Kisah Spiritual, Romansa Ratu Pantai Selatan (1-3)
Suara
itu seperti sebuah energy usikan, yang mengungkit sebuah batu raksasa di puncak
gunung. Sehingga karena usikan itu batu
tersebut kemudian berderak jatuh meluncur dengan cepat menuruni lereng gunung. Pohon –pohon bagai digilas, berderak suara ber-patah
rantingnya. Suara beban benda jatuh
memberat di bumi, membuat bendungan waduk retak-retak dan merembes keluar air
dari sana. Air mata Banyak Wide keluar dari hati menahan perihnya. JIwa dan
hatinya kemudian merambah jauh saat mana
sebuah peristiwa terjadi. Masih diingatnya.
Dalam
semedinya Raden Inu Kertapati tiba-tiba terbangun. Jauh dilereng gunung dia
menyepi, disebuah tempat di sebuah Gunung, yang bernama Gunung Panji. Gunung
yang terkenal akan keangkerannya. Maka dikatakan adalah gunung para peri dan
ghaib. Sebab memang gunung ini tidak terlihat oleh mata biasa. Sosok seperti bidadari terbang mendekat
padanya. Semakin dekat dan semakin dekat. Hingga terlihat jelas wajahnya. Bagai
disambar petir dirinya, ketika melihat sosok yang terbang dengan selendang
hijau dan kain keemasan di tubuhnya melayang. “Gusti..!.” Dia tersungkur tak
percaya Galuh Candra Kirana. Sosok
gadis yang dicarinya mencul dihadapannya dengan penampilan seorang DEWI.
Raden Inu Kertapi sesenggukkan
mendapati kekasihnya seperti itu, dia ingin memeluknya, ingin merengkuhnya ke
dadanya, memberikan kehangatan. Namun apa yang terjadi, sosok itu bagai
bayangan. Bersinar bagai api di tengah malam. Nampak dari pandangan, berjatuhan
kembang setaman bagai air hujan
mengelilinginya. Kelopak kembang bertebaran bagai di pusar angin. Kemudian di
dengarnya sayup-sayup sang gadis memperkenalkan dirinya, memperkenalkan nama
barunya, DEWI SEKARTAJI. Sosok tersebut berpesan agar Raden Inu Kertapati segera mengakhiri semedinya, kemudian disuruh
mengabdi ke kerajaan Kediri. Tentu saja dada Inu Kertapati hampir saja meledak. Dan dia
berkata-kata ;
Lepaskan apimu..( Dinda Sekartaji)
Lihatlah aku telah berjalan bersama matahari
kau tahu, panasnya tak sepanas untain kata-katamu
yang membakar sel-sel tubuhku,
aku bisa apa, aku melambung terhempas meledak
kemudian menjadi debu
terbius, terhanyut, tersihir
mengalun, terbuai, terpesona
lantas harus bagaimana, aku hanya mengapung
dan bait katamu mengelana di jagad
maka ajari aku,
~
Kau hanyalah pesona,
bersama asa yang mengendapkan rahsa
indah tak terbilang
sebab setiap bait adalah mutiara,
bagaimana kau bisa ?.
maka ajarilah aku..!
~
Sesungguhnya kau mawar ataukah melati
bilakah intan berduri ?
Cintamu kepada Tuhanmu
membuat aku tertusuk seribu
kau bisa begitu, bagaimana aku ?.
Aku telah mengelana, mengenali segala cahaya
aku terbakar begitu saja oleh apimu
tidak, kau harus ajari aku..!
~
Bilakah bisa begitu..?. (Dinda Sekartaji)
Lepaskan apimu,
agar aku mampu membara bersamamu
mengikutimu betapapun jauh
biar aku terbakar sepertimu
terbakar oleh api (cahaya) Tuhanmu
(by Raden Inu Kertapati)
~
Gemeletak tulang geraham menahan
tangis yang tergumpal. Raden
Inu Kertapati, bertingkah bagai anak kecil ,
meraung , menangis, mencengkeram, mencabik apa saja yang ada disekitarnya. Dia tak
percaya, terus meratapi kekasih hatinya yang datang hanya sekilas dan kemudian
pergi. Mengapakah sang kekasih hati berubah menjadi seorang dewi. Sungguh saat
itu dirinya tak mengerti. Sungguh kasihan keadaannya. Terus begitu hingga
berbulan-bulan. Tubuhnya kotor, lusuh dan tak bisa dikenali.
Dia tidak tahu jika kekasihnya Galuh Candra Kirana atas saran Putri Sriwijaya yang juga
adalah nenek tirinya, diungsikan ke Ratu Kidul, dititipkan kepada Ibundanya
disana. Oleh Ibunda Ratu Kidul, Putri Galuh Candra Kirana disuruh diangkat anak, dan menempati sebuah gubuk
dhutan Gunung Panji. Kelihatannya saja gubuk bagi manusia biasa, namun sesungguhnya
adalah istana keadaannya. Dia ditemani
dayang dari Kerjaan Ratu Kidul. Beberapa petualang kadang melihat keberadaan
mereka disana. Dalam doanya dia merintih kepada Tuhannya, atas nasibnya ini.
Kesadarannya seperti terbolak-balik, kadang ke masa depan, dan kadang ke masa
lalu. Sungguh membingungkan sekali. Dia meratap ;
“Duhai, Yang kupuja. Kekasih yang merajai istana. Daun pandan dan kupu-kupu penyerta jadi
mahkota. Ketika biduk telah berlabuh. Tiang
layarnya kuncup, buritan pecah terhadang ombak. Angin meniup
menghalau awan. Sendiri di laut
dalam, sepinya, bersamamu merasuki. Tasbihmu ku
dengar, walau pucuk jatuhnya merambah kaki.
Duhai Kejora Istana. Rinduku masih
disini, terus mengelana bersama cahaya. Bersama
badai di lautan. Bersama harap
panjang dan penantian. Bersama raga yang terus berganti, mati dan mati sekali
lagi. Sampai saat mana kau tak
mengenaliku.
Dan kerinduanku
lenyap sendiri. Menyelimuti alam semesta. Berharap menetes dan tumbuh dihati manusia. (Yang)
Bersama merindumu. Kelahiranku akan menantimu. Walau
abad telah berganti, dan hari telah berulang lagi.
Dan yakinlah
bahwa engkau tak terganti !.”
(by Dewi Sekartaji)
***
***
Habis
sudah dihantarkan kesedihannya, Raden Inu Kertapati diam menahan sisa perihnya. Dan terlihat Dewi Sekartaji perlahan, menjauhi. Wajahnya nelangsa dalam diam menatap sang kekasih hati. Entah apa yang bergolak di jiwa. Namun terasa
dia juga sangat sedih sekali. Tubuhnya perlahan menjauh, tatap matanya terus
luru menghadap. Hingga hilang dari pandangan. Masih terdengar suara isak
tertahan. Dadanya gemuruh bagai badai melanda lautan. Burung malam terdengar
lirih, seperti tengah bersyair, berkata kepada keadaan disana yang begitu
sunyi, melebih kesunyian hutan.
Lautanmu Hitam
dan langit tak nampak pandangan
jika saja kesedihan ini menggurat
maka udara malammu tersaput darah
duh, jagad dewa batara, angin apa yang melintas
kelam menggelapkan malam
air tercurah dari sela batuan yang merapat
***
Terbangun Raden Inu
Kertapati stelah berbulan-bulan begitu, dalam kesadarannya masih terngiang
perkataan kekasihnya itu. Bahwa dirinya harus mengabdi ke kerajaan Kediri. Kala itu dia sama sekali tidak tahu jika
kerajaannya Jenggala sudah dihancurkan Kediri. Karena pesan kekasihnya itulah
maka dia kemudian tidak menaruh dendam
kepada Kediri. Sebab Kediri adalah juga kerajaan sang kekasihnya. Maka karena itulah kemudian dia mengabdi
kepada Kertanegara. Sepanjang perjalanan dia mengalami kerinduan, mengalami
kesakitan, dia terus bicara berulang perihal asmaranya itu dengan seorang Dewi.
Dia kisahkan kepada yang mau mendengarnya. Seorang yang begitu bangun tidur
terus bicara tentang asmaranya Dia datang dari Gunung Panji. Maka orang
kemudian menyebutnya Panji Asmara Bangun. Kisah ini
kemudian melegenda sebagai kisah Panji
Asmara Bangun dengan Dewi Sekartaji. Banyak dikenal juga dalam kisah Raden Inu Kertapati dengan Galuh Candra
Kirana. Dua kisah yang sama.
Demi memuluskan jalan agar
dirinya bisa mengabdi maka Raden Inu Kerta Pati atau Panji Asmara Bangun,
mengganti menggunakan nama pemberian kakeknya Airlangga yang kebetulan dari Bali. Maka kemudian
orang mengenalnya sebagai BANYAK WIDE. Mulai dari situlah kiprahnya
diperhitungkan. Sungguh perjalanan hidup yang berat dilakoninya. Sejak kecil
dirinya dibuang oleh ayahnya sendiri, ke hutan. Dia bersahabat dengan seekor
ayam. Di kala itu dirinya kemudian dijuluki sebagai CINDELARAS yang berarti
nyanyian yang selaras dengan alam. Ayam tersebut yang kemudian menghantarkan
dirinya bertemu sang ayah. Sayang
kemudian ketika baru beberapa saat menikmatinya. Dia harus berhadapan dengan
tragedy cinta yang memilukan ini.
Keadaan tersebut di realitas juga dialami oleh raga terkininya, sungguh aneh
sekali. Kisah hidup serupa tapi tak sama.
---
Entah mengapa kisah
tersebut seperti dinampakkan kepada Mas Thole, slide demi slide. Dimulai sejak
kedatangan Saudara Sepuhnya, kemudian saudaranya ini memperkenalkan istrinya.
Dan entah mengapa kejadiannya, sosok wanita tersebut mendatangi Mas Thole di
selasa (18/6) siang sehabis sholat dhuhur. Sosoka tersebut mengaku utusan dari
Ratu Kidul penguasa Laut Pantai Selatan. Pembicaraan yang hanya dimengerti
jiwa. Duh apa pula ini ?. Mas Thole benar-benar tak paham. Setelah kedatang
sosok tersebut, sorenya kenapakah seperti kebetulan ada rtahsa yang begitu kuat
sekali memaksa agar Mas Thole berkunjung ke Indramayu ke tempat kangmas. Karenanya
dirinya kemudian memeutuskan untuk ke Indramayu esok harinya , Rabu (12/6).
Belum tuntas semua
dimengertinya, komentar yang masuk di email ataupun di blog nya pun seperti terangkai menjadi sebuah kisah yang
bermaksud menjelaskan keadaan. Bagaimanakah sesungguhnya manusia seharusnya
memaknainya. Semua ingin menjelaskan dan
meluruskan pemahaman atas sosok yang sangat dikenal di tanah jawa ini. Semua
mengkerucut kepada sebuah nama RATU KIDUL. Dan kisah yang dihantarkan dimuka, nampaknya tidak
luput dari sentuhan tangan Sang Ratu itu sendiri. Namun mengapakah sang Ratu seperti
terus terlibat dalam pergolakan di tanah jawa ini. Bagaimanakah peranannya dan
seperti apakah sosok ini. Siapakah
Kangmas sebenarnya ?. Siapakah Banyak Wide, siapakah Putri Sriwijaya. Bagaimanakah
mereka seperti bertalian dan bertautan dalam kisah-kisah yang sama. Begitu juga
dengan Pambayun dan Ratu Sima. Mereka semua dalam nuansa dan romansa yang sama.
Sungguh berat mengkisahkan
ini, sampai Mas Tole harus mutah sekali dua kali di malam hari. Sambil menarik
nafas berulang kali Mas Thole mengendapkan rahsa itu. Tulisan ini kemudian
diberikan jeda untuk sesekali. BERSAMBUNG..
Walohualam
Komentar
Posting Komentar