Kisah Spiritual : Tonggak Kesadaran di Pulau Sebatik



Mata Mas Thole menatap lurus ke depan, sejauh mata memandang lautan luas. Hujan dan angin masih meliputi,  perlahan membasahi rambut dan baju. Kabut tipis menutup jarak pandang ke laut.  Begitu juga dari semak-semak mulai bermunculan kabut yang terus membesar, naik  ke permukaan. Suasana magis mulai terasa kuat sekali merasuki kesadaran Mas Thole yang diam disana. Menunggu beberapa detik lamanya. Tiba-tiba diambilnya bambu kuning yang diselipkan di bajunya. Dipegangnya dengan kedua belah tangannya. Disorongkan ke depan lurus searah dadanya. Matanya rapat terpejam, kesadarannya menerobos menuju lautan luas, naik keatas menuju langit ke tujuh. Masuk ke dasar bumi hingga menyeruak di lapis-lapis terdalamnya. Mengucap puja-puji syukur kepada Tuhan.

“Wahai Tuhan semesta alam, hamba berdiri disini menjadi saksi atas tonggak kesadaran yang segera akan dipancangkan disini. Wahai 7 samudra, 7 langit, dan 7 dasar bumi, serta semua makhluk yang melata diatasnya. Makhluk yang nampak maupun tak tampak. Mahkluk yang bisa disebut dan juga yang tidak. Makhluk yang bernama ataupun yang tidak bernama, semua makhluk yang tidak mampu terdeteksi dalam kesadaran. Disini akan ditanamkan tonggak kesadaran. Sebagai penanda lahirnya sebuah kesadaran baru. Kesadaran Nusantara Baru. Ku pinta keikhlasan kalian semua.”

Bambu kuning itu digenggamnya dengan erat sekali. Seakan-akan takut terlepas. Bambu yang kecil itu seperti bergetaran hebat, berkelabatan cahaya dari langit, dari dalam tanah, dari 7 samudra dan lautan, bahkan dari alam dimensi lainnya, seperti sambung-menyambung menerobos memasuki bambu tersebut. Tangan Mas Thole hampir saja tak mampu menyanggah bambu yang hanya sepanjang 5 jari tangan saja itu.  Walau peristiwa itu terjadi dalam hitungan detik, namun sanggup menguras energi Mas Thole. Perlahan dibukanya mata, dipandangnya lautan luas. Sambil menghela nafas lega. Segera di tancapkan bambu itu disana. Di sebuah pantai di daerah yang bernama Sie Nyamuk.

Sungguh peristiwanya sangat dahsyat sekali di alam kesadaran. Bumi seperti terbalik-balik keadaannya. Sayang tidak semua orang akan mampu melihat peristiwa tersebut. Begitu juga dua rekan Mas Thole yang tetap menunggu di mobil, hujan yang masih turun rintik-rintik menyebabkan mereka enggan mengikuti prosesi itu. Alam kesadaran bergolak, bagai diterjang tsunami. Nampak sekali kehebohan terjadi disana. Kesadaran Mas Thole seperti mendapatkan pijakan disana. Keyakinan diri yang kuat sekali. Nampaknya prosesi ini sudah selesai. Kami sudah menunjukkan tanda-tandanya. Alam sudah kembali normal. Meski hujan masih menitik, namun itu hanyalah sisa-sisa. Mas Thole yakin bahwa dia bisa melanjutkan perjalanan pulang ke Tarakan. Laut sepertinya sudah tidak bergolak. Dan memang benar demikian kejadiannya. Malam itu juga Mas Thole dan 2 rekannya kembali menginap di Nunukan untuk keesokan harinya akan kembali ke Tarakan.

+++

Memang peristiwa biasa dan nampak biasa saja. Pertanda alam yang terlihat natural saja. Apa anehnya dengan badai dan hujan yang datang tiba-tiba. Semua bebas memaknai sebagai hal biasa. Namun tidak bagi Mas Thole dengan keyakinannya. Peristiwa yang dialami ini adalah skenario alam semesta, yang menjadi bukti dukungan KAMI atas keyakinan mereka. Awan dan angin yang datang, hujan yang kemudian menyusul, semua selalu bersesuaian waktunya. Saat mereka tiba di patok 3 perbatasan Malaysia, saat mana telah didapat petunjuk. Hujan mengguyur dengan lebatnya. Memaksa mereka berdua harus meninggalkan tempat tersebut.

Gambar di ambil saat di rumah makan



Hingga mereka berhenti makan, hujan dan angin semakin dahsyat menerjang mereka. Apalagi kemudian setelahnya Mas Thole mendengar khabar, ombak raksasa bergelombang datang, menyebabkan perahu-perahu tidak berani melintas untuk menyeberang ke Nunukan. Suasana benar-benar tak biasa. Seusai makan itulah, mereka kemudian melanjutkan perjalanan menuju titik yang diinginkan KAMI. Dan dipinggir pantai di perjalanan ke Sie Nyamuk, tonggak kesadaran dipancangkan disana. Seperti sebuah menara tower yang berfungsi menguatkan sinyal kesadaran. Berdiri kokoh dengan cahaya yang menembus langit, itulah tonggak kesadaran. Ditancapkan di Pulau Sebatik bagian terluar nusantara baru.

+++

Mengurai kejadian menjadi bermakna, sama sulitnya ketika kita mencoba memaknai takdir kita sendiri. Bagaimana mengurai benang merah kejadian yang sangat biasa, menjadi berjuta makna. Bagaimana memaknai kejadian yang nampak janggal dan tak biasa, menjadi alur kesadaran. Kesadaran  yang jika kita jeli mengkaji, nyatanya kali berikutnya, pada generasi jauh setelahnya, telah mampu memporak-porandakan peradaban manusia. Inilah dunia ghaib, dunia misteri, dunia alam dimensi  kesadaran manusia. Ketika manusia menjelajah alam-alam dimensi informasi maka lihatlah bagaimana dahsyatnya lompatan kesadaran manusia. Kesadaran yang mampu meningkatkan peradaban manusia. Dimana informasi yang justru ironinya tersembunyi dibalik rantai DNA mereka sendiri. Sungguh sulit di percaya bukan ?. Perhatikan saja, jika kita ingin melihat dunia, ambilah satu sel saja dari tubuh kita amati kedalamannya. Maka alam semesta akan terpampang disana.  

Banyak sekali muasal peradaban diilhami oleh kejadian biasa. Sebut saja penemuan Newton atas hukum gravitasi. Berapa milyar apel yang jatuh dipermukaan bumi, di sepanjang peradaban manusia. Mengapa ketika itu Newton terilhami dan mampu memaknai kejadian yang sangat biasa ini. Kesadaran Newton mampu melihat sesuatu yang luar biasa dibalik peristiwa jatuhnya apel. Ada hukum-hukum alam yang membuat apel selalu jatuh ke bumi. Hukum-hukum yang menyusun alam semesta sebagaimana keadaannya ini. Maka kemudian setelahnya, lihatlah perkembangan peradaban manusia. Saat mana setelah rahasia hukum gravitasi ini terkuak ?. Luar biasa sekali. Manusia memasuki kesadaran baru. Pengungkapan hukum ini menjadi pemicu hukum-hukum lainnya. Sedemikian hebatnya sehingga kemudian manusia mampu terbang ke bulan. Bagaimanakah kita memaknai hal ini ?.

Di kisahkan lagi, seorang anak manusia bersama anaknya. Dialah Ibrahim dan Ismail. Berdua mereka berada di padang pasir tak bertuan. Padang pasir yang hanya berisikan makhluk-makhluk antah barantah. Mereka berdua dalam keyakinan, meletakkan lagi batu-batu dan disusun ulang menjadi sebuah rumah beribadatan pertama. Rumah yang menjadi simbol kembalinya kesadaran manusia yaitu simbol kesadaran berketuhanan. Mereka membangun rumah Allah di padang pasir yang terpencil dari peradaban manusia kala itu. Bagaimana kita melogikan sesuatu yang tak masuk akal ini. Bukankah jika kejadian tersebut dilakukan di jaman ini saja orang-orang sudah akan menyebutnya ’gila’. Jaman dimana arus informasi sedemikian hebat di masa kini saja akan memandang aneh atas apa yang dilakukan Nabi Ibrahim dan anaknya itu. Bagaimana dilakukan dikala kesadaran manusia masih sangat rendah. Maka setan dan jin, serta siluman disana, tertawa bekakakan, melihat tingkah ayah dan anak tersebut. Namun dengan keyakinan utuh, mereka berdoa, ditengah padang pasir yang sejauh mata memandang tidak terlihat apa-apa.

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (QS, 2:127)

Marilah kita sejenak mencoba menelisik. Apakah yang terlintas dalam benak kita ?. Berdua mereka berada di padang pasir dimana disana-sini tidak nampak ada kehidupan. Bukankah aneh sekali. Apakah yang mereka cari dan yang mereka yakini. Kita hanya mendengar setelahnya saja dimana kemudian tempat itu ramai dikunjungi. Tapi coba bayangkan pada saat kejadian itu berlangsung. Berapa diantara kita yang kemudian yakin atas apa yang dilakukan Nabi Ibrahim ?. Bukankah sebagian orang justru menyebutnya ‘gila’ ?. Dapatkah kita petik hikmahnya ?. Ya, keyakian dan kekuatan hati mereka berdua. Sehingga mereka kemudian layak menjadi utusan-Nya (KAMI). Mereka menyakini bahwa batu yang mereka bina tersebut akan menjadi poros kesadaran umat manusia nanti. Adakah yang saat itu peduli ?. Mereka berbicara kepada KAMI, berbicara kepada alam, berbicara kepada Allah tuhan mereka. Berdoa dalam keyakinan diri. Pada suatu saat nanti akan terbuktilah keyakinan diri mereka itu.

Kekuatan hati dan keyakinan yang membaja menjadi tonggak kesadaran terpenting bagi umat manusia di muka bumi. Oleh karena itu layak saja jika kemudian Nabi Ibrahim di sebut sebagai Bapak para nabi. Perhatikanlah bagaimana doanya ini, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS, 14;37).

Apakah hikmah yang dapat kita petik dari kisah-tersebut ?. Manusia memiliki kesadaran, dengan kesadaran tersebut manusia mengelola keyakinan dirinya. Keyakinan inilah yang kemudian akan menciptakan energi pusar kesadaran. Energi-energi alam semesta akan terus berputar mengitari keyakinan orang-orang yang memiliki energi kesadaran ini. Itulah keyakinan Ibrahim. Keyakinan yang mampu merubah peradaban manusia, ribuan abad setelahnya. Marilah kita tarik ke wilayah kesadaran diri kita. Mampukah kita meyakini kejadian tersebut dengan logika kita. Mampukah kita berada di keadaan tersebut.

Manusia-manusia yang memiliki kesadaran atas peran dirinya di bumi inilah yang kemudian akan merubah dunia. Tidak hanya para nabi, namun juga dalam bidang tekhnologi sebagaimana Newton dan juga lainnya. Maka dengan pemahaman dan keyakinan inilah, Mas Thole melakukan serangkaian perjalanan spiritual kembali, mengikuti perintah-perintah KAMI. Meletakkan tonggak-tonggak kesadaran nusantara baru. Membuat simbol-simbol agar dapat dimaknai. Sebagaimana Nabi Ibrahim meletakan simbol kesadaran berupa batu yang disusun menyerupai rumah itu. Itulah simbol bagi kesadaran-kesadaran manusia.

Maka tonggak yang ditancapkan Mas Thole adalah semisal dengan itu. Kesadaran bagi lahirnya nusantara baru. Nusantara yang akan dikawal kelahirannya oleh para pinisepuh Pajajaran. Inilah saatnya bergantian kekuasaan di alam semesta ini. Majapahit akan menyerahkan tampuk kekuasaannya kepada anak keturunan Pajajaran. Oleh karena itu tonggak kesadaran harus dicanangkan dipelbagai pelosok nusantara. Terutama mulai dari ujung terluarnya. Begitulah perintah dari KAMI yang harus diikuti Mas Thole. Tidak ada pilihan, hanya sudah dalam keyakinan dirinya. Tonggak-tonggak ini akan memanggil anak cucu Pajajaran untuk kembali ke nusantara. Bersama mereka akan bahu membahu mewujudkan nusantara baru. Nusantara yang menjadi mercusuar dunia. Tonggak kesadaran harus dipancangkan sebagai simbol atas keyakinan diri. Tonggak ini  akan berfungsi sebagai ‘repeater’ yaitu penguat sinyal semisal tower operator seluler. Dan tunggulah saatnya, dimana manusia-manusia anak keturunan Pajajaran akan berbondong-bondong kembali ke nusantara. Sebagaimana yang sudah di janjikan KAMI kepada Mas Thole. Mas Thole harus membuktikan keyakinan dirinya ini. Dialah saksi, dialah pewarta akan khabar kebenaran yang akan terjadi nanti. Nusantara baru akan di kawal oleh anak kelahiran Pajajaran. Semoga. Wolohualam

***

Begitulah tonggak kesadaran yang pertama sudah dipancangkan. Masih ada tonggak-tonggak lainnya yang meski dipancangkan lagi. Beberapa pulau terluar harus di datangi Mas Thole, dan semua itu menunggu perintah KAMI. Dan nampaknya KAMI sudah memberitahukan kepada Mas Thole untuk keberangkatannya ke Papua, menuju pulau terluarnya disana. Sungguh nyawa menjadi taruhannya disana. Di daerah dimana tidak ada penghuni. Hanya dedemit dan para siluman. Maka Mas Thole hanya pasrah atas apa yang menjadi tugasnya ini. Sebuah keyakinan harus ada yang memulai. Untunglah Ki Ageng selama ini terus mendampingi perjalanannya, dan muncul sewaktu-waktu jika ada hal yang membahayakan atau hal yang memang dibutuhkan pemahaman. Maka kami cuplikan sebagian SMS nya, sebagai bagian dari kisah ini.


6:12 19 Nov - Ki Ageng: Dua gunung api di Indonesia meletus bersamaan semalam. Sumatra dan Jawa. Sang Merapi mulai memberikan tandanya. Hati-hati. Saatnya Sabdo Palon aktif.
6:25 19 Nov - Ki Ageng: Minggu sinabung meletus. Senin Merapi meletus. Beruntun. Semua orang biasa saja dan tidak perduli. Tdk ada yg menyadari bahaya. Sebagian besar kita sedang tidur nyenyak. Kesadarannya yg tidur.
6:56 19 Nov - Mas Thole: Apakah ada kaitan dg penancapan tonggak kesadaran kmrn di pulau Sebatik, wolohualam
7:04 19 Nov - Mas Thole: Ada sesuatukah mas?
7:15 19 Nov - Ki Ageng: Semua terserah keyakinan kita memaknainya.
7:16 19 Nov - Ki Ageng: Karena demikianlah yg dijelaskan kitab suci. Kabar berita yg diberitakan utusan yaitu para nabi pasti tidak akan dipercaya. Di dustakan.
7:17 19 Nov - Mas Thole: Ya mas..
7:17 19 Nov - Ki Ageng: Mereka semua akan dianggap orang gila bagi masyarakatnya. Padahal mereka hanya mengabarkan saja.
7:18 19 Nov - Mas Thole: subhanalloh
7:18 19 Nov - Ki Ageng: Mereka hanya pembawa berita belaka. Pasti mereka akan dianggap gila. Dan bila apa yg mereka katakan terjadi maka mereka akan disebut sebagai tukang sihir.
7:18 19 Nov - Ki Ageng: Dalam bahasa sekarang adalah paranormal.
7:19 19 Nov - Ki Ageng: Padahal masyarakatnya mengetahui kebenaran kalimatnya namun tetap saja mereka akan disebut pembuat puisi atau kalimat indah belaka.
7:20 19 Nov - Ki Ageng: Bertambah sebutan mereka yaitu sang penyair.
7:21 19 Nov - Ki Ageng: Dan bilamana mereka memberitakan suatu yg tidak diketahui masyarakat maka mereka dianggap tengah mendongeng. Maka berita yg disampaikan dianggap dongeng belaka.
7:23 19 Nov - Ki Ageng: Demikianlah kejadian dan keadaannya sang pembawa berita. Dan ini akan tetap berlangsung seperti ini seterusnya. Setiap datang seorang yg memberitakan sang alam. Maka sebutan demi sebutan dan pandangan seperti yg dijelaskan kitab suci akan tetap sama.
7:25 19 Nov - Ki Ageng: Mereka semua tdk memerlukan penyaksian yg lain
 Cukup Tuhan mereka yg menjadi saksi. Cukup keyakinan mereka. Cukup niat dan pernyataan hati mereka. Cukup diri mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri. Sungguh diri mereka bukanlah orang gila.
7:27 19 Nov - Ki Ageng: Sungguh mereka berlepas diri dari sihir. Sungguh diri mereka mengabarkan kabar alam bukan tengah berpuisi semata. Sungguh mereka meyakini realitas dan bukanlah dongeng. Cukup diri mereka nenjadi saksi atas mereka sendiri. Dan Tuhan menyaksikan atas apa yg ada dalam hati mereka.
7:29 19 Nov - Ki Ageng: Demikianlah keadaan mereka. Dan mereka orang yg terpilih yg berada dekat dengan putunjuk Tuhan. Dan Tuhan merahmati mereka. Mereka ridho dengan ketetapan Tuhannya. Dan Tuhan meridhoi langkah mereka.
7:31 19 Nov - Ki Ageng: Sesungguhnya mereka sendiri tdk tahu yg gaib. Pengetahuan mereka hanyalah sebatas atas apa yg Tuhan beri dalam kesadaran mereka. Mereka melakukan yg terbaik dalam batas kemampuan mereka. Hanya demi tulus ikhlas menyembah kpd Tuhan semata.
7:31 19 Nov - Ki Ageng: Salam sejahtera untuk mereka.
8:11 19 Nov - Mas Thole: Amin2 ya robb, smg senantiasa mereka  selalu dikuatkan hatinya.
8:16 19 Nov - Ki Ageng: Tugasmu. Tugas kita. Membimbing mereka. Menunggu kedatangan mereka. Meyakinkan mereka. Bahwa mereka tdk gila. Merekalah yg normal.
8:17 19 Nov - Ki Ageng: Kita sudah terlalu banyak salah dan dosa. Tdk setimpal untuk menjadi mereka. Namun kita diberi tugas yg tdk kalah penting dg mereka.
8:18 19 Nov - Ki Ageng: Yaitu memberi air ruhani. Agar benih di hati mereka tumbuh. Sampai mereka memiliki batang yg kuat.
8:19 19 Nov - Ki Ageng: Ingat masyarakat akan berusaha sekuat daya membunuh kesadaran mereka. Mengucilkan. Mengasingkan. Menjadi virus yg tdk dikehendaki masyarakat.
8:20 19 Nov - Ki Ageng: Tugas yg berat. Paling tdk sekarang kita memiliki pengalaman. Mungkin saja Dia salah satu dari mereka.
8:21 19 Nov - Ki Ageng: Masih banyak mereka yg akan datang. Kesadaran mereka itulah yg mungkin disimbolkan dg dal.
8:22 19 Nov - Ki Ageng: Simbol dal yg berawal dari adam. Dan di akhir kenabian yaitu muhammad.
8:22 19 Nov - Ki Ageng: Apakah benar?. Wallahu alam.
8:40 19 Nov - Mas Thole: Ya...insyaallah. Dengan keyakinan ini kt melangkah.
8:54 19 Nov - Ki Ageng: Suka tidak suka. Rela tidak rela. Kita akan "diseret" takdir kita. Maka sebaiknya dg suka rela kita naik takdir kita. Menaiki kuda takdir kita dan dibawa kemana akan pergi. Dg keyakinan kpd Allah. Semoga.


Yah, inilah bagian dari sebuah perjuangan. Perjuangan anak-anak manusia. Keyakinan atas berdirinya nusantara baru. Nusantara yang memiliki hati nurani. Nusantara yang akan menjadi mercu suar dunia. Siapakah lagi yang akan berjuang kearah sana jika bukan kita-kita ini. Meski hanya dengan laku ini. Namun Tuhan tidaklah tidur. Tuhan Maha Mendengar, inilah sebuah ikhtiar yang dilakukan. Sebuah iktiar tak biasa, dimana orang-orang akan menyebutnya 'Gila' !.

Wolohualam

Komentar

  1. Amin.
    Semoga umat muslim khusus nya... membaca kembali al~qur'an. Setidaknya tafsir Al~Qur'an. Fahami & fahami... Semoga Allah membukakan pintu Kesadaran kita semua. Amin.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali