Kisah Spiritual, Menemukan Detail Nusantara Baru (Hikmah Perjalanan ke Barat 4)

Prrt..rtt..Blaar..!. Pekikan langit !. Percikan nyala halilintar menerobos masuk ke rumah Ki Wiroguno. Istrinya Putri Manik ~seorang Panglima Perang di masa lalu, Putri dari Majapahit,  tersentak kaget dan tanpa sadar dilemparkannya Blackberry nya. Dia takut petir akan menyambar handphone yang digenggam. Tubuhnya bergetar saking kagetnya. Dia  tidak menyangka sama sekali jika disiang hari bolong ada petir yang menerobos masuk ke dalam rumah. Percikan lidah api benar-benar nyata. Percikan api, sangat dekat sekali dengan jarak dimana dia sedang bediri. Sementara suaminya, Ki Wiroguna  saat itu sedang berada di Sumenep menemani Mas Thole untuk menancapkan Paku Bumi. Kejadian yang luar biasa sekali, belum pernah dialaminya. Segera saja setelahnya dia mengirimkan SMS kepada suaminya , mengkhabarkan atas kejadian yang aneh tersebut.

Beberapa menit sebelumnya, langit Jakarta tiba-tiba menggelap. Awan hitam seperti berlarian, seperti tengah menuju posisinya. Hari itu Sabtu ( 8/6) sore menjelang ashar, tiba-tiba saja petir seperti bersahutan di langit Jakarta. Saat menggelegarnya suara, mengapa terlintas  seperti ada yang memberikan komando. Seperti tengah pamer kekuatan diatas rumah para kesatria. Hujan hanya rintik saja di beberapa tempat, menimbulkan tanda tanya sebab wingitnya benar-benar merasuk tulang. Diatas kendaraannya yang sedang melaju di jalan tol menuju Priok, Sang Prabu mengkhabarkan, “.. hujan dan petir langsung ada saat saya sedang perjalanan ke Priuk.” Semua kesatria seperti mengalami kejadian yang sama di tempat mereka masing-masing, dan begitu di atas perumahan Mas Thole.

Diwaktu yang sama, jauh disana. Duduk menghadap laut pantai utara Mas Thole dan Ki Wiroguna sedang bersemedi.  Diatas bongkahan batu karang yang tertata untuk menahan gempuran ombak, mereka bersila dengan takzim. Entah apa yang dikatakan mereka kepada penguasa laut pantai utara,  Dewi Lanjar. Mereka dalam kebisuannya sendiri. Mas Thole memasuki kesadarannya, menyapa seluruh makhluk yang ada disana. Alam yang dahulu pernah sangat akrab dengan dirinya, di sepanjang garis pantai dari Sumenep, Pamekasan, jalur menuju pintu keluar dari Madura kearah Jembatan Suromadu. Ketiga santri yang mengikuti mereka nampak duduk agak jauh dibelakang mereka diatas permukaan tanah yang datar. Mereka berhenti sebentar disana, dalam perjalanan pulang dari Asta Tinggi, Kota Sumenep, tempat di tancapkannya Paku Bumi.

Apakah yang mereka katakan ?. Sehingga efeknya sedemikian rupa. Dampaknya menggetarkan langit Jakarta.  Membuat takut orang-orang di rumah mereka sendiri. Berikut juga para kesatria lain di tempat mereka masing-masing ikut tergetar hati mereka melihat perubahan alam yang tiba-tiba. Sungguh Mas Thole tidak tahu ada kejadian seperti itu. Dirinya terus bersemedi menghayati setiap detiknya keadaan semedinya. Kesadarannya terus mencari pasukan-pasukannya yang masih tersisa di gunung, di lembah, di laut, dan diseluruh pesisir. Memanggil mereka semua untuk kembali bertugas. Sebagaimana mereka dahulu di bawah kepimpinan Banyak Wide. Pasukan yang pilih tanding. Pasukan yang memiliki nyawa cadangan. Pasukan yang tidak pernah terlihat, berdatangan, berduyun-duyun, memenuhi panggilan Rajanya. Mereka kemudian menempati langit Jakarta berada pada posisinya. Maka itulah suara mereka, pasukan elit dari Kerjaaan Sumenep, yang turut serta berjuang mendirikan kerajaan Majapahit.

He..eh, kesadaran Mas Thole perlahan mampu memaknai kehadiran pasukan-pasukannya. Memang sebab rahsa bersalahnya yang luar biasa hampir saja  dia menghapus memory kenangan bersama pasukannya itu. Hampir saja dia tidak mengenali keberadaan mereka saat  di langit Jakarta.  Hanya saja dia sempat terheran-heran, ketika pulang kerja, langit Jakarta seperti tertutup payung awan hitam, memayungi Jakarta.  Dan anehnya setiap kali Mas Thole memandang, kemudian dalam batinnya berusaha mengenali sang awan, tidak begitu lama awan tersebut menghilang. Kejadian ini terjadi sejak senin hingga rabu kemarin ini, sampai terlontar dari mulutnya diceritakan kepada Ki Wiroguno. Dan hari ini semua dinampakkan dalam kesadarannya. Dia mengerti, itulah pasukan Sumenep yang terus menyusun dirinya. Mereka semua telah bersiap, sambil terus menghimpun dirinya sendiri.

Diantara para kesatria sempat terjadi perdebatan, menyoal petir yang memasuki rumah Ki Wiroguno, mengapakah kiltan api ditunjukan kepada Ki Wiroguno ?. Patih Nambi berpendapat itu adalah pembersihan energy negative di dalam rumah tersebut. Putri Sriwijaya berpendapatn bahwa kilatan itu berkaitan dengan sebuah informasi yang ingin disampaikan, perihal peranan Ki Wiroguno dan keterkaitan Ki Wiroguno dengan salah satu Ibu Bangsa ini.  Saat itu Mas Thole sempat menduga bahwa itu adalah ulah Nyi Roro Kidul, sebab Banyak Wide dan Ki Wiroguno, berkunjung ke pantai utara. Pantai Utara dan Pantai selatan memang saling bersiteru sejak berabad-abad lalu.

Ternyata semua dugaan itu keliru.  Hari ini semua dinampakkan dalam kesadaran, kejadian demi kejadian  sudah mampu dimaknai Mas Thole. Ada keterkaitan lintasan hati Ki Wiroguno saat ber meditasi di Laut Utara, kilasan tersebut hanya Ki Wiroguno sendiri yang tahu. Maka petir itu juga sebagai peringatan bahwa alam semesta mendengar apapun yang terlintas pada hati. Tiada daya upaya selain Allah. Apapun entitas di atas permukaan bumi ini hanyalah makhluk-Nya. Mereka semua tergantung kepada Allah sebagaimana juga manusia. Semua yang terjadi di alam ini adalah sudah atas kehendak-Nya.  Kejadian tersebut harus dimaknai secara holistik, menyeluruh, untuk perbaikan dan kebaikan para kesatria. Agar bertambah keimanan mereka dari keimanan yang sudah ada. Alam saat itu sedang menyusun dirinya, terkait dengan prosesi penancapan Paku Bumi. Maka sudah barang tentu kejadian dan fenomena alam saling bertindih, sehingga sulit sekali mengambil hikmah atas kejadian saat ketika mereka bertubrukan.

Keyakinan Mas Thole tersebut semakin mendekati kebenaran. Saat mana dalam perjalann pulang, terjadi pembicaraan yang intens dengan Ki Wiroguno, menyoal hikmah,memaknai ghaib dan juga realitas kekinian. Entah mengapa keadaan raganya dirasakan belum sempurna.  Eksistensi Ki Wiroguno di dalam raga terkini tidak menunjukkan keberpihakan atas realita kekinian, itulah yang dikeluhkan raga terkininya. Hingga timbul kekecewaan, “Jika leluhur tidak menunjukkan keberpihakan kepada kehidupan masa kini, untuk apa mereka berada dalam raga terkini, lebih baik dikembalikan saja ke tempat asalnya saja.” Begitulah tekad raga terkininya Ki Wiroguno. Dia bersikras untuk dilakukan prosesi ulang kembali. Dengan maksud agar leluhurnya Ki Wiroguno yang reinkarnasi di dalam raganya mampu Eksis sebagaimana semestinya. Lintasan-lintasan inilah yang kesemuanya terakumulasi didalam kesadaran raga terkini Ki Wiroguno saat bermeditasi di laut pantai utara.

Petir itu memberi peringatan kepada raga terkini Ki Wiroguno dan juga para kesatria lainnya bahwa leluhur tidak pernah main-main dalam hal ini. Nusantara baru sudah dipersiapkan jauh hari, bahkan semenjak atlantis akan tenggelam. Para leluhur sudah memikirkan bagaimana nanti bangsa ini akan kembali berjaya, menjadi mercu suar dunia. Maka para kesatria harus menetapi takdir mereka sendiri. Masukilah kedalam diri mereka sendiri, temukan kunci-kunci yang tersimpan dalam file DNA masing-masing. Disana sudah disiapkan segala macam kemampuan untuk menghadapi realitas terkinian. Disana terdapat kunci untuk membuka kekayaan nusantara, dana yang diperlukan untuk diri para kesatria dan keluarganya, semua sudah dipersiapkan. Ketika para kesatria membuka kunci tersebut maka akan tersambung dengan lainnya. Menjadi sebuah tali silaturahmi, menjadi suatu aliran rejeki. Gunakan semua kemampuan itu, gali, eksplorasilah semuanya. Sebab setiap diri memiliki tugas yang unik dan berbeda-beda. Hanya diri merakalah yang tahu paswordnya. Maka kenalilah DNA kita masing-masing, itulah tugas kesatria.

Mas Thole terdiam, termangu dalam khalayalan dan kesadaran yang entah kemana diarahkannya. Terbayang bagaimana manusia-manusia atlantis menggunakan Energy Kesadaran mereka yang luar biasa melakukan klonning pada DNA mereka agar kemudian dibuka oleh anak cucunya. Hanya siapakah yang sudi mempersiapkan diri mereka ini, menjadi manusia ‘jawa’. Sungguh ini pertanyaan yang sulit terjawab oleh Mas Thole. Apakah ini hanya ilusi ?.  Fakta dan kejadian demi kejadian membuat dirinya tidak sempat berspekulasi.

Waktu terus berlalu , berhitung hari. Mas Thole dalam renungannya sendiri. Perjalan ke barat kali ini menguras banyak energy, tidak saja dari jarak tempuh yang cukup jauh. Di setiap etape dalam perjalanan spiritual mereka,  selalu saja ada kejadian dan fenomena-fenomena alam dan peristiwa  yang serba  kebetulan. Kisah yang disajikan diawal  adalah kisah saat perjalanan kepulangan, dalam rangka melanjutkan lagi  ke Jember. Kisah yang unik, dan baru hari ini mampu dimaknainya.  Sebuah rangkaian kisah perjalanan spiritual yang sulit disatukan sebab sepertinya tidak saling berkaitan, terutama adalah saat memaknai kejadiannya. Dia terpekur terus mencoba mengingat kejadian demi kejadiannya. Mencoba memindai apa-apa saja yang mungkin saja terlupa saat disana. Sangat sayang jika nanti terbuang dalam ingatan.  Namun menjadi persoalan saat mana akan disajikan dalam rangkaian hikmah. Betapa rulitnya mengambil hikmah atas sebuah peristiwa yang nampak biasa saja.

Disinilah letak keyakinan diri harus diletakkan. Para kesatria harus menempatkan poros realitas dan ghaib menjadi poros yang mesti dibalikkan. Bagaimana kita meyakini sesuatu keadaan dimasa depan dengan sebuah keyakinan yang absolut. Seolah-olah apa yang kita yakini tersebut memang sudah terjadi di masa datang. Keyakinan bahwa apa yang saat sekrang kita afirmasikan sudah terjadi. Adalah keadaan hal dimana keadaan masa datang yang sudah kita yakini di masa kini kejadiannya. Artinya bahwa kesadaran kita memasuki lorong waktu dan pernah melihat masa datang, melihat keadaan disana, kemudian balik lagi ke masa kini. Maka keyakinan tersebut adalah keyakinan yang absolut. Keyakinan itulah yang dimiliki oleh orang-orang atlantis. Keteguhan iman yang harus dimiliki para kesatria.

Semisal ketika kita meyakini bahwa kita bisa  terbang, maka seluruh instrument ketubuhan kita akan mengikuti keyakinan tersebut. Selanjutnya terbang bukan sesuatu yang ghaib lagi buat kesadaran kita. Sudah menjadi realitas kemampuan diri. Keyakinan seperti inilah yang harus dimiliki oleh para kesatria. Yaitu keadaan dimana kesatria mampu membagunakan Energy Kesadarannya menjadi sebuah energy yang siap pakai. Energy kesadaran adalah sebuah Energy Potensial, sebuah energy yang tidak dapat digunakan jika kita tidak memeberikan usikan kepadanya. Misalnya adalah sebuah batu di puncak gunung. Ketika diluncurkan ke bawah, batu ini membawa energy gerak yang mampu menghancurkan apa saja yang dilewatinya. Namun bila batu besar tersebut diletakkan saja di atas gunung, maka batu tersebut tidak akan menghasilkan energy apa-apa. Batu itu harus digulirkan terlebih dahulu. Itulah perumpamaannya. Energy Kesadaran inilah yang digunakan oleh ahli kitab yang dikisahkan di Al qur an.Seorang ahli kitab yang mampu memindahkan kursi Ratu Bilkis, seorang ahli kitab yang mampu terbang, mampu melintasi benua-benua dalam kejapan mata saja. Seorang ahli kita yang mampu mengolah Energy Kesadarannya.

Oleh karena itu para kesatria harus mampu melatih kesadarannya untuk yakin bahwa yang ghaib itu adalah real. Bahwa apa yang kita yakini dan kita fikirkan akan bisa terjadi saat mana kita meyakini dengan suatu keyaikinan yang utuh. Untuk itu diharapkan kepada seluruh kesatria janganlah pernah ragu dengan takdir mereka. Latihlah keyakinan dan kekuatan hati. Liputi hati dengan kesadaran yang utuh, maka hati kita akan mampu menggunakan Energy Kesadaran. Energy inilah yang akan mendobrak konsepsi ruang dan waktu. Sebab hanya kesadaran diri manusialah yang tidak terpengaruh oleh ruang dan waktu. Para kesatria sudah dibuka hijab kesadaran mereka, maka sungguh bukan suatu hal yang muskil buat mereka untuk menguasai Energy Kesadaran ini. Sebagaimana kemampuan para ahli kitab di masa Nabi Sulaiman. Banyak pasukan perangnya mampu menggunakan energy ini.

Maka kejadian petir yang masuk ke rumah Ki Wiroguno benar-benar menjadi hikmah yang luar biasa buat Mas Thole khususnya dan mudah-mudahan para kesatria lainnya. Janganlah pernah ragu sedikitpun atas takdir yang sudah dipersiapkan untuk kita semua. Keyakinan diri kitalah yang akan membuat ghaib tersebut menjadi realitas. Misalnya adalah ketika kita sudah meyakini bahwa kita sudah disiapkan dana nusantara untuk pergerakan, maka yakinilah keadaan itu dengan terus mengolah energy kesadaran perihal ini. Energy Kesadaran inilah yang kemudian akan menyambungkan para kesatria dengan orang-orang yang memang sudah dipersiapkan untuk itu. Sesungguhnya Nusantara Baru sudah dipersiapkan oleh leluhur jawa , jauh sebelum nusantara itu ada.


Keyakinan ini dan kemampuan itu harus sudah inherens pada diri kesatria. Disinilah letak kesulitannya, bagaimana upaya mereka untuk melatih keadaan ini. Melatih kemampuan mengubah ghaib menjadi realitas. Menciptakan keadaan diri mereka yang bukan siapa-siapa menjadi siapa. Menciptakan keadaan dimana harta yang semula ghaib bagi dirinya menjadi realitas materi yang berada dalam kekuasaan mereka. Maka luruskanlah niat, luruskanlah hati. Kuatkan niat hanya untuk Allah atas  apa-apa yang kita lakukan ini. Yakinlah..sebab dengan keyakinan tersebut, kita akan mampu memberikan usikan kepada Energy Kesadaran kita sendiri. Ketika Energy Kesadaran sudah terusik maka energy ini akan terus meliputi diri kita, dan akan siap digunakan kapan saja. Yakinlah kita semua mampu merubah keadaan ghaib menjadi realitas. Temukanlah detail Nusantara Baru dalam keyakinan diri. Wollohualam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali