Kisah Spiritual, Jejak-jejak 'Spirit Purba' Pajajaran (2)




Pohon sukun itu nampak meranggas tua. Di bawah pohon inilah dahulu kala ada sosok pemuda yang merenungkan bagaimana meletakkan pondasi kesadaran nusantara. Ya, dialah kemudian yang kita kenal sebagai  Soekarno. Hari demi hari dia habiskan disini, di Ende,  sambil memandang ke laut lepas. Memperhatikan barangkali saja ada kapal-kapal yang lewat. Secercah harapan bagi dirinya dapat kembali ke Pulau Jawa, untuk meneruskan perjuangannya. Pohon ini menjadi saksi, bagaimana keriuhan pikiran anak manusia. Bagaimana tekad membaja yang dibaluti kasih sayang atas nasib Ibu Pertiwi. Kini pohon ini nyaris kering dan mati. Sebagaimana matinya kesadaran anak-anak negri ini atas bumi pertiwi.

Mas Thole berdiri disana, mencari pijakan jejak-jejak energy yang masih tersisa. Mencoba meluncur ke masa itu. Menelisik kejadian. Kesadarannya terus saja memindai. “Masih ada energy kesadaran disini..” Batin Mas Thole, cahaya-cahaya seperti bermain di angan, berloncatan seperti ingin bersapa. Semua masih seperti keadannya, hanya laut lepas kini sudah tidak nampak lagi. Bangunan menutupi jarak pandang Mas Thole. Beberapa kali pandangan matanya mencoba menyapu, mencari detail kejadian. Kesadarannya kemudian berhenti lagi kepada pohon sukun tua ini. Buahnya terlihat bergelantungan, sayang buahnya sangat kurus sekali. Di bawah pohon ini dibangun beton seluas 2 x 2 meter, mengelilingi pokok batangnya. Pohon tersebut memberitahukan bahwa dirinya sangat tersiksa dengan p[erlakuan manusia yang telah membeton dirinya ini. Mas Thole hanya bisa turut prihatin. Sebab itu bukanlah kewenangannya.  

Mas Thole seperti mampu memasuki masa lalu. Masa dimana kala itu Soekarno mematangkan konsep berfikirnya. Terkisah masa dimana saat pencapaian kematang 'spiritual' Soekarno sebagai bapak bangsa ini. Dan semua itu terjadi disini. “Kenapakah di Ende ..?” Selalu itu yang ditanyakan Mas Thole kepada tokoh disana yang ditemui. Adakah yang tahu kelebihan pulau itu dibandingkan lainnya ?. Itulah yang terus akan ditelusurinya. Energi-energi kesadaran yang tersimpan di areal taman dimana pohon sukun ini tumbuh masih sangat terasa. Energi itu mampu mengkhabarkan suasana keadaan kala  itu. “Untuk inikah berada disini..” Batin Mas Thole mencoba mencari hikmah kejadian.  Mas Thole mencoba membiarkan arus informasi itu memasuki kesadarannya. Seperti biasa, cahaya-cahaya tersebut seperti mengalir ke dalam tubuh Mas Thole. Tubuh Mas Thole seperti melakukan download saja.

Seiring cahaya-cahaya yang terus menyelusupi pori-pori, terlihat rekan Mas Thole yang datang bersamanya, tiba-tiba sujud begitu saja, tanpa pernah dia tahu mengapa. Ketika ditanyakan kepadanya pun dia hanya menggelang tak mengerti. Tiba-tiba dirinya tersergah rahsa ingin bersyukur atas keadaan. Pada saat bersamaan dengan peristiwa itu, memang  muncul pemahaman, perihal sila pertama Pancasila, Ketuhanan yang Maha Esa, kemudian berikutnya mengalir sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab, disusul sila ketiga Persatuan Indonesia, hingga sampailah kepada sila kelima Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Itulah keadaannya, apakah saling menjelaskan ?. Entahlah...?.  Tiba-tiba saja hawa bergumpalan mendera dada dan sekujur Mas Thole, semua menjadi satu rangkaian pada hari berikutnya manakala dia berada di rumah tempat Soekarno tinggal. Suara tanpa wujud, berbicara padanya dengan aksen yang sangat dalam. “Aku titipkan bangsa dan Negara ini padamu..!.dst….” Itulah suara Soekarno sendiri. Tangan Mas Thole saat itu hampir tak mampu menahan energy tersebut yang langsung menghujam dihati meninggalkan pesan amat dalam. Penjaga rumah Soekarno rupanya memperhatikan tingkah Mas Thole, maka setelah selesai, diapun mengangguk dengan takjim kepada Mas Thole.

Rangkaian sila-sila Pancasila adalah buah spiritual yang amat luar biasa, merupakan rangkaian pesan-pesan leluhur, sebagaimana pesan yang disampaikan Darmareksa Raja Sunda kepada Raden Wijaya cucunya, raja Majapahit pertama. Pada setiap sila adalah doa, adalah pemahaman, adalah kesadaran spiritual tingkat tinggi yang mewakili peradaban bangsa ini. Terperkur Mas Thole sendiri, beringsut  menatap sudut-demi sudut beranjak dari ruang demi ruang, setiap inchi seperti ingin dijajahinya, di rumah tempat tinggal Soekarno.

Pengasingan Soekarno dan Inggid di Ende
Fragmen demi fragmen kemudian dinampakan dalam kesadaran. Gambar yang masih hitam putih, menceritakan  bagaimana keadaan Inggit Ganarsih pada masa itu di rumah ini. Begitu juga bagaimana keadaan Soekarno. Kesadaran Mas Thole menonton semua kejadian itu. Layar yang bisu hanya bahasa batin saja disana. Serasa dalam kesadaran Mas Thole  Inggid Ganarsih tersenyum padanya. Senyuman yang sangat lembut sekali, senyuman seorang Ibu yang bangga, rahsa syukur seperti tersungging dibalik senyumannya. Entah apakah maksudnya. Hanya Mas Thole merasa sangat kenal dengan senyuman itu. Serasa sangat dekat sekali. Dengan lirih dia memanggil, “Ibu…!”.  Mas Thole hampir saja meloncat, bertanya kepada dirinya. Mengapa dia memanggil Inggid dengan sebutan “Ibu..” Sudah ‘gila’ kah dirinya. Ugh…!.

Mengkisahkan bagian ini, gempuran rahsa bertubi-tubi, mendera raga, menimbulkan sesak dan sakit sekali, sudah  sangat terasa sedari pagi. Terpaksa Mas Thole berkali-kali harus berhenti menentramkan dadanya yang bergemuruh. Dia mengambil obat sakit kepala dan obat lainnya. Batuknya begitu hebat sekarang ini. Lintasan energy saat di rumah Sukarno, membawa dirinya ke masa lalu, telah menghantamnya lagi. Teringat bagaimana kala itu dirinya ditinggal begitu saja oleh energy yang sama, yang diikenalinya sekarang disini sebagai Inggid Ganarsih. Uhg…!. “Kenapa lintasannya jadi begini..?” Siapakah sesungguhnya Inggid Ganarsih itu ?. Kenapakah begitu misterius keberadaannya. Mengapakah sepertinya dirinya berada di setiap peradaban, Mengapakah dia selalu hadir pada setiap kejadian dan keadaan. Kenapakah beliau selalu mengambil peranan dalam perkembangan tatanan masyarakat di tanah jawa ini. “Ibu….!”. Tanpa sadar bibirnya lirih memanggil. Kembali dalam kesadaran Inggid Ganarsih tersenyum kepadanya. Senyuman itu seperti mengelus, dan sedetik kesadarannya terbang entah kemana.
Langkah kaki Mas Thole, seperti berat terseret menunju  ke belakang, terlihat sumur tua berada disana. Sumur yang begitu kuat energinya. Sempat Mas Thole menahan diri untuk tidak melanjtkan langkahnya lagi. Ada daya dorong yang kuat, bahwa dia harus membasuh muka dan meminum sedikit air sumur itu. Hanya beberapa menit tertahan, dia melangkah mendekati. Dalamnya sumur hampir 12 meter. Air yang jernih dia harus menimba air sendiri, perlahan saja Mas Thole menarik tali dengan irama yang tartil, sambil terus kesadaran berada dimasa itu. Pemahaman-demi pemahaan merasuki, hingga samapai tetse air membasuh mukanya. Sambil terus menyelesaikan wudhunya. Dengan sedikit ragu Mas Thole mengambil air dari timba di depannya, dilihatnya air sedikit bercampur luut-lumut tua. Dia nyaris tidak tega menegguknya. Namun bisikan itu terlalu kuat, dnegan terpaksa Mas Thole menengguk, terasa sesaat air memasuki tenggorokan, butiran lumut sangat terasa memasuki kerongkongan, menimbulkan bekas rahsa sakit kemudiannya.

Selekas air masuk ke dalam tenggorokan selekas itu pula, kesadaran Mas Thole harus bersiaga. Dirinya bersiap untuk sebuah keadaan yang luar biasa. Entah apa. Pertanyaan bergumpal di dalam dadanya. Dia akan melihat sebuah keghaiban, dan keajaiban alam. Namun apakah itu, sedetik dia kebingungan. Maka dia mundur beberapa langkah memperhatikan saja dari arah lubang sumur tua itu. Tiba-tiba…rrrrrttt…Blam…Blarrrr…!. Seberkas sinart terang benderang keluar bagai air bah yang jebol dari bendungan, memancar dari lubang sumur tua, menuju ke angkasa, begitu kuatnya sinar itu. Bumi bagai goyang karenanya.  Di angkasa sinar tersebut menyebar, mengembang bagai payung yang dibuka. Sinarnya mampu menjangkau ke seluruh nusantara. Tonggak kesadaran disini, dipulau ini di bekas pengasingan Inggid Ganarsih. Meleset tonggak itu, memaku bumi nusantara dalam sebuah keyakinan yang tidak menyisakan keraguan. Restu alam, restu para sesepuh purba bangsa ini. Disini Mas Thole menjadi saksi atas restu itu. Allah hu akbar…!. Apakah dirinya tidak bermimpi ?.

Inggid Ganarsih telah mentransformasikan kesadaran para pendiri, para leluhur tlatah jawa . Transformasi kepada Bapak pendiri bangsa ini. Kekuatan alam, kekuatan spiritual di pulau ini telah memperkuat tarnsformasi itu. Soekarnoi kala itu harus dijauhkan dari seluruh hijab pemikiran. Karenanya dia diasingkan. Hanya Inggid Ganarsih guru spiritual Soekarno. Itulah dia..!.  Soekarno saat itu adalah saksi kunci keberhasilan transformasi dari leluhur bangsa ini. Pilar-pilar dan sendi bangsa ini telah tertuang dari butir-butir sila. Lihatlah,  tiang bangsa, itulah tiang kecerdasan spiritual leluhur. Mengapakah hanya sedikit yang mengerti. Ugh..!. Mas Thole terpana. Pegalamannya luar biasa sekali. Membalikan seluruh kesadarannya selama ini, yang menganggap butir-butir sila Pancasila sebagai suatu hal yang remeh saja. Itulah kekayaan intelektual jutaan tahun hasil peradaban dan perkembangan oleh piker bangsa ini.   Dalam bait yang sederhan terkandungkeyakinan dan kekuatan spiritual seluruh leluhur nusantara ini. Bergidik Mas Thole menyadari hal ini. Dia tidak berani menganggap remeh lagi. He..eh

Mas Thole perlahan teringat bagaimana kisah Siti Khatidjah, kisah Soekarno mirip dengan itu. Kematangan spiritual Muhammad dibidani oelh Siti Khatidjah, oleh karenanya sejarah telah mencatat betapa besar peran serta wanita tersebut dalam sejarah peradaban Islam di muka bumi. Tidak ada satupun umat yang bias menafikkan peranan Siti Khatidjah. Namun bagaimana dengan Inggid Ganarsih ?. Masih adakah yang peduli ?. Masih adakah yang ingat peranan dirinya. Mas Thole mendekap rasa sakitnya di dada. Jangankan kaumnya, bahkan Raden Panji sendiri yang menjadi anaknya, dahulu sering menghujatnya. Betapa sedih dan nelangsa jiwa Mas Thole. Kesedihan dan nelangsa jiwa, meliputi lam kesadarannya. Tidaklah akan terlahir spiritual bangsa ini, tanpa peranan Inggid Ganarsih. Tidaklah akan lahir kematangan spiritual Soekarno. Itulah pemahaman Mas Thole. Dan dia harus mengkhabarkan hal ini kepada seluruh anak-anak kesadaran yang masih tersisa. Janganlah pernah melupakan IBU mereka ini.

Batuk Mas Thole semakin menghebat, hawa dingn hampir meliputi dadanya. Sakit saat disana saat batuk menerpa. Mengkisahkan bagian ini sama saja tengah menguliti dirinya hidup-hidup. Rahsa sesalnya, rahsa sedihnya, rahsa bangga, rahsa kerinduannya, dan ribuan rahsa lainnya, bergumulan menjadi satu dalam sanubari. Megapakah Pajajaran melupakan IBU mereka ?. Pertanyaan itu…bergaung menembus semua dimensi…jangankan mereka..bahkan anak-anaknya sendiri tidak pernah paham dan mengerti bagaimana perjuangan Ibu mereka ini. Tidak ada yang menegrti. Sebab IBU mereka ini memang tidak pernah mau menonjolkan diri, dan tidak pernah mau dikenali. Mas Thole paham, sekarang paham sekali. Memujilah dia kepada Sang Hyang Widhi Wase, Tuhan semesta alam ini. DIA lah yang Maha rohman dan rohiem. Telah memeberikan pemahaman kepada dirinya.

Perlahan Mas Thole meninggalkan rumah itu, terdengar suara berbisik lembut di telinga, “AKULAH LAUTAN MAAF ANAKKU…” ..Darrr..!. Suara itu begitu lembut, namun suara itu layaknya bagai bom yang menghancurkan bendungan, maka menangislah Mas Thole,  lengkingannya menembus langit, dan menghujam bumi. Rintihannya menggetarkan seluruh makhluk yang ada disana. “Ibu…maafkanlah aku.. saksikanlah Ibu, akan kukhabarkan semua perjalanan  ini, akan aku khabarkan..meskipun engkau tidak pernah meminta itu. Biarlah ini semua menjadi pengingat bagi kita semua yang lupa atas perjuangan, atas pengabdian leluhur kepada negri..saksikan keyakinan kami, saksikan bahwa kami sudah siap mati..atas keyakinan ini…Allah hu akbar.saksikanlah Ibu..” Mas Thole merintih, dalam ksadarannya, belitan ini begitu kuat, menyakitinya, raganya tak mampu menahan rahsa sedih itu, hingga efek setelahnya batuk hingga sekarang ini masih terus menyiksanya. Mungkin saja sbagian paru-parunya sudah berlubang sebab sedihnya itu. Entahlah itu.
….
Langit cerah sedikit awan diatasnya. Mas Thole berkata kepada pengantarnya, “Saksikanlah jikalau semua ini benar maka 1-2 jam lagi akan turun hujan lebat sekali.mengikuti perjalanan ini.”  Benar saja, setelah pesawat Mas Thole lepas landas, dalam hitungan detik hujan turun dengan dahsyatnya. Padahal semula masih terang benderang.  Ende di guyur hujan yang tak biasa. Pesawat Mas Thole oleng kesana kemari nyaris tidak bisa mendarat di Bali untuk transit. Kejadian yang sangat misterius sekali. Sang pilot menceritakan ketakutannya saat diatas tadi kepada Mas Thole, pada saat bersama-sama keluar dari pesawat. Begitulah sepanjang perjalanan pulang Mas Thole dihantarkan dan disambut hujan badai. Mas Thole bersyukur, diatas tadi memang sempat dirinya bersapa dengan badai, agar sedikit memberikan ruang kepada pesawat ini untuk mendarat. Aneh saja, ternyata hanya pesawat Mas Thole yang bisa mendarat pada jam itu. Pesawat lainnya masih berputar-putar, dan setelah beberapa saat Mas Thole sholat, cuaca kembali normal.

Begitu pula saat bus yang ditupanginya menuju Bekasi. Ditengah jalan diguyur hujan lebat. Anehnya setiap kali dia turun  hujan langsung berhenti. Baik mulai dari Soekarno Hatta dan juga sampai Bekasi.  Maka bagaimana mengkisahkan bagian ini. Entahlah..ini hanyalah sebuah khabar atau kisah atau dongengan. Tak penting lagi, apakah ada yang percaya. Biarlah alam saja yang mengkisahkan keadaan dirnya sendiri. Wolohualam

Bersambung…


Komentar

  1. Saat kesadaran akan Negeri dan Ibu Pertiwi telah lahir di hati, Sang Alam pun akan merespon dan merahmati. Sulit memang untuk dipahami, namun itulah Keyakinan diri akan Rahmat Illahi yang patut di syukuri.. Teruslah berjuang Saudaraku, demi Negeri dan Bangsa ini..

    Salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin.

      Hapus
    2. Pesan bijak Sang Ayah,

      -Jika kita mempunyai keinginan yang kuat dari dalam hati, maka seluruh alam semesta akan bahu membahu mewujudkannya.

      -Janganlah melihat kemasa depan dengan mata buta. Masa yang lampau sangat berguna sebagai kaca benggala daripada masa yang akan datang.

      -Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, Perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.

      _Soekarno_

      Hapus
  2. meditasi itu ilmu yang bagaimana,harus ditempat yang ramai atau tempat yang sepi untuk melakukannya?

    BalasHapus
  3. Jutaan orang hari ini berlomba merangkai kata2 terindah untuk sang ibu. semoga mereka tidak lupa dgn Ibu yang telah melahirkan bangsa ini..., ibu yang selalu ada di setiap peradaban, ibu yg tidak suka menunjukan jasa2nya.

    Kami merindukanmu Ibu...,

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali