prabu Kian Santang.

Walaupun merasa ada yang aneh. Mas Thole masih membiarkan saja Udin dengan keadaannya itu. Entah sudah berapa banyak makhluk yang keluar masuk dari tubuh Udin tersebut. Hampir dua jam lamanya Udin terjatuh dan bangun. Bangun dan terjatuh lagi. Udin pasrah saja raganya diperlakukan begitu. Memang tekadnya berangkat dari Bangka Belitung dia akan totalitas. Meskipun harus mati demi mencari jawaban atas teka-teki yang menghantui dirinya dia relakan itu. Tidak ada yang mampu menerka makhluk apa yag tersembunyi dalam jiwa Udin. Karena itu salah satunya jalan adalah meniatkan diri kita untuk menghadap kepada Allah. Ketika akal, pikiran, hati, menajdi satukesadaran dan kita hadapkan kepada Allah. Makhluk-makhluk tersebut akan menunjukan jatidiri mereka. Itulah methode Mas Thole dalam mengungkap tipu muslihat Iblis. ATau tipu muslihat syetan yang bersembunyi di dalam raga para jin. Dari energy yang dikenali itu Mas Thole dapat membongkar kepalsuan mereka. Meskipun hal ini beresiko bagi Mas Thole, namun ini dia pandang paling efektif. Memaksa mereka bicara. Disanalah akan terungkap kebenaran rahsa.

Sungguh Mas Thole tidak berbuat apa-apa, dia hanya meminta agar Udin ikhlas saja menghadap kepada Allah. Allah nanti yang akan menunjukan kepada kita mana yang hitam dan mana yang putih. Allah akan menunjukan siapakah keadaan diri kita sebenarnya. Tidak ada klenik, tidak ada mantra, tidak ada yang perlu dilakukan. Hanya bermodalkan keyakinan kepada Allah. Keyakinan yang tidak menyisakan keraguan sedikitpun bahwa “DIA yang berkuasa atas segala sesuatu.”  Dimanakah kleniknya. Sering Mas Thole harus mengelus dada manakala ada saja yang menyerang dirinya. Menyerang pemahamannya. Menyerang keyakinan dirinya. Karena itu seringkali pula Ki Ageng mengingatkan agar menjalani semua dengan hati lapang. Biarlah Allah yang menjadi hakim atas diri kita dan mereka. Bagi kita cukuplah Allah, sebagai pelndung. Tidak usah khwatir atau bersedih hati. Semua telah jelas sekali di al qur an. Wajah-wajah mansuia telah dipotret dengan sempurna dalam al qur an. Bagaimana wajah jiwa munafik, dan bagaimana wajah jiwa yang ter cover. Masing-masing sudah ada gambaran dan juga apa saja akibatnya dibadan. Maka tenanglah dengan janji Allah. Begitu selalu Ki Ageng menasehati, jika Mas Thole dilanda gundah atas perjalanan spiritualnya yang kadang tak seindah dalam bayangannya itu. Maka hadapkanlah semua wajah-wajah kita kepada-Nya. Allah akan menunjukan sesungguhnya wajah terbaik kita.

+++ 

Rembulan menangis di serambi malam. Intan buah hati dicabik srigala. Bintang-bintang beku dalam luka ini. Tiba-tiba rahsa perih menyelinap di hati. Terpaksa Mas Thole harus mengakhiri prosesi malam itu (29/11), sebab dia teringat akan nasib anaknya. Da juga malam sudah menunjukkan hamper jam 2 pagi. Apalagi esok harinya dia harus bangun pagi, dan melakukan perjalanan ke Jatinangor. Anginpun menjerit, badaipun bergemuruh. Semua marah, angin, gunung, awan, petir, hujan. Lolong burung malam bergema dirimba, Lihatlah..! Perhatikanlah !. hanya Iblis yang bersorak. Sebab ayat-ayat Allah telah manusia tukarkan dengan sihir. 

+++

Hari minggu (1/12) Udin datang  lebih pagi dari lainnya. Setelah itu disusul Pambayun.  Udin mengajak teman yang katanya sudah seperti saudaranya. Penampilan yang sama  keadaannya, rambut yang panjang, dia gelung saja seadanya ke belakang. Mereka berdua langsung menggelosoh saja di lantai teras depan rumah Mas Thole. Lebih nyamak katanya jika duduk di bawah. Mas Thole pun akhirinya menemui mereka di teras, duduk bersandarkan tembok. Dari belakang istri Mas Thole membawakan kopi, yang kemudian di terima mereka. ‘Pyaarr…’ gelas di tangan Udin tiba-tiba pecah tanpa diketahui sebabnya. Air kopi merembes perlahan dari retakan gelas yang pecah itu. Mas Thole hanya memandang sekilas, tak begitu peduli akan fenomena aneh tersebut. Menjadi hal yang biasa saja kejadian seperti itu.

Begitupun saat Udin menceritakan saat dirinya akan berangkat ke rumah Mas Thole, badannya yang tiba-tiba sakit dan tak bisa di ajak pergi. Berkecamuk perasaan ketakutan, kemarahan, dan perasaan aneh lainnya. Membuat kesadarannya sungsang. Ada saja kejadiannya, dari Hp yang ketinggalan, sampai  sakit perut mules berkepanjangan. Belum lagi siksaan saat hampir sampai rumah Mas Thole. Dia melihat langit yang mendadak berdimensi berubah tampilan ‘screen server’ nya.   Maka begitu sampai di rumah dia langsung permisi ke belakang. Cerita itu sudah menjadi cerita lama bagi Mas Thole sebab memang begitu keadaannya. Menuju rumah Mas Thole serasa perjuangan hidup dan mati. Pada mulanya  Mas Thole merasa aneh dengan fenomena tersebut. Namun sekarang sudah biasa saja. Biarlah jika itu memang kehendak KAMI.

+++
Udin terus bercerita keadaan dirinya, bercerita tentang mimpi-mimpinya. Dia mengatakan bahwa saat dating pertama kali ke rumah Mas Thole dan melihat fotonya, dia nyaris gila. Maka dia bertanhya sendiri, menjawab sendiri, menggeleng tak percaya. Megapa dengan mimpinya itu. Ternyata Senopati yang datang di mimpinya adalah Mas Thole sendiri. Ternyata yang menolong dirinya saat dahulu mengalami patah kaki dan sakit berkepanjangan adalah Raden Panji, ya dia adalah Mas Thole sendiri. Gambar dalam mimpinya seperti berloncatan mau keluar dari otaknya. Maka siapakah yang tidak gila karenanya ?. Oleh karena itulah, maka saat prosesi malam kemarin dirinya selalu menyebut Mas Thole dengan sebutan ‘Pangeran’. Banyak sekali yang diceritakan, baik mimpi dan juga kisah-kisah hidupnya. Betapa dia tidak berani sholat di masjid, sebab orang-orang akan terbatuk hebat dengan adanya dirinya disitu. Tengah asyik-asyiknya dia bercerita. Ada sebuah mobil parkir di depan halaman. Patih Nambi terlihat keluar dari mobl dan melangkah  menuju tempat Mas Thole berbincang. Tiba-tiba..

Pandangan Udin seperti ternganga, raut mukanya berubah hebat, mimiknya seperti mau menangis namun tak bias. Sepertinya dia tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Terlihat Patih Nambi dengan enteng menyalami rekan Udian dan kemudian menyalami Udin. Mata Udin seperti tak berkedip terus menatap wajah Patih Nambi. Wajahnya sungguh sulit dibahasakan dengan tata bahasa manusia. Ekspresi orang yang kaget, terpana, tak percaya, entah apalah itu. Dia ingin menangis, ingin berteriak. Sekian detik kesadarannya menghablur, antara realitas dan ghaib menyatu, dia tidak tahu lagi harus berkata-kata apa. Tiba-tiba saja dia mengambil sikap bersila sempurna, menyorongkan sembah kepada Patih Nambi, yang kebetulan juga sudah duduk dihadapannya. Sempat agak terkaget Patih Nambi melihat perubahan Udin ini.

Angin yang sedari tadi menggoyangkan dedaunan pohon ceri mendadak berhenti. Saat itu terasa lengang dan sepi sekali. Rekan Udin terlihat menunduk tak berani mengangkat kepala. Mas Thole diam memperhatikan perkembangan selanjutnya. Terdengar suara Udin yang sudah berbeda sekali. Aksen Sunda yang terasa agak aneh ditelinga. Dan tidak dimengerti Mas Thole. Hanya Mas Thole tahu jika yang dimaksudkan adalah dia menghaturkan sembah, dan permohonan maaf telah datang kesini.  Namun yang menjadi ganjalan mengapakah Patih Nambi dipanggil dnegan sebutan ‘Prabu Silihwangi”. Apakah dia salah megenali, atau apa ?. Mas Thole terus mencoba mejajaki keadaan. Siapakah sesungguhnya Udin ini. Hampir setengah perminuman the pembicaraan anatar Udina dan Patih Nambi. Hingga memasuki waktu sholat dhuhur. Masih terus berlanjut. Tidak ada penolakan dari Patih Nambi manakala disebut sebagai ‘Prabu Silihwangi’. Lintasan hati Mas Thole mendeteksi ada yang tak wajar.

Terungkaplah setelahnya, mengapakah Udin bersikap begitu rupanya orang yang selalu di gendong dan menunjukan jalan dimimpi-mimpinya adalah wajah Patih Nabi itu. Karena itu dia bernar-benar terpukau atas pandangan matanya ini. Di sela binvang itu, Mas Thole pamit untuk melaksanakan sholat terlebih dahulu. Sementara Patih Nambi terus berbincang dengan mereka. (Dari SMS ada khabar dari Sang Prabu akan datang selewat ashar lengkap dengan kelarganya). Padahal sebelumnya dia janji lebih pagi, entah ada apa. Di dalam sholat itulah Mas Thole mendapat petunjuk agar Udin terlebih dahulu harus dibersihkan. Sebelum amanah disampaikan kepada Sang Prabu. Sungguh tugas yang sangat berat. 

Dalam sholatnya Mas Thole mendapat gambaran yang lebih jelas. Bahwa dalam sebuah khabar ada 1 khabar yang benar dan mungkin 99  lainnya adalah khabar yang sudah dikontruksi. Tugas Mas Thole adalam memiliha dan mengindentifikasi mana khabar yang benar. Kemudian menguraikannya. Mengapa khabar tersebut diliputi ?.  Biasanya itu adalah ulah para pencuri rahasia langit. Mereka akan terus mencuri rahasia-rahasia langit, termasuk juga amanah yang berada di badan Udin. Ternyata memang sudah ditandai oleh mereka jauh sebelumnya. Bisa jadi Ayah serta adik Udin menjadi korban ulah  mereka. . Sungguh sangat sulit membedakannya. Jikalau Mas Thole belum pernah bertemu dengan Prabu Kian Santang, belum pernah bersinggungan dan mengenali frekuensi energinya Mas Thole pasti akan tertipu. Sebab apa-apa yang diketahui sama walaupun tak serupa. Ugh..

