Kisah Perjalanan Paku Bumi (4), Menelisik Kedatangan Kian Santang dan Anak Keturunannya


Hasil gambar untuk guru ghaib
Benarkah Kian Santang menggugat ayahnya prabu Silihwangi, hingga terpaksa sang ayah masuk ke dalam hutan dan ngahyang? Persoalan apakah yang mendasari perselisihan mereka itu? Benarkah ranah perbedaan dimensi ketauhidan? Benarkah perselisihan mereka disebabkan Kian Santang menginginkan Prabu Silihwangi masuk Islam? Benarkah ini persoalan Islam dan bukan Islam?


Inilah misteri yang akan dikuak dalam perjalanan spritual Mas Thole kali ini.




Kisah Perjalanan Paku Bumi episode ini di buka dengan narasi dari pesan-pesan Kami;


Seumpama sudah ditetapkan dalam setiap bagian, menjadi hal yg ada dalam suatu keadaan, maka hadapkanlah dengan keyakinan.

Jejaknya sudah semakin dekat, Sang Hyang Murbeng Alam dalam gerak mengubah jagat raya dengan setiap titik rotasinya berada pada lima pancar.

Jangan menunda pergerakan, sebelum awan hitam menggulung gunung sebelah selatan.

Segeralah bergerak sesuai dengan yang menjadi dasar pada setiap lisan dan tulisan.

Jariknya dari mayapada

Dengan tiangnya berada di sudut Kapilawastu dekat Rancamaya, Sagakancan.

Siapkan gerabah segera, berangkat sekarang, atau tidak sama sekali kalian mendapatkannya

Sesungguhnya rotasi bumi sedang memnjalin simpul-simpul dalam bentukan yang menyatu di antara dua sudut

Suara yang kalian dengar, bukan dalam jedar di ufuk barat. Maka hal tersebut harus segera dilasanakan.

Segera!

Satu barisan (Aş-Şaf):6 - "Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)". Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata".

Satu barisan (Aş-Şaf):14 - "Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kamilah penolong-penolong agama Allah", lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan lain kafir; maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang."

Sudah ada yg menjadi bagian dalam perjalanan kalian.





>>> 



“Kian Santang…hmm” Mas Thole berdesah lirih.
“Jadi inikah pertanda yang ingin engkau khabarkan kepadaku?”

"Mengapakah permusuhan kalian sangat terasa di badan ini. Hhh...?"

"Mengapa engkau meminjam ragaku ini?"

Pertanyaan bertubi. Seakan langit runtuh tak berjeda, gelapnya menutupi sebagian mayapada. Alam kesadaran entah menjadi apa. Beginikah rahsa, beginikah nuansa alam semesta. Lengkap sudah dengan air mata. Tanah, api, angin, kayu, besi, air dan juga elemen lainnya terasa bergolak. Membuat Mas Thole tak mampu memejamkan matanya. Adakah ini sebuah pertanda ataukah hanya sebuah supata para leluhur negri ini. Isi lautan bergolak di selat semenanjung teluk Jakarta. Ribuan ikan mati dan tak tahu penyebabnya apa?!? Duh, Gusti..?!?

“Mengapa engkau khabarkan kedatanganmu dengan seperti ini, Kian Santang?”
Yah, di tengah gegap gepita sorak sorai para pemuda dan mahasiswa yang menginginkan Papua merdeka, perhatikan saja bagaimana keadaan mereka yang  membuat huru hara di istana para raja. Lihatlah juga, carut marut berita di layar kaca, masih saja kita saksikan bagaimana keadaan manusia. Manusia yang  tidak menghargai nyawa manusia lainnya. Meraka dengan suka menghabisi nyawa sesamanya hanya hal sepele, di putus cinta misalnya. Jaman apakah ini?

Mas Thole merasakan dada sebelah kirinya sakit yang menghebat. Sakit yang sulit untuk dibahasakan. Seumpama bor besi yang dimasukan ke tulang dada, dan kemudian di permainkan disana. Kemudian di dalam lubang bor tersebut diatas ditaburi air raksa. Bayangkan betapa perihnya ?!?  

Dalam sholat yang lama, kemarin ini mata batin Mas Thole berusah menyapa, ada apakah gerangan dengan dirinya ini.   Sehingga dia harus merasakan sakit yang hebat yang tak terhingga. Dihadapkanlah seluruh rahsa. Rahsa sakit adalah milikNya. Maka dengan segenap jiwa raga dikembalikannya rahsa sakit. Seiring dnegan itu kesadarannya juga melakukan pertobatan, menyerahkan kepada Tuhan. Mengakui bahwa atas peranan dirinya, sang ‘Aku’ berada pada posisi sakit begini. Kesadaran yang meliputi keadaan raga Mas Thole. Blam….BLAAAR…

Tanpa dapat di tahannya, ada hawa yang ingin melepaskan diri dari dada Mas Thole. Maka dalam sujudnya Mas Thole berteriak dengan kerasnya, seakan inilah detik terakhir nyawanya di cabut olehNya. Seluruh isi rongga dadanyamutah,  keluar semua. Membasahi sajadah di depannya. Dibiarkannya sajadah berhamburan bercampur darah dan juga cairan isi sel. Dia tetap melanjutkan sholatnya, dihadapkan wajahnya kepada pemilik alam semesta ini. Entah mati yang keberapa kali harus dirasakan Mas Thole semenjak menjalani laku spiritual ini.

Sekelabat sosok berjubah putih datang seperti zoom ke muka Mas Thole. Tepat di  posisi mata ketiga. Mas Thole merasa aneh saja, mengapa keningnya mampu melihat sosok tersebut. Biasanya dia hanya mampu melihat dengan mata hatinya dan juga merasakan sensasi di badannya saja. Untuk membedakan makhluk apa yang sedang di hadapinya. Sistem ketubuhannya bagai sistem ketubuhan reptil yang mampu membedakan mana makanan dan mana musuh yang membahayakan. Maka menjadi aneh saja jika kemudian ada sosok bisa dilihat dengan mata ketiganya.

Hari ini (2/12) penampakan sosok tersebut semakin ketara. Seiring dnega kesehatan Mas Thole yang membaik. Sekarang ini Mas Thole mampu mendeskripsikan dengan sangat jelas sekal. Sosok ini hanya  bersedakap dan hanya tersenyum. Terlihat jelas seklai di keningnya. Mas Thole merasa dirinya semakin aneh saja. Apakah mungkin karena sakitnya?  Mata batin mMas Thole mulai yakin bahwa dia nyata dan ingn bersapa. Mungkin inilah caranya. Perlahan disiapkan hati, mohon kepada Allah agar dibersihkan hatinya. “Ada pesan apakah yang ingin disampaikannya?” Batin Mas Thole mulai bertanya.

“Aku datang untuk melindungi anak cucuku yang teraniaya, yang terpingit jiwanya, dan aku mengkhabarkan kepadamu? Tidakkah engkau rasakan bagaimana keadaanmu dalam bulan akhir-akhir ini. Tidakkah itu cukup menjadi bukti?”

Seperti disengat aliran listrik ribuan kilovolt, teringat kembali bagaiman akeadaan dirinya saat berkunjung ke Godog, ke petilsan Prabu Kian Santang. “Benar hanya dia seorang yang mampu mengambil alih kesadarannya” Mas Thole membatin getun. Rupanya perubahan peringainya akhir-akhir ini atas peran serta Kian Santang. Mas Thole hanya mampu mengelus dadanya. Betapa dalam bulan-bulan terakhir ini dirinya tidak mampu menahan amarahnya. Dia merasa harus membela sesorang yang tidak salah dan tidak mengerti apa-apa, namun selalu dianggap sebagai pembawa sial.

Sekarang baru dia paham bahwa yang dibelanya itu adalah anak keturunan Kian Santang. Yah, dia termasuk salah satu cucu yang mendapatkan asuhannya. Sungguh Mas Thole tidak habis berfikir, kenapa kejadiannya jadi begini, keadannya? Apakah ini nyata atau ini hanya permainan ilusi semata? “Mengapakah mereka harus memakai ragaku ini , betapa kerasnya Kian Santang terhadap Prabu Silihwangi, dan tahukah apa yang terjadi jika mereka berbenturan?”   Maka kisah masa lalu akan terulang kembali di jaman ke kinian. Bagaimana Prabu Kian Santang mengejar Prabu Silihwangi hinggga terpaksa masuk ke dalam hutan.

 “Apa yang bisa aku lakukan?”  Mas Thole bergumam lirih, berhadapan dengan kedua tokoh sakti ini seluruh tubuhnya selalu seperti dikuliti. Dan itu sudah berlangsung lama. Sudah berulang kali itu terjadi. Mas Thole hanya pasrah atas keadan ini. Tidak ada yang mam diperbuatnya. Paling sedfikit dia akan sakit 2 minggu. Seluruh badannya seperti demam, flu, pilek, alergi, campur aduk sekali. Maka kepada Kian Santang dia juga menyerah, silahkan mencari orang lain saja jika ingin mengingatkan Prabu Silihwangi.

Tidakkah cukup baginya mengalami sakit yang mengganggu seluruh aktifitas hidupnya? Bagamana dengan kewajibannya di realtasnya, dia adalah pekerja biasa. Bukanlah tokoh sakti yang bisa minta harta. Da hanya mengandalkan tenaga dan otaknya.  Bagaimana kalua selalu saja terpapar energy mereka? Dan sialnya, entah mengapa energy Majapahit dan Pajajaran seperti saling bermusuhan. Inilah misteri yang sampai sekarang belum mampu di jawabannya. Mungkin inilah tugasnya kali berikutnya mencari jawaban.

Hari ini (2/12) tercapailah kesepakatan dengan Kian Santang, dia akan keluar dari kesadaran Mas Thole. Kian Santang hanya menitipkan pesan. Berbuatlah adil. Tegakankanlah MIZAN. Keadilan antara keluarga. Adil terhadap diri sendiri, adil terhadap ibu, adil terhadp ayah, adil terhadap istri dan anak, kemudian merambah adil terhadap adik-adiknya baik adik kandung maupun adik ipar. Tegakkanlah keseimbangan. Allah menyukai orang-orang yang berbuat adil. Inginkah mendapatkan rahmat Allah?

Dia yang memberikan rejeki, Dia yang menentukan hidup dan mati. Dia yang membuat orang kaya atau miskin. Jangan merasa mengetahui yang ghaib sehingga melupakan peranan Tuhan dalam menentukan nasib manusia. Allah berkuasa atas segala sesuatu. Ingatlah tubuh mampu digerakan itu berkat kasih sayangNya. Pernahkan terbayangkan bagaimana jika tubuh tidak mau mengikuti perintah kita? Ketahuilah tubuh kita hanya tunduk keadaan perintah Allah semata

>>> 

Mas Thole dalam keadaan bimbang dan ragu mengetikan pesan-pesan ini. Seakan pesan ini berkata langsung kepadanya. Bukan kepada siapa-siapa. Lantas untuk apa pesan-pesan al qur an ini diulang-ulang? Lihatlah betapa sudah berserakan kalimat sejenis disisni. Mengapa masih harus ditambahi dengan kalimat ini. Mas Thole dalam masgulnya. Selalu dipertanyakan kepada para mereka (leluhur), atas hak apa dirinya membawa pesan-pesan model seperti ini. Dirinya tidaklah lebih baik dari mereka. Mungkin bahkan lebih hina dari mereka.

“Sampaikanlah..!” Perintah Kian Santang tegas sekali
“Tugasmu hanya menyampaikan, selebihnya tanggung jawab Kami. Lihatlah apa yang akan Kami perbuat atas diri mereka yang mendustakan, yang mempermalukan anak keturunan Kian Santang tanpa hak, dan tanpa ilmu.  Mereka akan Kami buat lebih malu. Ilmu yang mereka banggakan tidak akan mampu menjadi penolong mereka. AKu juga bisa berbuat lebih seperti Sabdo Palon. Janganlah bangga atas ilmu. Lihatlah diri dari manakah mereka berasal? Bukankah dari air mani yang hina? Mengapakah mereka sekarang jumawa? Akan Kami telanjangi aib-aib mereka di muka umum. Saksikanlah!”


Mas Thole diam tak mampu berkata lagi. Meskipun tulisan ini mungkin bisa saja dimaknai keliru maka sebagaimana pesan Kian Santang. “Itu urusan Kami”  Meskn teta saja ada rahsa was-was, ibarat tukang pos yang hanya mengantarkan isi surat saja. Maka apa boleh buat Mas Thole menurut saja. Jika kemudian pengantar pos dimusuhi bahkan dibunuhi itu adlaah bagian dari konsekuensi hidup di jaman ini. Menyampaiakn kebenaran dan kebaikan akan dianggap kesalahan. Biarlah. Sebab ini adalah sebuah jalan yang memang harus ditempuh oleh Mas Thole. Hanya dirinya dan Tuhan saja yang tahu.

Lantas kemanakah Kian Santang? Dia akan berada di hati anak keturunannya. Memberikan pelita dan keberanian dari dalam sana. Membangkitkan ‘sang kesatria’ yang terpingit, kesatrai yang terpenjara di dalam hatinya sendiri. Dia akan hadir dan  akan mampu dirasakan oleh anak keturunannya yang mua membuka hatinya. Orang yang mau menatap ke langit luas. Bertanya sebagamana nabi ibrahim bertanya. Kian Santang akan membangktkan kejayaan  anak keturunannya mulai dari keyakinan dan keimanan. Kesadaran ingat Allah. TAUHID  yang benar. Itulah yang diutamakan Kian Santang. Mas Thole bersyukur sekali. Inikah jawaban Tuhan, atas laku yang selama  kami ini? Allah mengutus para Wali Nya!


Misteri sakitnya Mas Thole terungkap sudah. Pesan-pesan pupus dihantarkan , entah akan dimaknai apa dan oleh siapa. Tugasnya masih harus digulirkan. Masih ada dua paku yang meski ditancapkan. Besok ini (3/12) dia harus berada di Bali untuk prosesi kesadaran. Penancapan aku ke-7. Apakah bermakna? Entahlah kadang Mas Thole tidak mau ambil pusing. Jejak kemarin ke Kupang telah menggoreskan sakit yang dalam.  Rangkaian penancapan paku ke-7 rupanya harus di dahulu kunjungannya ke Kupang. Sebuah negri yang penuh dengan misteri, sebuah legenda yang harus dicermati.

Terkisah disana ada sebuah keyakinan, bahwa leluhur mereka di mulai dari seorang manusia dan juga seorang mirip manusia namun seluruh tubuhnya lebat dengan bulu. Mirip dengan sosok manusia purba ala Darwin. BERSAMBUNG…


Pesan Kami dituliskan disini sebagai lampiran kisah ini;


Bismillahirrahmanirrahim


Sesungguhnya ada beberapa hal yang harus dipahami, setelah itu akan turun perintah langsung dari Sang Hyang Widhie


Wanita yang mengajukan gugatan (Al-Mujādila):7 – “Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dialah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

Dalam wastu dapta kancana, ada sebuah pintu yg menuju ke suatu tempat, namun demikian, pahamkanlah ayat di atas, sehingga bagian menjadi pada setiap sanubari.

Seumpama langit runtuh pun, hal tersebut harus kalian jalankan.

Keterkaitannya, bisa dilihat pada bulan malam ini, maka itu yang menjadi suatu arti atau makna hidup ini


>>>


Jika Purboyo sudah pergi, jangan lewatkan bagian yang sdh ada. Maka ada dalam titik balik pada setiap hal yang sudah ada.

Jangan lihat ke belakang, tetapi tatap masa depan dengan satu pijakan. Yg bila langit runtuh, kalian tetap bertekad dan kuat dlm keyakinan.

Ingat, pada setiap jiwa ada berbagai hal yang mendera satu keadaan dengan peristiwa yang memang sudah ada.

Injak dalam perpaduan menjadi satu keyakinan, bukan dalam setiap penetapannya menuju rahmatan lil 'alamin

Seumpama yang mendarat dan mengepak, maka lihat di antaranya, di sana ada banyak kelabang dalam pusaran yang menjadi bagian perhatian kehidupan

Kelabang tersebut akan menjerat setiap manusia, kecuali orang-orang yg bertakwa


>>>


Bismillahirrwhmanirrahim


Dalam setiap asuhan yang menjadi pqndangan pada setiap kenyataan, maka lihat dgn segala hal yg memang ada pada setiap sesuatu yg semestinya menjadi bagian tersebut.

Kepercayaan dalam setiap kondisi akan memudahkan dalam setiap kejadian menjadi hal yg jadi.

Maka bawalah gerabah ke arah selatan, tanpa melihat barat dan timur

Titik ruang tersebut akan kamu ketehui dengan membaca wal'ashri.

...


Bergumamlah bagai suara lebah surah Wal ashri... mengiringi perjalanan.


BERSAMBUNG



Wolohualam

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali