Kisah Spiritual, Kilas Balik Bende Mataram
“Kebenaran
ini tak akan mungkin terlupakan. Meski engkau mencoba mengingkarinya. Lihatlah
air yang tercurah. Dan bagaimana angin meniupkannya ke seluruh daerah baik yang
berpenghuni ataupun tidak. Senandung ini terus saja terdengar kesyahduannya,
meski engkau tak mampu mendengarkannya. Malam bersama sepinya. Terik matahari
dan hujan, silih bergantinya siang dan malam. Kebenaran itu tak mungkin engkau
lupakan. Meski engkau mencoba mengingkarinya.”
Hh..hh. Duduk dimeja dengan satu kursi semenjak pagi hari tadi. Sepertinya jiwa dalam kebosanan melewati semua itu. Tubuhnya lelah dan terasa tidak enak. Gangguan nafas dan tenggorokan, membuatnya menarik nafas berulang kali. “Punya keponakan manja, emang harus berbesar hati..” Begitu batin Banyak Wide. Kemasgulannya terhadap keponakannya memang sempat terjadi siang tadi. Entah kenapa tanpa sebab Gusti Putri Ratu Pambayun ngambek dan cemberut berkepanjangan. Dan siangnya meledak tak beraturan. Sehingga tanpa disadarinya dia telah menekan tombol peperangan lagi. “Ugh..!.” Apakah itu hanya ilusi, batin Mas Thole yang merasakan ada sesuatu yang aneh di badannya.
Raganya tiba-tiba serasa ada yang meniup hawa dingin, dari dalam, dari hatinya, bess…bess..terasa menyebarnya. Seperti baju lapisan energy sedang dikenakannya. Persis seperti balon yang ditiup. Dan sama persis seperti kejadian waktu Kamis (30/5) saat mana ikrar peperangan digaungkannya. Saat mana kemudian Pedang langit diloloskan dari sarungnya. Betapa hebatnya kejadian tersebut, bagaimana alam kemudian bergelombag membawa awan yang bergumpalan ke langit Jakarta. Seluruh orang-orang masa lalu bersiap dalam keadaan ini. Mereka berperang tanpa tahu keadaannya. Dirasakan hanyalah sakit di badan yang tersisa di sepanjang hari berikutnya.
Energy itu muncul begitu saja. Sistem otomatisasi pertahanan Banyak Wide. Dan semua itu tidak mampu ditahan Mas Thole. Terjadi begitu saja. Perlahan hawa tersebut menyusuri sel-sel syaraf dan instrument ketubuhan. Mas Thole dapat merasakan energy itu meliputi tubuhnya. Tubuhnya tiba-tiba serasa memberat, dan badannya menggelembung, mirip gajah bengkak. Karuan saja segera dia SMS kepada Gusti Pambayun. Namun apa jawabnnya. “Eh..malah ketawa-ketawa tuh, jika punya dua keponakan model begini, langit bisa berantakan.” Kata Banyak Wide, yang disampaikan Mas Thole melalui SMS kepadanya. Syukurlah akhirnya dia sadar dan segera istigfar.
Apakah selesai begitu saja ?.
Baju perang sudah dikenakan, bagi Banyak
Wide, pantang di tanggalkan sebelum masuk
ke medan perang. Sungguh sulit keadaan ini bagi Mas Thole. Ditambah lagi,
diatas langit sana pasukan juga seper-sekian detik sudah menempati posisinya. Banyak
Wide harus dibawa kepada realitas terkini. Ada kesalahan yang terjadi sehingga
tombol peperangan terlanjur di tekan. Ada kesalahan sehingga BENDE MATARAM bergetaran, semisal gong tanda peperangan. Pasti ada kesalahan yang terjadi. Sebab tidak ada angin dan tidak ada hujan, perintah perang didengungkan.Karenanya perintah itu harus dibatalkan.
Namun bagaimana melakukannya ?. Semua butuh penyadaran, makhluk-makhluk yang
sudah terlanjur menempati barisan juga membutuhkan penjelasan.
Maka Mas Thole bergegas untuk
sholat, memohon diluruhkan kembali energynya. Mohon diselaraskan kembali bersama alam, para kesatria masih sering membawa emosinya sendiri. Mereka
tidak paham, lintasan hatinya adalah seumpama sebuah perintah atas alam ini. Dalam sholat yang
panjang, perlahan dirinya berusaha meliputi sang alam, bersama alam, bertasbih
bersamanya. Terasa badan, ngilu-ngilu, terasa badan berat sekali. Namun dirinya
juga serasa tidak ada. Tubuhnya tidak dirasakannya lagi. Terus berdialog dengan
system ketubuhannya. Terus menyapa seluruh alam. Begitu selesai sholatnya,
mengucap salam. Tubuhnya lunglai, jatuh dilantai, serasa tidak berada di bumi.
Tidurlah dia hampir satu jam lamanya. Terbangun dalam keadaan tubuh yang
pegal-pegal di otot-ototnya.
Apa yang menyebabkan emosi
Pambayun tersulut lagi ?. Mas Thole hanya menyampaikan info akan bertemu dengan
sosok yang diduganya adalah Ki Juru Martani di Jember. Dia seorang kyai dan
tokoh kharismatik di raga terkininya. Beberapa kali belaiu mencoba datang ke
rumah Mas Thole. Namun selalu saja pada saat hari keberangkatan dia jatuh sakit
atau ada keperluan lain. Padahal tiket sudah terlanjur dibeli. Oleh karena itu
Mas Thole merasa perlu untuk bertemu beliau setelah kepulangannya dari tugasnya.
Hanya itu saja yang disampaikan. Namun entah mengapa, Gusti Ratu Pambayun,
tersergah energy meluap tak terkendali. Tanpa disadarinya energynya itu telah
menekan tombol isyarat peperangan bagi pasukan Mataram. Jelas saja baju perang
Banyak Wide secara otomatis dikenakan. Mas Thole mengumpamakan mirip dengan
bajunya Iron Man, semisal itulah penggambarannya.
Umurnya yang masih muda belia membuat
dirinya kadang mengikuti adatnya saja. Bagaimana ini ?. Raahsa energy itu nyata. Kebenaran yang sulit
dibantah oleh Mas Thole. Emosi Pambayun juga nyata, begitu mendengar nama Ki
Juru Mertani. Apakah sosok Ki Juru Mertani, sebagaimana yang digambarkan dalam
sejarah ?. Tokoh yang lurus-lurus saja ?. Dalam riwayat dikisahkan saat dia
membantu Sutawijaya mengalahkan Ario Penangsang dia menggunakan tipu muslihat.
Kemudian saat dia menghadap Sultan Hadiwijaya dia juga berbohon kepada Raja
agar tetap mendapatkan alas mentaok. Apakah kebohongan-kebohongan ini direstui
alam ?.
Kesadaran Mas Thole mencoba
menelisik. Pasti ada kisah yang dikontruksi disini. Kemarahan Pambayun saat
mendengar nama Ki Juru Mertani tidaklah serta merta. Residu rahsanya adalah
murni, peninggalan masa lalu. Sebab rahsa tidak pernah bohong kepada tuannya.
Jika itu marah ya rhasa marah saja. Seperti itu keadaan dirinya di masa lalu. Rahsa
itu pasti tidak akan tertukar. Jika itu
rahsa manis sudah tentu adalah gula atau derivatnya. Jadi wajar saja, jika
kemudian Mas Thole ingin menuliskan keadaan ini.
Kalau begitu apakah kesalahan Ki
Juru Martani, sehingga Pambayun sampai begitu ?. Mas Thole sebenarnya agak
sedikit enggan perihal ini. Pasti kisahnya ini akan banyak berbenturan dnegan kisah
lainnya lagi. Banyak kisah yang mengkultuskan Ki Juru Mertani. Benarkah seperti
itu keadaannya ?. Kisah Banyak Wide sendiri banyak yang luput dari catatan.
Maka pasti diantara kisah kesuksesan beliau menghantarkan Sutawijaya menjadi
Raja Mataram, ada kisah-kisah lain yang luput dari kesadaran kolektif manusia.
“Kebenaran adalah kebenaran..” Hati Mas Thole berdesir , resah. “Kebenaran ini tak akan mungkin terlupakan. Meski
engkau mencoba mengingkarinya. Lihatlah air yang tercurah. Dan bagaimana angin meniupkannya
ke seluruh daerah baik yang berpenghuni ataupun tidak. Senandung ini terus saja
terdengar kesyahduannya, meski engkau tak mampu mendengarkannya. Malam bersama
sepinya. Terik matahari dan hujan, silih bergantinya siang dan malam. Kebenaran
itu tak mungkin engkau lupakan. Meski engkau mencoba mengingkarinya.”
Bagai palu godam membenturi jantungnya. Suara itu terus bergaung jauh ke dalam lubuk hati Mas Thole. Mengetuk-ketuk di bagian terdalam. Memaksanya untuk menuliskannya disini. Pikirannya sulit diajak untuk ke lainnya lagi. Apa boleh buat, maka digerakkannyalah tangannya untuk mengkisahkan bagian ini.
Bagai palu godam membenturi jantungnya. Suara itu terus bergaung jauh ke dalam lubuk hati Mas Thole. Mengetuk-ketuk di bagian terdalam. Memaksanya untuk menuliskannya disini. Pikirannya sulit diajak untuk ke lainnya lagi. Apa boleh buat, maka digerakkannyalah tangannya untuk mengkisahkan bagian ini.
Tidak dapat dipungkiri bahwa
sejatinya secara genetis dirinya masih ada hubungan darah dengan Ki Juru
Mertani. Mas Thole mencoba mengingat kisah orang tuanya. Bahwa sejatinya
dirinya adalah keturunan ke-17 dari Raja Brawijaya V. Apalah artinya itu ?.
Heh. Garis keturunan yang tidak sedikitpun menorehkan kebanggaan, justru
malahan menimbulkan nelangsa. Maka sejak dari dahulu dia selalu menafikan
keadaan dirinya. Dia selalu menyembunyikan keadaan dirinya dari orang lain.
Meskipun silsilahnya tertera di keraton Jogjakarta. Dia tidak pernah mau
menginjakkan kakinya disana. Meskipun dirinya pernah diberikan selembar surat
pengakuan tentang itu dari ayahnya. Dia sudah lupa entah dimanakah dia menaruh surat itu.
Bukan dia abai terhadap leluhur.
Sungguh bukan karena itu. Hanya dirinya ingin mencari kisah yang benar diantara
kisah-kisah mereka. Maka dia menafikan seluruh cerita tentang leluhurnya. Dia
bukan siapa-siapa. Dia harus dalam anggapannya itu. Sehingga alur pemikirannya
dapat jernih melihat persoalan. Dia yakin banyak bagian kisah yang dikontruksi
untuk kepentingan penguasa saat itu. Banyak kisah yang kemudian menjadi
misteri, atau bahkan menjadi mitos saja. Dan banyak juga kisah kebenaran yang
diputar balikkan. Romansa kekuasaan, cinta, dendam, harta, tahta dan wanita,
sangat lekat disana. Dan sedari kecil Mas Thole sungguh muak medengar
kisah-kisah itu. Mengapakah para leluhurnya saling baku hantam, saling ber
perang diantara saudara sendiri. Mengapakah Raden Patah mengatas namakan Islam,
kemudian mengobarkan perang atas Ayahnya. Sungguh Mas Thole kecil tidak tahu
mengapa bisa begitu.
Bagaimana keadaan jiwa Prabu
Brawijaya V. Bagaimana inginnya sang prabu memeluk anaknya, dengan tangan terbuka dia ingin menyambut anaknya
yang sudah jauh-jauh datang ke pulau Jawa. Dia ingin menebus kesalahannya yang
sudah membuang anaknya beserta ibunya ke sebrang lautan. Tidak usah membawa
pasukan, bahkan seluruh kerajaan Majapahit pun akan diserahkan kepada anaknya
ini. Kasihan rakyat jika harus berperang. Namun sayang Raden Patah tidak
bergeming, keyakinan dan kepercayaan terhadap Ayahnya telah luntur. Dia dalam
sakit hati sebab Ayahnya telah membuang dirinya dan Ibunya. Dia sudah bertekad
bulat untuk menghancurkan Majapahit se-akar-akarnya. Walaupun Gurunya Sunan Kalijaga terus
mencoba dan menasehati kepadanya, dia tetap tidak bergeming dengan
permintaannya itu. Dia akan terus mengejar dan menghancurkan sisas-sisa pasukan Majapahit.
Keadaan yang sungguh sulit
sekali. Maka sumpah ‘Sabdo Palon dan Nayagenggong’. Abdi sang Prabu pun di
ikrarkan dengan derai air mata. “Apakah mesti begitu manusia..?. Mengapakah
manusia harus menyakiti antara satu dan lainnya ?.” Dan langit berderak-derak,
sebab sumpah itu. Anjing melolong, gunung-gunung bergeser. Pepohonan gelisah,
hutan-hutan berpekikan satu sama lainnya. Awan kemudian menyusun dirinya,
menggelap diangkasa. Petir sambung menyambung, mendirikan bulu roma. Semua
makhluk yang ada disana terdiam dalam ribuan bahasanya. Tanah bergelombang
sebab lumpur yang didalamnya juga berlarian. Allah hu akbar. Sungguh ikrar yang
di amini sleuruh alam. Sumpah yang pasti akan dilaksanakan oleh alam. Dan saat
sekaranglah semua itu akan terulang.
Maka untuk itulah semua dikisahkan
lagi, dalam versi yang tidak sama dari yang sudah ada. Kisah para pelakunya
sendiri dari masa lalu. Mereka mengkisahkan kepada alam, yang tertangkap nuansa
rahsanya. Getaran itu kemudian ter resonansi di raga Mas Thole. Dibacanya semua
itu perlahan-lahan, dikisahkannya itu semua dengan suatu pemahaman bahwa betapa
sulitnya manusia-manusia menetapi takdirnya sendiri. Sebab rahsa itu begitu
nyata. Sebab rahsa itu telah menghancurkan diri merekanya. Sebab rahsa itu yang telah
membuat mereka keluar dari akal dan logikanya. Dan itu
semua menjadi laku para leluhur. Pelajaran itulah yang akan terus dimaknai.
Menjadi pembelajaran para kesatria. Bahwasanya jika mereka gagal dalam
mengendalikan rahsa akan sama halnya seperti leluhur-leluhur mereka kejadiannya. Mereka
akan terus mengarungi angkasa, sampai ada anak keturunannya yang bersedia
menerimanya. Itu hukuman bagi mereka. Sanggupkah jika kita mengarungi angkasa
ratusan tahun ?.
Sungguh Mas Thole tak mengerti,
mengapakah Pambayun begitu marah mendengar nama Ki Juru Mertani ?. Bukankah
atas didikannya itu, kemudian ayahnya Penembahan Senopati kemudian menjadi raja
?. Seharusnya dia berterima kasih kepada Ki Juru Mertani yang telah menghantarkan
Ayahnya ke singgasana ?. Sebab apakah kemarahannya itu ?. Kesadaran Mas Thole
kemudian sekelebatan memasuki lorong waktu, mencoba mencari koordinat masa lalu
saat mana para tokoh tersebut berada. Blar…rrt. Ugh..!. Sulit sekali menembus
alam saat itu. Hawa mistis dan bau kembang berada dimana-mana. Aroma pemujaan
dan nafsu keserakahan mengitari alamnya.
Namun lamat-lamat Mas Thole
mendapatkan gambaran. Ki Juru Mertani tidak seharusnya menyuruh Sutawijaya bertapa
ke lautan. Kondisi keimanan dan temperam Sutawijaya belum saatnya memasuki alam
keghaiban. Sutawijaya adalah sesosok pemuda yang suka wanita. Walau dia memang
sudah ditakdirkan menjadi raja bukan berarti dia unggul dalam keimanan. Inilah
kesalahan pertama Ki Juru Mertani. Maka saat Sutawijaya dalam semedinya, berteu dengan penguasa pantai laut selatan, ketika kedua insan
bertemu terjadilah apa yang seharusnya tidak terjadi. Lautan mendidih,
ikan-ikan terdampar dan mati. Dua kekuatan alam berpadu. Sutawijaya yang memang
sedang dimabuk kekuasaan dan juga kesenangan duniawi. Tentu saja tidak akan menolak
tawaran Nyi Roro Kidul untuk berkolaborasi. Dalam kidung asmara yang menggelapkan angkasa. Dua insan beda dimensi tengah memadu cinta. Diantara isak tangis alam semesta yang miris melihat keadaan mereka berdua. Kedua insan ini telah menabrak etika alam.
Kekuatan dirinya yang selama ini
mendapatkan pengayoman dari pegunungan tuntas impas di lautan, maka karena
itulah lautan kemudian bergolak dan mendidih. Kekuatan api dari merapi melawan
kekuatan air dari lautan. Jika tidak air laut yang kering menguap dipanaskan,
maka api yang akan mati disiram air. Itulah pilihannya. Maka karena itulah kemudian Sutawijaya memilih
menyatukan kedua kekuatan itu. Melebur kekuatan api dari merapi dan dia
celupkan ke air. Padahal saat mana kala itu. Ki Juru Mertani sudah mendapatkan
restu dari merapi dari para pengayom tanah Jawa. Selama ini selama ribuan
tahun, tanah Jawa di asuh oleh leluhur yang menempati gunung-gunung. Orang Jawa
mengenalnya sebagai Ki Semar. Maka kolaborasi Sutawijaya ini dianggap suatu pengkhianatan besar oleh para
leluhur. Tidak seharusnya Sutawijaya
berkolaborasi dengan Nyi Roro Kidul. Hukumanpun dijatuhkan, para leluhur gunung enggan mendekati trah Mataram. Hukuman yang kemudian harus diterima anak keturunan Mataram setelahnya kejadian ini.
Ki Juru Mertani paham dan sangat
mengerti itu. Namun nasi sudah menjadi bubur. Tancep kayon dialah yang menjadi
awal mula kesadaran persekutuan keraton Mataram dengan Nyi Roro Kidul. Entah
apapun cara memaknai itu. Jelas sudah melanggar etika dan syariat ke-Islaman. Bahkan
sangat ironis jika hal tersebut malah dianggap sebagai kebanggaan bagi putra-putra Mataram lainnya. Bahkan banyak masyarakat Jawa juga beranggapan demikian. Manusia adalah
makhluk yang paling sempurna. Paling tinggi derajatnya dibanding makhluk
melata lainnya. Bahkan Allah sendiri telah memerintahkan kepada alam semesta untuk
bersujud kepada Adam. Bukan adam sebagai person namun adam sebagai BANI ADAM.
Semua manusia keturunan adam adalah makhluk yang layak untuk menerima penghormatan itu, jika mereka
mengetahui hakekat ini.
Setiap makhluk berada dalam
dimensinya masing-masing, pernikahan dua dimensi akan menimbulkan lubang di
alam. Maka dedemit dan para siluman akan dengan mudah keluar masuk ke alam manusia.
Dan itulah yang terjadi. Sehingga sekarang ini, banyak siluman menempati raga
manusia. Sungguh keadaan sekarang ini sangat memiriskan sekali. Sehingga mungkin karena itulah kemudian Ki Juru Mertani dilahirkan kembali. Mas Thole dalam mata
batinnya melihat bahwa Ki Juru Mertani sedang dalam upaya untuk memperbaiki
kesalahannya ini. Maka secara realitas dia terus menerus menggaungkan perihal
akhlak dengan banyak menyurati seluruh elemen bangsa ini. Sebuah perbuatan yang
terpuji. Namun sayangnya raga terkininya belum memahami siapa hakekat jatidirinya. Tubuhnya
ringkih menahan energy yang tersumbat di seluruh badannya. Ki Juru mertani
dalam siksaan yang dibuatnya sendiri.
Mari kita renungkan. Allah telah menurunkan ilmu
kesaktian dan ilmu ghaib kepada dua makhluk-Nya. Dua ilmu yang sama. Yang satu
diturunkan kepada Nabi Sulaiman dan di waktu yang sama di tempat yang lain
diturunkan kepada Syetan. Dari kedua makhluk Tuhan inilah ilmu-ilmu kesaktian
kemduian menyebar. Kita sekarang ini sudah sulit membedakan keduanya. Manakah yang
berasal dari Nabi DSulaiman dan manakah yang berasal dari Syetan. Syetan sangat
agresif sekali mengajarkan ilmu ini baik kepada golongan jin ataupun manusia. Bahasa
yang digunakannya hampir 99% sama. Maka siapakah yang mampu membedakannya ?. Setiap lafadnya sepertinya menggunakan bahasa Al qur an.
Hanya jika kita bersih jiwa akan tahu sumber aslinya. Hijib-hijib tersebut
terasa sekali energy asalnya. Seharusnya kita tidak tertipu. Sayangnya manusia dalam ego mereka. Banyak manusia kemuidan meminta kesaktian ini pada golongan makhluk-makhluk ghaib.
Putra mataram banyak sekali menggunakan ilmu-ilmu ini. Pekikan Samber Nyawa mampu menewaskan seribu orang dalam sekali hentakannya. Pekikan iinilah yang dipunyai Panembahan Senopati dan Mas Thole pernah merasakan hawa ilmu ini saat dulu bersama sang Penembahan. Anjing-anjing langsung melolong ketakutan mendengar pekikan ini. Mana kala saat itu rerumputan seperti merunduk. Heningnya sungguh menggetarkan seluruh jiwa manusia. membuat merinding bulu roma. Pekikan itu baru sebagai pembuka saja, belum ada 5 % nya, namun sudah sedemikian dahsyatnya. Masing ribuan jenis ilmu-ilmu kesaktian lainnya. Kesaktian yang menjadi referensi manusia Jawa. Namun tahukah kita darimanakah sumber ilmu ini ?. Dari Nabi Sulaimankah ?. Atau malahan dari Syetan ?. Bagaimana membedakannya ?.
Inilah yang dikhawatirkan jika kita belajar bukan dari sumbernya. Apalagi saat mana kita berkolaborasi dengan makhluk dari alam lainnya. Mereka memiliki system kesadaran yang hampir sama dengan manusia. Mereka memiliki kerajaan, pemerintahan, dan seluruh system yang dimiliki manusia. Namun sebagaimana manusia lainnya mereka tetap saja serakah ingin menguasai dua dunia. Inilah yang tidak disadari manusia yang menyengaja berkolaborasi dengan golongan makhluk-makhluk ini. Ketika mereka masuk ke dimensi manusia, mereka memliki misi untuk memperbanyakpengaruh disana. Agar mereka lebih eksisdi muka bumi ini. Ketika mereka eksis mereka merasakan kepuasan tersendiri. Karena itulah makhluk-makhluk ini senang membodohi manusia. Dengan memberikan ilmu-ilmu kesaktian dan lainnya.
Inilah yang dikhawatirkan jika kita belajar bukan dari sumbernya. Apalagi saat mana kita berkolaborasi dengan makhluk dari alam lainnya. Mereka memiliki system kesadaran yang hampir sama dengan manusia. Mereka memiliki kerajaan, pemerintahan, dan seluruh system yang dimiliki manusia. Namun sebagaimana manusia lainnya mereka tetap saja serakah ingin menguasai dua dunia. Inilah yang tidak disadari manusia yang menyengaja berkolaborasi dengan golongan makhluk-makhluk ini. Ketika mereka masuk ke dimensi manusia, mereka memliki misi untuk memperbanyakpengaruh disana. Agar mereka lebih eksisdi muka bumi ini. Ketika mereka eksis mereka merasakan kepuasan tersendiri. Karena itulah makhluk-makhluk ini senang membodohi manusia. Dengan memberikan ilmu-ilmu kesaktian dan lainnya.
Mengendap kesadaran Mas Thole,
menuliskan ini raganya seperti mengalami kesakitan . Ada saja serangan-serangan
yang menyebabkan pegal diseluruh badan. Namun sekarang setidaknya dia paham
mengapa Pambayun uring-uringan kpeada Ki Juru Mertani. Walaupun masih muda
Pambayun memiliki energy kesadaran yang tinggi. Tauhid dan akidahnya cukup
mumpuni. Sebuah kemarahan yang wajar saja. Pambayun menganggap bahwa Ki Juru
Mertani telah lalai dalam membimbing Sutawijaya. Sehingga ponakannya itu, masih
tetap menuruti hawa nafsunya. Sutawijaya masih terus saja mengkoleksi wanita
yang dijadikan selir-selirnya. Dan Ki Juru Mertani tidak mampu mencegahnya. Dia
tidak berani menegur keponakannya ini. Dia takut berimbas kepada
dirinya jika dia mengusik Sutawijaya. Kesalahan kedua yang dilakukan Ki Juru Mertani dan Ki Juru Mertani tidak menyadari hal ini.
Baru setelah semua terjadi, dia terperangah sendiri. Sutawijaya telah membunuh
Ki Ageng Mangir yang juga merupakan anaknya sendiri walau itu hanyalah anak
mantu.
Layar ditutup, goro-goro di bumi
yang panas telah di tebar. Maka kemana lagi manusia akan berlindung ?. Jika
tidak kepada-Nya. “Kebenaran ini tak akan mungkin
terlupakan. Meski engkau mencoba mengingkarinya. Lihatlah air yang tercurah.
Dan bagaimana angin meniupkannya ke seluruh daerah baik yang berpenghuni
ataupun tidak. Senandung ini terus saja terdengar kesyahduannya, meski engkau
tak mampu mendengarkannya. Malam bersama sepinya. Terik matahari dan hujan,
silih bergantinya siang dan malam. Kebenaran itu tak mungkin engkau lupakan.
Meski engkau mencoba mengingkarinya.”
Mas Thole
dalam keletihannya sendiri, mengakhiri kisahnya ini. Berharap dilain kali Pambayun tidak salah lagi menngetarkan energy sehingga berakibat Bende Mataram bergetaran, sugguh itu adalah perintah perang untuk pasukan Mataram
walaohualam
Komentar
Posting Komentar