Apakah Mas Thole akan berhadapan dengan para pencuri rahasia langit. (Pen-Entahlah, yang jelas saat menuliskan kisahnya ini, seluruh badan Mas Thole mendadak terasa sakit, jantungnya, berdegup kenang, dan juga dalam jiwanya ada kegelisahan yang menyelinap. Padahal kisahnya sendiri sudah satu minggu kejadiannya. Sungguh mereka bisa sangat dekat dengan kita ini) Setelah selesai sholat Mas Thole kembali ke depan. Mengajak Patih Nambi untuk melakukan prosesi. Mereka kemudian masuk ke kamar sebelah yang memang disediakan untuk itu. Prosesi itulah yang terlihat rekan Udin. Bagaimana rekan Udin melihat kawannya menggelepar, membenturkan badannya, tangannya, mencoba melepaskan belitan jiwanya dari makhluk yang menguasainya. Keadaan itu berlangsung cukup lama. Badan Udin sudah lemas sekali. Berkali badannya dipukuli oleh tangannya sendiri, berapakali dia membenturkan badannya di tembok. Sungguh kasihan keadaany itu. Karena itu;lah kawan Udin saat prosesi kedua menangis saking tak tahan melihat keadaan Udin.  

Mas Thole menatap terus dengan mata batinnya. Patih Nambi yang diberi kuasa untuk memimpin prosesi duduk dengan angkernya. Hingga akhirnya proses pembersihan badan Udin pun  selesai. Udin sudah tidak bergerak seperti kesetanan lagi. Kemudian  Udin  menarik nafas panjang dan duduk bersila. Seper sekian detik, dalam hening. Terlihat Udian menghaturkan sembah kepada Patih Nambi. Seperti saat awal Udin kembali menyebut Patih Nabi sebagai Prabu Silihwangi. Kontan Patih Nambi marah dan menyangkal. Berulang kali mereka saling menyanggah. Hingga kemudian Udin membuka aibnya sendiri, saat mana dahulu dia mengikuti kemana Prabu Silihwangi pergi. Dialah yang terus mencari Prabu Silihwangi. Dialah yang mengejar Prabu Silihwangi saat sedang di kejar-kejar anaknya Prabu Kian Santang. Dialah jin yang sudah berumur ribuan tahun.

Mulai dari saat itulah Banyak Wide kemudian mengambil alih.  Matanya yang tajam bagai elang, terus menembus ke lapisan kulit terdalam Udin. Patih Nambi juga sudah melancarkan serangan. Terdengar Udin berkali-kali ber tasbih, namun Patih Nabi tetap berkeras “Kamu Jin..keluarlah dari badan orang ini..”  Terlihat sosok di badan Udin mulai murka. Dia berkata akan terus mengikuti kemanapun Prabu Silihwangi pergi. Inilah yang emnjadikeheranan Mas Thole, mengapakah dia tidak bias meilihat bahwa Patih Nambi bukanlah Prabu Silihwangi. Mengapakah sosok itu masih tersu ngotot dengan pendapatnya itu. “Subhanalloh…!. KAMI ternyata sudah memeiliki scenario tersendiri untuk melindungi amanah tersebut” Batin Banyak Wide mantap. Oleh karena itu dia segera bangkit. Menempelkan tangan di pundaknya. Memohonkepada Allah. Memohojn ijin dan ridho-Nya, dia akan menggunakan Asmanya. “Bismillah hirohman nirohiem’.

Tangan banyak Wide bagai aliran lahar yang membuat Udin semakin tersiksa. Akhirnya jin itu menyerah, dia bersedia keluar. Namun dia minta dibantu untuk keluar dari badan Udin. Meski jin itu muslim dan selalu melafadzkan asma Allah, entah mengapa Banyak Wide tidak tersambung sama sekali. Ucapan jin ini hanya sebatas kerongkongan saja. Maka setelah dia berkata ikhlas mau keluar. Tangan Banyak Wide menempel dengan kuatnya menyalurkan daya dorong. Patih Nambi juga segera bangkit, dan juga mendorongnya dari arah  kaki. Rupanya jin ini sudah terlalu kuat mengikat jiwa Udin. Entah dari mana ada bisikan mungkin dari KAMI, yang memerintahkan agar Banyak Wide memungkulnya dari lubang dubur. Maka secepat itu di salurkan energinya mengayunkan tangannya kesana. Blegh…desh…!. Udin menggelosoh tanpa daya. Pukulan itu dilakukan Banyak Wide dua kali. Hingga Udin kemudian tersadar dengan badan hancur remuk redam.   

Mereka duduk kelelahan, prosesi ini cukup menguras tenaganya. Banyak Wide kembali memasang indranya, mendeteksi kemungkinan lainnya. Dirasakan aman saja. Maka dia segera menyerahkan kepada Mas Thole. Sykurlah, jika Udin sudah terbebas dari pencuri rahasia langit yang akan mencuri amanah yang menjadi tanggung jawabnya itu. Syukurlah prosesi tersebut berlangsung dengan aman. Semua seperti sudah tertata, sebab selang beberapa menit kemudian, baru saja mereka keluar ruangan. Sang Prabu datang bersama keluarganya. Allah hu akbar. Bagaimana keadaannya jika prosesi Udin tidak selesai sementara Sang Prabu membawa anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Mas Thole tidak mampu membayangkan keadannya nanti. Alhamdulillah semua seperti memang sudah diatur oleh-Nya.

+++

Ada sisa-sisa suara, bergema di dalam dada. Akankah usai sampai disini saja. Apakah amanah akan menjadi bermakna. Bilakah ini sudah menjadi akhir atau bahkan menjadi awal mula. Dimanakah pengabdian, seperti inikah kejadian. Benarkah seperti yang dipahami oleh Mas Thole, memaknai kejadian ini. Biarlah waktu yang akan membuktikan ini semua. Sebab Mas Thole dan kawan-kawan hanya berada dalam keyakinan. Keyakinan atas kuasa Allah semata. Mencoba memaknai hikmah atas sebuah kejadian.Bilakah hidup menjadi bermakna. Maka hanya diri dan Allah yang tahu. Karena itulah hikmah hanya diperuntukan kepada orang yang mendapat bagian untuk itu. (Yaitu) Kepada orang yag benar-benar mencari jalan-jalan Tuhannya.

Wolohualam..

+++

Gemuruh air hujan menumpas nyanyianku. Aku kembali terduduk dalam kebekuan bara hati. Kemanakah lagi titah KAMI. Apakah langkah akan ku bawa ke hulu ataukah ke muara. Gemuruh suara hati, menikam kebisuan. Aku kembali terduduk. Menanti khabar-khabar dari KAMI.”


TAMAT





Komentar

  1. Ki Ageng (Kidung Alam)Desember 07, 2013

    Kesadaran..kesadaran...dan hijabnya?...

    Mari kita lihat jejak-jejak manusia...

    Lihatlah saat Galileo Galilei
    Memaknai sebuah dimensi realitas
    Yaitu bumi bukanlah pusat semesta...
    Matahari sebagai poros realitas tata surya
    Bumi berputar mengelilinginya

    Bagaimana hakekat kesadaran spiritual
    Yg meyakini bumi adalah pusat alam semesta...
    Maka Galileo pun di hukum mati
    Namun bagaimana keyakinan sang realititas Galileo
    Diapun tetap kukuh walaupun maut harus dijalaninya
    Padahal dia hanya perlu berkata
    Dan menarik pandangannya
    Biar waktu saja yg membuktikan
    Tapi dia tetap kukuh dalam keyakinannya..
    Dalam dimensi spiritual?..
    Bumilah pusat alam semesta
    Alam semesta dibangun dan dibentuk
    Untuk menunjang kelangsungan hidup bumi..

    Dimanakah keyakinan kita harus berpijak?..
    Apakah harus meyakini kaum naturalis materilistis (saintis)
    Ataukah kaum spiritualis..
    Masing-masing benar dalam dimensinya
    Seperti sebuah keping mata uang logam..
    Tanpa melihat sisi keping yg satu
    Maka tidak mungkin melihat keseluruhan bentuk..

    Demikian sang kisah ini..
    Kisah spiritual dalam kisah realitas
    Memaknai realitas dalam dimensi spiritual
    Hanya mampu diterima kaum spiritual..
    Maka bagi yg tdk memiliki spirit (jiwa)
    Hanya sebuah kisah atau dongengan pengantar tidur semata..
    Coba tanyakan bagi yg mengalaminya
    Manakah yg realitas?

    Bagi mereka kenyataan sebenarnya
    Adalah kisah spiritual ini bukan yg nampak dlm realitas hidup..

    Maka berada di salah satu sisinya
    Akan selalu membingungkan
    Dan selalu menimbulkan keraguan..
    Bagi yg mampu keluar dari dua dimensi ini
    Dimensi spiritual dan dimensi materi
    Memasuki dimensi kekosongan
    Seumpama Musa saat memohon bertemu Tuhan
    Maka akan terlihat sederhana..
    Seumpama kita melihat dari kejauhan keping uang itu
    Dan membolak balikkan keping
    Spiritual dan material..
    Begitulah adanya
    Kita menggunakan spiritual untuk menganalisa dunia materi kita
    Dan mewujudkan spiritual dalm dunia material..

    Bagi sang pencari Tuhan
    Bagi para spiritualis..
    Silahkan membaca makna dari kisah spititual ini
    Bagi para materialis
    Semoga terhibur dengan kisah yg seru
    Yg mengharu biru ini
    Semoga adrenalin dan semangatnya bangkit
    Dalam emosi jiwa dengan untaian kata yg indah

    Akhir kata.semoga.. mampu memberi makna
    Dan manfaat bagi semua yg membaca

    Salamku untukmu semua..


    Kidung alam (Dan kini saatnya pula kusebutkan dalam dimensi ini akupun dipanggil sebagai Ki Ageng)..
    Disitulah jati diriku...
    Dalam dimensi itu pula itulah aku.

    Panggil aku sebagai Ki Ageng saat
    Kau ada dalam sisi mata uang spiritual.

    Atau sebutlah Kidung alam..
    Saat aku tengah melintas antar dimensi..
    Dan akupun memiliki sebutan
    Ketika dalam dimensi realitasku.
    Mungkin ada yg tahu.. tapi sebagian besar tidak tahu..
    Dan inilah sebagai bagian dan contoh membuka hijab..
    Hijabku kuungkap sedikit
    Dan akan ada sebagian yg tahu siapa aku.
    Demikianlah sebuah penahaman tentang hijab.

    Salamku untukmu semus wahai para ksatria
    Salam sejahtera.doaku mengiringi kiprah dan perjuanganmu

    Sembah sungkem.. uluk salam.. doa dan harapan..

    Ki Ageng

    BalasHapus
  2. Aku ucapkan selamat datang, pulanglah untuk menetepi janjimu dulu...

    BalasHapus
  3. Panggilan pulang itu ternyata jauh lebih cepat.
    Saya harus secepat mungkin pulang, secepat-cepatnya

    KAMI telah memanggil pulang "paksa" dan tidak bisa menolaknya
    entah ada apa ini.
    Karena panggilan itu, sedemikian memaksa.


    Semoga Allah memudahkan jalan pulang dan kembali nanti

    Saya mohon doa dari saudara-saudara semua.

    Saya merasakan sudah banyak yang menanti
    sehingga saya harus dipanggil pulang secara paksaan kali ini.


    Salam sejahtera

    Ki Ageng

    BalasHapus
  4. asslmkm wrwb...
    Inilh kisahQ nyata apa adnya...
    Bkn fiksi/karangan...
    Sungguh diluar nalarQ...
    Apa itu rasa sakit dikuliti hidup2...
    Subhanallah walhamdulillah walailaha illallah allahu akbar walahaula walaquwwata illahbillahil aliyil adzim...
    Kpd para pembaca blok ini ...ap yg ditulis dsni benar adanya...bkn fiksi maupun karangan tp kenyataan...

    Salam sejahtera untuk smua saudaraQ...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali