Kisah Spiritual; Jejak Bumi Jawa (1)


Hasil gambar untuk manggilingan

“Berjalanlah ke bumi Sriwijaya, disana engkau akan dapati apa yang menjadi pertanyaan  diri. Lihatlah dengan hati. Manunggal satya gusti. Sung panguji sakti. Dari sanalah engkau akan pahami kisah yang baru dimulai di bumi nusantara ini.  Sanggurdi di kapliawastu akan segera bergerak ke selatan. Carilah muasalnya di titik bumi sebrang. Semoga Tuhan memberkati.”

Mas Thole menghela nafas panjang. Kiprahnya di realitas segera harus di akhiri. Panggilan alam kesadaran begitu kuat mematri. Hingga dia tidak mampu mengelak lagi. Apakah kisahnya akan terus dihantarkan disini? Entahlah dia sendiri tidak mengerti. Sedikit sekali yang dia pahami. Apakah yang dia lakukan? Jika semua hanyalah ditataran keyakinanya sendiri. Entah apakah dengan keyakinannya ini mampu merubah kesadaran kolektif bangsa ini? Sungguh itu belumlah terbukiti. Walau kenyataan memang mengarah kesana. Kesadaran atas nusantara baru sudah mulai terbangkitkan disana sini. Dia diperjalankan untuk menjadi saksi atas kebangkitan ini. Kesatria yang tidur bagai kisah Kumbakarna dalam pewayangan. Seorang raksasa yang hanya bangun sekali dua kali. Kesaktiannya tidak ada yang mampu menandingi. Apakah demikian kesatria piningit ini? Kembali dirinya disergah ketidak pastian.

Sulit sekali memaknai bahwa apa yang terjadi pada bangsa ini sekarang adalah sebuah rencana Tuhan. Benturan antara golongan, benturan antara pemikiran adalah carut marut kesadaran. Sebagaimana mengulang kisah-kisah para leluhur bangsa ini. Dan Mas Thole diminta menjadi saksi atas pola yang sama yang terus akan menggurita menjadi sebuah siklus pergiliran kekuasaan. Bagaimana para raja berkuasa kemudian bagaimana diantara mereka saling tikam dan saling terkam, demi memperebutkan tahta. Apakah itu berkaitan dengan agama? Mas Thole menggeleng, “Tidak..bukan bukan karena sebab itu”. Sifat manusia yang memang senang menumpahkan darah demi memperoleh apa yang diinginkannya menjadi sebab semua itu terjadi. Keinginan manusia  untuk menikmati kenikmatan duniawi. Kenikmatan yang mampu dicerna panca indera mereka menjadi sebab semua ini terjadi. Kenikmatan-kenikmatan yang terus diminta oleh sistem ketubuhannya. Sebagaimana mula pertama keinginan bapak mereka ADAM yang meminta keabadian dengan memakan buah Khuldi. 

Maka kisah yang manakah yang ingin diperlihatkan Kami kepada manusia? Mas Thole diam dalam kesadarannya. Sungguh realitas telah menyibukannya, padahal dia sudah diberikan pengetahuan bahwasanya realitas yang dia rasakan adalah menipu. Semua yang dialami akan lenyap dari kesadarannya. Harta tahta dan wanita akan menjadi sebuah memori yang hanya bisa dibaca oleh anak keturunannnya saja nanti. Kisah tak berarti apa apa bagi alam semesta ini. Adakah catatan di memorinya nanti akan bermanfaat bagi anak keturunannya?Dan semua yang diamatinya tentunya harus dipertanggungjawabkannya disisi Tuhan. Yah..dirinya telah di diberikan penglihatan dan pendengaran. Dengan instrumen ketubuhannya itu mestinya dirinya akan mampu menjadi saksi yang benar. Namun entahlah itu..Semua hanya bertuitan di otaknya saja. Kalau demikian apakah yang harus dia kerjakan di bumi ini? Untuk apakah penciptaan dirinya? Akankah dirinya diciptakan hanya sia-sia? Tidak merubah apa-apa bagi kesadaran manusia? Apakah yang dapat dilakukannya, atas jejak negri ini? 

”Hhh....ada apakah dengan negri ini?”

Mas Thole menghela nafas panjang. Dia harus mencari jawaban atas teki teki yang dihadirkan Kami ini. Pikirannya jauh ke bumi Sriwijaya. Mencari jawaban. Ada apakah disana. Kisah manakah yang menjadi titik balik kesadaran tanah jawa? Tanpa disadari tubuhnya bergetaran. Mas Thole terhenyak jika kemudian mendapatkan irisan atas pola kesadaran yang diulang. Yah..kisah Raden Patah yang dibesarkan di bumi Sriwijaya.  Raden Patah yang kemudian datang ke Jawa meminta tanah perdikan dari Ayahnya. Kemudian Raden Patah menggalang kekuatan Islam disana untuk menghancurkan Majapahit. Mengapakah kisah ini sepertinya diulang kali ini, di negri ini? Kesadaran Mas Thole kembali mencari pijakan agar dirinya tidak salah memaknai reka adegan yang terjadi. Bagaimana dikisahkan kekuatan Islam di bawah Raden Patah melakukan pengejaran kepada Prabu Brawijaya V. Kekuatan Islam tidak mau berhenti hanya dengan menurunkan Sang Prabu dari kekuasaan. Kekuatan Islam terus saja mengejar , mereka tidak mau berhenti,  hingga sang Prabu terpaksa harus terlunta lunta di negrinya sendiri.

Perlahan Mas Thole membuka catatan kisahnya ini.  Dia sudah menandai jauh sebelum peristiwa yang dia saksikan di televisi. Bagaimana saat ini negri ini tengah di rundung masalah berkepanjangan. Masalah yang menghabiskan energi dan menggerus mentalitas bangsa. Maka jauh hari keadaan ini sudah diingatkan disini. Saat Mas Thole menyaksikan di alam kesadaran,  kelahiran sang  tokoh yang dikenali sebagai Siu Banci,  Ibu dari Raden Patah seorang keturanan China. (baca; http://pondokcinde.blogspot.co.id/2013/02/kisah-spiritual-dan-alam-ghaib-mulai.html). Kelahiran Siu Banci saat itu bersama gegap gempita anomali alam. Kisah anak manusia yang kemudian menjadi tragedi besar dalam babad tanah jawa. Seorang anak yang melawan ayahnya. Entah bagaimanakah manusia memaknai bentuk perlawanan anak kepada ayahnya ini? Apakah ini merupakan musibah bagi kesadaran ataukah malah menjadi anugrah? Bagi Islam trentu saja ini menjadi anugrah luar biasa. Melalui bentuk perlawanan ini Islam kemudian menjadi agam terkemuka, agama yang dianut oleh  para penguasa. Menggantikan agama HIndu saat itu. Namun bagaimana kisah heroik  ini kemudian dimaknai oleh keluarga keluarga biasa? Apakah ini sebuah anugrah, jika anak melawan ayah? Hhh...kembali pikiran Mas Thole di ergah kegamangan. Anak melawan ayah apakah musibah ataukah anugrah?

...

Benarkah raden Patah telah muncul? Dan benarkah dirinya akan mengulang kembali  pola yang dilakukannya. Merebut kekuasaan dari tangan anak anak  keturunan Majapahit? Yang secara hakekat adalah anak-anak dari satu AYah. Mas Thole menggelengkan kepalanya perlahan. Kesadarannya terus memasuki potal-portal kesadaran. Menjajaki segala kemungkinan dan mencerna keadaan yang disaksikannya itu.

“Akankah keadaan di nusantara ini hanya mengulang pola lama?”

Kehadiran Raden Patah akan menjadi penanda bagi perguliran kekuasaan. Kelahiran yang dibarengi dengan anomali alam. Suasana mistis melingkupi Jakarta, Banduing dan sekitarnya. Suasana alam yang menggiriskan sekali. Suasana yang menjadi penanda akan datangnya perubahan jaman. Perubahan yang akan memakan korban jiwa jutaan manusia di negri ini. Hhh...Mas Thole diam dalam kesedihannya sendiri. Doa doa para kaum muslimin yang memeinta agar disegarakan azab bagi manusia lainnya telah di ijabah oleh alam. Alam akan melaksanakan perintah khalifahnya. Bumi akan bergoyang, angin, udara, air dan api akan bergerak menghancurkan apa saja yang dia lewati. Musibah ini akan berlaku kepada siapa saja, baik kepada yang berdoa maupun kepada yang dia doakan agar di segerakan azab. Azab ini tidak memandang beriman ataukah kafir, Semua manusia diatasnay akan menerima akibat atas doa doa mereka yang memeinta azab bagi kaumnya. Bangsa jawa akan dihancurkan alam. Sebagaimana doa doa mereka yang berdoa. 

Sungguh sangat sedikit manusia memahami apakah dampak atas doa doa mereka yang meminta disegerakan azab bagi saudara lainnya. Mereka tidak menyadari bahwa semua masih hidup di tanah jawa. Bumi jawa yang membesarkan mereka, maka jika mereka meminta azab berarti mereka meminta kehancuran bagi anak keturunan mereka sendiri. menangis diri Mas Thole. Dia tidak mampu berbuat apa apa. Allah akan mengabulkan sedikit dari doa hambanya meskipun doa tersbeut sebenarnya buruk buat mereka. Doa disegerakan azab adalah doa meminta didatangkan musibah atas bangsa ini. Jejak bumi jawa akan hilang dari muka bumi sebab doa doa manusianya sendiri. "Duh gusti...maafkanlah mereka yang tidak mengerti ini.." 

...

Maka keadaanya Jikalau memang benar, siapakah anak keturunan Raden Patah?  Benarkah raden Patah sendir yang turun di raga anak keturunannya ini? Kemudian mampukah dirinya dengan kekuatan spiritualnya itu mengulang sejarah di masa lalu? Mampukah dirinya maju ke tampuk kekuasaan? Lantas apakah dirinya akan mampu memobilisasi kekuatan politiki Islam sebagaimana kala itu dirinya menggunakan kekuatan para wali. Semua mesti terjawab dalam perjalanan Mas Thole kali ini ke bumi sebrang.

Disadari atau tidak kesadaran kolektif bangsa ini masih mengakui bahwa raja yang berkuasa saat ini adalah keturunan Majapahit. Mulai dari presiden pertama hingga presiden yang sekarang ini adalah keturunan Majapahit. Mereka sangat bangga dengan trah mereka ini. Semua raja pasti akan berusaha menarik keberpihakan trah Majapahit dalam kekuasaan mereka. Sangat jarang penguasa berani menarik trah kepada keturunan bangsa arab untuk berkuasa. Kesadaran kolektif bangsa ini masih menginginkan raja mereka dari trah Majapahit ini. Oleh karena itu, wajar jika secara tidak sadar, bangsa ini hanya mau dipimpin oleh anak keturunan Majapahit.

Membaca sejarah sama halnya membaca kesadaran. Membaca rekam ejak makna atas sebuah kejadian yang telah merobek robek jiwa bangsa ini. Setiap kejadian akan dimaknai oleh kesadaran setiap manusia yang menajdi saksi kunci jalannya sejarah. Mereka kemudian akan menurnkan kepada anak cucu mereka berupa rantai DNA. Memori di DNA ini menjadi sebuah keyakinan diri mereka. Menjadi gerak yang tidak disadari sebagaimana sebuah program pada komputer yang otomatis bekerja. Demikianlah kesadaran bangsa ini. Kesadaran yang akan mengulang-ulang kejadian di masa lalu sebab itulah software yang dibenamkan oleh diri mereka sendiri di alam kesadaran.

Mari kita telaah dengan hati yang jernih, siapakah kepala Bhayangkara negri ini. Darimanakah dia berasal? Kemudian marilah kita pelajari dan kita tarik kejadiannya pada masa lalu. Perhatikanlah kisah dan kejadiannya. Kita akan dapati kejadian yang berulang. Kisah yang sama dengan aktor dan pemeran yang berbeda. Raga yang berbeda dan lay out yang berbeda. Hanya saja skenarionya akan selalu sama. Dari sana kita kemudian akan dapat menarik sebuah hikmah. Apakahkita dapat menemukan benang merahnya?

Pada jaman kekuasaan Raden Patah ada seorang wali yang dianggap berucap salah. Dia adalah Syekh Siti Jenar. Sang wali ini dianggap memberikan ujaran-ujaran yang tidak sama dengan main stream saat itu. Hingga sang wali ini akhirnya di hukum mati oleh para dewan wali. Kematian Syekh Siti Jenar masih meninggalkan misteri dan luka yang mendalam atas sebuah makna keadilan. Menjadi pertanyaan, benarkah Syekh Siti Jenar bersalah? Ataukah pihak penguasa yang gagal memahami esensi ucapan sang wali? Layakah Syekh Siti Jenar di hukum mati? Hanya sebab berucap salah? Benarkah Syekh Siti Jenar menistakan agama Islam? Atau sekedar ingin menunjukan kesejatian. Sebagai bentuk perlawanan atas ulama ulama ulam pada saat itu yang berpolah melebih nabi?

Dan kini reka adegan tersebut sedang di putar ulang di negri ini. Mampukah para penguasa memutuskan perkara dengan adil? Beranikah sang hakim mengambil sikap yang bijak? Ataukah karena desakan para wali yang berada dipusat kekuasaan kemudian hakim akan memutuskan hukuman mati,  sebagaimana kisah yang senada dengan itu di seantero belahan dunia. Sebagaimana kisah Syekh Siti Jenar yang dapat kita baca.  Entahlah itu..Bukan urusan Mas Thole disana. Dirinya hanay diminta menjadi saksi atas respon manusia. Bagaimanakah manusia bersikap manakala didatangkan ujian. Apakah mereka akan berserah diri? Ataukah mereka akan menggunakan segala cara membela nafsunya.

“Sanghyang nindak setiap orang yang berpolah seperti negarawan yang menggunakan kekusaan dengan semena-mena. Seumpama itu benar, maka lihat di antara dua keadaan, itu akan menjadi kebaikan kita bersama. Jangan pernah merasa seperti orang yang memiliki segalanya, padahal semua itu ada tas kehendak Tuhan Yang Maha Esa
Rahayuning asih, rahyaning rasa, dina waruga sang darma nasti niskala
Bergetar rasa ketika sang hyang berkata, bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Kuasa
Bergemuruh dada ketika Dewa Bratha Arjuna mengatakan bahwa ini cinta, ketika semua tenggelam dalam keangkuhan memuja Sang Kuasa
Ada yang mengepak di sayap sebelah kanan, kepak hitam yang memancarkan kasih sayang
Ada yang melambai putih di antara gerimis, yang mengantar putri kembali menjadi sang diri yang menempati.
Setiap rasa dan keadaan akan menjadi persaksian, ketika dewata menyatakan saatnya menghancurkan
Tetapi tidak bagi sang batara Siwa, dia ada untuk memulihkan, bersama Durgha membahu dalam kepak sayap alam menuju keseimbangan
Semilir angin di antara pathyan dan rakyan, ada dua sagara yang mempertemukan sang tuan, dia ada di antara berbagai keadaan, menuju kembali kepada dimensi yang telah ditetapkan
Lingkarannya menghitam, tetapi bukan untuk menggumpal dengan segala dinding hitam, itu ada di antara rakeyan natsa nunggal”

Diam..diamlah diri. Maknailah apa apa yang terjadi. Lepaskanlah pikiran, anggapan dan prasangka hati. Perhatikanlah bagaimana semua kejadian dinampakan. Bagaimanakah Allah mempergulirkan kekuasaaan dari satu kaum kepada kaum lainnya. Kemudian perhatikanlah apakah diantara mereka itu ada yang bersyukur ataukah ada yang berpaling dari pengajaran Tuhan. Perhatikanlah bedanya, yang beriman dan yang kafir. Sungguh sangat jhelas bedanya.  Itu semua bukan karena sebab agamanya. Sebab di dalam hati manusia ada penyakit dan Allah menambah penyakitnya itu disebabkan mereka tidak bersyukur.

Bersambung...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali