Kisah Spiritual, Kilas Balik Bende Mataram

“Kebenaran ini tak akan mungkin terlupakan. Meski engkau mencoba mengingkarinya. Lihatlah air yang tercurah. Dan bagaimana angin meniupkannya ke seluruh daerah baik yang berpenghuni ataupun tidak. Senandung ini terus saja terdengar kesyahduannya, meski engkau tak mampu mendengarkannya. Malam bersama sepinya. Terik matahari dan hujan, silih bergantinya siang dan malam. Kebenaran itu tak mungkin engkau lupakan. Meski engkau mencoba mengingkarinya.”





Hh..hh. Duduk dimeja dengan satu kursi semenjak pagi hari tadi. Sepertinya jiwa dalam kebosanan  melewati semua itu. Tubuhnya lelah dan terasa tidak enak. Gangguan nafas dan tenggorokan, membuatnya menarik nafas berulang kali. “Punya keponakan manja, emang harus berbesar hati..” Begitu batin Banyak Wide. Kemasgulannya terhadap keponakannya memang sempat terjadi siang tadi. Entah kenapa tanpa sebab Gusti Putri Ratu Pambayun ngambek dan cemberut berkepanjangan. Dan siangnya meledak tak beraturan. Sehingga tanpa disadarinya dia telah menekan tombol peperangan lagi. “Ugh..!.” Apakah itu hanya ilusi, batin Mas Thole yang merasakan ada sesuatu yang aneh di badannya.

Ilustrasi suroboyo.blogspot.com

Raganya tiba-tiba serasa ada yang meniup hawa dingin, dari dalam, dari hatinya, bess…bess..terasa menyebarnya. Seperti baju lapisan energy sedang dikenakannya. Persis seperti balon yang ditiup. Dan sama persis seperti kejadian waktu Kamis (30/5) saat mana ikrar peperangan digaungkannya. Saat mana kemudian Pedang langit diloloskan dari sarungnya. Betapa hebatnya kejadian tersebut, bagaimana alam kemudian bergelombag membawa awan yang bergumpalan ke langit Jakarta. Seluruh orang-orang masa lalu bersiap dalam keadaan ini. Mereka berperang tanpa tahu keadaannya. Dirasakan hanyalah sakit di badan yang tersisa di sepanjang hari berikutnya.

Energy itu muncul begitu saja. Sistem otomatisasi pertahanan Banyak Wide. Dan semua itu tidak mampu ditahan Mas Thole. Terjadi begitu saja. Perlahan hawa tersebut menyusuri sel-sel syaraf dan instrument ketubuhan. Mas Thole dapat merasakan energy itu meliputi tubuhnya. Tubuhnya tiba-tiba serasa memberat, dan badannya menggelembung, mirip gajah bengkak. Karuan saja segera dia SMS kepada Gusti Pambayun. Namun apa jawabnnya. “Eh..malah ketawa-ketawa tuh, jika punya dua keponakan model begini, langit bisa berantakan.” Kata Banyak Wide, yang disampaikan Mas Thole melalui SMS kepadanya. Syukurlah akhirnya dia sadar dan segera istigfar.

Apakah selesai begitu saja ?. Baju perang sudah dikenakan, bagi  Banyak Wide, pantang  di tanggalkan sebelum masuk ke medan perang. Sungguh sulit keadaan ini bagi Mas Thole. Ditambah lagi, diatas langit sana pasukan juga seper-sekian detik sudah menempati posisinya. Banyak Wide harus dibawa kepada realitas terkini. Ada kesalahan yang terjadi sehingga tombol peperangan terlanjur di tekan. Ada kesalahan sehingga BENDE MATARAM bergetaran, semisal gong tanda peperangan. Pasti ada kesalahan yang terjadi. Sebab tidak ada angin dan tidak ada hujan, perintah perang didengungkan.Karenanya perintah itu harus dibatalkan. Namun bagaimana melakukannya ?. Semua butuh penyadaran, makhluk-makhluk yang sudah terlanjur menempati barisan juga membutuhkan penjelasan.

Maka Mas Thole bergegas untuk sholat, memohon diluruhkan kembali energynya. Mohon diselaraskan kembali bersama alam, para kesatria masih sering membawa emosinya sendiri. Mereka tidak paham, lintasan hatinya adalah seumpama sebuah perintah atas alam ini. Dalam sholat yang panjang, perlahan dirinya berusaha meliputi sang alam, bersama alam, bertasbih bersamanya. Terasa badan, ngilu-ngilu, terasa badan berat sekali. Namun dirinya juga serasa tidak ada. Tubuhnya tidak dirasakannya lagi. Terus berdialog dengan system ketubuhannya. Terus menyapa seluruh alam. Begitu selesai sholatnya, mengucap salam. Tubuhnya lunglai, jatuh dilantai, serasa tidak berada di bumi. Tidurlah dia hampir satu jam lamanya. Terbangun dalam keadaan tubuh yang pegal-pegal di otot-ototnya.

Apa yang menyebabkan emosi Pambayun tersulut lagi ?. Mas Thole hanya menyampaikan info akan bertemu dengan sosok yang diduganya adalah Ki Juru Martani di Jember. Dia seorang kyai dan tokoh kharismatik di raga terkininya. Beberapa kali belaiu mencoba datang ke rumah Mas Thole. Namun selalu saja pada saat hari keberangkatan dia jatuh sakit atau ada keperluan lain. Padahal tiket sudah terlanjur dibeli. Oleh karena itu Mas Thole merasa perlu untuk bertemu beliau setelah kepulangannya dari tugasnya. Hanya itu saja yang disampaikan. Namun entah mengapa, Gusti Ratu Pambayun, tersergah energy meluap tak terkendali. Tanpa disadarinya energynya itu telah menekan tombol isyarat peperangan bagi pasukan Mataram. Jelas saja baju perang Banyak Wide secara otomatis dikenakan. Mas Thole mengumpamakan mirip dengan bajunya Iron Man, semisal itulah penggambarannya.

Umurnya yang masih muda belia membuat dirinya kadang mengikuti adatnya saja. Bagaimana  ini ?.  Raahsa energy itu nyata. Kebenaran yang sulit dibantah oleh Mas Thole. Emosi Pambayun juga nyata, begitu mendengar nama Ki Juru Mertani. Apakah sosok Ki Juru Mertani, sebagaimana yang digambarkan dalam sejarah ?. Tokoh yang lurus-lurus saja ?. Dalam riwayat dikisahkan saat dia membantu Sutawijaya mengalahkan Ario Penangsang dia menggunakan tipu muslihat. Kemudian saat dia menghadap Sultan Hadiwijaya dia juga berbohon kepada Raja agar tetap mendapatkan alas mentaok. Apakah kebohongan-kebohongan ini direstui alam ?.

Kesadaran Mas Thole mencoba menelisik. Pasti ada kisah yang dikontruksi disini. Kemarahan Pambayun saat mendengar nama Ki Juru Mertani tidaklah serta merta. Residu rahsanya adalah murni, peninggalan masa lalu. Sebab rahsa tidak pernah bohong kepada tuannya. Jika itu marah ya rhasa marah saja. Seperti itu keadaan dirinya di masa lalu. Rahsa itu pasti tidak akan tertukar.  Jika itu rahsa manis sudah tentu adalah gula atau derivatnya. Jadi wajar saja, jika kemudian Mas Thole ingin menuliskan keadaan ini.  

Kalau begitu apakah kesalahan Ki Juru Martani, sehingga Pambayun sampai begitu ?. Mas Thole sebenarnya agak sedikit enggan perihal ini. Pasti kisahnya ini akan banyak berbenturan dnegan kisah lainnya lagi. Banyak kisah yang mengkultuskan Ki Juru Mertani. Benarkah seperti itu keadaannya ?. Kisah Banyak Wide sendiri banyak yang luput dari catatan. Maka pasti diantara kisah kesuksesan beliau menghantarkan Sutawijaya menjadi Raja Mataram, ada kisah-kisah lain yang luput dari kesadaran kolektif manusia.

“Kebenaran adalah kebenaran..” Hati Mas Thole berdesir , resah. “Kebenaran ini tak akan mungkin terlupakan. Meski engkau mencoba mengingkarinya. Lihatlah air yang tercurah. Dan bagaimana angin meniupkannya ke seluruh daerah baik yang berpenghuni ataupun tidak. Senandung ini terus saja terdengar kesyahduannya, meski engkau tak mampu mendengarkannya. Malam bersama sepinya. Terik matahari dan hujan, silih bergantinya siang dan malam. Kebenaran itu tak mungkin engkau lupakan. Meski engkau mencoba mengingkarinya.”

Bagai palu godam membenturi jantungnya. Suara itu terus bergaung jauh ke dalam lubuk hati Mas Thole. Mengetuk-ketuk di bagian terdalam.  Memaksanya untuk menuliskannya disini. Pikirannya sulit diajak untuk ke lainnya lagi. Apa boleh buat, maka digerakkannyalah tangannya untuk mengkisahkan bagian ini.

Tidak dapat dipungkiri bahwa sejatinya secara genetis dirinya masih ada hubungan darah dengan Ki Juru Mertani. Mas Thole mencoba mengingat kisah orang tuanya. Bahwa sejatinya dirinya adalah keturunan ke-17 dari Raja Brawijaya V. Apalah artinya itu ?. Heh. Garis keturunan yang tidak sedikitpun menorehkan kebanggaan, justru malahan menimbulkan nelangsa. Maka sejak dari dahulu dia selalu menafikan keadaan dirinya. Dia selalu menyembunyikan keadaan dirinya dari orang lain. Meskipun silsilahnya tertera di keraton Jogjakarta. Dia tidak pernah mau menginjakkan kakinya disana. Meskipun dirinya pernah diberikan selembar surat pengakuan tentang itu dari ayahnya. Dia sudah lupa entah dimanakah dia menaruh surat itu.

Bukan dia abai terhadap leluhur. Sungguh bukan karena itu. Hanya dirinya ingin mencari kisah yang benar diantara kisah-kisah mereka. Maka dia menafikan seluruh cerita tentang leluhurnya. Dia bukan siapa-siapa. Dia harus dalam anggapannya itu. Sehingga alur pemikirannya dapat jernih melihat persoalan. Dia yakin banyak bagian kisah yang dikontruksi untuk kepentingan penguasa saat itu. Banyak kisah yang kemudian menjadi misteri, atau bahkan menjadi mitos saja. Dan banyak juga kisah kebenaran yang diputar balikkan. Romansa kekuasaan, cinta, dendam, harta, tahta dan wanita, sangat lekat disana. Dan sedari kecil Mas Thole sungguh muak medengar kisah-kisah itu. Mengapakah para leluhurnya saling baku hantam, saling ber perang diantara saudara sendiri. Mengapakah Raden Patah mengatas namakan Islam, kemudian mengobarkan perang atas Ayahnya. Sungguh Mas Thole kecil tidak tahu mengapa bisa begitu.

Bagaimana keadaan jiwa Prabu Brawijaya V. Bagaimana inginnya sang prabu memeluk anaknya,  dengan tangan terbuka dia ingin menyambut anaknya yang sudah jauh-jauh datang ke pulau Jawa. Dia ingin menebus kesalahannya yang sudah membuang anaknya beserta ibunya ke sebrang lautan. Tidak usah membawa pasukan, bahkan seluruh kerajaan Majapahit pun akan diserahkan kepada anaknya ini. Kasihan rakyat jika harus berperang. Namun sayang Raden Patah tidak bergeming, keyakinan dan kepercayaan terhadap Ayahnya telah luntur. Dia dalam sakit hati sebab Ayahnya telah membuang dirinya dan Ibunya. Dia sudah bertekad bulat untuk menghancurkan Majapahit se-akar-akarnya. Walaupun Gurunya Sunan Kalijaga terus mencoba dan menasehati kepadanya, dia tetap tidak bergeming dengan permintaannya itu. Dia akan terus mengejar dan menghancurkan sisas-sisa pasukan Majapahit.

Keadaan yang sungguh sulit sekali. Maka sumpah ‘Sabdo Palon dan Nayagenggong’. Abdi sang Prabu pun di ikrarkan dengan derai air mata. “Apakah mesti begitu manusia..?. Mengapakah manusia harus menyakiti antara satu dan lainnya ?.” Dan langit berderak-derak, sebab sumpah itu. Anjing melolong, gunung-gunung bergeser. Pepohonan gelisah, hutan-hutan berpekikan satu sama lainnya. Awan kemudian menyusun dirinya, menggelap diangkasa. Petir sambung menyambung, mendirikan bulu roma. Semua makhluk yang ada disana terdiam dalam ribuan bahasanya. Tanah bergelombang sebab lumpur yang didalamnya juga berlarian. Allah hu akbar. Sungguh ikrar yang di amini sleuruh alam. Sumpah yang pasti akan dilaksanakan oleh alam. Dan saat sekaranglah semua itu akan terulang.

Maka untuk itulah semua dikisahkan lagi, dalam versi yang tidak sama dari yang sudah ada. Kisah para pelakunya sendiri dari masa lalu. Mereka mengkisahkan kepada alam, yang tertangkap nuansa rahsanya. Getaran itu kemudian ter resonansi di raga Mas Thole. Dibacanya semua itu perlahan-lahan, dikisahkannya itu semua dengan suatu pemahaman bahwa betapa sulitnya manusia-manusia menetapi takdirnya sendiri. Sebab rahsa itu begitu nyata. Sebab rahsa itu telah menghancurkan diri merekanya. Sebab rahsa itu yang telah membuat mereka keluar dari akal dan logikanya.   Dan itu semua menjadi laku para leluhur. Pelajaran itulah yang akan terus dimaknai. Menjadi pembelajaran para kesatria. Bahwasanya jika mereka gagal dalam mengendalikan rahsa akan sama halnya seperti leluhur-leluhur mereka kejadiannya. Mereka akan terus mengarungi angkasa, sampai ada anak keturunannya yang bersedia menerimanya. Itu hukuman bagi mereka. Sanggupkah jika kita mengarungi angkasa ratusan tahun ?.

Sungguh Mas Thole tak mengerti, mengapakah Pambayun begitu marah mendengar nama Ki Juru Mertani ?. Bukankah atas didikannya itu, kemudian ayahnya Penembahan Senopati kemudian menjadi raja ?. Seharusnya dia berterima kasih kepada Ki Juru Mertani yang telah menghantarkan Ayahnya ke singgasana ?. Sebab apakah kemarahannya itu ?. Kesadaran Mas Thole kemudian sekelebatan memasuki lorong waktu, mencoba mencari koordinat masa lalu saat mana para tokoh tersebut berada. Blar…rrt. Ugh..!. Sulit sekali menembus alam saat itu. Hawa mistis dan bau kembang berada dimana-mana. Aroma pemujaan dan nafsu keserakahan mengitari alamnya.

Namun lamat-lamat Mas Thole mendapatkan gambaran. Ki Juru Mertani tidak seharusnya menyuruh Sutawijaya bertapa ke lautan. Kondisi keimanan dan temperam Sutawijaya belum saatnya memasuki alam keghaiban. Sutawijaya adalah sesosok pemuda yang suka wanita. Walau dia memang sudah ditakdirkan menjadi raja bukan berarti dia unggul dalam keimanan. Inilah kesalahan pertama Ki Juru Mertani. Maka saat Sutawijaya dalam semedinya, berteu dengan penguasa pantai laut selatan, ketika kedua insan bertemu terjadilah apa yang seharusnya tidak terjadi. Lautan mendidih, ikan-ikan terdampar dan mati. Dua kekuatan alam berpadu. Sutawijaya yang memang sedang dimabuk kekuasaan dan juga kesenangan duniawi. Tentu saja tidak akan menolak tawaran Nyi Roro Kidul untuk berkolaborasi. Dalam kidung asmara yang menggelapkan angkasa. Dua insan beda dimensi tengah memadu cinta. Diantara isak tangis alam semesta yang miris melihat keadaan mereka berdua. Kedua insan ini telah menabrak etika alam.

Kekuatan dirinya yang selama ini mendapatkan pengayoman dari pegunungan tuntas impas di lautan, maka karena itulah lautan kemudian bergolak dan mendidih. Kekuatan api dari merapi melawan kekuatan air dari lautan. Jika tidak air laut yang kering menguap dipanaskan, maka api yang akan mati disiram air. Itulah pilihannya.  Maka karena itulah kemudian Sutawijaya memilih menyatukan kedua kekuatan itu. Melebur kekuatan api dari merapi dan dia celupkan ke air. Padahal saat mana kala itu. Ki Juru Mertani sudah mendapatkan restu dari merapi dari para pengayom tanah Jawa. Selama ini selama ribuan tahun, tanah Jawa di asuh oleh leluhur yang menempati gunung-gunung. Orang Jawa mengenalnya sebagai Ki Semar. Maka kolaborasi Sutawijaya ini dianggap suatu pengkhianatan besar oleh para  leluhur. Tidak seharusnya Sutawijaya berkolaborasi dengan Nyi Roro Kidul. Hukumanpun dijatuhkan, para leluhur gunung enggan mendekati trah Mataram. Hukuman  yang kemudian harus diterima anak keturunan Mataram setelahnya kejadian ini.

Ki Juru Mertani paham dan sangat mengerti itu. Namun nasi sudah menjadi bubur. Tancep kayon dialah yang menjadi awal mula kesadaran persekutuan keraton Mataram dengan Nyi Roro Kidul. Entah apapun cara memaknai itu. Jelas sudah melanggar etika dan syariat ke-Islaman. Bahkan sangat ironis jika hal tersebut malah dianggap sebagai kebanggaan bagi putra-putra Mataram lainnya. Bahkan banyak masyarakat Jawa juga beranggapan demikian. Manusia adalah makhluk yang paling sempurna. Paling tinggi derajatnya dibanding makhluk melata lainnya. Bahkan Allah sendiri telah memerintahkan kepada alam semesta untuk bersujud kepada Adam. Bukan adam sebagai person namun adam sebagai BANI ADAM. Semua manusia keturunan adam adalah makhluk yang layak untuk menerima penghormatan itu, jika mereka mengetahui hakekat ini.

Setiap makhluk berada dalam dimensinya masing-masing, pernikahan dua dimensi akan menimbulkan lubang di alam. Maka dedemit dan para siluman akan dengan mudah keluar masuk ke alam manusia. Dan itulah yang terjadi. Sehingga sekarang ini, banyak siluman menempati raga manusia. Sungguh keadaan sekarang ini sangat memiriskan sekali. Sehingga mungkin karena itulah  kemudian Ki Juru Mertani dilahirkan kembali. Mas Thole dalam mata batinnya melihat bahwa Ki Juru Mertani sedang dalam upaya untuk memperbaiki kesalahannya ini. Maka secara realitas dia terus menerus menggaungkan perihal akhlak dengan banyak menyurati seluruh elemen bangsa ini. Sebuah perbuatan yang terpuji. Namun sayangnya raga terkininya belum memahami siapa hakekat jatidirinya. Tubuhnya ringkih menahan energy yang tersumbat di seluruh badannya. Ki Juru mertani dalam siksaan yang dibuatnya sendiri.

Mari kita renungkan. Allah telah menurunkan ilmu kesaktian dan ilmu ghaib kepada dua makhluk-Nya. Dua ilmu yang sama. Yang satu diturunkan kepada Nabi Sulaiman dan di waktu yang sama di tempat yang lain diturunkan kepada Syetan. Dari kedua makhluk Tuhan inilah ilmu-ilmu kesaktian kemduian menyebar. Kita sekarang ini sudah sulit membedakan keduanya. Manakah yang berasal dari Nabi DSulaiman dan manakah yang berasal dari Syetan. Syetan sangat agresif sekali mengajarkan ilmu ini baik kepada golongan jin ataupun manusia. Bahasa yang digunakannya hampir 99% sama. Maka siapakah yang mampu membedakannya ?. Setiap lafadnya sepertinya menggunakan bahasa Al qur an. Hanya jika kita bersih jiwa akan tahu sumber aslinya. Hijib-hijib tersebut terasa sekali energy asalnya. Seharusnya kita tidak tertipu. Sayangnya manusia dalam ego mereka. Banyak manusia kemuidan meminta kesaktian ini pada golongan makhluk-makhluk  ghaib.  

Putra mataram banyak sekali menggunakan ilmu-ilmu ini. Pekikan Samber Nyawa mampu menewaskan seribu orang dalam sekali hentakannya. Pekikan iinilah yang dipunyai Panembahan Senopati dan Mas Thole pernah merasakan hawa ilmu ini saat dulu bersama sang Penembahan. Anjing-anjing langsung melolong ketakutan mendengar pekikan ini. Mana kala saat itu rerumputan seperti merunduk. Heningnya sungguh menggetarkan seluruh jiwa manusia. membuat merinding bulu roma. Pekikan itu baru sebagai pembuka saja, belum ada 5 % nya, namun sudah sedemikian dahsyatnya. Masing ribuan jenis ilmu-ilmu kesaktian lainnya. Kesaktian yang menjadi referensi manusia Jawa. Namun tahukah kita darimanakah sumber ilmu ini ?. Dari Nabi Sulaimankah ?. Atau malahan dari Syetan ?. Bagaimana membedakannya ?.

Inilah yang dikhawatirkan jika kita belajar bukan dari sumbernya. Apalagi saat mana kita berkolaborasi dengan makhluk dari alam lainnya. Mereka memiliki system kesadaran yang hampir sama dengan manusia. Mereka memiliki kerajaan, pemerintahan, dan seluruh system yang dimiliki manusia. Namun sebagaimana manusia lainnya  mereka tetap saja serakah ingin menguasai dua dunia. Inilah yang tidak disadari manusia yang menyengaja berkolaborasi dengan golongan makhluk-makhluk ini. Ketika mereka masuk ke dimensi manusia, mereka memliki misi untuk memperbanyakpengaruh disana. Agar mereka lebih eksisdi muka bumi ini. Ketika mereka eksis mereka merasakan kepuasan tersendiri. Karena itulah makhluk-makhluk ini senang membodohi manusia. Dengan memberikan ilmu-ilmu kesaktian dan lainnya.

Mengendap kesadaran Mas Thole, menuliskan ini raganya seperti mengalami kesakitan . Ada saja serangan-serangan yang menyebabkan pegal diseluruh badan. Namun sekarang setidaknya dia paham mengapa Pambayun uring-uringan kpeada Ki Juru Mertani. Walaupun masih muda Pambayun memiliki energy kesadaran yang tinggi. Tauhid dan akidahnya cukup mumpuni. Sebuah kemarahan yang wajar saja. Pambayun menganggap bahwa Ki Juru Mertani telah lalai dalam membimbing Sutawijaya. Sehingga ponakannya itu, masih tetap menuruti hawa nafsunya. Sutawijaya masih terus saja mengkoleksi wanita yang dijadikan selir-selirnya. Dan Ki Juru Mertani tidak mampu mencegahnya. Dia tidak berani menegur keponakannya ini. Dia takut berimbas kepada dirinya jika dia mengusik Sutawijaya. Kesalahan kedua yang dilakukan Ki Juru Mertani dan  Ki Juru Mertani tidak menyadari hal ini. Baru setelah semua terjadi, dia terperangah sendiri. Sutawijaya telah membunuh Ki Ageng Mangir yang juga merupakan anaknya sendiri walau itu hanyalah anak mantu.

Layar ditutup, goro-goro di bumi yang panas telah di tebar. Maka kemana lagi manusia akan berlindung ?. Jika tidak kepada-Nya. Kebenaran ini tak akan mungkin terlupakan. Meski engkau mencoba mengingkarinya. Lihatlah air yang tercurah. Dan bagaimana angin meniupkannya ke seluruh daerah baik yang berpenghuni ataupun tidak. Senandung ini terus saja terdengar kesyahduannya, meski engkau tak mampu mendengarkannya. Malam bersama sepinya. Terik matahari dan hujan, silih bergantinya siang dan malam. Kebenaran itu tak mungkin engkau lupakan. Meski engkau mencoba mengingkarinya.”

Mas Thole dalam keletihannya sendiri, mengakhiri kisahnya ini. Berharap dilain kali Pambayun tidak salah lagi menngetarkan energy sehingga berakibat Bende Mataram bergetaran, sugguh itu adalah perintah perang untuk pasukan Mataram

walaohualam


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali