Kisah Spiritual; Jejak Orang-orang Atlantis (3)


Hasil gambar untuk orang orang atlantis
Kehidupan mengajari banyak hal. Termasuk bagaimana manusia mampu belajar melepaskan dan menerima. Dua pengajaran yang begitu sulit dijalani. Menerima takdir dan melepaskan kehendak diri. Disinilah pelajaran kehidupan. Menjauhi keinginan dan menerima yang tak dimaui. Manusia dipaksa untuk menerima takdir apa saja yangmenyambanginya. Pembelajaran ilah  yang terus bersiklus selama menapaki perjalanan spiritual ini. Sungguh kehidupan tidak pernah salah mengajari. Semua diperlakukan sama oleh sang guru. Ya, guru manusia adalah ‘Sang Takdir’. Pelajaran yang sama dari satu manusia ke manusia lainnya. Semua dimaksudkan agar manusia mampu menyempurnakan jiwa mereka sendiri.

Takdir mengajarkan semua rahsa,  ya setiap rahsa kemudian dipergilirkan dengan seadil-adilnya. Benci dan cinta, suka dan  duka, kecewa dan bangga, sukses dan gagal, Iba dan sombong, semua menyambangi manusia, bersiklus dalam kesadaran manusia. Mengisi jiwa dan menggenapi pori-pori manusia, disana lengkap dengan sensasi motoriknya. Syaraf kenikmatan menjadi sangat peka terhadap usikan rahsa. Menandai manakah rahsa yang nikmat dan manakah yang tidak. Manusia menyimpan memori perihal rahsa ini, kemudian menjadikan memori ini pengejaran selanjutnya bagi jiwa dan angan. Manusia menginginkan rahsa tersebut datang kembali kepadanya. Rahsa yang nikmat bagi sensasi syaraf dan motorik mereka. Mulailah manusia melakukan pengejaran rahsa ini keseluruh alam semesta.

Bagaimana dengan rahsa Cinta? Rahsa berkuasa? Rahsa kaya raya? Disinilah muaranya demi pengearan ketiga ketiga kelompok rahsa inilah manusia kemudian berperang, saling tikam untuk menguasai sumber dari muara ketiga rahsa ini. Demni cinta manusia rela melupakan Tuhanya, demi kuasa manusia rela membunuh lawannya, demi harta manusia rela menghancurkan jatidirinya. Lihatlah kisah kelam anak manusia di sleuruh peradaban di bumi ini. Bacalah dengan hati yang jernih, apakah mereka benar-benar berjuang demi agama? Manakah yang berjuang demi agama dan manakah yang berjuang demi kenikmatan rahsa. Sungguh sulit dibedakan atas diri mereka.

Apakah Raden Patah meruntuhkan Majapahit demi tegaknya agama Islam? Apakah Raden Patah melawan ayahnya demi kekuasaan? Siapakah yang dapat membaca niat Raden Patah ini? Sungguh tidak ada yang tahu. Hanya diri Raden Patah dengan Tuhannya saja yang tahu niat apakah sebenarnya di balik gerakannya ini melawan Majapahit. Membunuh ribuan manusia dalam penankukannya. Pelajaran yang berat, sungguh-sungguh berat bagi pelakunya.  Kepada masing-masing anak manusia, akan diajarkan pembelajaran ini. Tidak memandang miskin atau kaya, gelandangan atau pejabat istana. Tidak hanya Raden Patah saja, semua sama.

Semua manusia mengalami perguliran rahsa dalam jiwanya. Rahsa yang menjadi sakit real dalam jiwanya. Rahsa yang kemudian menjadi penggerak pikiran mereka.  Dari sinilah kemudian akal manusia bekerja. Akal menjadi hidup sebab adanya rahsa.  Bagaimanakah bekerjanya rahsa ini? Luar biasa sekali, manusia kemudian terbiasa oleh rahsa yang disuka. Rahsa yang menurut mereka nikmat. Kemudian diperintahkan akal mencari cara agar rahsa nikmat tersebut datang berulang, lebih sering lagi frekuensinya.  Permintaan atas rahsa inilah yang kemudian disebut sebagai NAFSU.

Hanya saja masing-masing diri sudah terlanjut berparsangka. Berparsangka kepada Tuhan yang menciptakan dirinya. Namun apakah berprasangka itu salah? Yah, apakah salah, jika rahsa yang kita nikmati tidaklah senikmat yang dibayangkan oleh pikiran kita? Apakah mata berdusta saat melihat realitas? Apakah telinga salah saat mendengar suara atau bahkan hati salah dalam merasa? Adakah yang salah dalam panca inndera manusia? Jika kemudian manusia berparsangka apa saja atas kehendak Tuhan pada dirinya? Coba saja kita lihat keadaannya. Apakah tidak nyaman tidur di hotel kelas VVIP di hotel bintang 5. Coba bandingkan dengan gelandangan yang tidur di emperan toko. Mankah yang lebih nikmat?

Apakah dengan penglihatan mata yang jelas melihat fakta dan kenyataan di depan mata,  tidak boleh berprasangka? Sudah jelas logikanya akan lebih nikmat tidur di hotel bintang 5. Semua serba ada, semua serba dilayani.  Butalah matanya jika orang tidak mampu melihat perbedaan kenikmatan ini. Hotel lebih nikmat dari pada emperan toko inilah fakta. Logika manapun akan mengatakan hal yang sama. Nah, sangat jelas sekali perbedaan ini. Mana ada orang yang mau menerima keadaan dirinya yang tidur di emperan toko. Mana ada manusia yang mau hidupnya susah. Yang benar saja, maka cobalah katakan dimanakah keadilan Allah, dalam hal ini?  

Hhh..Betapa sulit membantah kebenaran ini dan kemudian menerima fakita kebenaran yang lain bahwa kedua orang yang tidur di hotel dan di emeperan toko parameter nikmat bukanlah pada keadaan tempatnya namun lebih kepada bagaimana kondisi jiwa mereka saat sedang berada di tempat tidur masing-masing. Lihatlah jauh ke dalam diri mereka, kemudian marilah kita bandingkan. Bisa jadi dan sangat mungkin orang yang tidur di hotel sedang gundah gulana. Maka dirinya tidak merasakan kenikmatan sedikitpun tidur disana. Kenikmatan yang dirasakannya justru menambah penderitaannya. Akhirnya dia memilih bunuh diri menjatuhkan dirinya dari lantai tujuh hotel bintang lima. Inilah fakta kebenaran lainnya. Kebenaran yang selalu dinafikan manusia.

...

Fakta inilah yang ingin disandingkan atas kejadian yang sedang terjadi di bumi Jawa ini. Fakta kebenaran yang tidak sama dengan logika. Hiruk pikuk perebutan kekuasaan yang terjadi sungguh menjadi musibah bagi kelompok salah  satu dan sebaliknya menjadi anugrah bagi kelompok yang satu lainnya lagi.  Sudahkah lihatlah di layar kaca, jutaan manusia bagai laron-laron yang terbang serabutan mencari cahaya terang. Mereka menyemut di pusat-pusat perkotaan. Mereka semua menyuarakan ketidak adilan atas satu sama lainnya. Mereka merasakan hal sama, yaitu rahsa ketidak adilan. Semua kelompok merasakan rahsa yang sama, yaitu rahsa ketidak adilan. Bagaimana bisa? Bagaimanakah  memberikan rahsa yang sama kepada mereka semua?

Rahsa akan selalu menjadi pengejaran manusia. Inilah yang luput dari pengamatan kesadaran. Sampai dunia ini kiamat manusia akan terus mengejar rahsa nikmat yang dirinya suka. Namun ironisnya jika sudah diberikan sebanyak apapupun dia tetap akan meminta. Bahkan jika diberikan seluruh dunia pun manusia tetap akan terus melakukan pengejaran terhadap rahsa. Manusia terus akan meminta lagi, dan lagi, hingga urat leher pecah sebab tidak mampu menampung luapan arhsa. Sampai suatu saat jiwa mereka hancur menahan amuk rahsa yang datang bagai tornado, menjungkir balikan syaraf-syaraf mereka. Manusia tetap akan meminta lagi.

Manusia kemudian dipergilirkan, agar setiap manusia merasakan rahsa yang sama. Jika manusia lahir di kehidupan ini sebagai raja maka dimungkinkan kepadanya akan dipergilrkan menjadi rakyat jelata. Begitu pula sebaliknya jika dia terlahir sebagai rakyat biasa maka bukan tidak mungkin di kelahiran berikutnya dia akan berkuasa. Semua manusia mendapatkan pergiliran. Sebagaimana hawa yang dihirup manusia. Hawa yang dihirup oleh manusia hina dan kemudian dipergiliran kepada manusia yang berkuasa. Apakah hawa mampu merasakan bedanya saat dirinya di hirup dua manusia yang berbeda? Apakah hawa tersiksa manakala dihirup manusia durjana? Apakah hawa akan merasa tenang saat dihirup manusia suci?

Manusia dalah semisal hawa tadi, yang akan terus dicobakan semua rahsa atas mereka. Apakah hawa tersiksa? Siapakah yang tersiksa? Marilah kita saksikan perhelatan akbar yang tengah terjadi di bumi Jawa ini. Kisah yang terulang kembali saat mana Raden Patah datang menghancurkan Majapahit. Kalamana Islam mendapatkan legitimasi sebagai agama yang dianut oleh para penguasa yang raja. Namun perhatikan juga bagaimana setelahnya, bagaimanakah polah manusia. Perhatikanlah raja-raja setelah mereka bertukar agama. Apakah sama masih saja ataukah ada bedanya? Lihatlah raja-raja jawa setelah berdirinya Demak dan kemudian setelahnya. Era raja mataram baru dan era mataram kuno, apakah ada bedanya? Amatilah apakah agama merubah perilaku mereka?

...

Mas Thole diam terus mengamati, apakah nanti yang akan terjadi di bumi Jawa ini. Spirit purba telah banyak yang kembali di tanah ini. Dan sesungguhnya dari Atlantis sdh lama kembali, namun jejaknya masih bersembunyi, belum nampak. Untuk ke sana, memang sangat pelan dan simultan terus bergerak ke sana. Semua membutuhkan pengorbanan bagi raga terkini untuk terus berjalan ke portal-portal dimensi. Membuka pintu bagi mereka. Orang-oarang atlantis yang akan lahir kembali menempati raga-raga manusia terkini. Mereka akan menjadi daya gerak manusia yang mau membuka hatinya. 

 Pesan Atlantis

“Kemurungsung/menggerutu Sang Pandir

Pada setiap hal, ada yang kamu mengerti atau tidak. Termasuk kehadiran kami kembali di masa kalian yang sudah ada. Kami pada dasarnya sudah hampir menyatu dengan manusia dan makhluk lainnya. Kami hadir sebagai bagian dari perjalanan dan titah yang ada. Suatu hari atau waktu, akan ada yang mengaku sebagai kami, bagian dsei sang raga yang bisa mengubah warna. Iti memang ada dengan bagian yang menjadi Jelma Dwista Aryupeda.

Dewi, seumpama itu ada dan menyaksikan semua, maka itu yang akan menjasi suatu hal yang akan berada pada setiap satuannya. Ada beberapa titik, yang menunjukkan semuanya. Atlantis itu hadir dengan segala keragamannya seperti manusia.

Itu ada pada setiap sudutnya dengan berbagai perubahan yang menunjukkan bahwa itu akan menjadi suatu hal yang sama dalam 10 tahapannya. Semua sudah berkumpul di dekat Sawarna Loka, dekat dari sini dan berada di pertemuan dua garis pantai selatan dan utara.
Mahapadya sudah ada. Begitu pula dengan panglimanya. Tetapi tetap sang rajanya/ratunya ada pada diri sang putri, yang diamnya menyimpan semua pada satu titik di antara beberapa hal yang akan menunjukkannya, tetapi bertahap, tidak akan midah terbuka, walau dengan beberapa hal yang menjadi seperti Rakyu Padma.⁠⁠⁠⁠”

“Cai nu rumingkang moal aya di waruga anu arogan, caah nu ngabuncah moal datang tina angkara nu ngaku pangawasa. Sok sanajan seja dina raga, moal aya mun andika masih miguna.
Jalajar jarji satya, jalujur jatyu sadu.
 Rumingkang sedya kata, rahyung sadyu kattu
Mandu wuju astu mayu
Rahyung watyu datyu sadru
Sawakara datra dista, sawatru datru wasyu.
Satya gena, sati watri
Gumina satyu rana
Jurwa kati purwakinanti
Jurwa katra badru yatma
Andika macya wagiya, putya putu datu watya⁠⁠⁠”

...

Sesungguhnya ada banyak hal yang menjadi pelajaran dalam hidup, tetapi seringkali terlupakan karena berbagai hal yang memposisikan diri sebagai bagian dari hidup yang tak terperi. Seperti halnya hal tersebut tertera pada setiap adaptasi yang menjadi bagian dari semua yang terjadi. Lima siloka yang disebutkan tadi, sesungguhnya itu menjadi jatidiri bagi seorang pengabdi, tefapi akan menjadi bagian yang tak terperi bagi kehidipan yang tidak mengerti.

Bersambung....ke kisah "Jejak Bumi Jawa"



Komentar

  1. Mas maaf boleh minta nomor tlp? Sy mau bertukar cerita secara langsung sm mas. Makasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya minta emailnya mas...
      Saya kirim via email

      salam

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali