Kisah Spiritual Mawangi; Perhelatan Akbar (2)
Menetapi
angan dan bayang-bayang pada waktu yang terbuang. Berharap apa yang tengah
diperjuangkan menjadi kenyataan. Alibi hanyalah bongkahan kali mati. Meski
mengairi namun tidak pernah menghidupi. Katakan saja pada bumi dan matahari
yang menyinari. Jika angan manusia dipenuhi benci dan sakit hati, kehidupan
akan berlari menjauhi.
Lantas,
untuk apakah manusia diciptakan jika hanya kemudian akan menjadi penghuni
neraka jahanam dan menjalani siksaan yang pedih. Kelam pemikiran, hitamlah
kesadaran. Sebagian manusia bertanya tak pahami dan sebagian lainnya diam tak
peduli. Masa bodoh dengan apa yang terjadi. Biarkan Tuhan berbuat semau-mauNya
sendiri!
Lelah
jiwa. Bukankah manusia memang sengaja diciptakan memiliki kecenderungan
menumpahkan darah? Semua makhluk memahami dan mengerti hukum kepastian atas
manusia ini. Apalagi yang harus ditangisi. Manusia diciptakan dan dibiarkan
menumpahkan darah kemudian manusia dihakimi dengan siksa yang pedih. Salah
siapakah? Apakah salah manusia? Bukankah manusia tidak pernah meminta untuk
diciptakan?
Maka
jika kemudian dalam perjalanan ini semua manusia seakan memusuhi dan
menghalangi jalannya roda kehidupan. Apakah juga salah? Skenario Tuhan atas
manusia, perjalanan takdir yang sudah direkayasa bukanlah mau manusia. Semua
demi tercapainya sebuah peradaban.
Tuhan
berencana menciptakan khalifah di muka bumi. Semua skenario dibuat untuk
melahirkan manusia perkasa ini. Silabus dan pelatihan Kami dimaksudkan untuk
melahirkan manusia-manusia baru. Penggemblengan dan juga ujian-ujian silih
berganti. Sebagaimana bergantinya malam dan siang. Kewajiban Kami membuat
pelatihan. Bumi adalah kawah candradimuka bagi manusia-manusia.
Demikian
manusia diharapan menjadi satu-satunya makhluk yang mampu menguasai seluruh
lapisan dimensi yang ada di jagad semesta ini. Adakah manusia yang pahami? Kami
bertindak sebagaimana pelatih calon juara tinju dunia. Kami akan melatih,
memukul, menghajar, memaksa berlari, dan lain sebagainnya. Pelatihan yang berat
lagi sukar. Kami harus mampu melahirkan seorang petarung dari dimensi bumi.
Itulah manusia!
Perhelatan akbar itu harus terjadi. Berkumpulnya seluruh makhluk lintas dimensi. Disana
Kami akan membuat semua itu terjadi. Lihatlah bagaimana peradaban Jenghis Khan
di bangun pada mulanya. Jenghis Khan seorang pemuda kampung biasa. Berasal dari
suku nomaden mongolia. Hidup di tengah padang sabana. Dengan kekuasaan Kami
Jenghis Khan mampu menaklukan sebagian besar dunia. Spirit padang sabana
bersamanya.
Kemudian
perhatikanlah bagaimanakah Nabi Muhammad. Beliau juga seorang pemuda biasa,
dibesarkan di tengah padang pasir. Berasal dari suku nomaden. Dengan kukuasaan
Kami Beliau mampu menaklukan sebagian dunia. Spirit padang pasir bersama
Beliau.
Bagaimana
dengan Nusantara? Adakah kesatria yang berasal dari suku Nusantara. Kesatria
yang berasal dari kepulauan dengan spirit gunung dan lautan? Siapakah? Impian
hanyalah tinggal impian, jika saja tidak ada satupun manusia yang sadar. Bahwa kekuasaan atas manusia selalu
dipergulirkan.
Tugas
Kami memilih dari sekian manusia di setiap peradaban. Padang dan gunung, laut
dan gurun semua memiliki spirit. Masing-masing akan memilih para kesatrianya.
Kesatria Padang Pasir, Kesatria Padang Sabana, Kesatria Padang Salju, Kesatria
Gunung dan Lautan. Masing-masing terwaklili oleh para kesatria terpilihnya.
Adakah
Sabdo Palon dan Ratu Kidul dua spirit penguasa gunung dan lautan akan memilih
para kesatrianya. Marilah kita tunggu saja tanggal mainnya. Bulan Nopember
tidak akan lama lagi. Demikian perhelatan akbar akab berlangusng di bumi tanah
jawa. Di tanah perdikan yang tak bertuan. Surosowan namanya.
“Titik kulminasi arah kesadaran akan
terjadi di bulan Nopember. Dampak perubahan ini bisa menjadi musibah bagi
sebagian orang. Araj kesadaran akan menjadikan attention setiap individu dan
juga kelompok berubah. Standar prioritas juga akan berubah. Perubahan tentu
saja suatu hal yang tidak mengenakan.
Semisal manakala bumi ingin merubah
kesuburan tanahnya. Maka bumi skan memutahkan lava lava panas ke permukaan.
Demikian perumpamaan dan analoginya. Siapa yang berada di jalur alur turunnya
lava maka bersiaplah menerima panas membakar. Demikian musibah dan anugrah akan
brrpilin dalam kesadaran. Arah pusaran angin kesadaran sudah terlihat di utara.
Bersiap diri adalah langkah terbaik saat terkini. Wolohualaam bisawab.
Semoga kita semua diberikan keselamatan,
dalam memasuki pergantian peradaban ini. Diberikan pemahaman dalam memaknai
kejadian. Sehingga akan muncul hikmah kebijaksanaan dan kearifan.
Semoga ya robb.”
***
Masalah
demi masalah kini menyambangi. Berguliran bagai benalu dalam pemikiran. Ber
syukur denyut hati masih mampu diselamatkan.
Wahai
Mawangi, pusaran kau biarkan tak tersiangi. Engkau telah pahami bahwa jasad
yang mati tidaklah kembali. Jejak diri mungkin saja tak terganti. Semua hanya
tinggal sejumput arti pada kenangan diri. Mampukah engkau goresakan dalam
kanvas ingatan? Bahwa semua hanyalah sendau gurau dan main-main bagi sang Alam.
Inilah permainan ‘Survive Game” Bagi manusia.
Siapa
yang menang akan mendapatkan surga dan yang kalah akan dihadiahi neraka. Apakah
permainan ini adil? Tidak! Pada mula penciptaan manusia sudah diberikan
kecenderungan haus darah, haus kekuasaan, haus wanita. Terang saja manusia akan
lemah dengan keadaan ini.
Iblis
benar perihal manusia. “Manusia hanya akan
menumpahkan darah dan merusak bumi.” Tidak ada satupun makhluk yang paham apakah
kelebihan manusia di banding makhluk lainnya. Apakah kemuliaan manusia? Semua makhluk
menggugat dengan pertanyaan yang sama.
Yah,
hanya Allah saja yang tahu apakah kemuliaan manusia di banding makhluk lainnya.
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".” (QS. Al Baqoroh 30)
Wahai
Mawangi, sudah mengertikah keadaanmu. Tiadalah satu makhlukpun dimuka bumi ini yang
mengetahui apakah kelebihan manusia di banding makhluk lainnya. Semua menjadi misteri
dan rahasia alam semesta. Selesaikanlah pembelajaranmu perihal nama-nama benda.
Sebab darisanalah engkau akan pahami rahasia terbesar dari dirimu sendiri. Disana engkau akan temukan rahasia 'kemuliaan' yang hanya untuk manusia.
Demikian pesan yang dapat dihantarkan disini.
Demikian pesan yang dapat dihantarkan disini.
Perhelatan
akbar ....hhh...tiada satupun rahasia yang luput dari pengamatanNya.
***
“Sesungguhnya segala perkara atau
permasalahan akan mendapatkan solusinya, sehingga tidak ragu lagi dalam setiap
saat akan keimanan yang menambah dalam kesyukuran.
Ketika semua kau anggap sebagai
permasalahan, maka di sana letaknya sebuah masalah. Bukan peluang dalam
menemukan cara lain dalam menyelesaikan yang kau anggap masalah.
Sesungguhnya, semua letaknya ada di
dalam hati, jiwa yang senantiasa bersyukur.
Syukur itu laku...
Kufur juga itu laku
Maka pilihan ada di dalam diri yang
menjalankannya apakah memilih syukur atau kufur?
Seandainya semua memahami, tak akan ada
yang mencela diri ataupun orang lain. Hakikatnya ada pada suatu itikad dalam
menjalankan proses kehidupan.
Pemaknaan ayat ini sesungguhnya sangat
berkaitan antara hati (niat), pikiran dan laku
Keberadaannya menjadi suatu entitas yang
membuat konsep akan kebermaknaan atau pengejawantahan diri dalam tingkah laku
dari cerminan jiwa yang ada pada perilaku.
Syukur
Kufur
Dua hal yang saling bertolak belakang
dalam konsep, seyogyanya cerminan pada diri.
Rumangsa rumuhun, ayugya, aryudiva.
Sebuah hal yang menjadi proses dari
kebermaknaan akan diri yang menjadi identitas, apakah syukur atau kufur?
Larang, Larung, aryung manunggaling
wastu widya cakram bunya bangi dati kasti
Sebuah perumpamaan yang menyertai sebuah
keadaan, maka berlakulah syukur dimulai dengan niat
Rangkaikan semua pada suatu sistem yang
membuat insun manunggaling gusti dengan syukur, itulah syukur
Hakikatnya ada dalam diri dan niat.
Rangkaian dalam syukur, dapat dimaknai
sebagai sebuah pengejawantahan akan diri pada alam semesta.
Syukur, terdiri dari sya, kaf, dan Ra...
Kufur, terdiri dari kaf, ga dan Ra...
Lihat dan amati dalam setiap hurufnya,
ibarat sasakala yang mengejawantahkan realita.
Secara bahasa syakartum, suatu hal yang
telah dilakukan oleh segenap makhluk yang bersyukur. Kalau dalam bahasa Arab,
masuknya ke kata kerja yang telah dikerjakan untuk semua.
Begitupun dengan kafartum, suatu
perilaku yang telah dilakukan oleh segenap makhluk yang telah kufur.
Pada awal ayat, terdapat kata wa idz
ta'adzana rabbakum. Kata ta'adzana suatu proses timbal balik dengan perjanjian
atau kesepakatan, maka rabbakum, Sang
Pemelihara kalian (Tuhan kalian) telah menjanjikan atau berjanji...
Apa itu syukur?
Apa itu kufur?
Maka dalam sebuah kesepakatan, jika
kalian bersyukur, maka akan kami tambahkan. Dan jika kalian kufur, sesungguhnya
siksa-Ku sangat pedih.
Hal yang menjadi suatu penilaian bahwa
segenap pemelihara (kami) yang akan memberi tambahan kesyukuran. Adapun kufur,
sesungguhnya siksa-Ku sangat pedih.
Kutipan di atas, sesungguhnya
mengejawantahkan tentang syukur dan kufur. Lalu, dalam setiap hal ada yang
mempertanyakan kenapa ketika syukur Kami yang menambahkan, sedangkan ketika
kufur, sesungguhnya yang hadir Aku sebagai pengumuman bahwa siksa-Ku sangat
pedih.
Dari sini bisa menjadi pengejawantahan
bahwa laju diri sesungguhnya ada dalam hati, dan setiap priogratif hati dan
niat tetap berada pada kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa
Sesunyi apa pun menyembunyikan niat,
Tuhan Maha Tahu. Lakumu menjadi cermin dari setiap niatmu, tetapi niatmu tak
tersembunyi dari pengetahuan Tuhan Yang Maha Esa.”
***
Bersambung...
bisa minta alamat emailnya?
BalasHapussilahakan ke utomo.arif66@gmail.com
BalasHapus