Aku Menikmati Kehancuran Itu ?!?


Hasil gambar untuk dewa pengetahuan

Pagiku, aku mengunjungi diriku sendiri. Lintasan kereta dan rel sejajar dua muka, saat aku berangkat bekerja, hanya menyisakan pertanyaan. Sebuah dualitas alam semesta tak akan bertemu dititik akhir. Itukah kejadian sesungguhnya. Tak pernah kusangka jika akan begitu akhirnya. Bukankah sia-sia jika aku akan mempertemukan keduanya? Maka menjadi jelas bagiku, sebab mengapa matahari tidak akan pernah mendapatkan bulan. Dan siang juga selalu akan  menunggu malam dalam peraduannya. Masing-masing tidak menyisakan apapun antara satu dan lainnya. Maka kubiarkan saja kesadaranku mengamati. Mengamati jalannya memori dan juga gaya medan magnet yang bekerja mempengaruhi pemikiranku.

LIhatlah, betapa liarnya pemikiran, kadang berselaput jelaga hitam dan keinginan yang mengamuk dan tidak ingin disela. Kadang diam dalam nelangsa yang lama. Seakan hidup menjadi mudah jika diakhir saja. Hh..,dimanakah sesungguhnya keyakinan? Sebab keadaanya hanyalah seperti memindai rahsa dan medan gaya. Silih berganti dalam dinamika alam semesta. Dalam siklus yang sudah tertata dari sejak semula. Tekanan tinggi dan tekanan rendah akan menghasilkan gaya yang meredam di dada, dan menimbulkan sensasi nikmat disana. Namun keadaan berbalik jika terlalu tinggi perbedaan tekanan maka seperti jatuh di lembah kematian saja rahsanya. Harapan dan kenyataan yang tidak seindah angan hanya menghasilkan kesakitan.

Pagiku, aku melangkahkan kaki untuk mengikuti jejakmu. Bergerak dalam diam sanubariku sendiri. Melihat apa yang seharusnya bisa kulihat. Seluruh wujud alam semesta yang menjadi gerak, seluruh diamnya alam semesta yang menjadi zat. Maka gerak pikiranku akan menjadikan aku mewujud  dalam (menjadi) jatidiriku. Diamnya pikiran akan menjadi lembamnya jiwaku. Sekaligus kering dan matinya hatiku. Lantas mengapa aku tidak sadarkan diriku bahwa bergerak lebih baik dari pada diam. Bergeraknya fikiran untuk selalu memikirkan perihal penciptaan alam semesta. Untuk apakah diciptakan. Dan anehnya semua ada begitu saja, dalam benak pikiranku sekarang. Tanpa sela beriringan.

Pagiku, telah kulalui hari-hariku selama ini dengan kesakitan, dan untaian nelangsa yang tak berkesudahan. Bertanya dalam setiap penantian, ketika aku menjadi ada, maka mengapa rahsa sesungguhnya aku tiada. Mengapa ada selalu mendahului ketiadaan atas jiwaku ini. Ada dan tiada menjadi sebuah bahasa symbol alam semesta atas kesadaran. Sebuah manfestasi wujud sang Aku yang ada pada diriku. Sebab gerak ‘aku’ memang ada dan menjadi wujud sang jiwa. Maka tidakkah engkau perhatikan manakala diamnya “aku’ akan menjadi materi atau zat, sehingga engkau bisa merasakan semua itu. Karenanya jika aku tidak bergerak maka rahsa sakit ni akan terus menggila, mewujud menjadi nestapa dan samsara tak berkesudahan. Itulah wujudku ada dalam jiwaku. Karena itu bukankah bergerak lebih baik daripada diam?

Pagiku, kuberitahukan padamu, biarkan aku bergerak bersama sang waktu. Bergerak dalam diamnya zatku. Bergerak dari satu etape ke etape berikutnya. Dari wajahku yang satu ke wajahku yang berikutnya. Dari wujud satu ke wujud lainnya. Menguap, menyublim, menghamblur, dan bermacam reaksi lainnya. Biarkan aku bergerak mengamati. Reaksi biokimia yang ada dalam tubuhku. Reaksi penghancuran dan pembentukan zatku agar aku menjadi ada dan nyata. Lihatlah aku bergerak dalam diamnya zatku yang tak terpengaruh waktu. Pergerakan zatku akhirnya terasa diam dalam pengamatanku. Padahal sesungguhnya aku yang bergerak dalam diamnya zatku. Katakanlah, “aku menikmati penghancuran atas zatku sendiri..”

Bisa jadi engkau mentertawakan aku. Namun sungguh engkau keliru. Aku menikmati penghancuran. Sebab nikmat tubuhku kudapat dari sebuah proses penghancuran. Proses yang sering disebut sebagai deformasi, sebuah rangkaian proses biokimiawi. Aku merasakan manisnya gula atas penghancuran senyawaan gula dalam lidahku. Enzim ketubuhanku membantu melakukan deformasi atas zat gula itu. Aku menikmati kehancuran itu. Rangsangan yang terjadi di seluruh neuron adalah berasal dari proses penghancuran ini. Penghancuran masal yang ada dalam tubuh manusia menghasilkan energy gerak yang tak terbayangkan. Untuk menghasilkan tenaga satu kalori saja bagi pergerakanku. Entah berapa jiwa yang harus aku korbankan. Inilah faktanya. Semua telah disiapkan untuk pergerakanku. Semua itu agar aku tetap bergerak. Tuhanku tidak menginginkan aku diam.

Refleks kenikmatan atas kehancuran itu menjadi Operating System, menjadi system gerak ketubuhanku. Maka sangat wajar jika tampilan wujudku di alam nyata adalah perilaku yang selalu menghancurkan. Kehancuran atas suatu zat adalah sumber kenikmatan yang bisa kudeteksi. Selain itu aku belum mempunyai referensi. Kenikmatan itu sangat nyata saat aku merobek daging dengan gigiku. Kehancuran protein di daging tersebut merangsang system ketubuhanku. Maka untuk selanjutnya aku selalu meminta itu.  Aku akan selalu meminta kenikmatan tersebut. Inilah refleks tubuhku. Mencari kenikmatan yang dihasilkan atas sebuah proses deformasi. Maka lihatlah bagaimana penampilan aku, aku, dan aku, di kehidupan nyata. Menghancurkan dan menguasai akan menjadi sebuah kenikmatan tersendiri, bagiku.  Daya dorong ini sangat sulit dikendalikan sebab memang fitrah ‘aku’ adalah menikmati kehancuran-kehancuran itu.

Pagiku, aku dalam renungan atas diriku. Aku yang tak mampu melepaskan diri dari daya yang senangtiasa membelitku. Daya yang memaksa agar aku ‘menghancurkan’ untuk sebuah kenikmatan yang mampu kurasakan ‘nyata’. Mekanisme system ketubuhan ini begitu kuat membelenggu. Telah mengikatku dalam pusaran waktu. Bukankah engkau tahu apakah kehendak Tuhanku atas ragaku ini? Tuhan telah meminta kepada langit dan bumi agar membentuk ragaku sebaik-baik bentuk. Kemudian Tuhan juga sudah memerintahkan langit dan bumi agar melayani ‘aku’. Aku sedang mengemban amanah Tuhanku sebagai wakilNya di alam semesta. Maka kepada langit dan bumi dan seluruh makhluk bersujud dalam melayani ‘aku’. Sebuah kehendak (will) Tuhan atasku agar aku ‘beribadah’.

Beribadah? Tidakkah engkau mengerti apa itu? Pemahamnku hanya sebatas menjalankan perintah dan menjauhi larangannya. Apakah hanya itu?  Pertanyaan lain, untuk apakah menjalankan dan menjauhi larangan? Tentu saja untuk sebuah tujuan yang sudah ditetapkan Tuhan bukan? Kalau begitu, apakah tujuan Tuhanku menciptakan ‘aku’? Menciptakan ras manusia?  Sebaiknya aku memang mesti tahu itu. Namun terlepas dari itu, setidaknya harus kita jawab apakah ‘beribadah’ itu. Dalam makna yang lebih bisa dipahami. Bukankah faktanya, ibadah adalah sebuah dinamika gerak, sebuah usaha yang harus dilakukan olehku. Yah, aku tahu, untuk melakukan ibadah butuh usaha. Maka dapatlah dikatakan bahwa ibadah adalah sebuah usaha. Jika ibadah adalah sebuah usaha, maka tentu saja aku membutuhkan gaya untuk melakukannya bukan? Disinilah kunci dari semua, mengungkap rahasia penciptaan manusia.

Pagiku, disini aku memahami bahwa Tuhan menciptakan manusia adalah untuk ber-‘usaha’. Usaha yang benar adalah menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya. Ini adalah kehendak (will) Tuhanku. Sudah pasti Tuhanku sudah memiliki rencana besar untuk maksud itu. Selanjutnya, aku perhatikan bahwa usaha dipahami sebagai daya yang dilakukan oleh suatu benda untuk menempuh jarak atau melakukan perubahan tertentu. Dengan kata lain sebuah usaha akan berbanding lurus dengan gaya yang bekerja dan juga jarak atau perubahan jyang dialaminya.  Sekarang menjadi sedikit terjelaskan untuk melakukan usaha maka manusia membutuhkan (need) gaya-gaya di dalam system ketubuhannya. Gaya-gaya yang bekerja ini akan menghasilkan daya dorong manusia untuk melakukan usaha. Seberapa jauh daya ini dapat mendorong manusia untuk melakukan usaha? Maka tentu saja kita dapat melacak dari persamaan usaha itu sendiri.

Hmm..telah ada dalam pemahamanku sekarang  bahwa aku senantiasa ingin (want) mendapatkan kenikmatan.  Kenikmatan dari waktu ke waktu yang akan menghasilkan percepatan. Percepatan ini aku butuhkan untuk menghasilkan sebuah gaya. Mari kita runut formulasinya F = m.a.  (F; adalah gaya, m; adalah masa atau jiwa, dan a; adalah pecepatan kenikmatan). Perhatikanlah bahwa gaya pada tubuhku akan terbentuk jika ada percepatan kenikmatan. Jika tidak ada percepatan maka a akan sama dengan nol. Atau tidak akan timbul gaya (F). Sementara tubuh manusia membutuhkan gaya-gaya untuk melakukan usaha. Selanjutnya, jika aku sudah mendapatkan percepatan kenikmatan. Pertanyaan selanjutnya adalah seberapa besar gaya yang bekerja? Maka hal ini tentu akan sangat dipengaruhi oleh besarnya masa (jiwa).  

Selanjutnya rahsa nikmat ini aku butuhkan sebagai daya dorong agar aku mampu terus bergerak melakukan usaha. Maka dapat dikatakan mendapatkan kenikmatan adalah sebuah keinginan (want) fitrah manusia.  Tubuhku secara reflek mencari kenikmatan  inilah hukumnya. Refleks inil adalah sebagai bagian pertahanan diri untuk keberlangsungan hidup manusia itu sendiri. Manusia sebenarnya telah tahu itu. Maka seluruh ajaran dan seluruh pengajaran kepada manusia adalah untuk memahami mekanisme ini. Bagaimana manusia mendapatkan kenikmatan. Kenikmatan yang terus berlangsung di setiap waktu. Sebab kenikmatan inilah yang akan menjadi daya dorong manusia untuk melakukan usaha atau beribadah. Mka menjaadi pertanyaan kita, bagaimana kondisi kita saat tidak mendapatkan kenikmatan dalam beribadah?

+++

Peka terhadap rangsang, ini adalah salah satu sumber kenikmatan. Maka semakin peka seseorang terhadap rangsangan yang datang akan semakin berpotensi merasakan nikmat. Marilah kita lihat relevansinya. Gaya ketubuhan berbanding lurus dengan percepatan kenikmatan. Kepekaan sensor ketubuhan akan memungkinkan aku mampu merasakan kenikmatan yang lebih besar dibandingkan dengan orang lain. Maka sangat wajar jika sesuatu yang dirasakan berulang-ulang akan menyebabkan kepekaan sensor kita berkurang. Makanan yang setiap hari kita makan akan lama kelamaan kehilangan kenikmatannya lagi. Sebab sensor ketubuhan tidak merasakan adanya perubahan. Tidak ada percepatan.

Sementara, telah diulas bahwa tubuh memiliki refleks (fitrah) untuk mencari nikmat. Hal ini harus kita pegang. Semua nikmat tentu sudah ada dalam referensinya. Referensi inilah bagian penting selanjutnya. Manusia membutuhkan pembanding kenikmatan sebelumnya untiuk mendapatkan perubahan rahsa nikmat. Maka jika tidak dipenuhi,  tubuh secara refleks akan melakukan penolakan. Percepatan akan nol atau malah akan negative. Penolakan yang terjadi ini akan menimbulkan gaya tolak ketubuhan. Maka tubuh akan enggan melakukan pekerjaan itu atau memakan makana tersebut. Gaya tolak ini akan menghasilkan tekanan-tekanan di seluruh sel-sel ketubuhan. Maka tubuh akan menahan gaya ini selama hidupnya.

Semakin banyak gaya tolak akan semakin banyak tekanan yang terjadi di ketubuhan. Sebab gaya ini hanya terpendam di tubuh tidak disalurkan sebagai gerak ketubuhan. Gaya sesungguhnya dibutuhkan untuk melakukan usaha. Namun gaya tolak ini  tidak dialirkan menjadi usaha. Gaya tolak hanya terpendam di dalam sel-sel dan menjadi tegangan antar sel. Tegangan (tension) inilah yang menjadi sumber banyaknya gaya-gaya dalam system ketubuhan kita. Sementara tekanan akan berbanding lurus dengan gaya yang ada.  Berdasarkan hokum ini kita tahu bahwa tubuh yang terlalu banyak tekanan akan sulit sekali menerima rangsang. Kpeekaan terhadap rangsang berkurang akan menyebabkan sulitnya merasakan nikmat. Keadaan ini akan menjadi sebab akibat.

Makluk hidup peka terhadap rangsang kenikmatan. Sistem sensor ketubuhan ini dimiliki oleh seluruh makhluk hidup. Sistem ini adalah system gerak universal. Seluruh makhluk hidup akan peka terhadap rangsangan (impuls). Rangsangan ini bisa berupa gaya dari luar, bisa pula berupa energy, atau bisa berupa cahaya. Daun putri malu misalnya, sangat peka terhadap gaya atau sentuhan. Hal ini terjadi karena adanya perubahan pada tekanan turgor. Tekanan turgor biasanya disebabkan oleh kandungan air dalam sel. Air di dalam sel akan menekan ke dinding sel sehingga dinding terlihat penuh dan segar. Nah, karena si putri malu ini peka terhadap sentuhan, maka ketika disentuh tekanan turgornya langsung berkurang karena air menjauhi sumber sentuhan, akibatnya sel jadi kekurangan air dan mengkerut, saat itulah terjadi penutupan daun putri malu.  Mekanisem sensor ini sedikit menjelaskan system gerak pada tubuh manusia.

Kita perhatikan mekanisme tersebut adalah mekanisme aksi dann reaksi. Gaya yang bekerja pada suatu benda akan berbanding lurus dengan gaya tolaknya. Pada saat kita mendapatkan gaya tolak  maka kita mendapatkan tekanan yang sama di ketubuhan. Gaya tersbeut seharusnya kita ubah menjadi gerak. Namun jika gaya tersebut tidak kita ubah menjadi gerak maka gaya tersebut akan menekan penampangnya yaitu tubuh kita sendiri. Maka gaya tolak yang terjadi adalah F/A = P (F; gaya, A, luas penampang, A; tekanan). Bermakna tekanan yang terjadi pada tubuh manusia akan berbanding lurus dengan gaya dan berbanding terbalik dengan luas tubuh. Semakin sering munculnya gaya tolak di ketubuhan kita maka akan semakin kuat tekanan yang terjadi pada system ketubuhan.

Seringkali dalam keseharian kita, kita melakukan sesuatu yang tidak kita sukai. Padahal sesuatu yang tidak menimbulkan nikmat akan menyebabkan gaya tolak dari ketubuhan kita. Kita tidak akan mampu menghindari keadaan ini.  Bagaimana menyiasati keadaan ini? Kita telah paham bahwa gaya yang ada dalam tubuh kita harus dilakukan untuk suatu usaha. Manusia harus terus bergerak, manusia harus terus ber-usaha, jika tidak gaya yang ada dalam tubuhnya akan meningkatkan tekanan. Tekanan yang meningkat dalam system ketubuhan kita akan menimbulkan kerusakan-kerusakan jaringan dan organ kita. Tekanan ini juga akan mproses berfikir kita.

Pagiku, system ragaku mengikuti hukum-hukum yang sudah berlaku semenjak dahulu. Sistem yang tidak pernah berubah. Hukum yang berlaku kepada siapa saja. Kepada makhluk apapun di bumi ini. Sebuah rangkaian hukum kekekalan energy. Energy yag akan terus bergerak dari satu wujud ke wujud lainnya. Dari suatu zat ke zat berikutnya. Perubahan zat, perubahan wujud adalah suatu kepastian adanya. Tanpa adanya perubahan tersebut maka hidup ini tidak akan terasa nikmatnya. Semua dalam gerak alam semesta. Hanya kadang akal kita, hati kita, dan juga  kadang system gerak kita sudah tidak sebagaimana ‘fitrahnya’. Manusia banyak melakukan ‘instalasi’ system operating yang lain.  Operating System manusia yang original sudah banyak diganti oleh manusia sendiri. Sehingga manusia tidak mengenali kenikmatan yang diperuntukan untuk manusia. Kenikmatan yang sudah diciptakan oleh Tuhan untuk ras manusia. Karenanya manusia menjadi sesat dan di murka.

Pagiku, dalam renunganku kini, aku ingin mengajak kepada diriku sendiri. Sudah semestinya manusia memperbaiki system ketubuhannya sendiri. Nikmat manakah yang harus manusia cari. Tentu saja bukannya jalan nikmat orang yang sesat dan orang yang dimurkai. Sungguh nikmat adalah fitrah gerak manusia. Fitrah yang secara refleks akan dicari oleh makhluk hidup. Sejak manusia bayi sekalipun, manusia sudah mencari kenikmatan. Maka perhatikanlah saat bayi menetek pada ibunya. Kenikmatan apa yang dirasakannya. Kemudian bagaimana keadaan sang bayi manakala kenikmatan tidak kita berikan. Bayi akan menangis demikian sedihnya. Begitu juga manusia dewasa. Sama saja keadaannya. Betapa sedihnya dirinya manakala dia tidak mendapatkan kenikmatan dalam hidup. Siapakah yang salah manakala manusia hidup tidak mendapatkan nikmat?

Namun apa jadinya, seandainya manusia menikmati kehancuran-kehancuran di muka bumi ini demi mendapatkan kenikmatan itu? Aku menikmati kehancuran atas tubuhku, dan aku juga menikmati kehancuran atas bumiku ini?  Adakah yang salah dalam sistem ketubuhanku?

Pagiku, jawablah keadaan ini. Jika manusia hidup dan tidak pernah merasakan kenikmatan. Bagian manakah yang salah? Padahal kita tahu, mencari nikmat adalah fitrah system gerak ketubuhan. Maka tidak mungkin system  ini salah mencari nikmat. Adakah manusia telah salah melakukan instalasi system operating di dalam dirinya. Sehingga sensor ketubuhannya telah salah mengenali. Jika system ini salah, jika manusia menggunakan system dari Jin misalnya. Tentu saja akan tidak sama rahsa nikmatnya. Sebab peruntukannya memang beda. Bagaimana manusia mampu menginstalasi ulang system gerak dalam tubuhnya?

Sistem gerak yang cerdas,  system tersebut baiknya kita akan namakan apa?  Inilah kecerdasan tertinggi manusia. Kecerdasan yang bersumber dari fitrah manusia. Kecerdasan tertinggi adalah tiadanya proses berfikir. Inilah gerak alam semesta. Gerak refleks, gerak fitrah. Gerak yang menguasai seluruh system ketubuhan manusia. Mungkin saja dengan menginstal ulang kecerdasan sensor motoric, manusia tidak salah mengenali nikmat yang Tuhan berikan untuk keberlangsungan hidup umat manusia. Semoga.

Wolohualam..






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Spiritual, Misteri Selendang Langit (Bidadari) dan Kristal Bumi

Kisah Spiritual, Labuh Pati Putri Anarawati (Dibalik Runtuhnya Majapahit, 4-5)

Rahasia Simbol (Tamat). Siklus Yang Berulang Kembali