Kisah Spiritual, Era Kebangkitan Para Kesatria

Dari sudut-sudut matanya, mengalir bening air mata, mengambang tertahan dibulu matanya. Kelegaan terpancar dalam raut mukanya. Betapa perjuangan selama ini tidaklah sia-sia. Jalan terbentang mulai nampak dipelataran. Teringat bagaimana dirinya pernah mencoba melupakan semua. Melupakan yang Dia goreskan, meyakinkan fikiran  bahwa semua yang dilakukan  ini tak pernah ada. Bahwa yang dilakoni ini tidak ada yang nyata. Bahwa semua tercipta karena kebetulan semata.  Namun apa yang  terasa kemudian,  hidup terasa  seperti tak berarti lagi. Bibirnya yang kering, tangannya yang lemah bertanya, “Mesti apa lagi..?”. Hidupnya semakin tenggelam. Tak diakui, tak dihargai, tak berarti, mestikah semua harus selesai sebelum dimulai. Ringkih dia sering bertanya kepada Tuhannya, “Mesti apa lagi..?”. Betapa beratnya lakon yang ditempuhi. Perjalanan menyusuri kemarau, menyusuri hari-hari gelap. Perjalanan yang rasanya tak mungkin selesai, memahami bumi kehidupan.   Dimana, kejujuran sering terkubur di dasar jiwa. Begitulah pekat awan menggayuti dirinya,  sepanjang perjalanan kehidupannya.

Mas Thole mulai mengawali kisahnya lagi.   Entah apa yang harus dijelaskan, suara dalam jiwa hanya Tuhan yang mendengar. Kesaksian dan persaksian hari kemarin ini, telah datang. Meyakinkan lagi, sekali lagi kepada akal dan fikirannya. Semua menjadi jelas , semua terbukti, jalan yang ditempuh rasanya tak keliru. Khabar yang disampaikan Sang Prabu memperjelaskan keadaan itu. Peningkatan level kesadaran Ki Ageng dan juga anaknya demikian luar biasa.  Selangkah lagi mereka akan mampu memasuki makom wali Allah.  Begitu juga dengan ksatria-kesatria lainnya. Mereka semua mengalami peningkatan level kesadarannya, setelah bulan romadhon ini. Meskipun peningkatan mereka tidak signifikan. Namun tak mengapa yang penting mereka mampu mempertahankan kesadaran mereka.

Selain Ki Ageng dan anaknya yang mengalami akselerasi luar biasa sekali,  Ratu Pambayun mengalami peningkatan yang paling tinggi diantara para kesatria, disusul Ratu Sima dan lainnya. Sayang sekali Ki Wiroguno stagnan bahkan cenderung turun  beberapa point, mungkin terkait dengan realitas yang dihadapinya. Keadaan ini, masih lebih beruntung dibandingkan dengan Penembahan Senopati yang saat ini terdampar di lubang hitam kesadaran, dalam siksa disana. Memang menyerah kepada takdir bukan suatu yang mudah, membutuhkan energi kesadaran untuk menyadari bahwa semua adalah kehendak-Nya. Latihan harus dibarengi dengan tingkat kepasrahan kepada-Nya. Pemahaman bahwa Allah adalah dekat menjadi sebuah keharusan dan syarat utama, tanpa hal ini maka latihan akan tidak memberikan hasil. Kita harus meyakini bahwa sumber daya adalah Allah. Tiada daya upaya kita, selain daya Allah semata.

Peningkatan Ki Ageng menjadi tonggak yang paling penting dalam keyakinan diri Mas Thole atas langkah spiritualnya ini.  Peran Ki Ageng sebagai Sang Begawan mendekati titik kulminasinya, tanpa adanya peranan dirinya, ‘kesatria’ di hati anaknya akan bisa mati sebelum sempat terlahirkan. Peranan Sang Begawan memang disana,  sebagaimana telah  dibicarakan diawal terdahulu saat pertama kali ber-spiritual. Dengan kelahiran ‘kesatria’ baru yang masih ‘murni’ maka harapan terbangkitkannya para kesatria lainnya akan menjadi sebuah keniscayaan saja. Keyakinan Mas Thole terdahulu akan menjadi kenyataan, para kesatria piningit akan kembali ke Indonesia setelah sekian lama mereka dipingit di negara-negara lain. Mereka akan membawa kesadaran baru bagi nusantara. Tanpa kedatangan kesadaran baru itu, maka nusantara tidak akan mampu bangkit kembali. Kesadaran yang sudah melingkupi bangsa ini adalah kesadaran rendah. Maka keadaannya hanyalah intrik dan politik busuk, keserakahan, dan kebiadaban yang merajalela. Oleh karena itu diperlukan kesadaran baru yang lebih tinggi untuk mengangkat kesadaran rendah yang ada sekarang ini. Perjuangan dari dalam dan dari luar inilah yang akan memberikan resultan energi, untuk mendobrak hijab kesadaran rendah nusantara. Disinilah medan peperangan tak kasat mata yang dialami para kesatria. 

Kesadaran adalah sebuah daya, sebuah potensial energi yang jika mampu kita gunakan akan memberikan manfaat bagi ketubuhan. Kesadaran akan menyeimbangkan antara scince dan spiritual, antara hati dan akal, pengetahuan dan keahlian, soul dan spirit, antara niat dan gerak, antara realitas dan ghaib, antara angan dan kenyataan. Kesadaran akan mampu memisahkan manakah yang menjadi skala prioritas dalam kehidupan ini. Rasa sakit, rasa sedih, rasa takut, rasa marah, adalah realitas keadaan jiwa manusia. Manusia akan selalu menghadapi realitras ini setiap detiknya. Rasa inilah yang senantiasa menuntut lebih perhatian kita, sehingga keadaannya kita mengabaikan lainnya. Perguliran inilah yang tidak pernah  disadari. Menjadikan diri kita terpasung disana. Rasa wasa-was, rahsa takut, rahsa sedih hati (iba diri) akan dianggap sebagai suatu yang wajar. Membuat kita tidak bergerak, atau tepatnya enggan bergerak karena malasnya, sehingga keadaan kita tidak akan pernah mampu menuju takdir yang lebih baik lagi.Kita tidak  pernah yakin bahwa diujung sana terdapat takdir yang lebih baik dari sekarang ini. Itulah masalahanya.

Karenanya , penting  sekali bagi kita semua untuk terus mengelola kesadaran yang sudah Tuhan berikan kepada kita untuk kita olah. Bukankah setiap bangun pagi kita diberikan kesadaran baru. Kesadaran tersebut yang kemudian memindai memori yang berada dalam otak kita ?.  Setiap hari keadaan kita begitu, kita sadari raga ini semakin merenta dan tua. Namun adakah yang berubah bagi kesadaran ?. Tidak ada ..dia setiap pagi memindai raga yang sama, yang itu-itu juga. Dan dengan senang hati melakukan pekerjaan kita, melakunan ‘scanning’ setiap pagi. Memberikan kepastian kepada kita bahwa kita masih ‘hidup’. tepatnya ‘dihidupkan’.

Raga kita semakin meluruh kehabisan ‘waktu paruh’ nya. Raga memiliki waktu peluruhannya sendiri. Dimana aktiftasi energinya sudah dalam ukuran tertentu. Raga dengan pasti akanmengalami penghancuran dirinya. Kesadaran terlalu lelah menyadari keadaan itu,  sebab bergulatan rahsa dijiwa tak mampu diredam oleh diri. Kesadaran diam disitu, diam menyaksikan sang jiwa yang tetap dalam ‘lembam’nya. Jiwa yang malas keluar dari zona nyamannya. Kesadaran seharusnya mampu menjadi momentum energi yang menggerakan ‘bandul’ kesadaran agar mau bergerak dari zona itu. Memberikan makna bagi kehidupan. Namun oleh karena sebab kesadaran dikucilkan, dia tidak mampu berbuat apa-apa, kita malas melakukan itu. Kita  malas menyadari posisi jiwa kita saat terkini. Jika sedih (melow) kita malas untuk keluar dari kesedihan diri kita. Kita suka mencari energi 'iba' dari makhluk lainnya.  Penyakit iba diri, menjadi alasan mengapakah jiwa susah diajak keluar dari zona ini.

Hmm. Seiring dengan perjalanan itu,  berita langit tak mampu dibendung. Sang Sabdo Palon sudah menyatakan kepastiannya memberikan dukungan. Banyak pesan-pesan langit membombardir Mas Thole, menyangkut langkah berikutnya. Sebagaimana dia sempat mengirimkan email ke Ratu Sima. Beberapa tugas sudah dipahami dan dimengerti oleh Ratu Sima, dirinya mulai dengan langkah nyata. Begitu juga Mas Thole sempat mengirimkan email kepada Sang Prabu. Kesadaran yang menciptakan itu semua dalam keyakinan diri bersama kekuatan alam. Kekuatan yang  sering naik dan turun, seiring keimanan. Sebab dalam dimensi ini terasa begitu lama sekali. Maka keyakinan dan kesadaran lama kelamaan terkikis. Penyaksi dan yang menyaksikan menjadi sebuah kekuatan bersama yang saling menguatkan, menjadi sebuah jamaah. Jika tidak dikelola akan meniadakan. Karenanya semua harus saling menyaksikan.  Inilah emailnya kepada Sang Prabu,

Alhamdulillah mas,

Kita hanya bisa menjadi penyaksi atas kekuasaan-Nya, maka seiring dengan itu, ditandai nanti dengan kelahiran si cabang bayi. Bersiaplah menerima titah suci-Nya. Saya tidak tahu seperti apa, mas sendiri nanti yang akan diajari-Nya. Saya hanya ditugaskan untuk mengingatkan realitas sang prabu bersama adik-adik dan keluarganya. 

Pesan saat kita ke eyang papak sebaiknya sudah harus dilaksanakan bapak dan ibu. Hanya saja di sederhanakan dan dimudahkan saja. Insyaallah, Allah Maha tahu keterbatasan diri kita semua. Biarkan Allah yang mengurus semua urusannya. Bagian kita hanya mengamati hati, menunggu perintah dari hati kita, membersihkan hati, membersihkan jiwa dan raga kita.Saling mengingatkan diantara saudara. 

Pondasi keluarga sangat penting untuk memberikan kekuatan bagi sang prabu, memberikan keyakinan, memberikan penyaksian. Prosesinya tidak mudah namun juga tidaklah sukar, tergantung pada suasana hati kita pada saat kejadian. Maka senantiasa diingatkan jagalah hati.Semua dalam keyakinan yang sama, semua keluarga harus memiliki keyakinan yang satu.Maaf, jika  ada yang tidak sehati, akan menjadi urusan Sabdo Palon, maaf sekali, begitu pesannya. Akan dilemparkan ke lubang hitam, sampai menunggu keputusan dari-Nya. Mohon maaf terpaksa harus disampaikan.Sebab nantinya akan menjadi sandungan bagi langkah sang prabu.

Sepuluh tahun (10 th) bukan waktu yang lama, namun juga bukan waktu yang sebentar. Dalam dimensi keempat hanya hitungan menit saja. Maka sudah tidak ada waktu lagi,  untuk negosiasi , pilihannya hanya sukarela atau terpaksa. Monggo mas...dikaji pesan ini. 

Setelah kelahiran cabang bayi, semua nanti akan berubah, maka nanti keadaannya sudah terlambat jika ingin mengundurkan diri...maka ujilah kesiapan diri mas..mohon petunjuk-Nya. Jangan langsung percaya pesan ini, namun jangan juga ditolak, buktikanlah..sungguh kebenaran hanya dari-Nya. Sesungguhnya KAMI adalah orang-orang yang berserah.

Selamat berjuang,

salam

Perjalanan yang menakjubkan, dalam sensasi angan dan khayalan. Menjadikan sebuah kesadaran serta keyakinan, maka siapakah yang peduli ?. Bahkan yang mau mengertipun sangat sedikit sekali. Apakah tugas manusia di bumi ?. Semua dalam gamangnya.  Adakah yang pahami bahwa kita manusia adalah wakil-Nya ?. Tidak..manusia lebih menyukai anggapan daripada kenyataan sesungguhnya. Marilah kita lihat keadaan diri-ku ini,

Aku tidak pernah menghargai sang waktu
namun aku selalu minta dihargai olehnya
Aku tidak peduli akan kesucian,
namun aku  mau orang menganggapku  suci
Aku tidak peduli  akan kejujuran
namun aku  mau  orang menganggapku  jujur
Aku tidak peduli dengan Tuhan
namun aku mau orang menganggapku berke-Tuhan-an
Aku tidak pedul kepemimpinan
namun aku mau dianggap sebagai pemimpin
Aku tidak mampu menguasai diriku
namun aku mau semua ada dalam kekuasaanku
Aku tidak mampu menasehati diriku
namun aku mau semua mendengarkan apa kataku
Aku tidak bisa memberikan kasih sayang
namun semua harus menyangiku, mengerti diriku
Aku tak pernah mengasihani orang ,
tapi ku mau dunia tahu betapa malang nasibku
Aku mau semua dalam keadaan baik-baik saja
namun aku tidak pernah peduli perbuatan baik
Aku tak peduli perihal  kebenaran
namun aku mau selalu dianggap 'dalam' kebenaran
Aku mau sempurna dalam hidup
(hmm..bilamakah bisa begitu, lihatlah aku),
hatiku sudah kusempurnakan mati-nya, keras sekeras batu
Makhluk apakah aku ini ..?
Cobalah tanyakan kembali kepada diriku ini  !.

Sudahkah kita pertanyakan kembali, makhluk seperti apakah kita ini ?. Semua kitab suci menyampaikan khabar bahwasanya seluruh isi alam semesta, malaikat bahkan semua makhluk melata, bersujud kepada kita. Pantaskah kita menerima penghormatan ini ?. Ataukah kita memang yang terlalu menistakan keberadan diri kita.  Kita memang menyengaja tidak mau diberikan kehormatan itu. Kehormatan sebagai makhluk mulia. Bagaimana bisa begitu ?. Kita tidak mau mempersiapkan diri kita untuk menerima penghormatan, dan penisbatan sebagai khalifah (kesatria). Bagaimanakah hukumnya orang yang tidak mempersiapkan dirinya, kemudian dia menganggap pantas menjadi wakil-Nya ?. Pantaskah dirinya menerima rejeki-Nya, sebagaimana yang tekah diberikan kepada Nabi Sulaiman.  Apakah hukumnya, jika seorang diangkat oleh Raja menempati jabatan namun dirinya tidak mempercayai Rajanya, bahkan mengkhianatinya dan melakukan makar terhadapnya ?.

Pahamilah, jika kita tidak mengingat-Nya, jika kita tidak  bersyukur atas rahmat dan karunia-Nya yang telah memilih diri kita sebagai kesatria bumi,  maka keadaan kita sebagaimana orang yang melakukan makar kepada sang Raja. Maka patutkah dirinya mendapatkan rejeki, imbalan yang sudah dijanjikan Raja. Ketahuilah DIA (Allah) adalah Raja manusia. Dia yang akan megangkat dan memberhentikan kita. Kita semua bekerja kepada-Nya. Kita menjadi wakil-Nya untuk memerintah di bumi ini. Apakah kita akan makar kepada Raja kita ?. Wahai kesatria, tetapilah keadaan diri kita masing-masing.

Sekarang aku tengah tengadah ke langit,
berjalan diatas bintang-bintang,
bersembunyi dari bayang-bayangku sendiri
yang-ku tinggal di atas bukit,
barangkali tangan-Mu tak lagi mengejar ku
untuk merenggut segenap hidupku
aku yang rsembunyi di bawah kulitku sendiri
kapan lagi akan mampu  berdiri
lihatlah kedua belah tanganku
yang kini mulai gemetar
sebab ada yang tak seimbang
antara hasrat dan beban
atau karena jiwaku yang kini mulai rapuh
gampang digoyangkan angin
lihatlah bilik di jantungku
denyutnya tak rapi lagi
seperti akan berhenti
kemudian sepi dan mati..

hmm yah...sepi dan mati.
(by Ebiet G Ade)

Ringkih dia sering bertanya kepada Tuhannya, “Mesti apa lagi..?”. Semua telah dikerjakan, tidak ada yang tertinggal. Betapa beratnya lakon yang ditempuhi. Perjalanan menyusuri kemarau, menyusuri hari-hari gelap. Perjalanan yang rasanya tak mungkin selesai, memahami bumi kehidupan.   Dimana, kejujuran sering terkubur di dasar jiwa. Begitulah pekat awan menggayuti dirinya,  sepanjang perjalanan kehidupannya. Hanya berharap kepada Hati Nurani menuntun jalan. Mengawal terus kelahiran demi kelahiran, menemani para kesatria, menjadi saksi atas kelahirannya. “Selamat berjuang Sang Prabu, selamat berjuang Ki Ageng, dan juga kepada semua para kesatria.” Sebab keadaan Mas Thole hanyalah seorang penyaksi, yang menguatkan kebenaran keadaan diri mereka. Kebenaran adanya Satria Piningit, yang akan membebaskan kesadaran nusantara ini dari kegelapan. "Kalianlah yang akan mengawal era kelahiran para kesatria lainnya."

Tuhan maafkanlah atas kelancanganku , mengkhabarkan ini.. 
wolohualam


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali