Kisah Spiritual; Jejak Bumi Jawa (3)
Ini
adalah kisah kami, buku catatan kami yang kami tuliskan dengan sepenuh hati
kami. Benar dan salahnya adalah pertanggungan jawaban kami kepada sang khalik.
Kami meyakini kebenaran ini. Sebagaimana kami meyakini esok hari matahari akan
terbit. Sebagaimana kami meyakini adanya hari akhir. Mas Thole memohon kepada sidang
pembaca agar tidak mempercayai kisah-kisah kami disini. Dan mengujinya sendiri
kebenarannya. Jika ada kebenaran itu adalah Allah yang menyusupkan di hati
sidang pembaca, bukanlah kisah disini. Jika tidak ada kebenaran maka sudah
sewajarnya demikian adanya. Sebab kebenaran yang kami yakini adalah kebenaran
dimensi keyakinan diri kami sendiri.
Dengan
kepenatan diri, kami hantarkan kisah ini. Bertanya dalam hati, mengapa berulangkali
masih saja ada orang yang datang menghujat kisah-kisah disini. Mengirimkan
komentar dan sampah-sampah pemikiran. Dengan perkataan yang tidak mendasar.
Sungguh sulit dipahami. Sudah berulangkali disampaikan kepada khalayak, jika kisah ini tidak benar, maka sudah jelas
bahwa kebenaran itu hak Allah semata. Bukan hak manusia. Maka wajar saja jika kisah kami disana sini adalah kesalahan semata. Tidak ada persoalan
bagi kami. Namun perlu disampaikan bahwa kisah disini sesungguhnya bukanlah menyoal
salah dan benar. Kisah disini lebih kepada menghantarkan bagai mana suasana
jiwa sang pelaku dalam memaknai fenomena
yang dialaminya. Fenomena yang terus terjadi di sepanjang hidupnya itu. Pemaknaan
tersebut diperlukan agar dia tidak merasa dirinya sakit jiwa atau gila.
Maka
kisah disini sesungguhnya adalah kisah
kekuatan hati para pelaku, dalam menjalani takdirnya sendiri, inilah yang sesungguhnya dihantarkan. Kekuatan
atas keyakinan diri sang pelaku bahwa yang dialaminya bukanlah khayalan.
Kemudian atas keyakinan tersebut diambilah hikmah pengajaran dari setiap
rangkai adegan. Keyakinan ini perlu agar
dirinya mampu melakukan penerimaan atas takdirnya sendiri. Takdirnya yang
berbeda dari manusia lainnya. Kemampuan dirinya yang mampu memasuki alam alam
dimensi tentu saja menyiksa. Menjadikan dirinya merasa aneh dengan
lingkungannya. Sungguh siksaan adanya. Keteraasingan dan kesendirian, bersama
makhluk-makhluk kesadaran yang tidak mampu dilihat manusia lainnya. Menjadikan
dirinya layak disebut sakit jiwa. Hhh..sungguh tidak ada yang memahami
kesedihannya ini.
Mas Thole melemparkan gundah hatinya kepada
alam semesta. Mengapa manusia selalu demikian adanya. Membenci tanpa tahu
apakah yang dibenci oleh dirinya itu. Menista, tanpa tau apakah yang dinistanya
itu bermanfaat atau tidak bagi dirinya. “Seberapa pentingkah kisah-kisah disini bagi
dirinya? Mengapa dia rela membuang energinya untuk mengobarkan kebencian. Bukankah
dengan mudah dirinya meninggalkan kisah disini, mengganti dengan banyak kisah
lainnya yang ada di dunia maya. Mengapa mereka senang sekali dengan kebencian. Sungguh
ada ada saja ulah manusia”
Apakah
mereka tidak merasa bahwa dengan sikapnya itu, energi kebencian yang
dilontarkan tersebut akan memakan energi murninya. Bukankah mereka hanya akan menjerumuskan
dirinya sendiri kedalam kemungkaran? Pertanyaan
terus menggayuti disini; Sebab apakah manusia
selalu saja senang menista? Jika
sesungguhnya hukumnya adalah mereka
hanya akan menistakan diri mereka sendiri. Sungguh sulit dipahami, jika manusia
melakukan itu!
“Ketika perasaan kebenaran berada pada
genggaman masing-masing orang tanpa melihat satu sama lain, benarkah itu
kebenaran? Tanpa menyakiti, tapi
menyakiti. Tanpa rasa menghina, tapi mencela. Kesadaran pun kau genggam sendiri
serasa paling sadar, maka jangan mencela Firaun mengaku tuhan, tidak sadarkah
banyak manusia berada pada posisi tersebut. Aku melebur dengan pengakuan yang
mengaku, silakan itu menjadi suatu petunjuk dalam satu sapuan tuduh. Hanya itu
yang akan melelahkanmu. Tuhan berada pada buih lisan, tanpa tahu Tuhan itu
sendiri.”
...
Dalam
gundah atas keadaan manusia yang sulit dipahami Mas Thole mendapatkan
pencerahan Kami. Agar dirinya tidak perlu merisaukan sang penista. Biarlah alam
yang akan berurusan dengan mereka itu semua. Keadaan manusia yang senantiasa
merasa dalam kebenaran dirinya itu akan mendapatkan ujian dari sistem alam semesta. Dia akan dihadapkan
dengan apa-apa yang dikatakannya kebenaran. Maka kembalinya hanyalah kiepada
dirinya, apakah kebenaran yang dia yakini hanya sebaa angan ataukah memang
sudah mewujud sebagai kekautan hatinya. Tuhan tidaklah memihak dalam hal ini.
Manusia dipersilahkan menggenggam kebenaran yang diyakininya. Semua akan
bermuara kepada Allah atau selain Allah. Jika kebenaran yang diyakininya bersadarkan
kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa, maka Allah memberikan khabar
gembira dengan kemenangan. Hanya itulah hukum alam semesta menjjaga dari
serangan para penista.
“Menjual kebencian. Bukan kebenaran yang
menjadi dalam pembenaran. Seandainya dalam ketidaktahuan mengatakan itu benar,
maka sungguh itu hal yang membodohi diri sendiri. Seumpama ingin bercerita aku
bisa, maka itu sebagai wujud dari kesombongan. Seumpama langit runtuh pun kau
tidak akan tahu bila hanya bisa merangkum dan meredamnya dalam imajinasi.
Sebuah perbuatan, bukan karena kebencian. Alam semesta ini berputar bukan
karena emosi, tapi karena sudah ketetapan Gusti. Jika sekali lagi kau
mengaitkan alam semesta ini dengan nama-nama yang tertera sebagai bagian dari
Kami, maka itu sesungguhnya bukan menjadi bagian kami. Semua akan menjadi
reaksi dari yang telah Tuhan tetapkan pada setiap insan.
Sawitri, putri cantik dari Nastiti,
lahir dengan sebuah peradaban yang menjadi hal yang pasti.
Yamadapati itu hadir dalam sebuah
perjuangan menuju hal yang pasti, menentukan nasibnya sendiri.
Mumpuni dalam arti tak berada dalam
preogratif Ismaya, dia hadir dengan sendiri. Maka jangan sekali-kali bercerita
yang engkau tidak ketahui. Kali ini aku hadir, karena menyatakan hal yang tak
semestinya yang tidak engkau tau sama sekali. Itu bukan pembenaran dan
kebenaran. Tak akan menjual, walau seribu nama2 setan kau sebutkan.
Sesungguhnya itu akan menjadi radiasi bagi yang akan menjadi pegangan. Jangan
kau jual kemiskinanmu dengan sebuah harga diri yang tidak kau kenal sendiri.
Itu akan merugi, karena itu bukan bagian dari kami. ISMAYA JAYA GIRI”
..
Mas
Thole kemudian tenang atas kepastian hukum yang sudah diatur Kami. Maka
dibiarkanlah sang penista itu terus melayangkan email kepadanya. Terus menghujat
keberadaannya di alam semesta ini. Sudah jelas hukumnya bagi para penistan itu.
Alam akan mengatur keadaan merka itu. Tidak ada persoalan lagi! Maka Mas Thole
kembali memasuki alam-alam kesadaran. Mencoba membaca pesan-pesan alam. Mencari
jejak peradaban yang hilang di Nusantara ini, untuk dikhabarkan lagi.
...
Langkah
kakinya membawanya ke Pulau Dewata. Bersama temannya yang sudah berada disana
sebelumnya. Menuju sebuah pure yang di bangun pada masa kejayaan Majapahit.
Tidak ada yang ingin dikisahkan disini. Biarlah menjadi bagian kekayaan batin
saja. Sebelumnya mereka harus mandi dahulu di tirtha ampul. Menggenapi
rangkaian perjalanan saja. Agar kali berikutnya sudah mampu menetapi jalan.
Menjadi pondasi spiritual sebelum keberangkatannya nanti di bumi Sriwijaya. Kisah
bumi jawa akan terus ditelusuri, dimanakah muasal kesadaran yang menjadi muara
bangsa ini. Mengapakah seorang raja dari keturunan cina mampu berkuasa di tanah
jawa? Keturunan cina yang menjadi Raja tanah jawa berkat didukung oleh kekuatan Islam? Sungguh paradoks keadaan ini. Ya, Raden Patah yang keturunan cina di dukung oleh dewan wali, menghancurkan Majapahit.
Kisah ini akan menelusuri kejadiannya di alam kesadaran. Sungguh menarik sekali, bagaimana kisah perjalanan Raden Patah seorang keturunan cina bisa mendapatkan
tempat di kesadaran orang jawa. Bagaimana orang jawa menerima raja mereka yang
cina? Menjadi pertanyaan menarik untuk ditelusuri. Dan mengapa kesadaran jawa
sekarang ini seperti nampak menolak cina? Benarkah itu kesadaran jawa? Mas
Thole terus mengejar fakta dan kenyataan yang tidak selalu sama dengan logika
berkesadaran. Mengapakah saat itu Raden Patah mampu memobibilisasi kekuatan
Islam untuk meruntuhkan Majapahit. Padahal kita ketahui kesadaran Islam
memiliki sejarah yang tidak mengenakan dengan orang cina. Bagaimana dikisahkan
jutaan manusia dibantai oleh orang-orang Mongolia yang adalah orang orang cina. Kisah
pedih ini terekam kuat di DNA manusia.
Bagaimana
Raden Patah yang cina mampu menggerakan Islam dan bagaimana kemudian pada masa
kini orang Islam balik membenci tokoh cina yang tengah berkuasa. Menjadi pertanyaan tersendiri. Mengapa
keadaan seperti terbalik balik. Apakah kesadaran Islam telah benar-benar
bangkit untuk kembali melawan cina yang pernah menghancurkan peradaban Islam?
Apakah dendam dan kebencian tersebut masih ada dalam DNA, menjadi software
penggerakan orang-orang Islam. Sehingga nampak di layar kaca seperti sekarang ini. Fenomena yang menggiriskan jika
saja dendam masa lalu bangkit di masa sekarang. Perang yang meluluh lantakan
manusia kembali terulang di masa sekarang.
Mas
Thole diam dalam hening. Kekuatan spirit perang tersebut nampak sudah memasuki
nusantara ini. Kekuatan spirit perang salib, perang mongol dan Islam. Dua
kekuatan spirit perang sudah mengambil posisi. Mata dunia tengah melihat apa
yang bisa dilakukan olerh bangsa nusantara. Mampukah bangsa ini melihat peta
peperangan kesadaran yang ada sekarang ini? Ini bukanlah perang agama atau
keyakinan. Semua ini adalah menyoal perang kesadaran. Perang eksistensi antar
kaum dan antar bangsa. Mampukah bangsa ini melawan gempuran dari seluruh dunia
dan juga dari dalam dirinya sendiri. Mampukah? Mas Thole merinding memeikirkan
kemungkinan tersebut. Betapa tidak rekan-rekannya sudah berulang kali
diperlihatkan mimpi. Sungai-sungai mengalirkan bangkai-bangkai manusia, air sudah
berubah menjadi darah. Akankah mimpi tersebut nyata?
“Hhh...pasti ada pola yang bisa menjelaskan
ini semua” batin Mas Thole.
...
“Suatu hari, ada yang bertanya tentang
kehidupan ini kepada Nabi Khidzir alaihissalam
Dia menanyakan kenapa sukar itu ada
seperti beban yang menghimpit bumi
Nabi Khidzir menjawab, sesungguhnya aku
bumi, sesungguhnya aku bagian dari alam semesta ini
Suatu perbandingan yang menyebutkan,
bahwa kehidupan ini seperti bagian dr perjalanan ini
Betapa berat kehidupan ini bagi yang
merasa diri benar dan penuh kebenaran, sesungguhnya kebenaran itu hanya milik
ilahi rabbi
Dan keyakinan tentang kebenaran itu
memang bisa benar, tetapi bukan pada kebenaran ilahi bila hanya bersandar pd
diri
Sesungguhnya ada lima bagian yang
membentang pada peradaban ini, maka semua berada pada bagian yang tertera pada
kehidupan yang berbeda.
Suatu hari itu akan dipertanyakan lagi.
Iya, hari ini dlm perputaran bumi”
Angin yang menerbangkan
(Adh-Dhāriyāt):59 - Maka sesungguhnya untuk orang-orang zalim ada bagian
(siksa) seperti bahagian teman mereka (dahulu); maka janganlah mereka meminta
kepada-Ku untuk menyegerakannya.
...
Heningnya
alam adalah menunggu...
Bersambung...
Komentar
Posting Komentar