Kisah Perjalanan Paku Bumi (9), Sanggurdi di Kapilawastu
“Pesannya, sanggurdi
di kapilawastu yang ada di Gajah Mungkur, akan membuka pintu bagi siapa yang
menginginkan pintu gerbang dibuka.
Semuanya berada dalam satu perjanjian yang menjadi bagian
dari hal yang berbeda dengan keadaan sekarang. Sudah saatnya menjadi perempuan
yang kuat dan menjadi kesatuan utk mewujud pada bagian sanggirta asmararya
Siapkan sanggurdi di antara dua belati yang menjadi titik di
antara dua hal yang berbeda
Mengenalkan berbagai keadaan dengan segala yang berbeda
akan menjadi satu ikatan di antara dua singgasana
Pergilah cepat menuju sang para penjaga waktu, lihat dan
tetapkan dalam kurun waktu yg ditentukan”
…
Alam tergelar, terhampar dalam lamunan. Nuansa fatamorgana
dalam imaji. Melihat ke dalam diri, nampaklah kekuasaan illahi. Lintasan
pikiran, lintasan hati. Pendaran cahaya yang nampak disiang hari masih
menyisakan misteri. Locatan-loncatan listrik di kepala yang mewujud menjadii
gambar. Gambaran yang semakin utuh dari tiada menjadi ada. Dari ada menjadi
bermakna. Dari makna menjadi rahsa. Dari rahsa menjadi nyata. Dari nyata
menjadi eksistensi diri. Begitu diri eksis maka lihatlah akibatnya. Bagaimana
sulitnya menjadi tiada. Gambaran di siang hari melekat di dalam diri. Sulit
baginya untuk kembali disisi illahi. Meniadakan apa-apa yang nampak dalam
kepala dan melekat dalam rahsa. Selanjutnya diri bergumulan diantara rahsa yang
mengharu biru. Rahsa menjadi lautan yang menenggelamkannya berulang kali.
Pesan itu memaku kuat dalam kekalut waktu yang terjebak.
Dalam referensi yang tak sama atas fenomena apa yang terjadi pada anaknya Mas
Thole masih terus diam. Khabar dari Pambayun mengajaknya untuk bersama
rombongan menuju ke pantai Selatan. Menuju muara titik pertemuan dengan Ibu
Ratu Laut Kidul di minggu ini. Entah mengapa realitas keadaan Mas Thole tidak
memungkinkan. Kemelakatannya di alam materi masih kuat memangku dalam alam
kekini. Sehingga ajakan Pambayun di tampik Mas Thole.
Seiring dengan itu keadaan anak Mas Thole sudah tiga hari
belakang ini tidak sebagaimana mestinya. Rasa panas membakar muncul dari wajah
dan menyapu ke seluruh tubuhnya. Rasa gelisah dan perut yang seperti terisi gas
menyebabkan dia tak nyaman. Tidak biasanya dia mengeluh. Pengalamannya sudah
mengajarkan kepadanya bahwa Tuhan sudah membuat sistem ketubuhan manusia luar
biasa. Tubuh manusia memeiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan ghaib dan
realitas. Sehingga jika hanya gangguan ghaib biasa dirinya masih akan mampu
mengatasinya. Rasa panas tersebut ternyata demikian hebat. “Apakah terkait dengan perjalanan ke Pelabuhan Ratu? “ Mas Thole mencoba membatin. Maka kepada
anaknya di minta untuk meditasi, mencari jawaban atas penyakitnya.
Tak berapa lama, anak Mas Thole berteriak dan berhamburan
lari dari kamarnya, ke arah Mas Thole yang sedang asik di menoton televisi. Dia ketakutan,
bibirnya seperti bergetaran. Mengadu kepada ayahnya. Sosok makhluk yang
mengerikan muncul tepat di hadapannya. Sosok makhluk yang disebutkan oleh
anaknya bernama ‘Gerandong’ menyeringai tepat kemukanya. Nafasnya saja terasa
panas sekali di muka katanya. Karena itu dia tidak berani melanjutkan
meditasinya. Mendengar penuturan anaknya yang terbata. Sigap Mas Thole meminta
anaknya bersila dihadapannya. Sambil mengambil posisi, anaknya juga melaporkan
kemarin malam adiknya juga melihat sosok tersebut di ruang tengah. Kepalanya
berputar mengejek adiknya. Sehingga adiknya lari masuk ke kamar. Dalam hati Mas
Thole bertanya, “Makhluk apakah yang
berani memasuki wilayahnya ini?”
Duduklah ayah dan anak dalam posisi meditasi. Mas Thole
seperti biasa menghadapkan kesadarannya kepada Yang Maha Kuasa. Lintasan sesaat
bermunculan, lautan dan juga makhluk yang berada disana dan seorang lelaki
duduk menghadap dupa kemeyan. Lelaki tersebut seperti sedang melakukan ritual
yang ditujukan kepada anaknya. Mas terus memanjatkan doa, memohon perlindunganNya. Tanganya bergerak perlahan, membuat
lipatan, menyapu wajah anaknya dari muka dan belakang. Dan manakala tepat
diantara dua bahu. Terlintas symbol yang sangsekerta ada disana. Seketika dalam
kesadarannya laut pantai selatan bergolak, diantara ombak muncul Ibunda Ratu
Kidul, tersenyum. Sebagaimana yang djanjikannya dia akan membantu anaknya t, untuk
memutuskan symbol yang ada d kedua bahu.
Entah apa yang terjadi untuk selanjutnya tangan Mas Thole bergerak sendiri menepuk dan mengambil sesuatu di tubuh anaknya itu. Tangan ke langit seperti mengambil senjata dan kemudan dibenamkan dengan ke air zam-zam di dalam gelas yang sudah disediakan sebelumnya. Rahsanya panas membakar tangan tanga Mas Thle,, namun d kuatkannya di tekan ke dalam gelas. Dan diminta anaknya meminumnya. Alhamdulillah, bangun di pagi hari ini (9/01) keadaan anaknya sudah kembali normal.
Entah apa yang terjadi untuk selanjutnya tangan Mas Thole bergerak sendiri menepuk dan mengambil sesuatu di tubuh anaknya itu. Tangan ke langit seperti mengambil senjata dan kemudan dibenamkan dengan ke air zam-zam di dalam gelas yang sudah disediakan sebelumnya. Rahsanya panas membakar tangan tanga Mas Thle,, namun d kuatkannya di tekan ke dalam gelas. Dan diminta anaknya meminumnya. Alhamdulillah, bangun di pagi hari ini (9/01) keadaan anaknya sudah kembali normal.
“Semuanya berada dalam satu perjanjian yang menjadi bagian
dari hal yang berbeda dengan keadaan sekarang. Sudah saatnya menjadi perempuan
yang kuat dan menjadi kesatuan utk mewujud pada bagian sanggirta asmararya”
Mas Thole berharap, agar anaknya menjadi perempuan kuat.
Menjadi pewaris alam. Berada pada jajaran para kesatria lainya. Berjalan di muka
bumi ini sebagaimana orang-orang yang berjalan di pasar-pasar. Menikmati anugrah
Tuhan atas alam dan kesadaran nusantara ini. Bersama dengan saudara seiman
lainnya. Menyaksikan bagaimana jalan cerita bangsa-bangsa yang dipergulirkan
kekausaan atas mereka. Bagaimana keadaan anak cucunya setelah mereka tiada.
Apakah yang masih bisa diperbuat oleh anak cucu mereka? Apakah mereka
berbangga-bangga dengan kehebatan leluhurnya? Kemudian mereka melalaaikan
kenikmatan mereka sebagai manusia kini? Mereka hidup di alam khayalan.
Menganggap mencari leeuhur mereka untuk dimintakan kesaktian? Ataukah mereka
akan mampu mengambil hikmah atas nikmat Tuhan yang diberikan kepada Setiap
manusia? Semoga anaknya mampu mengambil
semua pelajaran ini. Pelajaran atas nikmat yang DIA beri.
…
Nikmat rahsa sesaat, selanjutnya memekat melebihi gumpalan
asap. Membelikat erat dan memikat seluruh panca indra. Dalam eksistensi betapa
sulit diri berpaling dari nikmat. Bagai tenggelam ke dalam lautan aspal yang
dipanaskan. Larutan aspal yang merasuk ke dalam sel-sel ketubuhan, maka
bayangkan keadaannya manakala aspal tersebut mengering disana. Nikmat sudah
menjadi bagian diri yang eksis. Mengerak bagai kerak dasar neraka. Menjadikan
seluruh panca indra manusia hanyalah pengejar nikmat. Sensory ketubuhan hanya
mengenal nikmat sebagai kebutuhannya. Maka tubuh tidak mau rahsa lainnya. Tubuh
hanya butuh satu rahsa saja dari kesemua rahsa yang ada di seluruh jagad raya
ini yaitu rahsa NIKMAT.
Bayangkan jika diri yang eksis adalah raja di raja, sang
Khalifah alam semesta. Maka apa yang dimintanya akan disajikan oleh para hamba.
Para hulu balang dan penjaga istana raja akan dengan suka cita menghantarakan
rahsa. Seluruh makhluk alam semesta akan mencoba menghantarkan rahsa nikmat
kepada sang Raja. Sang Raja terlena akan tugasnya. Di hadapannya seluruh nikmat
tersedia. Hingga sang raja lupa keadaan di dunia. Bahwa di dunia ini ada
penggolongan nikmat yaitu nikmat yang
SESAT dan nikmat yang DIMURKAI. Dalam
anggapannya semua nikmat adalah sama. Maka lihatlah bagaimana tampilan manusia,
dalam perilakunya di realita. Seluruh nikmat mereka beli. Seluruh nikmat mereka
kangkangi, seluruh nikmat mereka gagahi. Seakan manusia tidak mau lagi
berbagi. Tiada lagi nikmat mau mereka
beri. Bahkan kepada anak sendiri.
Lihatlah bagaimana sajian di layar kaca, seorang gadis
menjual keperawanannya kepada seorang pemuda, penjaga warnet yang masih muda belia, dengan
bayaran 20 juta. Melalui media sosial mereka sepakat melakukannya. Namun apa
kejadiannya, sang pemuda ternyata tidak mampu membayar ssuai dengan janjinya.
Sang gadis memaksa. Dan kenikmatan yang diberikan kepada sang pemuda berakhir
dengan hilangnya nyawa sang gadis. Sang pemuda tidak mau berbagi kenikmatan,
tidak mau membayar harga kenikmatan yang dia beli. Maka diambilah kenikmatan
tersebut olehnya. Dihabisilah nyawa sang wanita di sebuah hotel di sebuah kota
kecil di nusantara ini. Tragedi kemanusiaan terus saja terjadi. Kesadaran
manusia terus saja diuji.
Membaca dan sekali lagi membaca fenomena realita, dan
mengkaitkan dengan fenomena alam tak kasat mata disana. Tidakkah kisah diblog
ini terus menyikapi ini, telah dikhabarkan bahwa sang Kalagemet sudah masuk ke
dimensi alam kesadaran manusia. Kalagemet akan terus meminta darah keperawanan.
Jika jaman dahulu kala sang kalagemet adalah sosok raksasa kerdil yang mampu
menjelma dan merasuki tubuh manusia. Maka dalam dimensi ini sosok ini bisa di
analogikan sebagai software yang mudah saja di akses di internet. Bayangkan
jika sosok ini berhasil merasuki kesadaran manusia. Maka siapapun yang
meemiliki anak gadis wajib untuk berjaga-jaga. Raksasa ini sangat keji dan
licik sekali. Dia mampu menebus alam manusia dan diam disana. Mengendalikan
raga-raga manusia untuk memuaskan kebutuhannya akan darah perawan.
Sayang sekali sistem ketubuhan manusia yang sudah berubah
dari fitrahnya, sebagaimana diutarakan di muka. Sudah berubah menjadi penikmat
rahsa, akhirnya tidak mampu membedakan mana diri tuannya dan manakah sang Kalagemet.
Sensor ketubuhan manusia hanya paham rahsa nikmat saja. Karena sebab itulah
sang Kalagemet dengan mudahnya berdiam di tubuh manusia dan tidak dianggap
sebagai musuh. Semisal ular yang sudah terbiasa dalam piaraan manusia. Maka
sensornya akan melemah. Respond dan kesigapannya dalam mendeteksi bahaya
melemah. Coba bandingkan dengan ular Cobra yang ada di habitatnya. Jika ada
bahaya mendekati, sang cobraa akan dengan serta merta memasang sikap waspada.
Kepalanya diangkat dan dijulurkan lidahnya. Mendesis desis dalam keadaan sikap
sempurna. Sang Cobra telah kehilangan sensor bahaya, maka bayangkan apa
jadinya.
Begitulah keadaan manusia. Mereka sulit sekali membedakan
manakah nikmat yang sesat dan manakah nikmat yang di ridhoiNya. Semua sama saja
baginya. Sensor ketubuhannya sudah mati. Mereka tidak kenali manakah nikmat
yang membahayakannya dan manakah nikmat yang akan membawa kebaikan bagi
dirinya. Semua baginya adalah nikmat yang sama. Bahkan nikmat yang di murkai
Tuhannya pun sudah sulit bagi dirinya untuk mengenalinya. Sensornya telah mati,
sebagaimana analogi ular cobra tadi. Manusia sudah nyaman dalam situasi
‘inersia’nya. Nyaman sebagai seorang Raja yang dituruti kemauannya. Karena
sebab itulah kita lihat bagaimana perilaku manusia di jaman sekarang ini.
Lihatlah di layar kaca. Penyebutan khalifah hanya dimaksudkan untuk mengejar
nikmat keadaanya. Bukan sebaghai amanah.
…
Mas Thole mewartakan ini, mengkhabarkan apa-apa yang di
lihatnya di alam kesadaran. Memindai software-software apa saja yang akan turun
di alam kesadaran manusia. Sotware tersebut memiliki nama dan sebutan. Software
tersebut di alam sana dikenal sebagaimana sosok manusia dialam nyata ini.
Mereka memiliki kemauan, rahsa, jiwa, dan juga sebutan lainnya. Mereka
memeiliki pemerintahan yang amat kuat. Mereka memeliki aturan dan juga
bermacam-macam kebudayaan ada disana. Jika kita pernah melihat filma di metrix
maka kita aan mampu membayangkan keadaan alam kesadaran ini. Ada alam para dea,
alam para bidadari, alam setan gentayangan, dan lain-lainnya. Mereka terpisah
oleh ruang dan waktu. Mereka di dalam dimensinya masing-masing. Semisal file
yang tersimpan di dalam foldernya masing-masing. Maka marilah kita saksikan dimensi apa yang
sedang ditampilkan di layar kaca?
Yah, dimensi KALAYUGA. Dimensi ini semisal nama permainan
pada ‘game on line’ maka marilah kita lihat bagaimana isi permaianan ‘game’
ini. Dimensi inilah yang sedang tampil di layar monitor. Maka dimensi inilah
yang sedang menjadi ‘screen server’ alam semesta. Bagaimana lay out disana? Bagaimana kejutan dan juga aturan mainnya?
Inilah dimensi dimana seluruh makhluk dalam dimensi ‘Batara Kala’ di
perbolehkan bermain. Merekalah yang memegang peranan utama dalam permainan di
‘game’ ini. Tentu saja ini adalah ranah ‘softwrae’ kesadaran manusia. Sehingga
yang bisa kita lihat dipermukaan dalam rtealita keseharian adalah perilaku
manusia yang akan memilikisifat-sifat sebagaimana ‘batara kala’. Sikap haus
darah, sikap saling menerkam, dan sifat-sifat keji dan telengas lainnya. Tidak
peduli apakah mereka wanita ataukah anak-anak. Justru pada dimensi ini yang
paling banyak menjadi korban adalah wanita dan anak-anak. ‘batara kala’ akan
enggan berhadapan dnegan para kesatria. Mereka hanya ingin memuaskan hasratnya
saja. Bagaimana keadaan suatu bangsa manakala wania dan anak-anaknya hancur?
…
Manusia tidak melihat penampakan makhluk-makhluk ini.
Apalagi dengan keadaan sensor ketubuhan yang sudah mati. Maka mereka akan
merasa biasa saja. Tidak ada perubahan tahun ini dnegan tahun-tahun lainnya.
Bagi mereka sama saj. Namun tidak dengan
pengamatan Mas Thole. Riak kecil perubahan perilaku bisa ditelusuri kemanakah
muaranya. Menghambat lajunya kecepatan penetrasi sang Kalagemet di kesadaran
manusia adalah upaya sungguh-sungguh agar tidak semakin banyak jatuh korban
gadis-gadis perawan. Mas Thole dan juga kawan-kawan lainnya dalam jajaran
kesatria alam terus berusaha membendung laju instalasi software ‘kalagemet’
ini.
Siapakah kesatria alam ini? Mungkin banyak sekali persepsi
dnegan penyebutan nama yang tak biasa ini. Padahal ini hanyalah sebuah sebutan
bagi siapa saja, yaitu mereka yang dengan sukarela mengabdikan diri menjadi
pengamat alam semesta. Walau secara realita mereka bukan siapa-siapa. Mereka
berjalan-jalan dipasar-pasar sebagaimana manusia biasa. Mereka hanya dikenali
oleh jajaran dimensi alam ghaib sana. Nama mereka sangat dikenal oleh makhluk
tak kasat mata. Maka kesatria alam ini bisa siapa saja, banyak sekali diantara
mereka yang tidak mau disebutkan namanya. Mereka melakukan baktinya kepada
Nusantara ini dengan diam. Mereka melakukan REVOLUSI DIAM. Revolusi kesadaran
bagi pondasi kelahiran Nusantara Baru. Kesadaran yang kembali kepada fitrahnya,
yaitu kesadaran yang mampu ‘Ingat Allah’. Allah SWT sebagai
Tuhan mereka.
…
Mas Thole diam dalam meditasi, meskipun raganya bergerak
kesana kemari. Sensasi pergulatan di alam kesadaran sangat terasa sekali.
Kadang seperti ada baju besi yang mendadak terpasang, kadang seperti aliran
hawa dingin merasuki seluruh sel-sela, kadang kegundahan amat sangat menerkam,
kadnag pula rahsa tak tahu apa-apa. Semua silih beranti, bahasa rahsa, bahasa
yang harus diterjemahkannya. Semenjak Mas Thole menutup penglihatannya, hanya
sensor ketubuhannya inilah yang di andalkannya. Kemampaun melihat ghaib bagi
pemahaannya akan banyak menimbulkan fitnah. Sebagaimana rekannya yang ingin
sekali memiliki kemampuan ‘melihat’ ini. Mas Thole sudah coba sampaiakan
konsekuensinya di realita nanti.
Melalui kemampuannya ini, dia akan melihat apa saja di raga
manusia. Dia akan bisa melihat apa yang
melekat di jiwa manusia. Apakah siluman ular, harimau, atau setan jejadian.
Dirinya juga bisa melihat apakah raga manusia yang berjalan apakah diisi jiwa
manusia ataukah bukan, semua itu akan dinampakan kepadanya. Kemampuan ini terlihatnya saja hebat
sekali. Namun apa akibatnya? Dia akan tidak mampu bersikap objektif di realita.
Dia akan berubah pandangannya terhadap orang tersebut. Respon ketubuhannya secara otomatis akan
menampakan rasa ‘jijik’ ‘enggan’ dan espon negatiff lainnya. Tentu saja dirinya
akan menjadi ‘aneh’ dalam pergaulan. Maka benar apa yang dikhawatirkan Mas
Thole, dia akhirnya berasalah dnegan atasannya, dan di keluarkan dari
pekerjaannya. Saat ditanya dia mengaku melihat di dalam tubuh atasannya yang
cajtik melilit seekor ular yang menyeramkan, dengan lidah menjulur dan
mengejeknya. Bukankah kemampuan ini hanya menjadi musibah baginya?
Kita manusai tidak membutuhkan kemampuan tersebut. Adapun
orang-orang yang diberikan kelebihan penglihatan ini mereka juga dituntut tanggung
jawab yang besar. Mereka harus mampu menyembunyikan apa-apa yang dilihatnya
untuk dirinya sendiri. Bayangkan bagaimanakah tersiksanya mengetahui bahwa kita
sedang berhadapan dengan golongan Setan Manusia. Setan yang berwujud manusia?
Bagaimanakah jika itu adalah saudara kita, guru kita, atasan kita? Bukankah
lebih nikmat kita tidak pernah tahu apa-apa dan menganggap bahwa yang kita
hadapi adalah manusia sebagaimana kita. Semua tata kelola ini sudah di atur
sedemikian rupa. Maka bagi yang tidak diberikan kemampuan ini, janganlah
meminta. Apalagi mencari dan berguru kemana-mana. Cukuplah apa-apa yang sudah
diberikan Tuhan. Percayalah tidak enak rahsanya. Sebab bagi yang sudah
diberikan kemampuan inipun juga diwajibakan untuk menyembunyikannya. Kalau begtu, apakah enaknya?
…
Bertahan dalam gempuran rahsa, bersembunyi dalam lautan
derita. Melihat kesemuanya dalam realita. Mas Thole merasa tugasnya di realita
dengan Sang Prabu sudah selesai. Perusahaan dimana tempatnya bekerja sudah
menempati gedung barunya. Perkembangannya pesat sekali. Kami sudah
mengkhabarkan ada tugas baru menantinya. Mas Thole hanya pasrah, sebab secara
realita dirinya tidak berbuat apa-apa. Apalagi menghasilkan ‘profit’ untuk
perusahaan. Semua Kami yang bekerja dan Mas Thole hanya penyaksi disana. Duduk
manis dan diam menunggu. Jika boleh diumpamakan Mas Thole hanyalah teman bagi
para Kesatria alam, bukan kesatrianya itu sendiri. Mas Thole hanyalah semisal
ponokawan yang menemani para kesatria saat di hutan belantara dalam kisah
pewayangan, hingga sampai saatnya sang Kesatria selesai dalam ‘tapa brata’ nya.
Dan keluar kembali ke kehidupan.
Begitulah perumpamaannya. Mas Thole sudah diminta untuk menemani
Kesatria lainnya. Dimana keadaanya juga sedang terpuruk secara realitanya.
…
Terkait dengan niat tersebut, maka beruntun pesan-pesan
Kami, salah satu kami hadirkan untuk melengkapi kisah disini;
“Rombongan-rombongan
(Az-Zumar):8 - Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon
(pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan
memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia
berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia
mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari
jalan-Nya. Katakanlah: "Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu
sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka".
Pesan tersebut menohok Mas Thole, niatnya untuk menetapi
realitas membantu rekannya harus dihadapkan kepada pengujian atas niat
sesungguhnya. Apakah dia akan berlaku sebagaimana manusia lainnya, yang hanya
memohon pertolongan kepada Allah saat ditimpa kemudharatan saja dan kemudian
saat Allah sudah memberikan nikmat kemudian dirinya akan lupa. Dirinya tidak pernah merasa pernah
berdoa dan memohon pertolongan kepada Allah. Dirinya kemudian
membangga-banggakan kehebatannya yang mampu melepaskan diri dari kemudharatan
tersebut. Benar-benar dia lupa telah berdoa untuk dihilangkan kemudharatan yang
menimpa. Sungguh celakalah orang itu. "Bersenang-senanglah
dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni
neraka".
“Smg Allah
mengampuniku, jika demikian. Aku berjalan atas kehendakNya. Aku memohon dg
keridhoanNya. Kebenaran hanya milikNya. Berusaha di jalanNya semampuku. Maka ku
mohon ampunanNya. Aku bersyukur semampuku.
Sholatku, ibadahku, hidup dan matiku atas kehendakNya. Malaikat dan
makhluk2 alam semesta atas kehendakNya di minta sujud kepada ADAM. Akulah anak
Adam. Aku berlindung dlm
kehendakNya. Dan kalian tahu dimana
posisiku. Jelaskan siapa dirimu...!. Jelaskan
siapa dirimu...! Kuhadapkan Allah dan rosulNya sbg saksiku atasmu. Terangkanlah
agar jelas gelap dan terang. Jika engkau orang yg benar! Dengan siapa saat ini
aku bicara?”
Rasa penasaran Mas Thole terus mengemuka, referensi yang
dimiliki atas entitas yang dimilikinya nyaris tidak ada. Energynya benar-benar
baru saja dikenalinya. Entitas yang tergabung dalamjajaran yang disebut sebagai
Kami, muncul dalam realitas kekinian. Sungguh sulit kesadaran Mas Thole
memahami ini, ditengah minimnya referensi yang di milikinya. Maka sebab itu,
Mas Thole tidak berani mengambil makna apa-apa atas pertemuannya ini. Semuanya
di kembalikannya kepada Allah. Lebih baik dirinya menunggu diberikannya rasa
‘tahu’ dari Tuhannya. Semoga ini menambah keimanannya. Semakin jauh memasuki
alam kesadaran semakin sulitnya ranah pemikiran. Benar sekali tanpa pondasi
yang kuat manusia akan tergelincir di ranah ini.
“Sangat sedikit referensi yg kumiliki. Pemahaman yg kuketahui bersebrangan dg pengakuanmu. Sesungguhnya maukah engkau bersumpah atas nama Allah 🙏”
“Sangat sedikit referensi yg kumiliki. Pemahaman yg kuketahui bersebrangan dg pengakuanmu. Sesungguhnya maukah engkau bersumpah atas nama Allah 🙏”
“Baik, asyhadu ala
ilaha ilallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah. Kami tetaplah makhluk,
hanya tugas dan fungsinya berbeda”
“Kuserahkan dan ku
kembalikan kpd Allah sungguh amat sedikit ilmuku ttgmu?”
“Apakah semua ayat yg
terkirim tertuju padaku?”
“Allahu akbar”
Mas Thole menutup alam kesadarannya, mengakhiri
perbincangan ini. Masih banyak pertanyaan yang tersisa. Sungguh lebih baik
dirinya tidak tahu apa-apa. Sulit rasanya jika harus berbenturan dengan
pemahaman kolektif. Benturan mahzab kesadaran pasti akan berimbas di badan dan
akan berimbas di realitas juga. Peperangan akibat keyakinan di ranah kesadaran
ini sudah berlangsung di segala jaman dengan korban berjuta-juta manusia. Maka tidakkah orang yang tidak tahu lebih
nikmat dari orang yang tahu? Maka untuk apakah manusia mengejar ilmu? Apakah
demi rahsa tahu? Ataukah untuk memuaskan rajsa tahunya? Ataukah untuk memenuhi
kodrat sebagai saksiNya?
…
Mas Thole kembali diam dalam ‘tiwikrama’ masih menanti
pesan berikutnya. Menunggu diperjalankanNya untuk menjadi saksiNya atas
koordinat Pejajaran yang tersimpan rapi di dimensinya. Pajajaran yang akan
diturunkan pada saatnya nanti. Dimanakah ‘Giriloka?”. Menunggu bersama Kami yang juga menunggu titah
Tuhannya.
Wolohualam…
Ikut menyimak dan belajar dari perjalanan sang kesatria alam dalam mengawal kebangkitan Nusantara. Salam dari Kesatria Sejati tlatah wetan.
BalasHapusaminnnnnnnnnnnnnnnnn..
BalasHapus