Kisah Spiritual, Menemukan Detail Nusantara Baru (Hikmah Perjalanan ke Barat 4)
Beberapa menit sebelumnya,
langit Jakarta tiba-tiba menggelap. Awan hitam seperti berlarian, seperti
tengah menuju posisinya. Hari itu Sabtu ( 8/6) sore menjelang ashar, tiba-tiba
saja petir seperti bersahutan di langit Jakarta. Saat menggelegarnya suara, mengapa
terlintas seperti ada yang memberikan
komando. Seperti tengah pamer kekuatan diatas rumah para kesatria. Hujan hanya
rintik saja di beberapa tempat, menimbulkan tanda tanya sebab wingitnya
benar-benar merasuk tulang. Diatas kendaraannya yang sedang melaju di jalan tol
menuju Priok, Sang Prabu mengkhabarkan, “.. hujan dan petir langsung ada saat
saya sedang perjalanan ke Priuk.” Semua kesatria seperti mengalami kejadian
yang sama di tempat mereka masing-masing, dan begitu di atas perumahan Mas
Thole.
Diwaktu yang sama, jauh
disana. Duduk menghadap laut pantai utara Mas Thole dan Ki Wiroguna sedang
bersemedi. Diatas bongkahan batu karang
yang tertata untuk menahan gempuran ombak, mereka bersila dengan takzim. Entah apa yang dikatakan mereka
kepada penguasa laut pantai utara, Dewi
Lanjar. Mereka dalam kebisuannya sendiri. Mas Thole memasuki kesadarannya,
menyapa seluruh makhluk yang ada disana. Alam yang dahulu pernah sangat akrab
dengan dirinya, di sepanjang garis pantai dari Sumenep, Pamekasan, jalur menuju
pintu keluar dari Madura kearah Jembatan Suromadu. Ketiga santri
yang mengikuti mereka nampak duduk agak jauh dibelakang mereka diatas permukaan
tanah yang datar. Mereka berhenti sebentar disana, dalam perjalanan pulang dari
Asta Tinggi, Kota Sumenep, tempat di tancapkannya Paku Bumi.
Apakah yang mereka katakan
?. Sehingga efeknya sedemikian rupa. Dampaknya menggetarkan langit
Jakarta. Membuat takut orang-orang di
rumah mereka sendiri. Berikut juga para kesatria lain di tempat mereka masing-masing
ikut tergetar hati mereka melihat perubahan alam yang tiba-tiba. Sungguh Mas
Thole tidak tahu ada kejadian seperti itu. Dirinya terus bersemedi menghayati
setiap detiknya keadaan semedinya. Kesadarannya terus mencari
pasukan-pasukannya yang masih tersisa di gunung, di lembah, di laut, dan
diseluruh pesisir. Memanggil mereka semua untuk kembali bertugas. Sebagaimana
mereka dahulu di bawah kepimpinan Banyak Wide. Pasukan yang pilih tanding.
Pasukan yang memiliki nyawa cadangan. Pasukan yang tidak pernah terlihat,
berdatangan, berduyun-duyun, memenuhi panggilan Rajanya. Mereka kemudian
menempati langit Jakarta berada pada posisinya. Maka itulah suara mereka,
pasukan elit dari Kerjaaan Sumenep, yang turut serta berjuang mendirikan kerajaan
Majapahit.
He..eh, kesadaran Mas Thole
perlahan mampu memaknai kehadiran pasukan-pasukannya. Memang sebab rahsa
bersalahnya yang luar biasa hampir saja
dia menghapus memory kenangan bersama pasukannya itu. Hampir saja dia
tidak mengenali keberadaan mereka saat
di langit Jakarta. Hanya saja dia
sempat terheran-heran, ketika pulang kerja, langit Jakarta seperti tertutup
payung awan hitam, memayungi Jakarta.
Dan anehnya setiap kali Mas Thole memandang, kemudian dalam batinnya
berusaha mengenali sang awan, tidak begitu lama awan tersebut menghilang.
Kejadian ini terjadi sejak senin hingga rabu kemarin ini, sampai terlontar dari
mulutnya diceritakan kepada Ki Wiroguno. Dan hari ini semua dinampakkan dalam
kesadarannya. Dia mengerti, itulah pasukan Sumenep yang terus menyusun dirinya.
Mereka semua telah bersiap, sambil terus menghimpun dirinya sendiri.
Diantara para kesatria sempat
terjadi perdebatan, menyoal petir yang memasuki rumah Ki Wiroguno, mengapakah
kiltan api ditunjukan kepada Ki Wiroguno ?. Patih Nambi berpendapat itu adalah
pembersihan energy negative di dalam rumah tersebut. Putri Sriwijaya
berpendapatn bahwa kilatan itu berkaitan dengan sebuah informasi yang ingin
disampaikan, perihal peranan Ki Wiroguno dan keterkaitan Ki Wiroguno dengan
salah satu Ibu Bangsa ini. Saat itu Mas
Thole sempat menduga bahwa itu adalah ulah Nyi Roro Kidul, sebab Banyak Wide
dan Ki Wiroguno, berkunjung ke pantai utara. Pantai Utara dan Pantai selatan
memang saling bersiteru sejak berabad-abad lalu.
Ternyata semua dugaan itu
keliru. Hari ini semua dinampakkan dalam
kesadaran, kejadian demi kejadian sudah
mampu dimaknai Mas Thole. Ada keterkaitan lintasan hati Ki Wiroguno saat ber
meditasi di Laut Utara, kilasan tersebut hanya Ki Wiroguno sendiri yang tahu.
Maka petir itu juga sebagai peringatan bahwa alam semesta mendengar apapun yang
terlintas pada hati. Tiada daya upaya selain Allah. Apapun entitas di atas
permukaan bumi ini hanyalah makhluk-Nya. Mereka semua tergantung kepada Allah
sebagaimana juga manusia. Semua yang terjadi di alam ini adalah sudah atas
kehendak-Nya. Kejadian tersebut harus
dimaknai secara holistik, menyeluruh, untuk perbaikan dan kebaikan para
kesatria. Agar bertambah keimanan mereka dari keimanan yang sudah ada. Alam
saat itu sedang menyusun dirinya, terkait dengan prosesi penancapan Paku Bumi.
Maka sudah barang tentu kejadian dan fenomena alam saling bertindih, sehingga
sulit sekali mengambil hikmah atas kejadian saat ketika mereka bertubrukan.
Keyakinan Mas Thole tersebut
semakin mendekati kebenaran. Saat mana dalam perjalann pulang, terjadi
pembicaraan yang intens dengan Ki Wiroguno, menyoal hikmah,memaknai ghaib dan
juga realitas kekinian. Entah mengapa keadaan raganya dirasakan belum
sempurna. Eksistensi Ki Wiroguno di
dalam raga terkini tidak menunjukkan keberpihakan atas realita kekinian, itulah
yang dikeluhkan raga terkininya. Hingga timbul kekecewaan, “Jika leluhur tidak menunjukkan keberpihakan kepada kehidupan masa
kini, untuk apa mereka berada dalam raga terkini, lebih baik dikembalikan saja
ke tempat asalnya saja.” Begitulah tekad raga terkininya Ki Wiroguno. Dia
bersikras untuk dilakukan prosesi ulang kembali. Dengan maksud agar leluhurnya
Ki Wiroguno yang reinkarnasi di dalam raganya mampu Eksis sebagaimana semestinya.
Lintasan-lintasan inilah yang kesemuanya terakumulasi didalam kesadaran raga
terkini Ki Wiroguno saat bermeditasi di laut pantai utara.
Petir itu memberi peringatan
kepada raga terkini Ki Wiroguno dan juga para kesatria lainnya bahwa leluhur
tidak pernah main-main dalam hal ini. Nusantara baru sudah dipersiapkan jauh
hari, bahkan semenjak atlantis akan tenggelam. Para leluhur sudah memikirkan
bagaimana nanti bangsa ini akan kembali berjaya, menjadi mercu suar dunia. Maka
para kesatria harus menetapi takdir mereka sendiri. Masukilah kedalam diri
mereka sendiri, temukan kunci-kunci yang tersimpan dalam file DNA
masing-masing. Disana sudah disiapkan segala macam kemampuan untuk menghadapi
realitas terkinian. Disana terdapat kunci untuk membuka kekayaan nusantara,
dana yang diperlukan untuk diri para kesatria dan keluarganya, semua sudah
dipersiapkan. Ketika para kesatria membuka kunci tersebut maka akan tersambung
dengan lainnya. Menjadi sebuah tali silaturahmi, menjadi suatu aliran rejeki.
Gunakan semua kemampuan itu, gali, eksplorasilah semuanya. Sebab setiap diri
memiliki tugas yang unik dan berbeda-beda. Hanya diri merakalah yang tahu
paswordnya. Maka kenalilah DNA kita masing-masing, itulah tugas kesatria.
Mas Thole terdiam, termangu
dalam khalayalan dan kesadaran yang entah kemana diarahkannya. Terbayang
bagaimana manusia-manusia atlantis menggunakan Energy Kesadaran mereka yang
luar biasa melakukan klonning pada DNA mereka agar kemudian dibuka oleh anak
cucunya. Hanya siapakah yang sudi mempersiapkan diri mereka ini, menjadi manusia
‘jawa’. Sungguh ini pertanyaan yang sulit terjawab oleh Mas Thole. Apakah ini
hanya ilusi ?. Fakta dan kejadian demi
kejadian membuat dirinya tidak sempat berspekulasi.
Waktu terus berlalu , berhitung
hari. Mas Thole dalam renungannya sendiri. Perjalan ke barat kali ini menguras
banyak energy, tidak saja dari jarak tempuh yang cukup jauh. Di setiap etape
dalam perjalanan spiritual mereka,
selalu saja ada kejadian dan fenomena-fenomena alam dan peristiwa yang serba kebetulan. Kisah yang disajikan diawal adalah kisah saat perjalanan kepulangan, dalam
rangka melanjutkan lagi ke Jember. Kisah
yang unik, dan baru hari ini mampu dimaknainya. Sebuah rangkaian kisah perjalanan spiritual yang
sulit disatukan sebab sepertinya tidak saling berkaitan, terutama adalah saat
memaknai kejadiannya. Dia terpekur terus mencoba mengingat kejadian demi
kejadiannya. Mencoba memindai apa-apa saja yang mungkin saja terlupa saat disana.
Sangat sayang jika nanti terbuang dalam ingatan. Namun menjadi persoalan saat mana akan
disajikan dalam rangkaian hikmah. Betapa rulitnya mengambil hikmah atas sebuah
peristiwa yang nampak biasa saja.
Disinilah letak keyakinan
diri harus diletakkan. Para kesatria harus menempatkan poros realitas dan ghaib
menjadi poros yang mesti dibalikkan. Bagaimana kita meyakini sesuatu keadaan
dimasa depan dengan sebuah keyakinan yang absolut. Seolah-olah apa yang kita
yakini tersebut memang sudah terjadi di masa datang. Keyakinan bahwa apa yang
saat sekrang kita afirmasikan sudah terjadi. Adalah keadaan hal dimana keadaan
masa datang yang sudah kita yakini di masa kini kejadiannya. Artinya bahwa
kesadaran kita memasuki lorong waktu dan pernah melihat masa datang, melihat
keadaan disana, kemudian balik lagi ke masa kini. Maka keyakinan tersebut
adalah keyakinan yang absolut. Keyakinan itulah yang dimiliki oleh orang-orang
atlantis. Keteguhan iman yang harus dimiliki para kesatria.
Semisal ketika kita meyakini
bahwa kita bisa terbang, maka seluruh instrument
ketubuhan kita akan mengikuti keyakinan tersebut. Selanjutnya terbang bukan
sesuatu yang ghaib lagi buat kesadaran kita. Sudah menjadi realitas kemampuan
diri. Keyakinan seperti inilah yang harus dimiliki oleh para kesatria. Yaitu
keadaan dimana kesatria mampu membagunakan Energy Kesadarannya menjadi sebuah
energy yang siap pakai. Energy kesadaran adalah sebuah Energy Potensial, sebuah
energy yang tidak dapat digunakan jika kita tidak memeberikan usikan kepadanya.
Misalnya adalah sebuah batu di puncak gunung. Ketika diluncurkan ke bawah, batu
ini membawa energy gerak yang mampu menghancurkan apa saja yang dilewatinya.
Namun bila batu besar tersebut diletakkan saja di atas gunung, maka batu
tersebut tidak akan menghasilkan energy apa-apa. Batu itu harus digulirkan
terlebih dahulu. Itulah perumpamaannya. Energy Kesadaran inilah yang digunakan
oleh ahli kitab yang dikisahkan di Al qur an.Seorang ahli kitab yang mampu
memindahkan kursi Ratu Bilkis, seorang ahli kitab yang mampu terbang, mampu
melintasi benua-benua dalam kejapan mata saja. Seorang ahli kita yang mampu
mengolah Energy Kesadarannya.
Oleh karena itu para
kesatria harus mampu melatih kesadarannya untuk yakin bahwa yang ghaib itu
adalah real. Bahwa apa yang kita yakini dan kita fikirkan akan bisa terjadi
saat mana kita meyakini dengan suatu keyaikinan yang utuh. Untuk itu diharapkan
kepada seluruh kesatria janganlah pernah ragu dengan takdir mereka. Latihlah
keyakinan dan kekuatan hati. Liputi hati dengan kesadaran yang utuh, maka hati
kita akan mampu menggunakan Energy Kesadaran. Energy
inilah yang akan mendobrak konsepsi ruang dan waktu. Sebab hanya kesadaran diri
manusialah yang tidak terpengaruh oleh ruang dan waktu. Para kesatria sudah
dibuka hijab kesadaran mereka, maka sungguh bukan suatu hal yang muskil buat
mereka untuk menguasai Energy Kesadaran ini.
Sebagaimana kemampuan para ahli kitab di masa Nabi Sulaiman. Banyak pasukan
perangnya mampu menggunakan energy ini.
Maka kejadian petir yang
masuk ke rumah Ki Wiroguno benar-benar menjadi hikmah yang luar biasa buat Mas
Thole khususnya dan mudah-mudahan para kesatria lainnya. Janganlah pernah ragu
sedikitpun atas takdir yang sudah dipersiapkan untuk kita semua. Keyakinan diri
kitalah yang akan membuat ghaib tersebut menjadi realitas. Misalnya adalah
ketika kita sudah meyakini bahwa kita sudah disiapkan dana nusantara untuk
pergerakan, maka yakinilah keadaan itu dengan terus mengolah energy kesadaran
perihal ini. Energy Kesadaran inilah yang kemudian akan menyambungkan para
kesatria dengan orang-orang yang memang sudah dipersiapkan untuk itu. Sesungguhnya
Nusantara Baru sudah dipersiapkan oleh leluhur jawa , jauh sebelum nusantara
itu ada.
Keyakinan ini dan kemampuan
itu harus sudah inherens pada diri kesatria. Disinilah letak kesulitannya,
bagaimana upaya mereka untuk melatih keadaan ini. Melatih kemampuan mengubah
ghaib menjadi realitas. Menciptakan keadaan diri mereka yang bukan siapa-siapa
menjadi siapa. Menciptakan keadaan dimana harta yang semula ghaib bagi dirinya
menjadi realitas materi yang berada dalam kekuasaan mereka. Maka luruskanlah
niat, luruskanlah hati. Kuatkan niat hanya untuk Allah atas apa-apa yang kita lakukan ini. Yakinlah..sebab
dengan keyakinan tersebut, kita akan mampu memberikan usikan kepada Energy
Kesadaran kita sendiri. Ketika Energy Kesadaran sudah terusik maka energy ini
akan terus meliputi diri kita, dan akan siap digunakan kapan saja. Yakinlah kita semua mampu merubah keadaan ghaib menjadi realitas. Temukanlah detail Nusantara Baru dalam keyakinan diri. Wollohualam.
Komentar
Posting Komentar