Kisah Perjalanan Paku Bumi (4), Menelisik Kedatangan Kian Santang dan Anak Keturunannya
Inilah misteri yang akan dikuak dalam perjalanan spritual Mas Thole kali ini.
Kisah Perjalanan Paku Bumi episode ini di buka dengan narasi dari pesan-pesan Kami;
Seumpama sudah ditetapkan dalam setiap bagian, menjadi hal yg ada dalam suatu keadaan, maka hadapkanlah dengan keyakinan.
Jejaknya sudah semakin dekat, Sang Hyang Murbeng Alam dalam gerak mengubah jagat raya dengan setiap titik rotasinya berada pada lima pancar.
Jangan menunda pergerakan, sebelum awan hitam menggulung gunung sebelah selatan.
Segeralah bergerak sesuai dengan yang menjadi dasar pada setiap lisan dan tulisan.
Jariknya dari mayapada
Dengan tiangnya berada di sudut Kapilawastu dekat Rancamaya, Sagakancan.
Siapkan gerabah segera, berangkat sekarang, atau tidak sama sekali kalian mendapatkannya
Sesungguhnya rotasi bumi sedang memnjalin simpul-simpul dalam bentukan yang menyatu di antara dua sudut
Suara yang kalian dengar, bukan dalam jedar di ufuk barat. Maka hal tersebut harus segera dilasanakan.
Segera!
Satu barisan (Aş-Şaf):6 - "Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)". Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata".
Satu barisan (Aş-Şaf):14 - "Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kamilah penolong-penolong agama Allah", lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan lain kafir; maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang."
Sudah ada yg menjadi bagian dalam perjalanan kalian.
>>>
“Kian
Santang…hmm” Mas Thole berdesah lirih.
“Jadi
inikah pertanda yang ingin engkau khabarkan kepadaku?”
"Mengapakah permusuhan kalian sangat terasa di badan ini. Hhh...?"
"Mengapa engkau meminjam ragaku ini?"
Pertanyaan bertubi. Seakan
langit runtuh tak berjeda, gelapnya menutupi sebagian mayapada. Alam kesadaran
entah menjadi apa. Beginikah rahsa, beginikah nuansa alam semesta. Lengkap
sudah dengan air mata. Tanah, api, angin, kayu, besi, air dan juga elemen
lainnya terasa bergolak. Membuat Mas Thole tak mampu memejamkan matanya. Adakah
ini sebuah pertanda ataukah hanya sebuah supata para leluhur negri ini. Isi
lautan bergolak di selat semenanjung teluk Jakarta. Ribuan ikan mati dan tak
tahu penyebabnya apa?!? Duh, Gusti..?!?
“Mengapa engkau khabarkan kedatanganmu dengan
seperti ini, Kian Santang?”
Yah, di
tengah gegap gepita sorak sorai para pemuda dan mahasiswa yang menginginkan
Papua merdeka, perhatikan saja bagaimana keadaan mereka yang membuat huru hara di istana para raja. Lihatlah
juga, carut marut berita di layar kaca, masih saja kita saksikan bagaimana
keadaan manusia. Manusia yang tidak
menghargai nyawa manusia lainnya. Meraka dengan suka menghabisi nyawa sesamanya
hanya hal sepele, di putus cinta misalnya. Jaman apakah ini?
Mas Thole
merasakan dada sebelah kirinya sakit yang menghebat. Sakit yang sulit untuk
dibahasakan. Seumpama bor besi yang dimasukan ke tulang dada, dan kemudian di
permainkan disana. Kemudian di dalam lubang bor tersebut diatas ditaburi air
raksa. Bayangkan betapa perihnya ?!?
Dalam
sholat yang lama, kemarin ini mata batin Mas Thole berusah menyapa, ada apakah
gerangan dengan dirinya ini. Sehingga dia harus merasakan sakit yang hebat yang
tak terhingga. Dihadapkanlah seluruh rahsa. Rahsa sakit adalah milikNya. Maka
dengan segenap jiwa raga dikembalikannya rahsa sakit. Seiring dnegan itu
kesadarannya juga melakukan pertobatan, menyerahkan kepada Tuhan. Mengakui
bahwa atas peranan dirinya, sang ‘Aku’ berada pada posisi sakit begini.
Kesadaran yang meliputi keadaan raga Mas Thole. Blam….BLAAAR…
Tanpa dapat
di tahannya, ada hawa yang ingin melepaskan diri dari dada Mas Thole. Maka
dalam sujudnya Mas Thole berteriak dengan kerasnya, seakan inilah detik
terakhir nyawanya di cabut olehNya. Seluruh isi rongga dadanyamutah, keluar semua. Membasahi sajadah di depannya. Dibiarkannya
sajadah berhamburan bercampur darah dan juga cairan isi sel. Dia tetap
melanjutkan sholatnya, dihadapkan wajahnya kepada pemilik alam semesta ini. Entah
mati yang keberapa kali harus dirasakan Mas Thole semenjak menjalani laku
spiritual ini.
Sekelabat
sosok berjubah putih datang seperti zoom ke muka Mas Thole. Tepat di posisi mata ketiga. Mas Thole merasa aneh
saja, mengapa keningnya mampu melihat sosok tersebut. Biasanya dia hanya mampu
melihat dengan mata hatinya dan juga merasakan sensasi di badannya saja. Untuk
membedakan makhluk apa yang sedang di hadapinya. Sistem ketubuhannya bagai
sistem ketubuhan reptil yang mampu membedakan mana makanan dan mana musuh yang
membahayakan. Maka menjadi aneh saja jika kemudian ada sosok bisa dilihat
dengan mata ketiganya.
Hari ini
(2/12) penampakan sosok tersebut semakin ketara. Seiring dnega kesehatan Mas
Thole yang membaik. Sekarang ini Mas Thole mampu mendeskripsikan dengan sangat
jelas sekal. Sosok ini hanya bersedakap
dan hanya tersenyum. Terlihat jelas seklai di keningnya. Mas Thole merasa
dirinya semakin aneh saja. Apakah mungkin karena sakitnya? Mata batin mMas Thole mulai yakin bahwa dia
nyata dan ingn bersapa. Mungkin inilah caranya. Perlahan disiapkan hati, mohon
kepada Allah agar dibersihkan hatinya. “Ada
pesan apakah yang ingin disampaikannya?” Batin Mas Thole mulai bertanya.
“Aku datang untuk melindungi anak cucuku yang
teraniaya, yang terpingit jiwanya, dan aku mengkhabarkan kepadamu? Tidakkah
engkau rasakan bagaimana keadaanmu dalam bulan akhir-akhir ini. Tidakkah itu
cukup menjadi bukti?”
Seperti
disengat aliran listrik ribuan kilovolt, teringat kembali bagaiman akeadaan
dirinya saat berkunjung ke Godog, ke petilsan Prabu Kian Santang. “Benar hanya dia seorang yang mampu
mengambil alih kesadarannya” Mas Thole membatin getun. Rupanya perubahan
peringainya akhir-akhir ini atas peran serta Kian Santang. Mas Thole hanya
mampu mengelus dadanya. Betapa dalam bulan-bulan terakhir ini dirinya tidak
mampu menahan amarahnya. Dia merasa harus membela sesorang yang tidak salah dan
tidak mengerti apa-apa, namun selalu dianggap sebagai pembawa sial.
Sekarang
baru dia paham bahwa yang dibelanya itu adalah anak keturunan Kian Santang. Yah,
dia termasuk salah satu cucu yang mendapatkan asuhannya. Sungguh Mas Thole
tidak habis berfikir, kenapa kejadiannya jadi begini, keadannya? Apakah ini
nyata atau ini hanya permainan ilusi semata? “Mengapakah mereka harus memakai ragaku ini , betapa kerasnya Kian
Santang terhadap Prabu Silihwangi, dan tahukah apa yang terjadi jika mereka
berbenturan?” Maka kisah masa lalu
akan terulang kembali di jaman ke kinian. Bagaimana Prabu Kian Santang mengejar
Prabu Silihwangi hinggga terpaksa masuk ke dalam hutan.
“Apa
yang bisa aku lakukan?” Mas
Thole bergumam lirih, berhadapan dengan kedua tokoh sakti ini seluruh tubuhnya selalu
seperti dikuliti. Dan itu sudah berlangsung lama. Sudah berulang kali itu
terjadi. Mas Thole hanya pasrah atas keadan ini. Tidak ada yang mam
diperbuatnya. Paling sedfikit dia akan sakit 2 minggu. Seluruh badannya seperti
demam, flu, pilek, alergi, campur aduk sekali. Maka kepada Kian Santang dia juga
menyerah, silahkan mencari orang lain saja jika ingin mengingatkan Prabu Silihwangi.
Tidakkah
cukup baginya mengalami sakit yang mengganggu seluruh aktifitas hidupnya? Bagamana
dengan kewajibannya di realtasnya, dia adalah pekerja biasa. Bukanlah tokoh
sakti yang bisa minta harta. Da hanya mengandalkan tenaga dan otaknya. Bagaimana kalua selalu saja terpapar energy
mereka? Dan sialnya, entah mengapa energy Majapahit dan Pajajaran seperti saling
bermusuhan. Inilah misteri yang sampai sekarang belum mampu di jawabannya.
Mungkin inilah tugasnya kali berikutnya mencari jawaban.
Hari ini
(2/12) tercapailah kesepakatan dengan Kian Santang, dia akan keluar dari
kesadaran Mas Thole. Kian Santang hanya menitipkan pesan. Berbuatlah adil. Tegakankanlah
MIZAN. Keadilan antara keluarga. Adil terhadap diri sendiri, adil terhadap ibu,
adil terhadp ayah, adil terhadap istri dan anak, kemudian merambah adil
terhadap adik-adiknya baik adik kandung maupun adik ipar. Tegakkanlah
keseimbangan. Allah menyukai orang-orang yang berbuat adil. Inginkah
mendapatkan rahmat Allah?
Dia yang
memberikan rejeki, Dia yang menentukan hidup dan mati. Dia yang membuat orang
kaya atau miskin. Jangan merasa mengetahui yang ghaib sehingga melupakan
peranan Tuhan dalam menentukan nasib manusia. Allah berkuasa atas segala
sesuatu. Ingatlah tubuh mampu digerakan itu berkat kasih sayangNya. Pernahkan
terbayangkan bagaimana jika tubuh tidak mau mengikuti perintah kita? Ketahuilah
tubuh kita hanya tunduk keadaan perintah Allah semata
>>>
Mas Thole
dalam keadaan bimbang dan ragu mengetikan pesan-pesan ini. Seakan pesan ini
berkata langsung kepadanya. Bukan kepada siapa-siapa. Lantas untuk apa
pesan-pesan al qur an ini diulang-ulang? Lihatlah betapa sudah berserakan kalimat
sejenis disisni. Mengapa masih harus ditambahi dengan kalimat ini. Mas Thole
dalam masgulnya. Selalu dipertanyakan kepada para mereka (leluhur), atas hak apa
dirinya membawa pesan-pesan model seperti ini. Dirinya tidaklah lebih baik dari
mereka. Mungkin bahkan lebih hina dari mereka.
“Sampaikanlah..!” Perintah
Kian Santang tegas sekali
“Tugasmu hanya menyampaikan, selebihnya
tanggung jawab Kami. Lihatlah apa yang akan Kami perbuat atas diri mereka yang
mendustakan, yang mempermalukan anak keturunan Kian Santang tanpa hak, dan
tanpa ilmu. Mereka akan Kami buat lebih
malu. Ilmu yang mereka banggakan tidak akan mampu menjadi penolong mereka. AKu juga
bisa berbuat lebih seperti Sabdo Palon. Janganlah bangga atas ilmu. Lihatlah diri
dari manakah mereka berasal? Bukankah dari air mani yang hina? Mengapakah
mereka sekarang jumawa? Akan Kami telanjangi aib-aib mereka di muka umum.
Saksikanlah!”
…
Mas Thole
diam tak mampu berkata lagi. Meskipun tulisan ini mungkin bisa saja dimaknai
keliru maka sebagaimana pesan Kian Santang. “Itu
urusan Kami” Meskn teta saja ada
rahsa was-was, ibarat tukang pos yang hanya mengantarkan isi surat saja. Maka apa
boleh buat Mas Thole menurut saja. Jika kemudian pengantar pos dimusuhi bahkan
dibunuhi itu adlaah bagian dari konsekuensi hidup di jaman ini. Menyampaiakn
kebenaran dan kebaikan akan dianggap kesalahan. Biarlah. Sebab ini adalah
sebuah jalan yang memang harus ditempuh oleh Mas Thole. Hanya dirinya dan Tuhan
saja yang tahu.
Lantas
kemanakah Kian Santang? Dia akan berada di hati anak keturunannya. Memberikan
pelita dan keberanian dari dalam sana. Membangkitkan ‘sang kesatria’ yang terpingit,
kesatrai yang terpenjara di dalam hatinya sendiri. Dia akan hadir dan akan mampu dirasakan oleh anak keturunannya
yang mua membuka hatinya. Orang yang mau menatap ke langit luas. Bertanya
sebagamana nabi ibrahim bertanya. Kian Santang akan membangktkan kejayaan anak keturunannya mulai dari keyakinan dan
keimanan. Kesadaran ingat Allah. TAUHID yang benar. Itulah yang diutamakan Kian
Santang. Mas Thole bersyukur sekali. Inikah jawaban Tuhan, atas laku yang
selama kami ini? Allah mengutus para Wali
Nya!
…
Misteri
sakitnya Mas Thole terungkap sudah. Pesan-pesan pupus dihantarkan , entah akan
dimaknai apa dan oleh siapa. Tugasnya masih harus digulirkan. Masih ada dua
paku yang meski ditancapkan. Besok ini (3/12) dia harus berada di Bali untuk
prosesi kesadaran. Penancapan aku ke-7. Apakah bermakna? Entahlah kadang Mas
Thole tidak mau ambil pusing. Jejak kemarin ke Kupang telah menggoreskan sakit
yang dalam. Rangkaian penancapan paku
ke-7 rupanya harus di dahulu kunjungannya ke Kupang. Sebuah negri yang penuh
dengan misteri, sebuah legenda yang harus dicermati.
Terkisah
disana ada sebuah keyakinan, bahwa leluhur mereka di mulai dari seorang manusia
dan juga seorang mirip manusia namun seluruh tubuhnya lebat dengan bulu. Mirip
dengan sosok manusia purba ala Darwin. BERSAMBUNG…
…
Pesan Kami dituliskan disini sebagai lampiran kisah ini;
Bismillahirrahmanirrahim
Sesungguhnya ada beberapa hal yang harus dipahami, setelah itu akan turun perintah langsung dari Sang Hyang Widhie
Wanita yang mengajukan gugatan (Al-Mujādila):7 – “Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dialah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”
Dalam wastu dapta kancana, ada sebuah pintu yg menuju ke suatu tempat, namun demikian, pahamkanlah ayat di atas, sehingga bagian menjadi pada setiap sanubari.
Seumpama langit runtuh pun, hal tersebut harus kalian jalankan.
Keterkaitannya, bisa dilihat pada bulan malam ini, maka itu yang menjadi suatu arti atau makna hidup ini
>>>
Jika Purboyo sudah pergi, jangan lewatkan bagian yang sdh ada. Maka ada dalam titik balik pada setiap hal yang sudah ada.
Jangan lihat ke belakang, tetapi tatap masa depan dengan satu pijakan. Yg bila langit runtuh, kalian tetap bertekad dan kuat dlm keyakinan.
Ingat, pada setiap jiwa ada berbagai hal yang mendera satu keadaan dengan peristiwa yang memang sudah ada.
Injak dalam perpaduan menjadi satu keyakinan, bukan dalam setiap penetapannya menuju rahmatan lil 'alamin
Seumpama yang mendarat dan mengepak, maka lihat di antaranya, di sana ada banyak kelabang dalam pusaran yang menjadi bagian perhatian kehidupan
Kelabang tersebut akan menjerat setiap manusia, kecuali orang-orang yg bertakwa
>>>
>>>
Jika Purboyo sudah pergi, jangan lewatkan bagian yang sdh ada. Maka ada dalam titik balik pada setiap hal yang sudah ada.
Jangan lihat ke belakang, tetapi tatap masa depan dengan satu pijakan. Yg bila langit runtuh, kalian tetap bertekad dan kuat dlm keyakinan.
Ingat, pada setiap jiwa ada berbagai hal yang mendera satu keadaan dengan peristiwa yang memang sudah ada.
Injak dalam perpaduan menjadi satu keyakinan, bukan dalam setiap penetapannya menuju rahmatan lil 'alamin
Seumpama yang mendarat dan mengepak, maka lihat di antaranya, di sana ada banyak kelabang dalam pusaran yang menjadi bagian perhatian kehidupan
Kelabang tersebut akan menjerat setiap manusia, kecuali orang-orang yg bertakwa
>>>
Bismillahirrwhmanirrahim
Dalam setiap asuhan yang menjadi pqndangan pada setiap kenyataan, maka lihat dgn segala hal yg memang ada pada setiap sesuatu yg semestinya menjadi bagian tersebut.
Kepercayaan dalam setiap kondisi akan memudahkan dalam setiap kejadian menjadi hal yg jadi.
Maka bawalah gerabah ke arah selatan, tanpa melihat barat dan timur
Titik ruang tersebut akan kamu ketehui dengan membaca wal'ashri.
...
Bergumamlah bagai suara lebah surah Wal ashri... mengiringi perjalanan.
BERSAMBUNG
Wolohualam
2016, ada sesuatu kah?
BalasHapus