Ruang Inersia dalam Tasawuf (2)



Mengawal kembali sebuah diskusi yang tidak pernah bisa diakhiri. Sebuah diskusi menyoal ruang dan waktu. Darimanakah muasalnya ruang, dan dimanakah sesungguhnya sang waktu. Dimensi ruang dan waktu hanyalah abstraksi yang ingin menjelaskan atas sebuah fenomena alam semesta. Sebuah perguliran siang dan malam, yang sangat sulit dimaknai oleh kesadaran manusia. Saking sulitnya dijelaskan akhirnya siang dan malam menjadi sebuah keadaan yang biasa saja. Padahal seandainya ada orang yang mau berfikir, maka pergantian siang dan malam membutuhkan kecerdasan yang maha dahsyat. Berapa energy yang dibutuhkan agar bumi dapat berputar, berapa energy yang dibutuhkan agar matahari tetap bersinar. Akurasi demikian luar biasa, dimanakah sisi gelap dan yang manakah sisi yang harus terang, kesemuanya harus dalam keseimbangan agar terjadi siklus air dan udara. Sungguh, meskipun seluruh manusia memiliki kecerdasan selevel Enstein semua, yakinlah manusia tidak akan pernah mampu membuat keadaan seperti itu. Bahkan sekedar hanya menjelaskan dengan hukun-hukumnya saja, manusia harus merayap hingga berbad-abad, kecerdasan manusia tertatih-tatih mengungkapkan misterinya. Sekarang pertanyaan sederhananya  adalah dimanakah ruang itu ?.

Menurut teori Fisika Quantum, sebutir atom 99,9% terdiri dari ruang kosong. Bila diibaratkan sebuah lapangan sepak bola maka sebutir atom terdiri dari partikel-partyikel inti atom atau nukleus (proton dan neutron) sebesar sebiji kecil kacang hijau di tengah lapangan bola tadi lalu dikitari dengan kecepatan cahaya oleh elektron yang memutari lingkaran luar lapangan bola tadi. Kumpulan atom menjadi molekul dan lalu membentuk sel lalu materi yang bisa di dilihat, didengar, diraba/ disentuh, dikecap dan dicium oleh panca indera kita. Karena keterbatasan kemampuan indera maka kita melihat seolah-olah benda tersebut padat. Padahal yang terjadi ialah benturan elektron dari sel2 jari kita yang menyentuh kumpulan/awan elektron2 benda "padat" tersebut. Jadi secara hakiki semua benda yang terlihat atau dapat di tangkap oleh panca indera kita adalah benda yang semu tanpa kepadatan sama sekali. Itulah realitas ilmiah tentang benda yang ada diseluruh universal.

Jadi dari sebutir atom sama sekali tidak ada kepadatan. Yang ada hanya getaran enerji frekwensi elektron atau gelombanga enerji yang berputar dalam sebutir atom. Sedangkan elektron dan neutron itu juga bukanlah kepadatan tetapi getaran enerji frekwensi. Atom tadi terdiri lagi dari partikel sub atom yaitu elektron, proton dan neutron. Yang kemudian terdiri lagi dari quantum, quarks, leptons, positron  bagian yang terkecil dari sebutir atom atau seluruh benda yang ada di alam semesta.

Ilmu pengetahuan ternyata telah mampu menguraikan misteri realitas , keadaan materi ternyata tidak  terlihat sebagaimana senyata saat kita lihat dengan indra kita.  Materi hanyalah suatu  ikatan-ikatan energy yang terjebak dalam hukum-hukum disana, sehingga menampakan dirinya  sebagaimana yang kita tahu. Pertanyaannya adalah jika materi adalah susunan energy, maka mengapakah ketika  kita melihat dengan indra kita,  benar-benar bisa nyata, bisa diraba, dirasa, dan di benar-benar nyata sensasinya. Jadi  sebenarnya yang nyata yang mengamati ataukah yang diamati ?. Inilah pernyataan yang ingin diurai  jawabannya dalam bab ini. Jika tidak ada kesadaran maka materi tidak akan ada. Dan jika tidak ada materi maka kesadaran juga akan kosong saja, tidak memiliki apa-apa alias suwung.

Perhatikanlah bagaimana para scientis sampai pada kesimpulan tersebut. Objek yang diamati diperbesar sedemikian hebatnya sehingga sampai kepada  zona yang terkecil. Ketika sampai di zona terkecil di perbesar lagi hingga sampai meluas lagi. Diambil lagi titik terkecil diperbesar lagi. Kemudian zona terkecil terakhir tersebut diperbesar lagi dengan jutaan kali, sedemikian luasnya sehingga scientis tidak mampu melihat apa-apa, sebab hanya kekosongan semata. Sehingga sampailah pada kesimpulan bahwa atom ternyata 99,9% adalah kekosongan semata. Pertanyaannya kekuatan apakah yang mempertahankan ruang yang kosong tersebut sehingga tetap eksis. Apakah elektron benar-benar ada ?. Disinilah logika abstrak para scientist bermain. Untuk mengatasi kesulitan tersebut maka kemudian dibuatlah model atom, agar akal manusia mampu memahami keadaan tersebut. Oleh karenanya kemudian kita kenal model atom Rutherfood  sebagaimana sistem tata surya kita. Struktur atom yang kita kenal sekarang ini sesungguhnya adalah sebuah model yang ingin menjelaskan keadaan sebenarnya (realitas) objek. Artinya logika abstark para scientist inilah saat sekarang yang kita gunakan ini untuk keperluan pengetahuan. Pertanyaannya apakah keadaan realitas kebenarannya demikian ?. Wolohualam bisawab.

Namun dari sini kita akan mendapatkan alur pemahaman bahwa materi sesungguhnya adalah suatu ruang yang diliputi oleh energi (electron). Luar biasanya model satu atom ini ternyata mampu menjelaskan keadaan semesta bagaimana alam  ini dibangun. Jika kita perhatikan ternyata susunan tata surya, susunan galaksi, semua akan mengikuti model yang sama, sebagaimana model atom. Tata surya disusun dengan 99,9 persennya adalah kekosongan. Bagaimana menjelaskan bahwa alam semesta hakekatnya adalah kekosongan semata. Benar-benar membingungkan. Kita masih belum memasuki kepada kajian kita dimanakah letak ruang acuan inersia sebagaimana yang dimaksudkan Newton dan Enstein itu. Kita masih berkutat  dengan apakah yang dimaksudkan dengan ruang itu sendiri. Dengan memahami konsep atom yang ternyata kosong, kita sudah mendapatkan pemahaman bahwa kosong tersebut hakekatnya adalah ruang. Ruang adalah kekosongan yang dibatasi oleh energi ikat yang mampu mempertahankan agar keadaan ruang tersebut tetap ada. Dalam model atom, maka ruang kosong akan dijaga oleh electron. Sehingga ruang tersebut tetap menunjukkan karakteristik materi tersebut. Semisal itulah keadaan ruang dan waktu. Keadaan ruang dan waktu  akan senantiasa berada didalam energi ikat, yang dinamakan energi kesadaran.

Newton membeberkan sejumlah definisi bahwa ruang dan waktu adalah mutlak. Ruang mutlak adalah ruang dimana setiap tempat dapat dibagi menjadi tiga koordinat lepas dari adanya benda sebagai acuan atau tidak. Ruang angkasa dibayangkan memiliki sumbu-sumbu matematis yang menentukan kedudukan setiap titik. Menurut Newton waktu pun mengalir tanpa mengacu pada peristiwa tertentu. Einstein secara radikal merombak pengertian ruang dan waktu mutlak. Ruang dan waktu tidak mutlak lagi atau dengan kata lain menjadi relatif. Atas kekonsistennya, Einstein berhasil mengantarkan suatu cara pandang mengenai alam semesta yang samasekali baru dengan teori relativitas khususnya ini. Setelah terbukti einstein mencoba lagi membuktikan prinsip relativitas umum, yakni bahwa hukum-hukum fisika akan sama untuk semua pengamat. Tepatnya antara tahun 1905 sampai 1916 einstein membuktikan bahwa hukum-hukum fisika itu akan sama dalam kerangka acuan percepatan. Dia mengakui pentingnya hubungan antara gerak percepatan dan gravitasi, dan selanjutnya menunjukkan bagaimana gravitasi dapat mempengaruhi ruang dan waktu.

Terlepas dari perdebatan teori klasik dan modern yang menyatakan bahwa  ruang dan waktu itu mutlak atau relative. Kami ingin menghantarkan cara pandang yang lebih komprehensif dalam memandang kedua pendapat tersebut. Karena menurut hemat kami tidak ada yang salah dengan pendapat teori klasik dan tidak juga dengan teori modern. Semua benar adanya, tergantung ruang acuan inersia manakah yang digunakan. Pijakan sang pengamat sendiri yang akan menentukan keyakinan dalam pengamatannya. Yang menjadi persoalan adalah entitas apakah yang digunakan untuk melakukan pengamatan. Terlihat bahwa Enstein mencoba menggunakan entitas ‘kesadaran’ didalam dirinya untuk mengamati ruang dan waktu. Kesadarannya mencoba menerobos pembatas (hijab) kesadaran. Sebagaimana di lilustrasikan dengan kereta A dan B. Dengan kesadarannya Enstein mencoba keluar dari kabin kereta. Sehingga dia mendapatkan keadaan bahwa ruang dan waktu adalah relative. Sementara Newton tetap melakukan pengamatan di dalam kabin kereta, tanpa terpengaruh situasi diluar kereta. Sebab kesadarannya tidak digunakan kesana. Kami telah menuliskan ilustrasi kereta ini dalam misteri ruang dan waktu. Einsten telah mengaktifkan kesadarannya untuk menjadikan semua materi yang disentuh eksis, sehingga dia meyakini keadaan ruang dan waktu yang relative. Pertanyaannya adakah penyaksi yang menguatkan kesaksian Enstein ini ?.

Pemahaman inilah yang akan digulirkan, saat mana kesadaran itu eksis maka kesadaran akan  menjadikan setiap materi itu menjadi eksis. Ruang dan waktu menjadi eksis bagi Enstein. Namun tidak bagi lainnya yang tidak mennggunakan entitas yang sama. Newton misalnya, dia hanya menggunakan kemampuan indranya saja, maka jelas dia tidak mampu menerobos kabin keretanya sendiri. Maka dia terhijab di dalam ruang dan waktu yang ada di dalam kereta tersebut. Oleh karenanya setiap materi yang tersentuh kesadaran akan memiliki makna tersendiri bagi manusia dan juga bagi eksistensi  materi itu sendiri. Keterhubungan antara materi dan kesadaran adalah sebagaimana keterikatan satu kesatuan, saling membutuhkan keberadaan masing-masingnya. Misalnya planet yang belum diketahui di luar angkasa, tidak akan bermakna apa-apa, hingga planet tersebut diketemukan dan dikenali manusia. Ketika planet tersebut diketemukan, maka planet tersebut akan tersimpan dalam file memory otak manusia, dan akan bertahan terus selama ada orang-orang yang mengingat dan mempelajari planet-planet luar angkasa. Jika tidak ada manusia yang mau mempelajari planet luar angkasa, maka planet-planet tersebut tidak akan bermakna, tidak akan memberikan konstribusi bagi perkembangan peradaban manusia.

Dari ilustaris tersebut mungkin kita sedikit mendapat gambaran bahwasanya kesadaran adalah ruang itu sendiri bagi sang pengamat. Sebab disana dia akan mampu melakukan eksplorasi seluruh keadaan alam semesta. Bukan indranya lagi yang diajadikan sebagai alat pengukuran dan pengamatnnya. Ketika Enstein berada dalam ruang pengamatan kesadarannya, maka seluruh alam semesta serasa masuk ke dalam kesadarannya, sehingga dia akan mampu mengamati pergerakan cahaya. Kemudian dia mencoba melakukan pengukuran dan perghitungan. Kesadaran akan mampu menerobos pemabats ruang (hijab), kesadaran juga akan mampu mengamati keseluruhan yang ada di dalam ruangan tersebut, sebab kesadaran keluar dari medan grafitasi materi.

Sekarang marilah kita perhatikan persamaan dan perbedaan dengan para spiritualis. Para scientis pertama kali akan melakukan pengamatan atas apa-apa yang berada diluar dirinya, hal ini dilakukan oleh Newton dan beeberapa abad setelahnya. Mereka memishkan antara objek yangdiamati dan sang pengamatn itu sendiri secara mutlak. Maka hasilnya adlah ruang dan waktu menjadi mutlak. Namun para scientist berikutnya yang dipelopori Enstein tidak dengan tegas memisahkan obejk dan sang pengamat itu sendiri. Enstein membawa masuk  objek alam semsta ini masuk kedalam kesadarannya, disana dia mengamati pergerakan alam semesta. Maka kesadaran Enstein mampu meliputi banyak ruang-ruang dibawahnya. Kesdaran tinggi akan mampu melihat ke level kesadaran ruang di bawahnya. Begitulah yang dilihat Enstein, maka dia mampu melihat keluar kabin kereta, dan menyaksikan ruang dan waktu yang berbeda. Dia mampu menyaksikan kereta lainnya, yang sedang mengalami masalah yang sama. Disini level pemahaman scientis dengan spiritualis akan mendapatkan kesamaannya. Kedua-duanya mampu menjadi saksi atas ruang dan waktu lainnya, dimana semuanya ditentukan oleh kesadaran. Kesadaran sendiri adalah cahaya. Cahaya yang membentuk menjadi ruang.

Perbedaan yang mendasar diantara keduanya adalah, jika spiritualias berangkat dari pengolahan diri menuju kepada satu titik di dalam dirinya, mengenali siapa pengamat yang ada dalam dirinya, kemudian dia mengamati kesadarannya. Sedikit demi sedikit akan meluas , keluar , meliputi tubuhnya, dan kemudian meluas kea lam semesta. Pusat pengamatan yang dilakukan adalah pada hati. Sedanglan scietis berbuat sebaliknya, mereka melakukan pengamatan dari alam semesta, mereka bertumpu pada akalnya. Akal memiliki ruang kesadaran juga. Kesadaran akal inilah yang kemudian dijadikan ruang pengamatannya. Melalui pengamatan kesadaran ini, scientis dapat meliputi alam semesta dengan kekuatan kesadaran pikirannya. Kedua pengamatan ini akan menemukan hasil yang sama, akan mendapatkan pemahaman yang senada.  Hanya saja masing-masing model pengamatan ini ada kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Manakala kita terlalu mengeksplorasi akal kita, jiwa akan merasa ditinggalkan, sebaliknya jika kita terlalu mengesplorasi hati maka akal akan merasa diabaikan juga.

Hasil dari eksplorasi kedua metode tersebut akan berpengaruh atas energi di alam, maka alam kemudian akan merestorasi dirinya seandainya salah satu energi kesadaran tersebut terlalu merusak. Disinilah dilemanya. Cara yang paling bijaksana adalah mengkombinasikan keduanya.  Kombinasi akal dan hati. Kita menggunakan resultan dari energi kesadaran keduanya. Manakala kita sudah menemukan koordinat yang pas maka disitulah ruang inersia kita. Ruang pijakan untuk mengamati kekuasaan Allah. Metode inilah yang pertama kali dikembangkan oleh Nabi Ibrahim saat sekarang ini dikenal dengan istilah metodologi pengamatan yang disebut dengan IHSAN. “Kesadaran kita seakan-akan melihat Allah, atau kita seakan-akan sedang dilihat Allah”. Kesadaran kita seakan-akan sedang melihat alam semesta, dan atau alam semesta sedang melihat kita. Kita manusia memiliki kecerdasan yang merupakan resultan  akal dan hati, sayang sangat sedikitmanusia yang mau mengeksplorasinya. Melalui metode Nabi Ibrahim ini, maka alam semesta seakan keluar masukdengan sendirinya dalam kesadaran kita. Maka kita seakan-akan berada di dalam ruang dan waktu akherat, walau raga kita ada di bumi. Demikianlah..wolohualam

wasalam

Komentar

  1. luar biasa. Newton dan Einstein dua duanya benar. Dalam fisika modern, konsep Newton adalah benar juga dalam relativitas einstein. jika kita masukan kecepatan benda yang diamati dalam kasus benda benda besar yang memang kecepatannya jauh jauh di bawah kecepatan cahaya, maka rumus-rumus relativitas Einstein akan berubah menjadi rumus-rumus Newton. Dengan kata lain, hasil pengamatan Newton dan hukum-hukum fisika Newton adalah kasus khusus atau bagian dari hasil pengamatan Einstein. Hukum-hukum Einstein meliputi hukum-hukum Newton. Hukum-hukum Einstein bisa menjelaskan dan menghitung hukum fisika di dunia atomik maupun benda besar, sedangkan Newton hanya di benda-benda besar saja.

    Penemuan revolusioner Einstein dalam kesadarannya yang luar biasa adalah bahwa massa, ruang, dan waktu adalah relative, sedangkan KECEPATAN CAHAYA ADALAH MUTLAK. Kecepatan cahaya adalah SAMA di semua alam pengamat. ini yang luar biasa. Dengan pemahaman ini, maka waktu bisa menjadi panjang dan pendek, massa bisa membesar dan mengecil, sedangkan ruang bisa memampat dan meluas tergantung dari kecepatan alam si pengamat.

    Salam Kesadaran

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali