Kisah Spiritual, Lubang Hitam Kesadaran


Lubang Hitam Kesadaran. Keterlukaan hati. Siapakah kesatria yang sejak kemarin ini mengalami keterlukaan hati ?. Jiwanya sedang mengeluh kepada alam ini. Jiwanya sedang menjerit atas apa yang menimpa dirinya. Siapakah dirinya ?. Mas Thole mencari jejak dalam kebingungannya sendiri. Sebab sepanjang hari minggu (14/7) energynya minta dikenali. Sehingga keadaan ini membawa dampak kepada realitas kehidupan sehari harinya. Sementara itu, residu rahsa yang ditinggalkan air, tanah dan udara, saja  masih mengendap  di raga. Kini ditambah lagi dengan adanya keterlukaan hati. Berdasarkan pengalaman Sang Prabu hilangnya residu rahsa air, tanah dan udara,  bisa sampai satu minggu lamanya, dari proses peluruhan residu hingga normal kembali. Belum normal keadaan raganya, masih ada kesakitan disana-sini, kini ditambah lagi dengan keterlukaan hati kesatria. Ada apakah ini ?. Mas Thole berusaha menemukan dan mencoba mengenalinya.

Sebagai manusia biasa, kadang dirinya tertatih tatih menetapi bagiannya yang harus mengenali para kesatria yang akan, sedang dan telah dilahirkan oleh alam. Maka menjadi resiko bagi dirinya untuk terkena radiasi dari energy rahsa tersebut. Bukan apa-apa, proses pengenalan diri kesatria melalui pengenalan residu rahsa yang tertinggal di alam. Sudah barang tentu bagi raga Mas Thole dampaknya akan langsung dirasakan saat itu juga. Rahsa yang tidak sama antara satu kesatria dengan kesatria lainnya, menimbulkan kesulitan tersendiri. Bahkan membingungkan sekali. Rahsa yang tercampur sulit untuk dikenali dari komponen apa saja dibuatnya. Sehingga Mas Thole belum menemukan cara yang efektif untuk meniadakan efek di badannya.

Maka saat sekarang ini dia hanya mampu menerima apa adanya, berserah saja. Jika maunya alam dirinya harus mengenali energy kesatria, maka dia akan ikut saja. Walau raga ini, sepertinya sudah hampir tidak mampu menerima luapan energy-energy kesadaran para kesatria. Luapan energy yang terjadi melebihi kapasitas raga Mas Thole, maka tentu saja ‘overload’ adanya. Semisal komputer, maka kesadarannya bisa sewaktu-waktu terhenti ‘hang’ mendadak. Itulah yang dialami Mas Thole, beberapa kali kesadarannya sempat ‘hang’, kekacauan system disana, kadang menjadi uring-uringan sendiri, kadang kebingungan dan bahkan kadang merasa kehampaan yang luar biasa sekali. Bagaimanakah menegnali energy kesadaran para kesatria satu demi satu, pada saat energy tersebut teramu dalam satu kesatuan ?. He..eh. Rasanya ingin mati saja keadaannya.

Sejak hari minggu, dirinya kehilangan rahsa sambung kepada Allah, rahsa yang menjadi ‘tali’ pengikat yang mengkaitkan jiwanya dengan energy ‘arashi’. Kosong dan hampa terasa di badan ini. Kekosongan yang menghimpit, isi yang menjepit. Kosong dan isi menjadi sebuah dilema bagi jiwanya. Jiwa kebingungan memaknai kosong dan isi. Jiwanya seperti terlempar ke dimensi dimana tidak ada cahaya. Lubang hitam ‘black hole’. Lubang hitam kesadarannya sendiri. Maka semua rahsa menjadi tak dikenalinya, kesadaran tak mampu merasakan apa-apa. Bukan on dan juga bukan off. Ada semacam energy yang menutupi lapisan otaknya bagian atas. Keadaan itu terus mempengaruhi dirinya memasuki hari Seninnya, mengakibatkan dia tidak mampu berfikir apa-apa. Dirinya tidak mengenal rahsa, tidak ada referensi apapun didalam kesadarannya. Keadaan it uterus terjadi hingga malam harinya, semakin kuat menghimpit, sebilah tombak seperti ditancapkan tepat ke ulu hatinya. Tombak yang tidak pernah dicabut sampai menjelang pagi harinya. Coba bayangkan rahsa sakit yang ditimbulkan dari keadaan itu.

Apakah seperti ini rahsa saat Rosululloh mengalami keadaan tidak ada wahyu yang datang ?. Keadaan hilangnya ‘rahsa sambung’ kepada Allah. Sehingga sampai-sampai beliau beranggapan Allah telah meninggalkan dirinya. Jeda waktu yang panjang dan lama, membuat jiwanya seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Yah, rahsa sambung kepada Allah, rahsa getaran wahyu dari datang, rahsa kebersatuan dengan alam, semua begitu kuat memanggil dirinya. Namun apa dikata jika Allah belum berkehendak. Dalam hadist  riwayat Bukhori diceritakan, bahwa pada saat beliau dicekam rahsa itu, beliau mendaki ke bukit, menghadapkan wajahnya ke langit, seakan-akan hendak menjatuhkan dirinya dari atas bukit.

Namun saat itu Malaikat Jibril datang, dan menegaskan bahwa beliau adalah seorang Rosul utusan Allah. Beberapa kali beliau mengalami keadaan itu, dan selalu Malaikat Jibril datang meyakinkan kembali bahwa beliau adalah seorang Rosul utusan Allah. Kehilangan rahsa sambung kepada Allah begitu hebat menerpa jiwa dan raga. Dahsyat sekali dirasakan, didalam jiwa seperti ada lubang besar yang memiliki daya sedot luar biasa, sehingga apa saja akan tertarik masuk ke dalamnya. Kesadaran tidak mampu mengnali apa-apa, saking hebatnya daya sedot itu. Dan saat itulah kemudian turun firman Allah untuk meyakinkan kembali, memberikan rahsa sambung kembali, kepada rosululloh untuk menetapi dirinya itu.

Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi, Rabbmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu , (QS. 93:3)

Rosululloh senantiasa ditemani para malaikat. Bagaimana dengan keadaan para kesatria ?. Bagaimanakah kesatria mampu menahan rahsa kehilangan rahsa sambung ini. Keterlukaan hati, keterlukaan jiwa, sudah pasti keadaannya itu. Para kesatria yang sudah diberikan bukti, diberikan nikmat rahsa sambung kepada Allah tidaklah patut memohon agar dirinya di ‘off’ kan, untuk menghadapi bulan romadhon ini. Dan rahsa hilangnya ‘rahsa sambung’ (silatun) kepada Allah itulah yang mendera dari jiwa Mas Thole. Rahsa itulah  yang kemarin ditimpakan kepada Mas Thole, agar menjadi pembelajaran bagi para kesatria lainnya. Menjadi pesan yang harus terbaca oleh para kesatria. Tidak patut seorang kesatria melakukan kecerobohan memutus rahsa sambung kepada Allah ini, meski itu dilakukan sebagai gurouan saja. Begitulah Allah mengajarkan, langsung dengan contohnya. Walau jiwa raga ini mesti terbanting-banting memaknainya. “Ampuni kami ya Allah..” Berdesah lirih Mas Thole, menyoal keadaan para kesatria ini. Kepada jiwa terus dipesankan keikhlasannya melakoni ini semua, bahwa bagian  dirinya adalah  pemberi khabar kepada kesatria.

Pagi ini meski rahsa sakit masih tersisa, sudah tidak berat keadaannya saat mana diri tahu letak kesalahan ini. Tadi pagi sambil berangkat ke tempat kerja, tombak yang menancap di ulu hati seperti dicabut, bagaikan air bah yang muncrat keluar. Aliran hawa dingin menerjang memenuhi keseluruh rongga dada Mas Thole. ALiran dingin energy yang masuk seperti mengisia kembali rongga dada, dan jiwa ini menjadi terasa hidup kembali. Wlau saat ini bagian kepala masih seperti semual keadaannya, masih berat da nada hijab energy yang belum berhasil di tembus. Pasti ada kejadian yang dialami kesatria yang belum terdeteksi lagi oleh Mas Thole. Apakah itu, siapakah dan mengapakah dengan keadaan para kesatria lainnya. Semua seperti bersamaan kejadiannya, maka wajar saja jika Mas Thole kebingungan harus memaknai bagian mana dahulu. Syukurlah salah satu sudah berhasil diungkapkan.

Dalam situasi dirinya yang tidak memiliki kemampuan spiritual, sebab diputusnya ‘rahsa sambung’ kepada Allah saat kemarin ini. Mas Thole terus mencoba mencari dengan akalnya, siapakah kesatria yang sedang mengalami keadaan keterlukaan hati. Kepada Pambayun , kepada Anarawati dan Sangkuriang, kepada Putri Sriwijaya, semua coba di khabarkan. Pagi kemarin Ratu Sima juga mengirimkan email menanyakan keadaan Mas Thole. Sungguh dua hari yang sangat membingungkan sekali. Meskipun diluarnya Mas Thole, nampak biasa-biasa saja tapi dalam jiwanya telah terjadi ‘lubang hitam’ yang mampu menyedot apapun untuk masuk dan hilang lenyap disana. Para keatria yang dihubungi tidak merasakan keadaan itu. Hanya saja Ki Ageng Tirtayasa kemarin juga memberitahukan bahwa dia sedang sakit dan sedang ada masalah di realitasnya.

“Mengapakah diri ini harus merasakan bagaimana rahsanya. Keadaan satu-satu masing-masing kesatria ?.”  Mas Thole mencoba bertanya kepada Tuhannya. “Kuatkanlah jiwa dan raga ini ya Allah, jika itu memang bagian dari diri ini. “  Hanya itu yang mampu diucapkan, dihembuskan bersama dengan nafasnya yang tertahan, dalam sepanjang perjalanan pagi ini menuju kantornya. Masih diingatnya pembicaraan dengan Ki ageng, beberapa SMS juga masih tersimpan, menjadi baian kisah ini, sebab berawal dari kejadian inilah semua terjadi. Akses energy markaba tidaklah semudah sebagaimana yang dipikirkan, banyak sekali tantangan, dan friksi spiritual yang harus diperjuangkan di dalam kesadaran masing-masing.

Ketika air dan tanah bicara. Saat itu ruh mampu mengenal tuhan. Tuhan akan mengenalkan diriNya. Sifatnya. PerbuatanNya. WujudNya. Dengan bahasaNya.

Saatnya sang kesadaran menerima ilmuNya. Sesuatu yg biasa tapi tak dirasa biasa. Suatu yg wajar tetapi menjadi luar biasa. Setiap orang telah mendengar klmt ini dan seolah telah merasa ini yaitu Dia mengenal Tuhannya. Padahal kebanyakan manusia hanya dlm perkiraan semata.

Saat rasa kenal Allah itu muncul ada yg sangat aneh. Rasa yg sangat aneh. Rasa itu muncul selapis demi selapis. Kesadaran itu meliputi kesadaran saat melihat sesuatu. Mendengar sesuatu. Merasakan sesuatu.
Sulit sekali dijelaskan. Setelah dijelaskan juga biasa saja.

Untuk mengenal Allah hrs sampai maqom yaitu: tidak tahu tentang Allah. Merasakan ketidaktahuan ttg Allah. Yaitu kondisi kosong tapi isi. Kekosongan dr sebuah isi pengetahuan ttg Allah berdasarkan ilmu dan pemahaman Allah.

Rasa tidak tahu inilah pondasi mengenal. Ketika dikenalkan olehNya maka dia sudah tahu krn sudah ada referensi sebelumnya.

Rasa kenal yg pertama adalah rasa cinta. Kasih sayang Allah. Merasakan limpahan dan mengenal kasih sayang Allah yg tak terbatas. Yang Maha Pengasih lg maha Penyayang. Namun tetap saja tdk tahu dimana ujung dan batas kasih sayangNya. Spt apa bentuk kasih sayangNya. Akhirnya kembali mengenalNya tetapi tetap tdk tahu. Tetapi YAKIN.

Setelah mengenal "kasih sayang" Allah. Barulah diceritakan. Diberitakan. Dikabarkan tentang "apa sebenarnya" kasih sayang Allah ini. Menceritakan rasanya. Bukan lagi "prasangka/perkiraan" atas pengetahuan atau rasa tahu. Tetapi sebuah keyakinan krn mengalami dan merasakan.

Merasakan limpahan kasih sayang air dan tanah. Merasakan kasih sayang ibu pertiwi.

Bershabar dan ikhlaskan rasa dan kembalikan rasa kepada Allah saat itu. Krn diri ini tak akan mampu menanggung beban rasa. Setiap jeritan kesakitan kesedihan setiap makhluk yg berdoa kepada Allah adalah rintihan langsung kpd diri sendiri.

Tak akan ada satu makhluk yg mampu menahan beban dan menanggung harapan doa keluhan dr semua yg memanggil nama Tuhan. Dan sanggupkah diri yg lemah ini menerima rasa yg melimpah ingin mengasihi semua makhluk dan ingin menyayangi mereka semua. Sungguh. Tdk akan sanggup. Rasa akan menjadi begitu berat.

Kembalikan rasa serahkan arahkan sehingga mampu berada di atas rasa berada di ruh bersama Tuhan.”

Begitulah rangkaian SMS nya, sempat juga terintas dalam ingatan, apakah beliau baik-baik saja. Setahu Mas Thole Ki Ageng dalam upaya untuk mengakses energy Markaba. Dia sedang belajar kesana, melakukan kontemplasi dan meditasi tingkat tinggi untuk mengenali energy markaba (kasih sayang) yang bersumber di ‘arashi’. Benar saja, kemarin di informasikan keadaannya sedang sakit, bahkan pekerjaannya semua juga berantakan. Beliau harus mengulang lagi dari awal. APakah ada hubungannya realitas pekerjaan dengan ghaibnya ?. Mengapakah selalu tali temali, ketika ada kesalahan di ghaib, maka akan terjadi kesalahan di dalam realitasnya. Entah dia bermasalahan dengan rekan kerja, pekerjaan , mobil, apa saja yang dipegang akan seperti terkoneksi untuk menjadi salah.

Akhirnya dari diskusi via SMS, Mas Thole meyakini bahwa ada ketidak harmonisan antara energy markaba yang diaksesnya dengan pemaknaan persepsi kejadian di dalam kesadaran Ki Ageng, bahkan Mas Thole yakin sekali bahwa keadaan ini dialami oleh semua kesatria, termasuk Banyak Wide itu sendiri. Kesalahan dalam memaknai kejadian akan menimbulkan persepsi, kesalahan persepsi akan menimbulkan salah niat, salah niat menimbulkan salah gerak, salah gerak menimbulkan dampak atas kesadaran alam. Sebab jika programnya saja sudah salah sejak awalnya, jika niat  untuk menggerakkan tubuh saja  sudah salah, maka alam juga akan merespon salah.  Ketika alam merespon niat yang salah, hasilnya akan sebagaimana peradaban yang dibangun selama ini, atas para penguasa harta, tahta dan wanita. Kesadaran tinggi akan menjadi penentu atas turunnya kesadaran kepada generasi setelahnya. Kembali akan terulang tragedy kehancuran semisal atlantis dan juga lainnya.

Maka yang harus dilakukan adalah melakukan penyelarasan dengan energy kasih sayang itu sendiri. Dalam sebuah proses penyadaran dari keseluruhan kejadian di sepanjang hidupnya. Melakukan pemaknaan ulang kembali, persepsi tentang istri, ayah, ibu, pacar, harta, pekerjaan, ibadah, dan semua aspek yang telah menghasilkan kesadaran diri yang sekarang ini. Kesadaran diri harus selaras dengan kasih-sayang sebagaimana yang Allah maksudkan dalam ‘Bismillahhirohmannirohiem.’

Kita harus benar dahulu disini sebab kita akan menyandang nama Allah.  “Saya, dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang…”  Maka bagaimanakah kita bisa menyandang nama-Nya, jika kita belum selaras dengan energy kasih-sayang-Nya. Itulah hikmah, menjadi cermin kita semua, agar para kesatria mengaca kepada dirinya sendiri terlebih dahulu, saat mana dirinya akan menggunakan nama Allah. “Bismillahhirohmannirohiem..” Sebab sungguh berat amanah yang harus dipikul, saat mana kata mengatas namakan Allah.  Sungguh ini menjadi pengingat yang sanagt keras kepada diri Mas Thole sendiri, yang masih saja tertatih tatih menyoal ini. Menjadi pemicu untuk lebih baik lagi. Berharap lusa dirinya tidak terpapar energy yang melumpuhkan aktifitasnya sehari-hari. Semoga ya Allah..!.

Wolohualam




Komentar

  1. Subhanalloh,,,

    Bismillahirrohmaanirrohiim lalu menjalankan aktifitas sehari-hari

    Allah --> Rohman Rohiim --> Aktivitas sehari-hari

    Dengan jalur Bismillah Nabi Sulaiman menguasai dunia berbagai dimensi

    Sumber getaran energi Markaba itu sendiri

    maka mulailah dari kesadaran ini...menyadari Arrahmaan...Arrohiiim....getaran dualitas pertama setelah Ismu Dzat (Allah) sebelum getaran asmaul husna yang lainnya...

    Basmallah pintu Markaba...mulailah dari sini..Insya Allah

    BalasHapus
    Balasan
    1. kidung alamJuli 16, 2013

      Sangat menyentuh. Bermanfaat.

      Hapus
  2. R.Sastro AsmoroJuli 16, 2013

    Memaknai Rahman-Rahiim itu kita harus paham apa yg tersirat dibalik simbol Rahman-Rahiim ,sifat kasih sayang tercurah apabila sifat kasih dan sifat sayang menyatu di dalam diri.di alamnya sifat KASIH itu simbol langit dan sifat SAYANG itu simbol Bumi,sedang dimanusianya sifat kasih melekat pada diri Seorang Laki/Bapak dan sifat sayang melekat pada Wanita/Ibu dan wajarlah kenapa kita dianjurkan untuk menikah,apa simbol dari pernikahan itu ? hal tersebut yg tersirat untuk menyatukan Rahman-Rahiim bersatunya kasih sayang. wajar IBLIS akan blingsatan apabila sifat rahman rahim/kasih sayang menyatu dalam diri manusia dalam ikatan Suami istri dan jangan heran pertama kali yg digonjang Iblis agar rahman rahim/kasih sayang tidak bersatu adalah keharmonisan kehidupan rumah tangga,agar energy kasih sayang itu selaras/harmoni satukan dulu hati dalam kehidupan rumah tangga kita
    Salam......

    BalasHapus
  3. Kidung alamJuli 22, 2013

    Salam buat Bp Sastro Asmoro. Untain kalimat nan lembut dan indah.

    BalasHapus
  4. markaba, nrimo ing pandum. selaras jiwa selaras raga sejiwa hati semesta. istighfar, istigharoh dan istiqomah. rencanaku bukan rencanaMu ya, Allah tapi biarkan terjadi padaku apa yang Dikau kehendaki. subhanaka Allahumma.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali