Kisah Spiritual Mawangi: Makhluk Lintas Dimensi
“Relung
di ujung waktu dalam putaran yang tak ingin kutunggu. Sepiku telah merambah
sanubariku. Menghadirkan muara segala ragu. Benarkah ini jalan yang menjadi
kehendakNya ataukah hanya sensasi rahsa yang tak menentu. Berjalan ke timur,
selatan, utara, dan menuju ke barat. Duhai Tuhan pemilik dua timur dan dua barat.
Penggenggam ubun ubun semua makhluk. Pemilik segala arah. Kemanakah pandanganku.
Jika yang merah kini menjadi hitam dan yang putih kini hilang. Duhai angin
khatulistiwa, tiupanmu tak lagi meredakan panas yang membakar jiwa. Katakan
bagaimana jika nafas tersengal dan terhimpit di ujung jemari. Terjebak diantara
dua masa. Masa lalu dan masa kini. Disini di dalam jiwa ini bergumpal tanya pada
apa yang mengikuti setiap langkah diri”
Bumi ini kembali mengulang
siklusnya lagi. Putarannya seperti berawal dari akhir dan berakhir di awal.
Reka adegan peradaban manusia kini nampak hitam pekat di balik pemikiran.
Kelahiran demi kelahiran orang-orang masa lalu menjadi pertanda bahwa peradaban
bangsa ini semakin tua. Entah sudah berapa ribu tanda yang diberikan kepada
manusia. Mulai dari gempa-gempa yang senantiasa mengkhabarkan pesan-pesan,
sampai diulangnya sebuah kejadian yang menyayat kemanusiaan. Entah ramalan
membekas apa di kesadaran.
Banyak Wide dalam termangu
ditariknya nafas, dihempaskan sesekali, seakan ingin mengurangi beban. Di
kejauhan butiran ombak pecah di batu, menepis
karang. Membesut semua angan. “Sepi
ingin menjauhi.” Berkata malam. Berjalan
ke depan, bersama angin yang perlahan pergi. Teringat segala pesan. Jauh
sebelum kedatangan Raden Wijaya di pulau ini. Jauh sebelum datangnya titah sang Paduka
Maharaja Singosari Kertanegara. Saat itu diambilnya titah langit. Menancapkan
paku kesadaran untuk bangsa ini. Diarunginya tujuh samudra. Berjalan di ujung
pula jawa hingga dirinya lenyap di balik awan. Hingga dirinya kemudian mendapatkan
pesan. Kpeadanya diminta untuk mengiringi langkah-langkah para pemimpin
Nusantara.
Mengapa semua kembali
terulang di masa kini? Pertanyaannya tidak mampu dijawabnya lagi. Apakah akan
sama kejadiannya sebagaimana saat dirinya mengawal Raden Wijaya dengan segala
siasat yang diajukannya. Kemudian sejarah telah mencatatnya dengan tinta emas. Darisanalah
mula Majapahit. Namun itu dahulu. Kini Banyak Wide tak yakin, jika misinya
kembali ke dunia manusia ini akan mengulang kembali kisah kesuksesannya dahulu.
Raga terkininya tak pahami. Raga terkininya tidak sebagaimana raganya di masa
lalu. Layon ngesti aji. Sudah saatnya tahun terganti dan bumi mengadakan
tetirah. Lantas apakah peranannya kali ini akan berarti?
“Hhh...apakah
yang menyebabkan langit berduka ini?”
***
Ketika indah di rangkai dan
di ramu dalam sebuah harmonisasi. Angin awan dan hujan. Bunga bunga bermekaran.
Tumbuh indah di pandang. Ketika saatnya kemudian bunga layu dan mati menjadi
debu. Tertinggallah disana kenangan bunga. Banyak kata yang kemudian merangkai.
Mencoba mencari makna. Mengungkap ribuan tanya. Mengapa indah begitu sulit
dilupakan. Mengapa kematian tega mengambilnya "Lihatlah. Setangkai bunga di taman hati setidaknya bukanlah mati. Dia hidup dan terus bernyanyi"
Kekesalan merajuk hati. Mencoba berdialog dengan diri. Mengapakah perjalanan
penuh onak dan duri.
“Hhh...Sebentar
lagi langit akan menjadi saksi pertemuan anak-anak keturunan para sultan dan
raja-raja Nusantara. Kehadiran anak keturunan ulama besar dunia juga akan
menjadikan pertemuan tersebut menjadi sakral. Kapan lagi momentum sebesar itu
terjadi di bumi Nusantara ini? Malam
akan menjadi siang sebab ramainya keadaan. Gejolak Gunung Agung sudah menandai
perhelatan akbar ini. Alam akan meneruskan skenarionya. Mempergilirkan
kekuasaan diantara anak manusia. Sudah sekian jauh berjalan..”: Banyak
Wide berdialog dengan dirinya sendiri.
“Siang
di antara berbagai bintang, ada tanda bahwa suatu keadaan menjadi perjalanan
dengan berbagai kehidupan. Sesungguhnya ini bukan hal yang pertama, kesabaran
sebagai penahan, maka itu tidaklah akan sia-sia.
Surosowan
dalam pancaran Ki Jaya Kusumah, akan bersinar dengan terangnya, maka peganglah Sanghyang
wandu di ujung Bandung, di sana ada beberapa hal yang menjadi bagian
perjalanan.
Jangan
pernah putus asa, karena semua pembelajaran dari yang Maha Pencipta.
Kami
senantiasa membantu perjalanan, sesungguhnya setiap keangkuhan yang dihadapkan,
maka itu menjalan menemukan jiwa-jiwa yang berada dalam kegelisahan.
Itu wajah dari kegelisahan rasa, maka biarkan
dan ajarkan tentang cinta dan rasa yang menjadi perjalanan dalam sebuah cerita.
Langit terang tidak dapat dijangkau oleh
orang-orang yang hanya memajang Sanghyang dengan dasawarsa yang tak terbatas
pada jiwa-jiwa yang membutuhkan
Bismillahirrahmanirrahim...
Tiada
makna dalam setiap tata Krama seperti tunai di antara dua pelita yang menjadi
penunjuk dari beberapa hal yang sudah ada”
***
Sementara Mawangi kembali
melanjutkan perjalanannya lagi. Menancapkan paku kesadaran. Entah sudah berapa
kota dia datangi dalam bulan ini. Setiap minggu dia diperjalankan Kami. Walau
sering tanpa sadar ribuan makhluk mengikuti dirinya. Jiwanya seperti medan magnet
yang menjaid lintasan portal kesadaran antar dimensi. Bagaimanakah
memberitahukannya tanpa harus menyinggung perasaaannya? Menjadi kesulitan
tersendiri bagi Banyak Wide. Betapa sulitnya mengkhabarkan bahwa alam semesta
ini tidak hanya tersusun dari makhluk-makhluk yang mampu dilihat mata. Namun
dunia ini tersusun dari banyak dimensi. Setiap dimensi dihuni makhluk-makhluk
sebagaimana di alam nyata. Sama saja keadaannya disana. Kehidupan dan peradaban
yang sama dengan di dunia.
“Tadi
pas mau pulang balik lagi ke area belakang, terus kayak prosesi, baca Al ikhlas
3 kali kayaknya mah. Kan saya nggak ngajak.
Saya nggak niat mindahin juga. Kan cuma jalan dan baca doang.”
“Nggak
boleh sembarang prosesi tanpa tahu sebab dan utk apa serta mengapa”
“Habis
saya nggak ngerti dan nggak paham”
“Bukan
alasan, tp memang saya nggak tau dan nggak ngerti. Mindahinnya ke kebun raya
Bogor gimana? Iya, habis saya nggak
paham yg ghaib2. Tadi niatnya krn Allah.
Tp memang nggak paham yg di sana itu makhluk apa atau bagaimana keadaannya. Itu
yg membuat saya nggak ngerti. Kalau soal mindahin atau bagaimana mungkin memang
saya yg salah, ngikutin aja dg hanya niat krn Allah. Untuk tau itu apa dan
siapa, lalu tindakan selanjutnya bagaimana, saya jg nggak paham. Diikuti atau
nggak, pilihan itu memang di saya. Tapi kan saya jg nggak tau kenapa keluar
lg... Untuk niat, saya juga sdh berusaha meluruskan niat. Saya memang yg punya
raga dan panca indera, tp kan raga dan panca indera saya terbatas. Adapun niat yang lurus dan benar, selalu saya
usahakan, Baik, saya yg salah dg prosesi tadi dan mungkin membawa banyak
makhluk yg saya sendiri tdk tau dan ngerti. Saya minta maaf, saya jg akan berusaha melihat
niat lagi. Karena soal makhluk ghaib, saya memang nggak paham dan nggak ngerti”
“Dan
jangan tersinggung kalau sy bilang itu makhluk2”
“Iya,
habis saya pusing jd banyak makhkuk2an”
“Rahsa2
itu makhluk2.. yang harus di kenali bukan diikuti”
“Mendingan
jd orang biasa aja”
“Allah
lebih tahu mana yang terbaik. Berprasangka
baik sama Allah”
“Iya
... Tp kan saya jd uring2an”
“Kita
perang kesadaran..jangan ikuti rahsa2. Uring2an itu makhluk2 jejadian. Bukan fitrah
manusia”
“Saya
ingin pulang”
“Jangan
diikuti ...yang pengin pulang “
“Tp
bukan pulang ke rumah”
“Ya. Semua pengin pulang”
“Pulang
ke sisi Allah itu yang menjadi tujuan setiap manusia. Jangan salah pulang”
“Nggak
tau pulang ke mana”
“Ingat
Allah.. Arahkan. Kesadaran utk pulang ke Allah”
“Iya baik”
“Jangan
risau kan keadaan raga mau dimanapun...raga hanya menjalankan tugasNya. Jiwa
harus tetap ingat Allah ..kuatkan diri untuk kembali ke Allah. Biarkan raga menjalankan tugas kekahlifahan di
muka bumi. Mau jadi apapun raga kita itu urusan Allah. Tetap kan bahwa semua
itu adalah jalan utk kembali kepadaNya. Jangan risaukan lagi keadaan
raga...ragami milik Kami. Kami pinjamkan kepadamu utk menjadi jalan kepadamu
pulang. Lakukan kebaikan sebanyak2 nya. Hanya dengan itu kamu akan dapat
kembali pulang. Yang ingin pulang dari sini. Pulang kan juga makhluk2 itu
kesini. Kesadaran kembali pulang ke
Allah. Makhluk2 kembalikan ke habitatnya masing-masing.”
“Iya,
baik
“Smg
Rahmat Allah menyertai. Hati hati dengan niat dan hatimu. Kelak hati akan
dimintakan pertanggung jawaban. Kita tahu namun tidak tahu... demikianlah
pengetahuan makhluk2 ghaib. Tidak tahu bukan berarti tidak mengerti. Sadar
bahwa kita atas ijinNya tahu. Tahu yang tidak kita kehendaki. Maka akan muncul
rahsa terserah Allah saja. Terserah kehendak Allah. .Kalau tau di syukuri tidak
tahu juga ga masalah. Ga ada persoalan
mau tahu atau tidak: Kita hanya ikut mauNya Allah. Pengetahuan makhluk2 ghaib
tidak perlu kita kejar. Namun jika Allah berkehendak mengajar kan ya kita
terima dengan keikhlasan. Sekuat apapun sy membuang pengetahuan tsb akan sia
sia..bahkan sy menjadi melawan kehendak Nya. Terima saja sebagai kasih
sayangNya. Pengetahuan tsb menjadi ujian. Siapakah yang akan lbh bertakwa”
“Maaf
klu saya sering ngeyel, mohon bimbingannya”
“Sama
sama..sy juga sekedar menjadi perantara rahsa tahu. Jika salah tentu saja dr
saya.”
***
Demikianlah berjalan di
alam-alam dimensi tidaklah mudah. Apakah perang asimetrsi hanya menyoal perang
antar manusia? Tidak! Sesungguhnya perang asimetris selalu menyoal penguasaan
makhluk kesadaran atas kesadaran makhluk lainnya. Kesadaran yang lebih tinggi
akan menguasai kesadaran di bawahnya. Para mahhluk lintas dimensi akan
senantiasa berupaya dengan segala macam cara mengisi kesadaran manusia. Mereka
akan bertahta disana sehingga kesadaran manusianya hilang dari raga-raga
mereka. Instalsi kesadaran makhluk lintas dimensi demikian masif.
Banyak Wide meneropong masa
masa dimana dirinya selalu berhadapan dengan mahkluk lintas dimensi ini. Entah
sudah berabad-abad lamanya. Lonceng dentuman kiamat dari satu masa ke masa
berikutnya, dari dimensi ke dimensi lainnya. Silih berganti, waktu seakan
mengejarnya. Kemanapun dirinya sembunyi Allah maha mengetahui lintasan ini. Hingga
dirinya kembali dilahirkan dimasa kini dalam wujud yang tak sama. Sebuah tugas tengah
menanti. Yah, perhelatan akbar itu harus tejadi. Dirinya harus mengawal kebangkitan
kesadaran Nusantara Baru. Puncak acaranya penancapan paku kesadaran akan dilakukan
disebuah tempat yang disebut sebagai ruang BATIN. Mungkin orang mengenalnya sekarang
sebagai BANTEN.
Geliat kebangkitan kesadaran
Nusantara sudah mulai terasa. Di ruang publik gaungnya sudah mulai menguat. Kesadaran
ingat Allah juga semakin mengakar dalam kesadaran manusia. Banyak Wide meyakini bahwa apa yang dilakukannya ini tidaklah
sia-sia. Maka kepada Mawangi terus diyakinkannya. Tidak ada yang mampu menghinakan
jika Allah tidak mengijinkannya. Maka terus tetapkanlah langkah. Lihatlah sudah
sejauh ini perjalanan. Nampak diufuk manusia mulai berbondong-bonong menyambut kebangkitan
Nusantara Baru. Bangsa ini mulai sadar siapakah jatidiri mereka. Tidakkah ini membahagiakan?
Maka teruslah berjalan wahai mawangi. Genapilah takdirmu demi dan untuk Ibu Pertiwi.
Salam
Komentar
Posting Komentar