Kisah Spiritual, Amanah Langit Prabu Silihwangi (1)
Nun jauh disana, disebuah desa
yang jauh dari pandangan mata, desa Ujung Berung namanya. Daerah yang masih
termasuk wilayah Kabupaten Bandung. Nampak dua orang lelaki seperti tengah
menunggu seseorang. Pandangan matanya berkali-kali melihat kearah Hp nya. Dia
mencoba menghubungi seseorang. Sepertinya dia memang sudah menunggu disana
cukup lama, sudah sekitar 30 menit. Sorot matanya dalam keraguan, seperti
bertanya, benarkah disini rumahnya. Sempat dia bertanya kepada pemiliki rumah,
jawab sang pemiliki tidak tahu nama orang yang dicari kedua lelaki tersebut.
Makin gelisahlah dirinya. Apalagi semakin lama dia disana perasaan aneh,
perasaan wingit, perasaan dingin yang tiba-tiba menjalar disekujur rubuhnya
membuatnya semakin tak tenang. “Apakah yang bakal terja sebentar lagi.” Batinya.
Firasatnya kuat sekali mengatakan sebentar lagi pasti aka nada yang terjadi. Di
cobanya dia mengirimkan pesan. Di cobanya dia menghubungi oranng yang ditunggu,
sekali lagi dia harus kecewa. Mendadak saja di daerah itu tidak ada signal.
Walaupun namanya Ujung Berung
namun daerah tersebut sebenarnya sudah masuk ilayah perkotaan, jadi sangat aneh
manakala tidak ada signal disana. Terlihat kemudian, dia seperti mengatakan
sesuatu kepada rekannya yang berdiri
disampingnya. Mereka tampak berbincang sejenak. Eantah sedang membicarakan apa.
Perawakan lelaki itu tinggi kurus, kesan wajahnya kuat sekali menyiratkan
kelahiran pemuda Pajajaran, dan seorang kawannya lagi, seorang lelaki berperawakan
sedang menggunakan kacamata. Auranya juga sangat kuat mengesankan bahwa dia
dari trah Pajajaran. Tampilan mereka sebagaimana pemuda-pemuda Jawa Barat lainnya. Tidak ada yang istimewa. Namun
semangat mereka dan antusiasme mereka akan kearifan budaya leluhurnya sangat
nyata sekali. Karena sebab itulah mereka berdua sekarang ada disini dia sedang
menunggu kedatangan Mas Thole. Sebelumnya mereka sudah bertemu di halaman
sebuah perguruan tinggi ternama di kota tersebut. Ya, Mas Thole kebetulan
diajak menemani rekannya sebagai Dosen Luar Biasa disitu. Benar, Snag Prabu lah
yang mengajaknya untuk mengajar disana.
Tiba-tiba lelaki itu dikagetkan
dengan suara angin yang datang mendadak datang, seperti keluar dari alam ghaib
saja. Tidak ada tanda-tanda yang mendahului sebelumnya. Rrr…rttt….bleshh…blak..blak..Desh...!.
Terdenger seng-seng berterbangan, debu , pasir berhamburan. Batu-batu kerikil menghantam tembok-tembok
pekarangan rumah. Nampak dilangit sana awan hitam tiba-tiba seperti menyatu,
bergerak menaungi daerah disana, sepeti mengisolasi perumahan tersebut. Setelah
awan tersebut terkumpul, terbentuklah pusaran angina, dengan mata mengarah ke
tempat diamna pemuda tersebut etngah berdiri. Mata pemuda tersebut terpana,
tidak mampu berkata apa-apa, batinya terus saja menyebut nama TUhannya. Ada
sesuatu yang tak wajar dari datangnya angina. Dia melihat ribuan pasukan tengah
berdatangan. Mulai dari Pasukan Sunda Galuh, Pajajaran, bahkan para aulia, dan
juga para Raja-raja Pasundan berdatangan.
Di tempat yang tak jauh dari sana
nampak Pangeran Samber Nyawa, (sosok yang dahulu pernah di kisahkan di blog ini),
yang kebetulan sedang berada disana,
menyaksikan sendiri betapa hebatnya angin yang datang. Dia melihat ujung angin seperti
turun, berputar dengan kuatnya, menerbangkan apa saja yang ada disana. Ujung
itu naik lagi, kemudian beberapa saat turun lagi. Terus berulang kali. Seperti tarian
nyanyian suara alam dengan intonasi yang tinggi. Dia berteriak, dan
berkali-kali berkata dengan kerasnya, “Ada
apa !..ada apa..!. Mengapa kalian datang ke tempat ini, kembalilah semua..!.”
Seng dan asbes mulai berjatuhan,
terdengar gemelatak sekali. Sungguh kejadian yang tak biasa, di daerah sana
belum pernah ada angina yang datang berpuluh-puluh tahun ini. Kesaksian ini
diberikan oleh warga yang ditanya oleh pemuda tadi. Pangeran Samber Nyawa yang tidak
mengerti kejadian, secara naluri ingin menyelamatkan keadaan warga perumahan
disana, sebab kalau tidak sangat mungkin sekali rumah-rumah disana akan
terbongkar dan berterbangan bagai bulu-bulu ditiup angina. Maka diapun berdio
kepada Allah, dengan mengucapkan doa-doa yang diajarkan leleuhurnya Pangeran
Samber Nyawa berupaya meredam gejolak angin tersebut. Sambil bedoa Pangeran
Samber Nyawa masih sempat merekam kejadian tersebut.
+++
Ditengah-tengah suasana mistis itu,
ditengah suara seng dan asbes yang terlepas dari tempatnya, pada sebuah rumah
yang tak jauh dari pemuda tadi menunggu,
kira-kira hanya satu rumah, tepat di depan dimana dia berdiri. Nampak disebuah
ruangan yang tak begitu luas, disebuah ruang tamau, Mas Thole sedang melakukan
prosesi. Dihadapnnya adalah kedua orang tua Sang Prabu, sementara Sang Prabu
sendiri duduk disebelah kiri belakang Mas Thole. Rupanya peristiwa prosesi
inilah yang mengundang datangnya angin tornado yang hampir saja meratakan
perumahan tersebut. Jika diteruskan sangat mungkin 500 rumah disana akan rata dengan
tanah. Ituylah keyakinan Mas Thole. Sebab KAMI memberitahukan hal tersebut.
Entah apa yang terjadi sebelumnya
disana. Yang terlihat adalah wadag-wadag kasar mereka semua yang tengah duduk. Wadag
Mas Thole, dan wadag kedua orang tua yang berthadapan, serta wadag Sang Prabu
itu sendiri. Keempat orangsedang duduk bersila, menggunakan kesadaran mereka
masing-masing. Bagaimanakah peristiwa prosesi yang nampak biasa saja, mampu
menggetarkan alam kesadaran sehingga membawa dampak di realitas disana. Sungguh
membingungkan sekali. Manakah yang ghaib dan manakah yang realitas.
Bagaimanakah menjelaskan keadaannya ?. Benarkah angin tersebut disebabkan oleh
prosesi tersebut ?. Jawabanya adlaah kebali kepada wilayah keyakinan sidang pembaca.
Bagi Mas Thole sendiri sudah jelas sekali keadaannya.
+++
Ghaib dan realitas adalah satu
kesatuan, manakala kita mengeksplorasi wilayah keghaiban maka akan menampakan
hasil di realitas itu sendiri. Begitulah hukum yang diyakini Mas Thole. Keyakinan
ini semestinya akan kita dapatkan manakala kita merunut kisah-kisah para resi
jaman dahulu yang dituangkan dalam kitab-kitab mereka. Dan Mas Thole juga sudah
membuktikannya sendiri kebenaran kisah mereka itu. Beberapa lapis dimensi sudah
di eksplorasi oleh Mas Thole. Pada setiap lapisan didapatinya fakta-fakta baru
sebagaimana yang dikisahkan oleh para leluhur jaman dahulu kala. Kisah pewayangan
sesungguhnya adalah realitas adanya. Kisah para dedemit, dan lain sebagainya.
Kisah yang konon hanya berupa mitos dan
legenda, sesungguhnya adalah kisah nyata. Adalah kisah yang terjadi dalam alam
kesadaranmansuia, kisah yang terjadi pada dimensi meerka masing-masing. Tergantung
berada di ‘ruang inersia’ manakah kesadaranmanusia dalam memaknai kasih-kisah
tersebut. Berada dikoordinat apakah kesadaran manusia berdiri.
Kesadaran kita akan menyaksikan
apa adanya. Dengan mata kesadaran manakah kita menyaksikan kejaidan tersebut. Akan
berbeda penampakannya manakala kita menggunakan kesadaran hati, akal, ruhani,
jiwa, atau kesadaran raga. Sebaba manakala kisah tersebut sedang diputar, akan
muncul di alam nyata (realitas) sebagaimana keadaan yang kita lihat dengan mata
telanjang. Namun bagi orang yang sedang memasuki alam kesadaran dan berada
disana, apa yang dia lihat tidak sama dengan apa yang dilihat orang awam. Termasuk
juga rahsa-rahsa di alam yang tengah mereka masuki. Rahsa tertsebut sangat
nyata muncul di badannya. Walaupun kata orang itu adalah wilayah ghaib semata. DHukumnya
ia akan melihat tampilan orang yang dilihatnya sesuai dengan dimensi yang
diinginkannya. Inilah yang menjadi wilayah perdebatan. Kesaksian manusia yang
menggunakan mata biasa dan kesaksian orang yang menggunakan mata batin, menjadi
tidak sama. Padahal sesungguhnya semua benar adanya. Orangyang hanya
menggunakan mata biasa tidaklah salah jika dia memaknai denganbiasa saja. Dan
orang yang menggunakan mata batin, juga tidaklah keliru manakala dia memaknai
dengan caranya sendiri. semua benar dalam dimensi (makom) mereka
masing-masing.Kembalinya tinggal bagaimana kita bijak menyikapinya. Karena
mereka smeua sedang membicarakan hal yang sama dengan cara yang berbeda saja.
+++
Pernah mendengar kisah-kisah
pewayangan. Mahabarata atau Ramayana, atau ksiah-kisah para Resi jaman dahulu.
Dimana dikisahkan pada saat kesatria bertapa, alam kesadaran dimensi para Dewa
dan dedemiut disana akan tergoncang-goncang dengan hebatnya. Bahkan nirvana
tempat para Dewa itu sendiri bisa hancur
karena ulah mansuia yang sedang mengeksplorasi kesadarannya. Ini meriupakan
kisah nyata sekali dan berlaku hingga sampai sekarang ini. Sehingga manakala seorang
manusia sedang bertapa, pasti kejadiannya akan ada Dewa yang diutus untuk
mendatanginya. Semua makhluk itu hidup dalam diemensinya masing-masing. Mereka
menjadi eksis tergantung kepada wilayah diemensi manakah yang dieksplorasi
kesadaran manusia.
Perhatikanlah manusia yang
bertapa, atau meditasi, dia tengah memasuki alam-alam kesadaran. Dimana alam
kesadaran ini dihuni oleh makhluk-makhluk sebagaimana kita semua. Disana terdapat
alam dimensi Para Dewa yang dikisahkan dalam pemawayangan, ada lagi dimensi
para Bidadari, dan banyak sekali dimensinya disana. Bahkan disana ada dimensi
para aulia, dan juga dimensi para kekasih Allah, semua yang teloah dipahami da
nada dalam kesadaran manusia, semua terwujud
disana. Mereka mendapatkan rejeki dari Allah.
Pada jaman dahulu kala, manusia
yang bertapa akan mampu memasuki alam-alam ini. Rupanya dari eksplorasi inilah
manusia kemudian menghadirkan kisah-kisah para Dewa. Mereka kemudian
menuliskannya pada sebuah kitab. Kitab-kitab yang kemudian menjadi rujukan bagi
orang-orang setelahnya. Kisah ghaib bagi orang lain, namun sesungguhnya adalah
kisah realitas adanya. Para pertapa mampu melihat sosok yang hadir dihadapannya
dalam dimensinya. Pada satu tampilan tubuh manusia saja, mereka akan mampu
melihat banyak wajah disana. Tergantung sejauh mana dia mampu melihat
lapisan-lapisan dimensinya. Manusia seperti tersusun berlapis-lapis, banyak
wajah-wajah dengan tampilannya disana. Karena keadaan yang membingungkan inilah
maka kemudian banyak sekali keyakinan dan pemahaman manusia.
+++
Kejadian tersebut hingga saat
sekarang ini masih membekas begitu kuat di benak Mas Thole. Terjadinya di bulan oktober 2013 ini. Kejadian yang rupanya
telah menjadi sebuah rentetan kejadian,
yang betubi-tubi. Sebuah kejadian yang mau tidak mau menjadi sebuah rangkaian
kisah baru. Sebuah peristiwa saktral, yang akan menjadi tonggak sejarah
peradaban Pajajaran Baru telah dicanangkan disini disebuah daerah yang di kenal
sebagai Ujung Berung. ‘Permohonan restu Sang Prabu kepada kedua
orang tuanya, untuk mengemban amanah langit, tengah dimintakan oleh Mas Thole
kepada kedua orang tua Sang Prabu’. Sebuah peristiwa biasa dan sangat
sederhana sekali. Tidak ada pesta disana, tidak ada penyambutan layaknya sebuah
prosesi para pembesar istana. Namun jangan ditanyakan bagaimanakah
kedahsyatannya. Alam kesadaran bumi tanah jawa dwipa terguncang karena
kesakralan nilainya ini. Guncangan tersebut mampu mewujud menjadi badai topan
lokal. Yang kemudian terlihat oleh kedua orang pemuda di awal kisah ini.
Layaknya seorang Ibu, yang begitu
sayang kepada anak-anaknya. Kekhawatiran seorang Ibu, gundahnya seorang Ayah,
yang harus melepaskan anaknya ke medan perang. Mungkin itulah yang diarasakan
kedua orang tua Sang Prabu. Ada kekhawatiran yang sangat kuat terasa di dalam
kesadaran Mas Thole. Maka seketika itu, alam menunjukan kebesarannya. KAMI
kemudian mengambil alih kesadaran Mas Thole. Tanpa bisa ditahan, tangan Mas
Thole mengarahk ke langit, berkata dengan tegas dan sanga kuat sekali aksennya.
Sementara itu Mas Thole diam menyaksikan kejadian-demi kejadian. Menjadi saksi
sebagaimana biasanya. “Serahkan
pengajaran kepada KAMI, relakan ikhlaskan..”
Suara itu berkata dengan tartil, seperti
tengah menembus tembok dinding yang sangat tebal, sehingga perlu ada tekanan
disana. Berkata satu demi satu meyakinakan kedua orang tua Sang Prabu. Sudah
menjadi takdirnya, jikalau raganya akan dipergunakan oleh Sang Prabu Silihwangi
melaksanakan tugas-tugasnya di bumi ini. Seiring suara yang semakin mengkuat,
seng-senga mulai gemeletakan. Rumah itu seperti mau terbang. Dalam kesadaran
Mas Thole ,seandainya orang tua Sang Prabu tidak mengikhlaskan anaknya ini,
perumahan ini akan diratakan dengan tanah. “Astagfirulloh
hal ‘adziem.” Sambil mengamati Mas Thole berdoa, agar kedua orang tua Sang
Prabu segera melunakan hatinya. Sungguh KAMI akan membuktikan apa yang
diucapkannya. KAMI telah memilih Sang Prabu Silihwangi sebagai kesatrianya,
maka tidak ada satu makhlukpun yang akan mampu menahannya. Sebab KAMI hanyalah
melaksanakan apa-apa kehendak Allah semata.
Melihat suasana dan realitas yang
sangat menakutkan, dan berbahaya ini. Mas Thole terus berdoa, syukurlah
mendadak seperti ada lintasan dingin yang menyejukan. Terlihat kedua orang tua
Sang Prabu menundukkan wajahnya. Entah apa yang berada dalam benak mereka ini,
tapi yang penting mereka berdua telah memberikan restunya, bagi perjuangan ini.
Itu saja yang menjadi kelegaan bagi Mas Thole. Maka begitu rahsa ‘nyesss..’
dirasakan Mas Thole, seketika itu, suara seng-seng yang berterbangan berhenti
mendadak. Keadaan menjadi sunyi senyap sekali. Lamat-lamat masih terdengar suara
yang berwibawa masih terus menyambung dengan perkataan-perkataan yang tidak
bisa ditampilkan disini. Semua dimaksudkan agar sang Prabu menjalankan amanah
ini dengan ikhlas, tetap bersadar kepada-Nya. Akhirnya, seiring dengan ucapan
salam pamitan dari sosok tersebut. Keadaan disana kembali normal seperti
semula.
+++
Begitu selesai prosesi, baru saja
Mas Thole meraup mukanya dengan ucapan syukur. Masuk dering telepon dari kedua
pemuda tadi. Rupanya sudah sejak tadi meerka mencoba menghubungi Mas Thole.
Keadaan Mas Thole sedang melakukan prosesi, apakah itu yang menyebabkan signal
Hp pemuda tadi tidak ada. Kemudian mereka bertemu, dan berbasa-basi di sana.
Pada kisah berikutnya nanti, akan
terkuak rahasia kedua pemuda ini, yang ternyata mereka adalah Panglima dan Penasehat
sang Prabu Silihwangi sendiri. Bagaimana melalui mereka ini nanti, SANG PRBU
SILIHWANGI memberikan TITAH yang pertama kali. Bagaimanakah kejadiannya bisa
kebetulan begini ?. Maka ikutilah terus Kisah Spiritual Mas Thole dalam Episode
Perjalanan Ke Barat Jilid 2 ini. Kisah-kisah yang belum sempat di sajikan
kemarin ini. Kiash yang menajdi latar belakang, mengapakah kemarin ini (26/11)
terjadi pertempuran yangdahsyat sekali. Tidak kurang dari 5 juta jin kafir
berpoerang disana. Peperangan yang telah
membawa korban salah satu kesatria bumi Ki Wiroguno.
Wolohualam
Bersambung...Amanah Langit Prabu Silihwangi (2)
Bersambung...Amanah Langit Prabu Silihwangi (2)
Komentar
Posting Komentar