Kisah Spiritual, Permainan Dimensi Ruang dan Waktu


Terpadu Naga

Spiritual dan science. Bagaimana mendekatkan pemahaman spiritual melalui science, nampaknya itulah yang ingin diusung Ki Ageng. Pemahaman yang terus saja membombardir Mas Thole di sepanjang romadhon kemarin ini. Hampir setiap hari ada berpuluh-puluh SMS dikirimkannya, sebuah perjuangan yang luar biasa sekali. Bagi yang memiliki pengetahuan tentang fisika terbarukan mungkin akan sedikit membantu, namun bagi yang tidak memiliki pengetahuan itu, bisa jadi, mungkin sama saja keadaannya. Dirinya tidak memiliki referensi yang cukup untuk menangkap esensi dimensi, ruang dan waktu, yaitu dimensi yang tengah diajarkannya.
Begitu sulitnya manusia melepaskan diri dari hijab raga mereka. Melepaskan semua ego atas harta, kuasa , dan wanita. Kuasa atas ilmu, kuasa atas jabatan, kuasa atas segala yang dia punya, dan kemudian mengakui dihadapan Tuhannya, terserah kepada Tuhannya mau dijadikan apa. Dan saatnya dirinya, memasuki relung hatinya yang terdalam, bersama dengan ‘Sang Pembeda’. Diam disana, dalam pegakuan, ‘La syarika lahu wa bidzalika umirtu wa ana minal muslimin’. Ya, hati mengakui, menyadari, menerima, dalam totalitas, sesungguhnya dirinya adalah orang yang berserah. Sesungguhnya keadaannya, akan sukarela atau terpaksa dirinya memang harus berserah. Semua terjadi atas skenario dan kehendak Tuhan.
Belajar dari Sang Maha Tahu, belajar bagaimana sikap seorang murid yang sedang diajari. Menjadi persoalan tersendiri, rahsa diri yang sudah  tahu kadang menolak pengajaran yang datang. Bahkan kemudian malahan balik ingin mengajari. “Sesungguhnya dalam pergantian malam dan siang, dan dalam diri manusia terdapat tanda-tanda kebesaran Tuhan.”  Maka ketika ditunjukan kebesaran-Nya pada diri kita sendiri, kita malahan mengaku-aku bahwa kebesaran itu milik kita. Kita kemudian berbalik mengajari Sang Maha Tahu.
Betapa sulitnya mengeja kata ‘b-e-r-s-e-r-a-h’. Terserah bagaimana kehendak-Nya dan mau-Nya Allah dalam mengajari kita. Sebab pengajaran bisa melalui apa saja. Namun sungguhkah kita bisa ?.  Tidak..!, sulit sekali kita memiliki sikap yang begitu. Kita tidak memiliki etika sebagai ‘murid’. Kita selalu ingin mengajari Maha Guru kita, yaitu bagaimana seharusnya Maha Guru  mengajari diri kita. Ego akal kita akan selalu begitu. Kita maunya sang gurulah yang mengikuti kemauan kita.  Rahsa diajari benar-benar akan tidak enak, bagi orang yang tidak tahu manfaat pengajaran itu. Maka perlu sekali sikap ‘penerimaan’.
Mas Thole dan Ki Ageng sedang diajari oleh Allah melalui seorang anak umur 12 tahun, tentang makrifat. Tidak tanggung-tanggung pengajaran ini sudah menyentuh esensi filsafat dan science tingkat tinggi. Teori Realitivitas Eintstein, Fisika Kuantum, pemahaman ruang dan waktu, dikunyahnya dengan mudah, diberikan permisal yang sangat sederhana sekali. Makanan yang seharusnya hanya cocok untuk orang sekelas doktoral, dengan mudahnya disajikannya. Mas Thole sendiri perlu waktu tahunan untuk mencerna. Belum lagi Ki Ageng yang memang bidangnya adalah Fisika. Maka tak heran jika hanya tasbir dan tasmid saja yang mampu didawamkan. Ya, Ki Ageng sedang diajari oleh anaknya sendiri, yang kemudian di share kepada Mas Thole.
Sayang sekali banyak SMS yang tidak mungkin disajikan disini. Biarlah Mas Thole menjadi saksi atas yang dia saksikan. Semua menguak tentang misteri ruang dan waktu. Bagaimana para malaikat turun ke bumi yaitu saat pada malam seribu bulan (Lailatul Qodar). Bagaimana langit disusun tanpa tiang dan bagaimana pada setiap dimensinya ada kehidupan yang sempurna dengan makhluk-makhluk cerdas disana. Mereka bisa disebut apa saja, Al qur an membahasakan dalam pemahaman malaikat dan juga bidadari. Bidadari dan malaikat sungguh-sungguh mampu turn ke bumi. Setiap malaikat dalam urusannya mereka bertingkat-tingkat. Maka dalam kesadaran manusia kadang disebut sebagai Dewa.
Bagaimana pemahaman ini mampu dikuasai seorang anak 12 tahun, bukankah akan menjadi fitnah jika tidak dijaga ?. Untuk itulah Mas Thole tidak berani menyajikan seluruh isi SMS dari Ki Ageng. Pemahaman ini akan berbenturan dengan kesadaran kolektif yang belum siap menerima kebenaran. Kebenaran science dan spiritual (agama) yang nyatanya saling menyaksikan. Cerita ini masih bellum usai, bagaimanakah mereka berdua diajak ‘journey’ ke alam dimensi ke 4, walau hanya dalam kesadaran saja. Dimana alam disana dlaah alam yang senantiasa terliputi ‘kasih sayang’ Nya. Maka para bidadari di kisahkan akan penuh ‘kasih sayang’. Sungguh alam yang akan terus memanggil kita semua kesana. Disana hanya ada saling mengasihi dan saling menyayangi.   
Marilah kita bedah saja sedikit contohnya saja, yaitu manakala rosululloh isro’ dan  mi’roj,  apakah berita-berita yang dibawa olehnya ?. Rosululloh membawa berita perihal surga dan neraka. Dikisahkan dalam hadist yang shohih Rosululloh dibawa oleh Jibril untuk melihat-lihat ke dalam isi surga dan neraka. Banyak sekali manusia-manusia disana dengan segala hasil perbuatan mereka (silahkan buka hadist perihal ini). Beliau bertanya banyak sekali tentang orang-orang yang ada disana. Tidakkah kita terlintas, mengapakah surga dan neraka sudah ada di jaman Rosululloh ?. Padahal pada ayat-ayat Al qur an diberitakan, manusia akan dibangkitkan setelah dunia ini kiamat. Bagaimana ini ?.
Jika kita pahami dengan dimensi dan ruang waktu bumi maka kisah ini seperti kontradiksi. Seperti mimpi saja, sehingga sulit bagi kita menerima kebenaran berita ini. Maka pada saat itu banyak sekali kaumnya yang kemudian berpaling. Saat Rosululloh menyampaikan berita bahwa dirinya diperjalankan. Tuduhan keji kemudian banyak dilontarkan kepada Beliau. Kesadaran kolektif saat itu belum mampu menerima adanya hukum ruang dan waktu. Bahkan dijaman sekarang ini saat mana para ilmuwan sudah mulai menguak hukum relativitas, hukum ruang dan waktupun masih sulit dipahami. Sehingga banyak orang yang mencemooh menganggap bahwa hukum itu hanya teori belaka. Maka keberadaan surga dan neraka kembali diperdebatkan.
Sesungguhnya, apa yang dikhabarkan Rosululloh jika kita  pemahami dengan menggunakan konsep ruang dan waktu, maka keadaannya menjadi sangat sederhana dan simple sekali. Konsepsi relativitas waktu, konsepsi fisika kuantum, konsepsi dimensi, ruang dan waktu, mampu menjelaskan dengan sangat mudah sekali keberadaan dunia akherat ini. Kunci untuk memahami semua itu ada pada ‘kesadaran’ pengamat. Ketika kesadaran pengamat terus meluas maka, kita akan mampu mengamati keadaan ruang dan waktu yang lebih luas lagi.
Permisalnya adalah, kereta api. Setiap golongan manusia berada pada gerbongnya masing-masing. Ketika kita berada pada gerbong yang sama, maka kita akan bersama-sama menyaksikan realitas yang sama. Bagi kita keadaan bumi dan alam sekitarnya adalah apa yang kita saksikan di dalam gerbong tersebut. Mari kita sebut saja gerbong kita A. Bagaimana dengan orang yang berada di gerbong B. Mereka yang berada di gerbong B juga mengalami hal yang sama, realitas kehidupan mereka adalah apa-apa yang ada di gerbong B. Bagaimanakah jika mereka dipertemukan ?.
Hasilnya dapat kita lihat, mereka akan bersitegang mempertahankan pendapat mereka sendiri. Karena masing-masing dalam kebenaran yang mereka yakini.   Baiklah kita perjelas, misalkan di gerbong A kondisinya tertutup rapat sekali dia tidak mendengar apa-apa. Di gerbong B kondisinya bisa melihat keluar namun yang disaksikan disampingnya adalah sebuah kereta yang sama. Orang yang berada di gerbong A akan merasa bahwa kereta tidak bergerak, orang yang di gerbong B merasa bahwa gerbong keretanya yang bergerak. Siapakah yang benar ?.
Permisal masih belum selesai, dari luar masuklah C. Oleh C semua disalahkan sebab C menyaksikan dari luar ruang kedua gerbong A dan B yang bergerak ternyata kereta yang satunya. Pertanyaannya apakah A dan B akan begitu saja percaya kabar yang dibawa C ?. Kebenaran C ternyata juga diragukan oleh A dan B. Sebab mereka menyaksikan dnegan seluruh instrumen ketubuhan mereka. Perhatikanlah hijab pada gerbong A adalah tertutupnya semua tirai dan ruangan yang kedap suara. Hijab gerbong B adalah pandangan matanya, kesadarannya masih berada di ruang dan waktu gerbong B. Sedangkan kaeran C mampu keluar dari dimensi ruang dan waktu gerbong A dan B, maka dirinya mampu melihat realitas yang sebenarnya.
Nah, permainan dimensi ruang dan waktu adalah semacam itu. Setiap dimensi memiliki hijabnya. Maka dapat dipahamai mengapakah setiap orang akan mati-matian mempertahankan kebenaran golongannya. Hijab ini semisal lubang yang tak tembus. Kecuali dirinya menggunakan kesadarannya yang berupa cahaya. Meluaskan kesadaran hatinya, sebab hanya cahayalah yang mampu menembus hijab ini. Hijab ini memang diperlukan agar ada pemisah yang jelas antar dimensi. Hijab ini untuk mempertahankan realitas alam itu sendiri. Jika tidak ada hijab maka ruang gerbong dan seisinya  tadi akan hancur terbakar matahari. Begitulah permisalannya. Maka sesungguhnya manusia adalah sebagaimana seekor ‘katak di dalam tempurung’. Masing-masingnya dalam ‘tempurung’ yang dibuat oleh prasangkanya sendiri.
Pada setiap dimensi terdapat kecepatan waktu cahayanya sendiri-sendiri yang diistilahkan dnegan zona waktu cahaya. Sebagaimana di Indonesia ada zona waktu Indonesia Bagian Barat, Timur dan Tengah. Kecepatan cahaya dalam memasuki lintas dimensi, dalam hal  ini seperti permisal saat cahaya memasuki ke air, atau benda padat lainnya, dimana kecepatan cahaya melambat, dan biasnya mendekati garis normal materi tersebut. Zona waktu cahaya inilah yang membedakan perputaran waktu di setiap dimensi maka di khabarkan bahwa perbandingan waktu di dimensi 4 dan 3, yaitu dimensi akherat dan bumi adalah 1 : 50.000. Bisa dibayangkan jika ada makhluk dari dimensi 4 masuk ke bumi maka umur makhluk tersebut bisa jutaan tahun waktu bumi.  
Jika kita permisalkan lagi bahwa saat sekarang kita berada di dimensi akherat,  maka kala itu keadaan  bumi sudah hancur karena kiamat. Ingat waktu disana lebih cepat jutaan tahun waktu bumi. Namun anehnya, disana kita masih bisa melihat keadaan bumi sebagaimana kita menonton film saja. Apakah aneh saat kita menontot film Benyamin S, bukankah beliau sudah meninggal ?. Hanya saja bedanya jika Allah menghendaki kita bisa masuk kembali ke film yang kita lihat, yaitu ke bumi. Begitu kita dikirimkan lagi ke waktu bumi..Blam..!. Memori kita hilang, kita tidak ingat apa-apa. Cahaya ketika memasuki materi akan melambat, akan menjadi materi kembali, maka informasi yang dibawanya banyak sekali yang hilang. hanya materi bawaan dari DNA saja yang akan diturunkan.
Manusia yang tetap dalam kesadarannya ketika dikembalikan ke bumi hanyalah Rosululloh. Satu-satunya manusia utusan Allah yang diberikan kesempatan menjadi saksi keberadaan dimensi surga dan neraka. Menjadi saksi keberadaan Allah SWT, tiada Tuhan selain Dia. Maka karena itu, Rosululloh dapat memberikan khabar dengan  sangat akurat, sebab melihat dengan mata kepala sendiri. Dari berita Rosul itulah kita dengar tentang bagaimana  keadaan orang-orang dineraka dan juga di surga. Bukan tidak mungkin jika yang dilihat dilihat Rosul di neraka adalah...  Ups..!.    
Apa yang disampaikan oleh Al qur an adalah menyoal dimensi ruang dan waktu. Yaitu mengkisahkan masa depan dan masa lalu yang terjadi di waktu sekarang ini. Itulah keadaan dimensi akherat. Oleh karena itu dalam konsepsi ini, dimensi waktu sesungguhnya berimpit, masa lalu, masa depan, terjadi bersamaan di dimensi sekarang ini, hanya berbeda dimensi ruangnya saja. Itulah peranan dimensi ruang dan waktu yang diistilahkan paralel. Oleh karenanya kita manusia seharusnya mampu mi’roj melalui sholat. Sebab sarana inilah yang diperkenalkan Rosul untuk sampai kesana. Sholat adalah kendaraan mi’roj kita. Agar kita meyakini dunia akherat yaitu tempat darimana kita semua manusia berasal.
Sekali lagi ingin disampaikan bahwa alam semesta ini dibangun dengan 7 lapisan dimensi (langit) dengan 6 zona waktu cahaya. Maka manakala kita melihat dari sudut ini, semuanya menjadi sangat rasional sekali, apalagi jika kita  mampu memahami teori tentang gelombang, cahaya, materi, ruang, waktu dan juga dimensi.  Pada setiap dimensi kecepatan cahaya tidaklah sama. Setiap lapisan dimensi ada lubang yang tak tembus, namun cahaya mampu melewatinya. Seperti manakala cahaya masuk ke air. Ada daya tegang air yang menahan laju cahaya. Kecepatan cahaya disana inilah yang menyebabkan kehidupan di setiap dimensi berbeda-beda. 
Maka waktu di bumi ini menjadi sangat lambat dibandingkan dengan waktu di  dimensi yang lebih tinggi. Maka saat mana mereka memasuki bumi, umur mereka bisa menjadi sangat lama sekali sebab mereka adalah makhluk diluar dimensi bumi. Saat ini bumi dan susunan galaksinya berada pada dimensi ke 3. Sementara makhluk lainnya semisal, makhluk cerdas, malaikat dan lain-lainnya berada pada dimensi 4. Begitulah yang disampaikan Ki Ageng. Dan manusia memiliki entitas di dalam dirinya yang berasal dari dimensi ke 4 ini. Dimensi ke 4 adalah dimensi dengan spirit ‘kasih sayang’. Maka tidakkah kita manusia dilebihkan atas makhluk lainnya, sebab kita berasal dari dimensi akherat, yang memiliki kemampuan melintasi dimensi lainnya. Wolohualam bisawab.
Mas Thole menjadi semakin bertambah keyakinannya dari keyakinan yang sudah ada. Berdasarkan konsepsi tersebut maka dapat dipastkan surga dan neraka saat sekarang ini sudah ada dalam dimensi disana. Siapa-siapa saja yang masuk neraka dan siapa-siapa yang masuk surga sudah jelas keadaannya. Maka tidak usahlah kita  risau, jalanilah kehidupan ini sebagai anugrah yang Maha Kuasa.

Salam



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali