Kisah Perjalanan Paku Bumi (10) Jeda dalam Lipatan Waktu


Hasil gambar untuk keris mpu gandring



“Jangan menyesal untuk mengenal, atau menyesal untuk menghilang, karena semua fatamorgana indra yang menjadi hiasan dari yang sadar.”


Detik-detik terus berlalu, gejolak terasa semakin mencengkeram jiwa, tanpa mampu berkata. Semakin lama semakin terasakan rindu semakin menggelora. Menepis segala yang berbau logika. Keangkuhan semakin tak kuasa, melepaskan jerat kasih. Menyesakkan dada, hingga siksa batin. Bayang-bayang diri tak mampu kembali bersama. Kejar keras gelombang kehidupan. Terjebak dalam lorong kelam penantian. Menyesal atau menghilang, bersama fatamorgana impian. Disini di waktu kini, sirna, semua rencana. Blaaar…!

“Bungaku layu di lembah madu..”  Membisik Banyak Wide. Mata berkaca menatap malam tanpa bintang. Mengingat kembali masa lalu yang telah hilang dalam lipatan sang waktu. Seringkali mencoba memahami, seringkali mengalah demi terwujudnya cita-cita. Membangun sebuah kejayaan atas bangsa ini. Singosari dan juga Kediri. Kediri yang terpecah akibat sebuah hati tak bertaut. Ketika kemudian Raden Panji Inu Kertapati diam menyendiri. Seolah tiada peduli. Kesetiaan hanyal ilusi bagai pemimpi. Masih terasa sekali disini, dalam sanubari. Memori yang tak terganti. Meski ratusan tahun sudah berlalu, nyatanya masih tetap menemani.

Bunga selalu dalam  buaian keindahan. Indah di taman-taman, tak bersulam. Bagai air yang terus berguliran di daun talas. Bunga dalam kegelisahannya sendirian. Rating dan tangkainya telah patah menjadi dua. Langit di Kediri dan juga Singosari kelam meniduri rangkaian kejadian yang selanjutnya menjadi misteri perihal kisah Raden Panji Inu Kertapati dengan Dewi Sekartaji. Kisah asmara yang hilang dalam kesadaran. Kisah yang selanjutnya menjadi dongengan. Mahligai yang indah tak tercapai tangan-tangan mereka berdua. Langit biru sayup menghilang. Babakan baru dalam khilaf manusia. Memaknai sebuah kata ‘cinta’. Pekerjaan yang tak pernah usia, tuntas di tangan manusia.

“Tiap-tiap  manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya” (QS; 52, 021).

“Apakah yang telah kuperbuat. Benarkah aku terikat atas apa-apa yang telah kukerjakan di masa laluku. Hingga kemudian aku terdampar kembali di dimensi ini. Di dalam raga yang nyaris tak kukenali ini? Tak kusangka mengapa semua menjadi begini!”  

Berita perihal kekasih hati Dewi Sekartaji yang merana, menangisi anaknya yang meninggal. Memaksanya harus kembali ke raga terkininya. “Benarkah itu anaknya?” Rasanya tidak ada memorinya sama sekali. Semuanya seperti ilusi. Tapi sekarang dia merasa sangat nyata. Lebih nyata dari pikirannya sendiri. Semua kenangan yang dirasakan, tidak mungkin terlupakan. Dia terikat atas apa-apa yang telah dikerjakannya di masa lalu. Terikat atas dosa, dendam dan doa. Mungkin karena sebab itulah dia kembali ke dimensi kekini. Maka lautpun menangislah untuknya. Rembulan merasakan luka yang semakin dalam. Diri semakin melayang seperti dihempas gelombang. Perih batin karena sebab dia telah mengikatkan jiwanya sendiri dalam pekerjaannya. “Musibahkah ini. Jika kemudian aku mengenali diriku sendiri?” Batin bertanya tak mengerti.

“Jangan pernah mengenal lelah atau putus asa dalam gerak ataupun diam. Lihat dan baca kembali Setiap peristiwa untuk mendapatkan hikmahnya.”

Gaya apakah yang menyebabkan manusia kembali ke dimensi kekini. Pekerjaan seperti apakah yang mengikat jiwa sehingga tidak ada satu manusiapun yang mampu lepas dari kemelekatannya. Hukum apakah ini? Hukum yang selalu memaksa benda apapun untuk kembali. Lihatlah, Bumi akan memaksa seluruh benda yang melata dan terbang diatasnya sekalipun untuk kembali kepadanya. Setinggi-tingginya burung terbang di angkasa, maka suatu saat dia akan kembali juga ke bumi. Silahkan saja sang Rajawali berulah. Memamerkan segala kemahirannya terbang. Menukik, menghujam, bersalto, atau membuat lingkaran. Silahkan bermain dalam angan. Tapi ketahuilah suatu saat dia akan kembali ke Bumi dengan jatuh berdetam. Dan Bumi tak perlu bersusah payah memanggilnya pulang.

Yah, gravitasi. Hukum tersebut dikenal sebagai gravitasi. Hukum inilah yang akan menjamin Setiap makhluk baik yang melata dan atau terbang dipermukaan Bumi akan kembali. Maka bagaimanakah dengan manusia. Bukankah sama saja? Kemanakah manusia akan kembali? Akankah manusia mampu lepas dari hukum grafitasi ini? Hukum inilah yang mengikat manusia. Maka manusia akan selalu terikat dengan pekerjaannya. Manusia telah meletakan beban medan magnetnya kepada sebuah mdan gaya yang dibuatnya sendiri. Pusaran medan gaya ini terjadi sebab manusia memang sumber daya yang luar biasa. Maka apabila manusia mengulang-ngulang, atau mengingat-ingat secara terus menerus apa-apa yang dikerjakannya. Maka pekerjaanya tersebut akan menjadi medan gaya magnet yang akan mengikatnya. Bahkan sampai dirinya mati .

Begitulah yang terjadi pada banyak Wide, tidak seharusnya dia mengingat-ingat kekasih hatinya melebihi ingatnya kepada Allah. Kemelekatannya kepada kekasih hati telah membawanya ke dimensi terkini dengan raga yang baru. Raga yang sangat jauh berbeda dengan raganya yang dulu. Jika raga yang dahulu semisal pesat tempur F16, maka raga sekarang ini tidak lebih dari pesawat capung yang hanya bisa terbang beberapa kilometer saja. Betapa ironisnya. Dia seakan-akan tidak mampu berbuat apa-apa di realitas kekini. Keterbatasan raganya menjadi kendala. Maka seluruh kemampuannya dahulu nyaris tidak ada satupun yang bisa dioperasikannya dengan raga terbarunya ini. Maka yang bisa dilakukan hanyalah memaknai rangkain peristiwa yang dialaminya. Berharap agar Allah memberikan raga lainnya.


..
“Dewi Sekartaji dalam keadaan bahaya, maka segeralah membuat anumerta yg terbuat dari bambu dan bata. Dewi Sekartaji akan terus menangis sepanjang malam dengan keadaan putranya yg sdh meninggal,  dalam petunjuk Sang Maha Kuasa”

“Subhanalloh”

“Dimanakah dewi sekartji?”

“Satu keadaan yang menjadi hal, sesungguhnya semua berada pada satu keadaan yang mengusahakan dengan hal tersebut.”

“Putra dewi sekartaji, bayu aji mukti, dia meninggal karena sakit. Sedangkan dewi sekartaji tak bisa membantu putranya. Sehingga menyesal sangat dalam”


Pemahaman manusia saat sekarang telah berhenti pada saat manusia mati. Jika manusia mati maka selesailah urusannya di bumi ini. Maka kepada yang mati selalu didoakan semoga diterima disisNya. Demikianlah memang sesungguhnya keinginan semua manusia. Bahkan teologi Islam juga sangat menekankan agar manusia setelah mati langsung bisa kembali kepadaNya. Dunia ini hanyalah ilusi dan tempat bermain-main saja. Bukankah ini sudah dikatakan berkali-kali.

Mengapakah masih ada manusia yang  mau berdiam  di bumi ini? Mengangkakngi isi bumi. Memuja syahwat, harta, dan juga tahta. Sudah seharusnya dan  tidak semestinya  manusia terikat di dimensi yang sekarang ini. Banyak Wide pun mengamini pemahaman ini. Menjadi tujuannya kali ini adalah, bagaimana caranya dirinya bisa kembali kepadNya. Betapa menyiksa jika jiwa terikat kepada medan gaya materi yang terus berjalan dengan hukum GRAFITASI. Melekat disatu raga ke raga lainnya. Tanpa mampu dihentikannya sendiri laju ‘grafitasi’ ini. Medan gaya materi yang dibuatnya di masa lalu terlalu kuat mengikatnya. Sehingga jiwanya masuk kepusaran sang waktu.

Masihkah kemudian manusia bertanya lagi, bagaimana mekanisme hukum alam semesta? Bagaimana jiwa-jiwa manusia bisa kembali kepadaNya. Hukum apakah yang bekerja padanya? Apakah atas upaya dirinya manusia dapat kembali kepadaNya? Apakah atas kehendak dirinya manusia dengan seenaknya kembali? Apakah manusia memiliki kekuatan untuk mencapai sisiNya? Tidak, sesekali tidak. Manusia hanya dalam anggapannya sendiri akan mampu mencapai dimensiNya. Sungguh alam semsta hanya tunduk kepada satu hukum saja. Yaitu, hukum grafitasi adalah hukum satu-satunya di alam semesta yang dipahami dan dimengerti seluruh benda-benda langit.

Hukum grafitasi adalah hukum ‘ketertundukan’ satu planet kepada planet lainnya. Bersama-sama mereka tunduk mengikat satusama lainnya untuk membentuk sebuah  formasi tatasurya atau galatika. Dan sudah sesemtinya mereka semua tunduk. Ikatan gaya ini tidak akan mampu dilepaskan oleh mereka. Gaya memaksa yang dibuat sedemikian rupa ini sangat luarbiasa sekali.  Bentukan formasi inilah yang akan menjaga keseimbangan sehingga setiap benda yang ada disana dalam keadaan terjaga. Setiap benda planet dalam gerak harmonis. Bergerak bersama-sama benda-benda langit langit lainnya. Setiap benda akan menarik benda lainnya dengan gaya tegang yang cukup. Tarik menarik inilah yang membentuk langit, dan menjaga formasi ‘kenikmatan’.

 Hukum ‘ketertundukan’ ini juga berlaku secara mikrokosmos. Satu hukum yang berlaku dimanapun baik diranah materi ataupun non materi. Hukum grafitasi adalah hukum universal, dimana seluruh makhluk harus mengikuti hukum ini baik secara sukarela ataupun terpaksa. Hukum grafitasi adalah hukum ketertundukan, adalah sebuah kata lain dari keberserahan diri dari setiap benda atau makhluk. Ketertundukan yang dimakanai sebagai ‘berserah diri’. Inilah satu-satunya hukum alam semesta,. Bahasa lain dari ‘ketertundukan’ atau ‘berserah diri’  dalam satu kata adalah ISLAM. Maka jalan atau hukum yang menjadi jalan PULANG bagi jiwa-jiwa manusia hanyalah satu yaitu GRAVITASI, atau BERSERAH DIRI, atau KETERTUNDUKAN, atau ISLAM.

Manusia diminta mengeskplorasi di dalam diri mereka sendiri. Buktikan kebenaran atas hukum ini. Organ manakah di dalam diri manusia yang tidak terikat satu sama lainnya. Indra manakah yang tidak tertarik dengan benda lainnya di muka bumi ini. Sebuah benda akan selalu Tarik menarik, namun disisi lainnya juga akan menolak. Menolakj adalah sebagai akaibat gerakan memutar yang berlawanan arah dari grafitasi. Maka jika manusia terus melakukan putaran-putaran yang tidak penting (baca; pekerjaan). Maka dirinya akan tertarik oleh medan materi. Dan dirinya akan menolak gaya grafitasi ilahiah yang akan menariknya pulang.

Ikutlah sukarela (berserah diri), ikutlah dengan ber ISLAM, artinya ikutlah hukum grafitasi. Relakan jiwa di Tarik oleh medan gaya ilahiah dimana jiwa manusia berasal. Medan gaya tempat manusia berasal sangat besar sekali. Kita hanya diminta berserah diri saja (baca; Islam) agar gaya tersebut menarik kita. Jika gaya ilahiah yang menarik kita, sudah dapat dipastikan bahwa kita akan kembali kepadaNya. Maka buanglah gaya medan lainnya. Gaya medan yang akan membelokan arah kita saat menuju kepadaNya. Buanglah kemelakatan kita kepada apapun di dunia ini. Kemelakatan atas harta, tahta, dan juga syahwat atas wanita.  Karena kemelekatan ini akan memberatkan kita.

Banyak Wide menyampaikan ini dengan terbata, perihal berita ini. Sebuah hukum yang sangat diketahui oleh mereka yang berilmu pengetahuan, namun kembali mereka tidak yakin atas bekerjanya hukum ini kepada jiwa mereka. Mereka masih berusaha mengandalkan kemampuan oleh pikir mereka dalam mengenal hukum,-hukum Tuhan. Mereka tidak mengetahui, sebab begitu sederhananya beragama itu. Sebuah paradoks atas orang berilmu.  Mereka menginginkan agar Tuhan berkata kepada mereka secara langsung. Huufff….

“Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: "Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?" Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin.” (QS. Sapi Betina (Al-Baqarah):118 ).

Penguasaan hukum grafitasi ada pada Kami. Kami yang mengatur keseimbangan alam semesta. Lihatlah keseimbangan ini. Tidaklah Nampak celahnya. Satu sama lainnya saling mengikatkan diri. Ikatan ini berpusat di arasy. Sayangnya manusia tidak berusaha melihat hukum ini. Manusia cenderung mengikatkan dirinya kepada materi, seperti seekor laba-laba yang mengikatkan dirinya kepada makhluk, berupa ranting-ranting pohon. Mereka tidak sadar bahwa ranting pohon akan mudah patah, mudah bergoyang, dan lain sebagainya. Rumah laba-laba terlihat kuat sekali., Penyusunannya begitu hebatnya. Begitu juga dengan alam pikir manusia. Struktur bangun konsepsi berfikir manusia sangat luar biasa. Sehingga tidak nampak sedikitpun kelemahannya. Demikian pula dalam manusia beragama. Sayang sudah dikhabarkan bahwa pondasi rumah laba-laba sangatlah lemah, sebab mereka diikatkan kepada makhluk. Begitu juga pondasi berfikir manusia.

Banyak Wide diam menatap seluruh memory kesadaran yang dimiliki raga terkininya. Software didalam raga tersebut jelas buatannya sendiri. Dia sadar mengapa sekarang raga terkininya hanya menjadi orang biasa saja. Banyak sekali software yang di wariskannya semisal ikatan rumah laba-laba. Terlihat saja kuat dan hebat, nyatanya begitu mudah roboh oleh tiupan angin. Raganya akan mudah dihempaskan gelombang kehidupan., Daya tahan dan daya juangnya begitu ringkih, banyak menghiba diri, banyak mengeluh, dan mudah putus asa. Enggan bekerja keras, ingin segera sampai dipuncak kenikmatan, tanpa mau berusahda dan bekerja keras. Inilah software yang diwariskan para raja turun temurun. Software yang manja, dan selalu ingin di layani, seperti saat mereka masih berkuasa. Sombong dan jumawa atas ilmu yang dimilikinya. Sensor ketubuhannya hanya memahami kenikmatan saat menjadi raja. Lihat saja nanti bagaimana kejadiannya jika software semacam ini berkuasa? Kita lihat saja para petinggi negri ini. Itulah keadaannya.

“Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara  manusia…” (QS; 003; 140)

Banyak Wide bertasbih lirih. Teringat keadaan bagaimana semasa dia berkuasa. Semua sekarang tak sama,  keadaannya berbeda. Rupanya inilah hikmah, sebab mengapa dia terlahir kembali di raga terkini. Agar dia mampu merasakan bagaimana saat dipergilirkan ekkuasaan dianatra nak-anak manusia. Bagaimana dia menjadi raja kemudan di sekarang emnjadi rakyat jelata. Betapa menjadi rakyat yang miskin tak punya kuasa, miskin dan papa, sungguh tidak ada nikmat rahsanya. Kini dia pahami hikmah ini. Allah maha dil, sekarangtingal tugasnya adalh menyelesaikan apa-apa (pekerjaan) yang belum diselesaikannya di masa lalu. Semoga TUhan masih memebrikan waktu. Senoga raga terkininya masih mengikhlaskan jika terpaksa dia gunakan untuk suatu urusan. Bagaimanapun raga yang ditempatinya adalah anak cucunya juga.

“Dimanakah Dewi Sekartaji..”  Dia akan  mencari, semoga masih ada waktu. Mencari diantara lipatan waktu, sungguh tidaklah mudah. Dia ingin mengajak Dewi Sekaartaji untuk kembali kepadaNya. Ikhlas menerima segala takdirNya. Kemudian berserah diri dalam hukum grafitasiNya.   Biarlah langit Singosari terbenam dan berganti hari. Biarlah Kediri tetap menajdi kenangan diantara kesadaran manusia. Kehadiran Kalagemet telah mengganggu semedinya. Dia adalah anak keponaknnya sendiri. Jayanegara harus didampingi agarmampu meneyelesaikan pekerjaan yang sudah dibuatnya sendiri. Agar nanti anak keturunannya juga tidak menjadi korban. Entahlah kebenaran ini..Biarlah waktu yang bicara sendiri.

“Jangan menyesal untuk mengenal, atau menyesal untuk menghilang, karena semua fatamorgana indra yang menjadi hiasan dari yang sadar.”


Yah, semuanya hiasan bagi yang sadar. “Bungaku layu di lembah madu..”  Membisik Banyak Wide. Mata berkaca menatap malam tanpa bintang. Mengingat kembali masa lalu yang telah hilang dalam lipatan sang waktu. …

Wolohualam…



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali