Misteri Lembah Rammang-rammang


Hasil gambar untuk elang diatas bukit

Langit siang hari panas membakar kulit. Udara kota Makasar, di tengah perbukitan kapur arah menuju Maros.  Terlihat tangan mereka disatukan dalam meditasi alam. Menimbulkan pusaran energy bagai angin puting beliung bergerak naik. Tempat yangmemang sangat cocok sekali. Lembah yang terpencil bagai lembah-lembah pada kisah dunia persilatan. Mereka duduk disana, kanan kirinya diapit tebing-tebing tinggi.

Ironis sekali tebing yang indah bekas peradaban tinggi di masa lalu sedikit demi sedikit dihancurkan demi sebuah pembangunan. Hanya tinggal tebing tersebutlah yang tersisa. Dua buah pabrik semen skala nasional terus mengeruk tebing-tebing kapur disana satu persatu bukit-bukit kapur hilang dari pandangan. Menuju kesana Mas Thole dan rombongan harus menggunakan perahu kecil. Menyusuri sungai dan melewati beberapa gua. Suasana peradaban masa lalu sangat kuat sekali dalam mata batin Mas Thole. Dua kali perahu motor Mas Thole mati mesin di tempat yang sama. Meskipun saat kembalinya sudah bertukar perahu.

Suasana hening sesaat dimulainya prosesi. Mendadak saja terdengar ciapan suara burung, serasa dari kejauhan sana. Mendekat dan ciapan tersebut serasa diatas kepala. Yah, seekor elang kepala putih terbang 100 meter diatas lingkaran yang dibuat Mas Thole. Suara menciapnya demikian magis, mampu meruntuhkan hati. Kontan saja Mas Thole melindungi hatinya.  Di kepakan sayapnya perlahan dan kemudian diam sekan tengah menikmati  arus energy yang naik dari tangan-tangan mungil rombongan Mas Thole.

Aneh saja, jika di perbukitan kapur terdapat elang berkepala putih. Luar biasanya kehadirannya bertepatan saat prosesi. Tubuhnya terlihat sangat kuat perkasa. Sayapnya membentang hendak menjangkau angkasa. Elang dewasa yang sudah matang. Beberapa kali suara ciapan terdengar. Sambil terbang berputar-putar tepat diatas kepala. Mas Thole mendengar suara elang tersebut dengan jelas. Dalam benaknya bertanya, “Ada apakah gerangan, siapakah yang akan hadir?”

Seiring dengan itu, mendadak tangan salah seorang sebut saja Tuti seperti terangkat keatas mengambil posisi terbang. Susana siang hari itu menjadi lengang penuh hawa magis. Diam….angin seperti diam. Suasana benar-benar menggiriskan. Mas Thole membuka matanya dan mengamati satu persatu. Hatinya berdegup kencang, seorang tokoh masa lalu hendak hadir rupanya. Namun dia mencoba bersikap biasa. Takut akan mengkhawatirkan peserta lainnya.

Ujung matanya Mas Thole melihat sudut lainnya. Mendadak deari arah kanannya, salah satu peserta wanita  tangannya terakat  perlahan-lahan, senyuman bahagia tersungging di bibirnya. Badannya ikut naik hingga..blugh..! Entah apa yang dirasakannya. Tubuhnya jatuh ke tanah diatas rerumputan bekas sawah yang sudah kering. Tubuhnya telentang menghadap ke langit. Diam..dia diam dalam langutan panjang. Bahagia sekali, raut wajahnya terlihat tengah menikmati keindahan semesta.

Mas Thole menghela nafas lega. Mulailah dia melanjutkan meditasinya. Menyatu dengan alam semesta. Menyapa para tokoh-tokoh lintas diemnsi disana. Hening..masih terasa heningnya. Hawa anas takterasa sama sekal. adahal saat itu waktu menunjukan pukul 14.00 WITA. Tuti masih menikmati sensasi terbangnya. Tangan terangkat perlahan. Mendadak suara elang menciap dengan keras sekali lagi. Seperti penanda.  Hal itu menganggetkan Tuti. Tanpa dapat ditahannya berteriaklah dia menangis. Suaranya begitu keras membangunkan Mas Thole dari semedinya.

Perlahan Mas Thole membuka matanya. Mata batinya berdesir kencang sekali. Banyak sekali tokoh-tokoh masa lalu yang hadir disana. Gerbang depan yang dia lewati nyatanya adalah dimensi para raksasa. Peninggalannya masih terlihat di alam nyata, tumpukan batu-batu alam yang tersususun tak biasa.  Dia telah membuka gerbang ghaib  nusantara bagian timur. Yah, upayanya untuk menjalin silaturahmi telah diterima. Tokoh-tokoh sakti kerajaan Gowa dan sekitarnya, kini datang menyambanginya. Melalui anak cucunya mereka hadir dalam peristiwa itu. Mereka bangsa Bugis yang terkenal dengan keberaniannya dan keahliannya menaklukan samudra.   

Aria Wirareja mengangguk-angguk. Meski sekarang dia tidak tampil di muka namun karena sebab sayangnya kepada Mas Thole dia masih setia menemani, terutama jika menghadapi tokoh-tokoh ghaib. Yah, benar sekali dahulu Aria Wirareja pernah meminta bantuan dari kerajaan Bugis  saat menghadapi Mongol. Aria Wirareja banyak sekali belajar dari mereka. Salah satu tokoh yang dikenalnya saat itu hadir disana adalah ‘Datuk Pasha’. Rupanya datuk tersebut adalah kakek moyangnya Tuti. Kemunculannya  sungguh luar biasa. Diringi dengan Elang sebagai simbol kejayaan dan keberadaan  mereka yang masih eksis di dunia ini. Mereka terus mengawal anak cucunya.

Kembali pertanyaan bergulir, apakah keberadaan leluhur  itu suatu ‘anugrah’? atau justru menjadikan ‘musibah’? Banyak masyarakat kita kemudian mencoba menafikan keberadaan ‘leluhur’ mereka. Bahkan sering dengan menyengaja mereka melakukan rukyah dan metode-metode lain agar para leluhur tersebut pergi dari kehidupan mereka. Para leluhur ini banyak disamakan dengan golongan jin, siluman atau entitas lainnya. Manakala ke arifan local dianggap sebagai bid ah, kurafat, sirik, tahayul, dan klenik.

Sungguh keberadaan leluhur yang ingin melindungi anak keturunannya ini hanya akan di anggap musibah bagi manusia sekarang. Seperti halnya yang dialami Tuti ini. Kesadaran kolektif terus membombardir keluarga mereka. Sehingga mau tidak mau mereka mengikuti paham yang masuk dari luar daerah mereka. Paham dari arab, eropa, bahkan juga dari asia. Kearifan yang diyakini oleh bangsa mereka sedikit demi sedikit terkikis habis. Hanya terssa raga yang tdak memlk meori apa-apa. Raga yang telahhilang ‘jatidiri’ sebagai bangsa yang Merdeka. Merdeka atas jiwa mereka sendiri.

Rammang-rammang, masuk Barua, Makasar. Sebuah wilayah yang nampaknya saja basa dalam andangan manusia. Namun Mata batin Mas Thole melihat bahwa jaman dahulu kala pernah hidup manusia dengan setinggi pohon kelapa. Masuk lagi kedalam aada telaga tempat mandi para bidadari. Entah mengapa perjalalanan Mas Thole ke Selatan menyasar hingga sampai ke daerah tersebut. “Apa yang ingin dikenalkan para leluhur nusantara ini kepadanya?”

Benar, banhwa bangsa ini terkenal dengan sritualitas yang tingg. Maka menjadi wajar jika sejak perjalanannya ke Selatan menimbulkan banyak kejadian aneh lainnya. Seiring dengan bencana alam dan juga keadaan sosial masayarakat. Di mulai dari Panjalu, Kawali, Galunggung, Jember, bantul, keraton Jogja, sampai ke bukit Tsurian di Jatigede. Hingga kini di bukit Rammang-rammang.  Misalnya kejadian di Galunggung, hujan hanya membasahi separo jalan yang dilewatinya. Seperti permadani yang di hamparkan di depannya. Banyak lagi kejadan-kejadian lannya yang tak mungkin disebutkan. Mas Thole bisa saja menyebutkan bahwa itu kebetulan saja. Namun mata batinnya tidak bisa. Alam sedang menuju kepada perhelatan. Siapkah kita menyambutnya?

Dikisahkan ini dengan kesedihan, adakah para penguasa paham. Adakah kaum berilmu yang berkuasa di negri ini mampu membaca. Geliatnya alam, kebangkitan nilai-nilai kearifan bangsa. Mas Thole tengah berada di Selatan, akan bertawah lagi seantero negri. Menyambangi suku-suku bangsa ini, diaman jaman dahulu telah dengan ikhlas memberikan daerah kekuasaan mereka untuk disatukan menjadi Indonesia. Mereka sekarang akan meminta janji para petinggi negri. Kapan bangsa ini akan makmur. Kapan bangsa ini merdeka jiwa dan raganya. Kapan kearifan bangsa ini menjadi mercusuar dunia. Apakah menunggu meraka yang mengambil alih?
Wolohualam bisawab..
Salam

Komentar

  1. Sungguh kearifan lokal telah hilang jatidirinya, anak anak muda lebih bangga dan meniru budaya lain dari bangsanya, orang jawa hilang jawanya, orang sunda malu akan sundanya, orang bugis lupa akan kebugisannya. Semoga langkah dari para kesatria unt mengembalikan identitas dan kejayaan NUSANTARA akan diridhoi Allah dan restu para leluhur nusantara senantiasa "njangkung" anak cucu benua atlantis. Amien

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali