Kisah Perjalanan Paku Bumi (10), Satria Sang Pemanah Rahsa 1


Hasil gambar untuk dewa pemanah cinta

“Separuh nafasku,
Kuhembuskan untuk cintaku
Biar rinduku sampai kepada bidadariku”

Penggalan syair lagu yang sempat membawa Pambayun ke masa lalu, dituliskan ulang disini. Mengawali sebuah perjalanan panjang. Mencari jawaban dimanakah sebenarnya muaranya cinta. Jika ada batas lautan sepi, rasanya ingin menepi. Jika ada akhir sebuah rahsa mau mati, rahsanya diri tidak ingin kembali apalagi ke ke masa kini.  Jika ada obat penyambung patahnya hati, rahsanya ingin merapatkannya kembali.  Jika saja diri ini bisa memilih. “Punya hati bukanlah untuk disakiti..hhh.” Sungguh berat meninggalkan yang pernah ada, diam dalam memori yang lama. Bagaimana harus meninggalkan cinta, yang telah menghancurkan. “Sakitnya…oh..sakitnya.” Namun harus.. namun harus, diri pergi meninggalkan memori lama. 

“LIhatlah dunia kita ini, begitu memilukannya. Hanya tanngisan kehancuran. Itukah mau manusia? Cinta dan kebencian. Amarah dan kesakitan. Luka dan kesengsaraan.”

 “Cinta yang paling rahasia adalah mendoakannya”  Bisik Banyak Wide lirih. Mata batinya menerobos, lepas dari raga terkininya. Kejadian beruntun yang terus membombardir neuron otaknya telah mengusik semedinya. “Ini tidak boleh dibiarkan.” Ada rahsa pertanggung jawaban dirinya ada disana. Apalagi secara realitas Pambayun menghubunginya melalui pesan-pesan WA.  Rangkaian kejadian di alam ghaib telah memasuki tataran materi. Ghaib telah termanifestasi dalam perilaku manusia.  Tidak saja Kalagemet yang bermain dalam tataran kesadaran manusia. Bahkan Mahapati sekarang sudah turun sendiri langsung ke mayapada. Menggunaan raga-raga manusia untuk memuluskan jalan. Menakuti manusia dengan serangkaian serangan teror yang mematikan. Meskipun sudah di khabarkan berulang kali disini, namun pada saat kejadian tetaplah gundah dan resah adanya. Begitulah kesadaran manusia.

Sungguh banyak manusia enggan menanggapi, bahwa sesungguhnya manusia digerakan oleh daya-daya lain. Semisal virus yang telah merusak OS sebuah komputer sehingga program tidak bekerja sebagaimana mestinya. Padahal mereka sudah banyak melihat kejadian, bagaimana manusia bias ‘kesurupan’. Bagaimana manusia bertingkah laku layaknya bukan manusia. Maka manakala ada salah seorang kesatria yang mengirimkan gambar-gambar para korban teror kpeada Mas Thole. Banyak Wide memerintahkan Mas Thole untuk menegurnya. Mereka tidak tahu bahwa dengan memforward gambar-gambar tersebut, maka sang ghaib akan memasuki alam kesadaran manusia melalui HP. “Ini adalah perang kesadaran.” Begitu Mas Thole mengingatkannya. Maka Mas Thole mohon ijin kepadanya untuk segera menghapus semua postingan gambar.

Benar saja, manakala dia mengingatkan groupnya agar segera menghampus gambar-gambar tersebut. Hantaman energy luar biasa menggedor jantungnya. Tangannya gemetaran sesaat setelah mengirimkan peringatan tersebut. Muncul sosok energy yang menghardiknya dengan keras. “Dasar manusia memberitahukan keberadaan kami kepada orang lain!!!” Hardikan tersebut, membuat jantungnya hamper copot, dia sempoyongan hampir saja jatuh terduduk.

“Pak..kenapa saya nih pak..!” Teriakan tersebut berupa pesan WA datang dari rekan yang mencoba mengingatkan groupnya atas bahaya mengirimkan gambar-gambar para korban secara viral dari dan kepada temen-temannya.

“Pak saya ngasih tau ke temen2 utk hapus foto tersbeut..jatung saya deg2an, ..tangan saya gemetaran..Energynya ngamuk kali ya pak ke saya..karena saya kasih tau temen-teman saya. Bantu saya pak…!!!”

Mas Thole menangkap kepanikan luar biasa pada rekannya ini, apalagi anaknya terlihat sangat rewel sekali Dia melihat sang ‘energy’ menatap tajam kepada anaknya yang masih berusia 5 tahun dengan pandangan kebencian. Mas Thole segera meminta kepadanya untuk menyiapkan air putih, yang nanti boleh diminum selang 5 menit. Selang beberapa saat dia memberitahukan keadaannya.

“ Dagh..agak mendingan pak. Walaupun sekarang jujur jantung saya masih berdegup2 dan sesak di dada pak. Intinya saya tadi dah keluarkan melalui mutah. Apa yang harus saya lakukan pak?. Baru ini saya mengalami perang kesadaran yang membuat fisik saya kayak td pak.”

Banyak Wide terpekur, air matanya menetes, diujung bulu matanya. Sedih sekali rahsanya. Begitulah keadaannya. Perang kesadaran yang tidak akan dipahami oleh manusia lainnya. Sendiri berada dalam kesakitan dan mau mati. Berada dalam nelangsa dan sepi. Berada dalam kehidupan dan dimensi yang tak ada satupun manusia peduli. Yah, siapakah yang peduli?!? Jika ini di khabarkan kepada lainnya, maka ujungnya adalah sebuah justifikasi, “Sakit Jiwa!” Sebab hanya saksi sendiri yang memngalami. Hanya dia sendiri yang merasakan amuk rahsa di jiwa. Dan bagaimana hancurnya raga. “Rahsa ini misteri..!” Maka bagaimana ada yang mau percaya, manakala di kisahkan rahsa sakitnya di Tarik oleh empat ekor kuda. Bagaimana rahsanya tulang belikat yang lepas, dan pecahnya pembuluh darah. Adakah yang mau mencoba?  Dan kini Banyak Wide hidup kembali untuk merasakan sakit yang kedua kali.

Banyak Wide pun memahami bagaimana keadaan rekan Mas Thole itu. Maka hanya kesedihan yang menyelimuti. “Heeeh…Mahapati..!” Tanpa terasa terucap sebuah nama dari bibir Banyak Wide. Musuh bebuyutannya di jaman Majapahit. Dialah yang menyusun skenario bagi diri dan keluarganya. Hingga kemudian Raden Wijaya menghukumnya. Kini dia sudah datang dari masa lalu. Terus mengejar dan berusaha melindungi kepentingannya. Dia sang penjelajah waktu. Mampu berada di masa lalu, masa kini, dan juga di masa depan. “Siapakah sesungguhnya dia?”  Manakah yang realitas dan manakah yag ghaib?. Apakah raga yang digerakan sang Mahapati ataukah sang Mahapati itu sendiri, yang menggerakan raga manusia?  Sungguh keadaan ini sulit dimengerti.


Memandang langit, seterang tetesan air. Sepanjang guratan kesepian. Senaif angan dan pemikiran. Kenangan atas pemuda yang bernama Suta telah mengharu biru kesadaran Pambayun. Seorang pemuda yang terus menunggunya di masa lalu. “Menunggu..? “  Tentu saja itu sebuah pertanyaan yang harus di jawab. Sungguh dalam memorinya tidak ada janji sama sekali. Rupanya sang pemuda sudah salah mengerti. Dia adalah anak seorang pembesar istana yang konon sudah direncanakan untuk menjadi suaminya. Kedua orang tua merekalah yang menjodohkannya. Namun apalacur nasib berkata lain. Pambayun tidak mengerti perjanjian kedua orang tuanya itu. Maka tiada salah cintanya. Mestinya Suta sadar itu. Bukan salah Pambayun, semua adalah takdir Tuhan. Bukan pula salah Ki Ageng Mangir. Permainan skenario alam yang memang luar biasa sekali. Dan jika kemudian semua menjadi jelas di masa kini. Bagaimana menyiikapi? Duh, Pambayun bingun sendiri. Raga terkininya tak mengerri semua ini. Maka hari-hari Pambayun tengah menyelesaikan dendam dan cinta.

Pernahkah merasa jarak antara mereka. Kini semakin terasa, begitu dekat namun terasa sangat jauh. Terasa jauh namun mereka dekat sekali. Bagaimanakah mengakhiri?!? Siapakah yang menyakiti dan siapakah yang disakiti jika begini keadaanya? Bisakah memohon kepada Tuhan untuk menghapus rahsa cinta mereka? Memang tidak mudah bagi mereka melupakan segalanya. DNA mereka telah terkunci. Siapakah yang menyadari, janji yangtidak pernah diingkari. Adalah janji sebuah hati yang tersakiti. Bagaimana jika Tuhan mengabulkannya disaat terkini? Merindukan purnama, merindukan mimpi. Merindukan agar semua terulang kembali. Semua ingin memperbaiki kisah yang sudah mereka lakoni di masa lalu. Mengulang kembali? Memberikan hak kepada yang orang yang belum pernah merasakan cinta. Hak untuk dicinta oleh kekasih hati. BUkankah begitu rangkaian kejadiannya. Tuhan sangat adil, maka jika kemudian Suta diberikan kesempatan untuk dicintai Pambayun, bukankah itu skenarioNya. Keadilan Tuhan adanya.

Entahlah, jika itu ditanyakan kepada Mas Thole. Maka sama saja keadaanya, dia tidak apahami apa-apa perihal cinta ini. Sakitnya saja terasa. Dimanakah keindahannya? Menguak misteri keahiran dibalik raga-raga yang ada sekarang, sebagaimana mengupas kulit bawang. Satu demi satu mesti dikupas untuk memamstikan keadaan siapakah sebenarnya jatidirinya. Tenttu saja hingga sampai kepada lapisan terakhir. Begitulah yang mesti dilakukan,  Pambayun harus membantu kelahiran Suta. Raganya yang sekarang menafikan keberadaan manusia masa lalu. Menafikan adanya kemungkinan reinkarnasi. Kejumudan pemikiran dan juga dogma keyakinan sudah mengunci mati hati mereka. Manusia seakan-akan bertindak sebagai Tuhan yang bisa menentukan segala kejadian. Termasuk memberikan keputusan bahwa Tuhan tidak mungkin menghidupkan manusia masa lalu di kehiidupan sekarang.  Pambayun mengenal Suta di masa lalu. Maka hanya dengan niat kepada Allah dia ingin membantu kelahiran Suta. Pakah raga terkininya mengetahui? Rasanya dia sudah tak peduli Ini adalah kisahnya sendiri. Mungkin dengan ini dia bisa menebus kesalahan masa lalunya atas nama cinta.

“Cinta yang paling rahasia adalah mendoakannya”  Bisik banyak Wide mengingatkan kembali.

Apakah mudah Pambayun mengawal kelahiran Suta? Tanyakanlah kepadanya bagaimana rahsanya. Mengupas lapisan demi lapisan. Dimensi demi dimensi. Satu demi satu dijelajahi. Bagaimana remuk rendam rahsa di jiwa bahkan juga hancurnya raga. Sepanjang hari dalam keadaan diantara dua dunia. Berdiri seakan langit dan bumi bergoyang. Mutah, diare, dan segala sakit datang. Hingga terakhir kemarin dia sempat menghbungi Mas Thole mengkhabarkan keadaannya. Dirinya bertarung dengan seekor ular hitam yang sangat besar sekali. Matanya merah menyala, kilap sisiknya hitam mengkilap jika terkena sorotan sinar.   Hingga pada akhirnya dia masuk ke dalam rumah dan didapatinya ular tersebut telah memakan korban puluhan pemuda yang sudah dalam keadaan meninggal. Pambayun berhasil mengeluarkan seorang pemuda yang diyakini itu adalah Suta.

“Nimas Pandansari !” Banyak Wide membisiki Mas Thole. Banyak Wide kenal betul dengan salah satu keponakannya dari Pantai selatan ini. Nimas Pandansari lebih di kenal dnegan nama Nyi Blorong, karena sorot matanya yang merah menyala, mencorong membuat lemas seluruh sendi-sendi manusia yang menatap matanya ini. Di masa kini Banyak Wide sudah pernah berhadapan beberapa kali. Saat itu dia ingin mengobati seorang pemuda. Kisahnya sudah pernah dihantarkan di awal kisah Mas Thole ini. Nimas Pandansari adalah sosok wanita yang sangat cantik jelita salah satu penguasa tlatah pantai Selatan. Maka siapapun lelaki akan terpesona melihatnya. Inilah sosok yang dihadapi Pambayun. Tentu saja bukan suatu hal yang mudah bagi Pambayun berhadapan dengan tokoh ini.  


Pada saat yang bersamaan, Mas Thole juga sedang disibukan dengan perseteruannya dengan para dukun yang menggunakan baju Kyai. Mereka menjual hasil tirakatan dan wirid mereka kepada orang-orang yang datang meminta bantuan mereka. Mas Thole diperintahkan Kami untuk membantu rekan seperjalanan yang nyaris bunuh diri sebab hutang usaha yang melilitnya. Mata batin Banyak Wide menerobos ke alam kesadaran, mencari detail kejadian sebab apakah rekannya ini mengalami keadaan yang mengenaskan ini. Pengajaran apa yang sedang diberikan Tuhan kepadanya. Tidak ada suatu yang kebetulan jika kemudian rekan tersebut datang kepada Mas Thole.  Seebnarnya sudah enggan rahsanya Mas Thole berurusan dengan para Kyai model begini. Hal yang sama sebelumnya Mas Thole juga berhadapan dengan seorang Habib yang memiliki jamaah ribuan.  Sama saja dengan ilmunya Habib ini menjebak para wanita dna menjanjikan surga kepadanya agar mau menuruti nafsu bejatnya.

Berhadapan dnegan kaum berilmu sungguh paradox keadaannya. Secara realita mereka adalah orang-orang yang sangat disegani. Namun secara perilaku mereka bukanlah menunjuikan mereka bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa. Bagaimana menjelaskan keadaan ini kepada manusia yang telah dibutakan matanya. Manusia yang telah mengkultuskan manusia lainnya. Sungguh bukan suatau hal yang mudah. Maka Kami sudah berkali-kali mengingatkan Mas Thole bahwa dia akan sering berhadapan dengan orang-orang yang berilmu luar biasa. Orang yang sangat disegani di diantara manusia. Mereka menggunakan ayat-ayat Al qur an untuk menyerang manusia. Menggunakan makhluk yang menjaga setiap huruf al qur an untuk menuruti nafsu mereka. Maka bai Mas Thole yang tidak amenguasai ilmu apa-apa, sangat fatal keadaannya.

Banyak Wide sudah melihat ada 22 dukun yang bekerja bersama-sama melindungi seseorang yang merupakan rival rekannya ini. Persaingan usaha sepertinya. Ada niatan rivalnya ini akan menghancurkan. Kesadaran Mas Thole mencoba memahami. Rival dari rekannya inilah menggantungkan tali nasibnya kepada para dukun yang mengaku kyai ini. Semisal ikatan laba-laba yang diikatkan kepada ranting-ranting pohon. Betapapaun kuat tali laba-laba, namun amatlah lemah pondasinya. Hukum inilah yang digunakan oleh Mas Thole untuk melawan. Pertarungan kesadaranpun terjadi. Tak begitu lama, masih hari itu juga rekannya mengkhabarkan bahwa anaknya sakit panas demam yang sangat tinggi. Dengan kondisi tiada biaya tentu saja kepanikan adanya. Mas Thole mencoba meyakinkan kepadanya bahwa ini adalah sihir. Maka perkuatlah keimanan kita kepada Allah. Kekuatan sihir lebih dahsyatdari kekuatan santet itu sendiri. Sihir lebih kepada menyerang system informasi ketubuhan kita. Ibarat sel kanker yang mampu beradaptasi sehingga system pertahanan tubuh tidak menganggap sebagai penyakit. Maka kanker menjadi sistemik. Berurat dan berakar hingga sampai jantung.

Kondis Mas Thole pun sama buruknya, bagaimana rahsanya berhadapan dengan 22 dukun sekaligus. Tentu saja tidak mudah. Hari berikutnya istri Mas Thole sakit demam tinggi mendadak menjelang maghrib.  Dalam sholat Mas Thole melihat bahwa sakit istrinya ini tidak wajar. Maka setelah sholat dia bergerak mengobati. Wajah istrinya kelihatan hitam legam. Panasnya demikian luar biasa. Layaknya mampu memanaskan air  saja. Beberapa gerakan dilakukannya, menyapu dan membersihkan, mencabut dan membuang energy yang menyerang. Setelah selesai Mas Thole memimta bantuan anaknya untuk melihat dan mendeteksi makhluk apa yang membuat begitu. Sambil menguji apakah anak Mas Thole sudah normal kembali sehat. Tak beberapa lama, anaknya Mas Thole keluar dari kamarnya, dan memberitahukan kepada Mas Thole sosok yang menyerang adalah Buto Ijo. Sosok yang selalu meminta nyawa manusia jika diturunkan. Syukurlah sosok tersebut berhasil diminta keluar oleh Mas Thole. Hingga sampai tulisan ini diturunkan kondisi istrinya Mas Thole sudah membaik. Begitu juga keadaan Mas Thole sudah lebih baik dari hari sebelumnya.

Bersambung...

Komentar

  1. Ikut mendoakan dan prihatin dgn para kesatria yang mengalami ujian, insya Allah akan ada kemudahan setelah kesulitan. Saya bisa merasakan hal itu, krn saya pernah mengalaminya dan kalaupun diceritakan ke orang lain akan dianggap gila kita, hanya orang yang pernah mengalami yang bisa percaya dan memahami. Bukankah Quran juga diturunkan untuk orang yang mempercayainya? Tetap sabar dan yakin pada pertolongan Allah. Doa dan salam dari tlatah wetan buat para kesatria.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali